Laode Ida Sebut Jakarta Cuek Tangani Papua

Senator DPD Laode Ida. (dpd.go.id)
Jakarta - Selama tahun 2012, warga Papua tetap merasakan suasana tidak nyaman. Propinsi yang terletak. Di ujung timur Indonesia tersebut bisa dikatakan sebagai 'Zona Instabil' di negeri ini.

Hal tersebut bisa dilihat dari tewasnya dua karyawan mitra PT Freeport di Timika (9/1/2012), disusul sebelas hari setelahnya (20/1/2012) dimana seorang warga sipil di Puncak Jaya tewas terkena timah panas dari orang yang tak teridentifikasi.

Menurut Laode Ida, panasnya suhu keamanan di Papua, dipengaruhi sejumlah faktor. Pertama, suasana psi-politik adanya "perlawanan" sebagian kelompok rakyat terhadap NKRI.

"Hingga saat ini, kelompok-kelompok masyarakat Papua yang mengindikasikan ketidak senangan terhadap pemerintah Indonesia. Kondisi itu selanjutnya melahirkan semangat perlawanan sebagia kelompok masyarakat masyarakat baik di dalam maupun di luar negeri," ujar senator DPD Ddapil Sulawwesi Tenggara itu dalam refleksi akhir tahun di gedung DPD RI, Kamis (27/12/2012).

Faktor kedua, adalah investasi atau eksploitasi SDA yang tidak berkeadilan.

"Konflik dan tidakan kekerasan di tanah Papua juga terkait dengan eksploitasi sumberdaya alam (SDA), khususnya investasi skala besar," ungkap Laode.

Selain itu, pengelolaan pemerintah daerah yang buruk juga menjadi salah satu penyebab konflik di era kebijakan Otonomi Khusus (Otsus).

"Tak bisa dipungkiri, buruknya pengelolaan pemerintah daerah pada era otonomi daerah tidak berpihak pada kepentingan untuk mensejahterakan rakyat lokal," tandasnya.

Lebih lanjut Laode menurutkan, pemerintah dalam mengatasi persoalan Papua lebih mengedepankan pendekatan kekuasaan ketimbang dialog secara manusiawi.

Hingga kini, pemerintahan pusat di Jakarta masih bersikap diskriminatif terhadap Papua. Warga Papua, imbuh Laode, masih menganggap Jakarta hanya ingin menikmati Papua untuk memperkaya diri, sementara aspirasi wargainya diabaikan. (rsdfm/Jer)

Sumber: dpd.go.id

Inggris Berharap Papua Dapat Nikmati Perdamaian

Wilaya Papua by Google
[JAKARTA] Pihak Kedutaan Besar Inggris berharap dua provinsi di pulau besar paling barat Indonesia, Papua, dapat menikmati perdamaian dan kesejahteraan yang sama seperti pada daerah-daerah lain di negara ini.

"Kami berharap rangkaian kekerasan yang terjadi di Papua dapat berakhir dan kesejahteraan masyarakat yang menempati pulau itu dapat meningkat," kata staf bagian politik Kedutaan Besar Inggris, Millie McDevitt, sebagaimana dikutip dari siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (18/12).

McDevitt mengaku telah mengunjungi Papua akhir pekan lalu untuk bertemu dengan berbagai macam kelompok kepentingan yang dinilai dapat berkontribusi terhadap penciptaan perdamaian dan peningkatan kesejahteraan.

Di antara kelompok yang ditemui tersebut adalah perwakilan politik, keamanan, organisasi masyarakat sipil, komunitas keagamaan, pemerintah daerah, dan juga pihak militer.

"Untuk menciptakan perdamaian dan kesejahteraan di Papua, semua pemangku kepentingan harus bekerja bersama-sama," kata McDevitt dalam kunjungan yang merupakan program rutin Kedutaan Besar Inggris ke provinsi-provinsi di Indonesia.

Papua dan Papua Barat adalah dua provinsi dengan tingkat kekerasan yang termasuk paling tinggi di Indonesia. Di pulau itu juga gerakan separatisme masih berkembang, setelah gerakan serupa di provinsi lain di ujung barat, Aceh, berakhir dengan ditandatanganinya nota kesepahaman Helsinski.

Kekerasan terakhir yang diduga terkait dengan Organisasi Papua Merdeka terjadi pada akhir November lalu di mana sekelompok orang menyerang Kantor Kepolisian Sektor Pirime di Kabupaten Lany Jaya, Provinsi Papua, dan menyebabkan tiga polisi tewas.

Sementara dari segi kesejahteraan, Menteri Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional Armida Alisjahbana mengakui bahwa Papua adalah daerah yang termiskin di Indonesia dengan tingkat kemiskinan sebesar 31,11 persen.

Armida menyebut, rendahnya pembangunan infrastruktur yang menyebabkan sulit berkembangnya aktivitas ekonomi sebagai salah satu faktor penyebab kemiskinan, meskipun pulau tersebut menjadi penyumbang utama emas dan pendapatan perusahaan tambang multi nasional Freeport. [Ant/L-8/suarapembaruan.com]

Tradisi Mahasiswa Papua Rayakan Natal di Perantauan

Makassar - Himpunan pelajar dan mahasiswa Papua menggelar perayaan Natal bersama di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (24/12). Perayaan berlangsung semarak dan menarik karena disertai tradisi bakar batu.

Persiapan Natal dengan tradisi bakar batu itu dilakukan sejak pagi. Mereka membuat lubang dan membakar batu sampai panas membara. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Lanto Daeng, Pasewang, Makassar.

Acara bakar batu merupakan acara memasak. Masakan menggunakan bahan berupa sayuran, umbi, dan daging babi, yang dimasukan ke dalam lubang dengan bantuan panas dari batu yang telah dibakar secara terpisah.

Sambil melaksanakan ritual bakar batu, para mahasiswa ini bersenandung dan mengeluarkan teriakan-teriakan khas. Usai melaksanakan tradisi bakar batu, kegiatan dilanjutkan dengan ibadat Natal.

Acara bakar batu merupakan ekspresi ungkapan syukur warga Papua dalam merayakan Natal. Mereka melaksanakan tradisi ini juga sebagai tanda syukur atas studi yang mereka jalani di tanah rantau.(TII/Metronews.com)

150 Bayi Papua Tertular HIV-AIDS

Jayapura – Pada 2012, sebanyak 150 bayi di bawah umur lima tahun di Papua terinfeksi HIV-AIDS. “Mereka tersebar di sejumlah daerah di Papua dan rata-rata mereka tertular dari orang tuanya,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Josef Rinta, Senin, 17 Desember 2012.

Menurut Josef, sebenarnya kalau para bayi ini masih dalam tahap HIV, bisa dibantu dengan vaksin. Namun, kalau sudah terjangkit AIDS, jelas kekebalan tubuhnya sudah benar-benar hancur. “Ratusan bayi itu bukan saja hanya mengidap HIV, tapi juga AIDS,” katanya.

Sebenarnya, menurut Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Papua, Constant Karma, para ibu yang terinfeksi HIV-AIDS dan sedang mengandung, harus ikut program prevention of mother to child transmission of HIV (PMTCT) atau program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi. Sayangnya, menjalankan progam ini tak mudah. Sebab, “Ada banyak hambatan yang mempengaruhi, seperti biaya dan jarak atau letak geografis Papua,” kata Constant, yang juga penjabat Gubernur Papua, Senin, 17 Desember 2012.
Jumlah penderita virus mematikan HIV-AIDS di Papua terus meningkat dari tahun ke tahun. Jika tahun sebelumnya jumlahnya di bawah 10 ribu jiwa, per Oktober di tahun 2012 ini telah mencapai 13 ribuan jiwa. “Sebanyak 98 persen penyebarannya melalui hubungan seks,” kata Josef.

Menurut Josef, peningkatan jumlah penderita HIV-AIDS di Papua terjadi akibat kesadaran masyarakat untuk memeriksakan dirinya semakin tinggi. Tapi, di sisi lain, peningkatan angka penderita HIV-AIDS ini akibat perilaku seks menyimpang dari masyarakat. “Perilaku gonta-ganti pasangan tanpa pengaman bisa jadi pemicu utama,” katanya.

Data dari KPA Provinsi Papua mengungkapkan, memasuki triwulan kedua atau per 30 September 2012, tercatat penderita HIV-AIDS di daerah itu mencapai 13.196 kasus. Daerah yang jumlah penderitanya tertinggi di Kabupaten Mimika sebanyak 2.823 kasus dan disusul Kota Jayapura sebanyak 2.666 kasus.

Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2012/12/18/058448962/150-Bayi-Papua-Tertular-HIV-AIDS


TEMPO.CO







Klub Bola Di Papua Harus Mandiri

Tergantung APBD karena peran pemimpin politik

Mantan striker Persipura era 1980 an Ricard Fere mengingatkan agar klub sepak bola di Papua sudah harus mencari investor dan jangan tergantung kepada pimpinan politik yang memegang jabatan di Kabupaten maupun Kota. 

“Kondisi ini yang memprihatinkan sehingga sepakbola masuk ke dalam ranah politik mengakibatkan adanya dualisme dalam sepakbola di Indonesia,”kata Richard Fere kepada media ini , Sabtu (29/12).


Dia menambahkan klub-klub sepakbola di Papua sudah seharusnya mencari investor agar  bisa terhindar dari  atau dikuasai oleh Pemda terutama orang nomor satu dalam kabupaten atau kota.

“Klub akan sulit dalam mencari sumber keuangan lain, sebagai misal Persidafon sulit mencari investor baru karena terjebak dalam politik. Ketuanya juga seorang pemimpin partai politik di Papua,” katanya.
Dia menambahkan kondisi inilah yang membuat klub-klub tak bisa terlepas dari pengaruh partai politik. Meskipun tak kelihatan kata dia tetapi persaingan antara parpol berwarna biru dan berwarna kuning ikut bermain dalam sepakbola di Indonesia.

“Jangan terlalu terjebak dan harus murni dari  investor, lihat saja Persidafon mengalami kesulitan keuangan tetap mau bertahan demi politik. Ya mereka tidak ada solusi dan terikat dengan Grup Bakrie,” kata Richard Fere.  

Sementara itu Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Ottow dan Geisler, Calvin Mansnembra menilai klub-klub sepakbola di Papua belum bisa seratus persen terlepas dari peran Pemerintah sehingga sulit melepaskan diri dari kekuatan dana APBD.
”Saya menilai masih membutuhkan dana dari APBD namun ke depan perlu dicari solusi yang terbaik,” katanya.
 

Kondisi ini jelas tak menguntungkan bagi perkembangan sepakbola di Papua, catatan memperlihatkan saat ini terdapat tiga klub asal Papua masuk dalam kasta tertinggi ISL masing-masing Persipura Jayapura, Persidafon, Persiwa dan Persiram Raja Ampat. Sedangkan klub-klub divisi Utama masing-masing, PSBS Biak, Perseru Serui dan pendatang baru Persekam Kaimana.

Sementara Perseman Manokwari musim depan masuk ke dalam kasta tertinggi  Liga Premire Indonesia(IPL)  bersama klub-klub di bawah PSSI pimpinan Djohar Arifin.

Sebagai gambaran pengeluaran yang pernah dilakukan Persipura pada musim 2008/09 sebesar Rp8 miliar lebih untuk mengontrak pemain lokal sedangkan pemain asing sebesar Rp5 miliar lebih. Musim 2009/10 Persipura membayar pemain lokal sebanyak  Rp11milyar sedangkan untuk pemain asing sebesar Rp5.3 miliar.(Hinca Pandjaitan, Kedaulatan Negara vs Kedaulatan FIFA).

Persipura sendiri pada musim lalu mendapat sponsor dari Bank Papua, Telkomsel, Semen Bosowa dan PT Freeport Indonesia.  Perusahaan tambang di Timika ini memiliki supporter terbesar untuk Persipura sebanyak 15.000 karyawan tergabung dalam The Karaka’s Persipuramania. Apalagi Persipuramania PT Freeport sendiri punya dukungan sangat besar dan memberikan dukungan bagi Persipura.

Kondisi ini agak berbeda dengan klub-klub Papua lainnya karena Persipura memiliki banyak fans hampir seluruh tanah Papua dan Indonesia, tiga kali juara ISL dan lolos delapan besar AFC sehingga pantas menggaet sponsor dan juga punya nilai jual yang lebih.

Sayangnya kata Richard Fere Persipura sendiri tak punya peluang untuk bertanding mewakili Indonesia keluar negeri baik di AFC maupun LCA karena dualisme PSSI. Mestinya kemelut di dua kubu PSSI harus diselesaikan agar tidak mengorbankan klub-klub di Indonesia termasuk Persipura.
( GOAL.com/Dominggus A Mampioper )

PEMBUNUHAN MISTERIUS, WARGA NABIRE PAPUA PANIK


Nabire - Pembunuhan mesterius yang terjadi beberapa hari  yang lalu atas  yakobus pigome (34) membuat warga di Kabupaten Nabire sampe kini masih merasah ketakutan untuk melakukan aktifitas keseharian mereka,  terutama melakukan kegiatan pada malam hari, karna mereka juga takut nyawa mereka jadi korban selanjutnya.

Yakobus Pigome (34) yang di bunuh misterius dan di temukan dipante maaf nabire papua  itu sampai  sekarang ini belum ada tindak lanjut  dari pihak kepolisian setempat dan hanya di biarkan mati begitu saja.

Menurut para saksi awalnya Dia (korban) di jemput oleh sebua mobil avanza perak di pasar karang tumaritis dan korban saat itu dalam keadaan mabuk hinga paginya Dia di temukan tewas di kompleks perumahan pensip pante maaf nabire. Sampai sekarang tidak di ketahuwi mobil milik siapa yang menjemput korban dan motif pembunuhannya.

Polisi setempat megatakan beberapa kata yang kurang nasionalisme seakan-akan polisi di nabire lepas tanggung jawab mereka sebangai pihak yang harus megusut tuntas kejadian perkara pembunuhan misterius yang terjadi di Kabupaten nabire itu dengan mengatakan  itu urusan orang papua sendiri,  jadi silakan cari pelakunya sendiri.
 Pebunuhan yang terjadi itu antar kalian orang papua sendiri, jadi silakan kalian caritau sendiri antara  kalian orang papua ungkap polisi setempat.

Perkataan yang  dikeluarkan oleh Polisi di Kabupaten Nabire yang mestinya tidak layak di keluarkan oleh pihak kepolisian  yang semestinya megusut tuntas perkara itu.

  Apakah gunanya polisi di kabupaten Nabire, Khasus besar seperti ini saja tak dapat di selesaikan dengan baik dan bahkan melepas kahsus ini.” Hai itu dikatakan oleh kepala suku besar suku mee  Lambertus dimi di kabupaten Nabire Papua saat di temui rasudofm di kediaman nya di Jalan Auri Nabire Papua.

Sampe saat ini warga nabire masih panik untuk beraktifitas pada malam hari karna kejadian yang dialami  warga karang tumaritis itu, karna warga menduga Polisi lepas tangan karna mereka(polisi) terlibat dalam Pembunuhan tersebut dan takut menjadi korban selanjutnya. (rsdfm/nick)





TPN-OPM Siap Perjuangkan Hak Politik Papua

Jayapura (18/12) – Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) menyatakan bersatu dan siap memperjuangkan hak politik bangsa Papua untuk menentukan nasib sendiri berdasarkan hukum HAM internasional. Selain itu, juga berdsasarkan mekanisme perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).





Hal ini terkuak catatan tertulis yang diterima tabloidjubi.com dari Kepala Staf Umum TPN-OPM Mayjen Teryanus Satto melalui surat elektronik (email), Selasa (18/12) malam. Lewat catatan tertulis itu, Teryanus menyebut kesepakan itu terungkap dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) TPN-OPM Mei 2012 lalu.

Masih dalam catatan itu tertera, Konferensi Tingkat Tinggi TPN-OPM di Markas Perwomi, Biak ini dihadiri oleh 800 lebih delegasi, dan pada tanggal 1-5 Mei 2012 inilah TPN-OPM menyatakan bersatu dan siap memperjuangankan Hak Politik Bangsa Papua Barat untuk Menentukan Nasib Sendiri berdasarkan Hukum HAM internasional dan mekanisme Perserikatan Bangsa-Bangsa.

 
Berdasarkan hasil Keputusan TPN-OPM dalam Konferensi KTT TPN-OPM di Markas Perwomi, Biak Papua pada 1-5 Mei 2012, maka dengan resmi telah dilantik Panglima Tinggi TPN atas Nama Gen. Goliat Tabuni dan Wakil Panglima atas Nama Letjen Gabriel Melkizedek Awom serta Kepala Staf Umum atas Nama Mayjen Teryanus Satto.

Mereka dilantik di Markas TPN-OPM Tingginambut, Puncak Jaya, Papua, 11 Desember 2012. Teryanus menambahkan, dengan dilantiknya Pimpinan-pimpinan TPN-OPM dalam Negeri Papua Barat ini, maka bangsa Papua Barat memiliki pimpinan sayap Militer Organisasi Papua Merdeka yang dipilih secara Nasional dalam KTT di Biak. (Jubi/Musa)

Sumber  : Jubi

Polisi Pakai UU Terorisme Jerat Penembak di Papua

Kabareskrim komjen sutarman
Jakarta - Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Komjen Sutarman memmastikan terduga pelaku penyerangan, pembakaran Mapolsek Pirime, Wamena akan dikenai pasal sangkaan undang-undang terorisme.

"Saya kira pasal-pasal yang kita terapkan kalau dia membawa senjata dan membuat ketakutan itu termasuk terorisme, dan kita juga tidak akan ragu-ragu menerapkan pasal itu kalau dia sudah membunuh orang yang tidak berdosa," kata Komjen Sutarman usai pemusnahan barang bukti Narkoba di Lapangan Bhayangkari, Mabes Polri, Rabu (19/12/2012)

Sutarman menegaskan, adanya tiga korban yang tewas di Polsek Pirime dengan luka tembak dan bakar, diduga akibat luka tembak dengan mengunakan senjata api. "Kalau yang di Papua menambaki orang-orang tak berdosa, pendatang dan menimbulkan ketakutan tidak menutup kemungkinan kita terapkan pasal terorisme," jelasnya.

Terkait dugaan pelaku penyerangan tersebut, merupakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan tidak akan dikenai undang-undang terorisme, Sutarman dengan tegas menyatakan hal tersebut tidak benar. "Tidak ada, itu wilayah Indonesia. Aturan Undang-undang itu adalah berdasarkan pasal yang dilanggar dan bukti yang kita temukan. Itu wilayah Indonesia sama, walaupun punya otonomi khusus," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, terjadi penyerangan dan pembakaran terhadap Polsek Pirime, Kabupaten Lany Jaya, Provinsi Papua, pada Selasa pagi (27/11/2012) sekitar pukul 05.00 WIT. Akibat penyerangan tersebut, tiga anggota polisi tewas, mereka adalah Briptu Daniel Makuker, Brigpol Jefri Rumkorem, dan Kapolsek Pirime, Ipda Rofli Takubesi. 
Apakah dengan penegasan yang di ucapakan oleh Kabareskrim komjen sutarman ini bertanda rakyat papua siap jadi korban keganasan TNI/POLRI lagi seperti yang sudah-sudah sebelumnya, ikuti beritanya di web dan blog papua yang sobat-sobat ketahuwi.


Siasat Polisi Dalam Membunuh dan Menangkap Aktivis KNPB

Activist KNPB
Jayapura, KNPBNews – Teror, intimidasi, penangkapan, pemenjaraan hingga pembunuhan sepertinya tiada henti dialami oleh aktivis Komite Nasional Papua Barat [KNPB]. Sikap militan dan radikal dalam memperjuangkan hak kemerdekaan bangsa Papua Barat itulah alasan mengapa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sangat mewanti-wanti, bertindak brutal dan semakin ganas dalam menghadapi gerakan perlawanan KNPB selama ini.
Sejak KNPB dibentuk tahun 2008, aksi-aksi damai yang dimotori KNPB dengan konsolidasi massa rayat ke hampir seluruh wilayah Papua Barat membuat NKRI menggunakan berbagai macam siasat dalam membungkam dan menghancurkan gerakan KNPB yang memiliki jaringan internasional yang luas serta konsolidasi tingkat akar rumput dan kelompok perlawanan bersenjata yang dan tersebar di seluruh wilayah Papua Barat.
Indonesia sangat merasa terancam bahwa KNPB dengan damai dan bermartabat berkali-kali menuntut hak penentuan nasib sendiri yang diatur secara hukum internasional itu bisa dilakukan dilakukan di Papua Barat melalui jalur referendum yang fair. KNPB melalui pembentukan Internasional parliamentarians for West Papua (IPWP) dan International Lawyers for West Papua (ILWP) terus menggugat kejahatan Indonesia dalam praktek one man one vote (pepera 1969) yang dicederai oleh nafsu ekonomi politik Indonesia.
Perlawanan damai dan bermartabat melalui seminar, demo, jumpa pers serta ibadah yang dilakukan KNPB bersama rakyat Papua Barat dianggap Indonesia sebagai senjata ampuh yang dapat merongrong kekuasaan kolonialismenya diatas tanah Papua Barat.  Sehingga, Indonesia menempuh berbagai macam siasat yang dapat memandamkan giroh perlawanan yang dilakukan KNPB.
Pimpinan KNPB, mulai dari Buchtar Tabuni, Mako Tabuni, Victor Yeimo dan anggota-anggotanya sudah masuk keluar penjara namun tidak membuat perjuangan mundur dan kendor. Cara satu-satunya adalah Indonesia mengambil sikap untuk membunuh pimpinan-pimpinan KNPB. Untuk membunuh pimpinannya, Indonesia dengan bantuan media lokal seperti Bintang Papua dan Cepos menyampaikan berita-berita bohong yang menyudutkan KNPB sebagai pengacau, pembunuh, teroris dan berbagai macam label buruk.
Label-label buruk yang dialamatkan tanpa bukti itu dimulai dari peristiwa tertembaknya Mako Tabuni. Mako Tabuni yang adalah ketua I KNPB pada pertengahan tahun 2012, tepatnya tanggal 14 Juni ditembak mati oleh Densus 88 Polda Papua. Mako seperti yang diberitakan oleh Polisi dan Media lokal bahwa dirinya terlibat dalam pembunuhan warga Jerman Dietmer Pieter dan rangkaian peritiwa penembakan lainnya di kota Jayapura.
Namun hingga Mako ditembak mati Polisi tidak menunjukan bukti-bukti keterlibatan Mako Tabuni. Polisi justru merekayasa kronologis penembakan Mako Tabuni, bahwa Mako ditembak karena hendak melawan, merampas senjata, dan melarikan diri. Padahal, kenyataanya Mako Tabuni tidak melakukan perlawanan, merampas senjata atau melarikan diri.
Setelah tewasnya Mako Tabuni, pembunuhan kilat terus terjadi kepada anggota KNPB. Di Fak-fak, 2 anggota KNPB dibunuh oleh Polisi Indonesia. Penembakan juga terjadi pada massa pendemo dimana polisi menembak massa pendemo di Kampung Harapan Sentani 4 Juni 2012. Akibatnya, 4 orang korban ditembak polisi Indonesia. Polisi sengaja memblokade pendemo agar terjadi chaos dan mereka dengan mudah dapat menembak aktivis KNPB.
Setelah Tito Karnavian diganti, Polda Papua menggunakan metode skenario yang sama. Tito Karnavian menggunakan metode bunuh dan basmi namun di media ia mencari simpati rakyat melalui kegiatan bagi-bagi sembako dan uang ke basis-basis yang mendukung KNPB.
Rekayasa Bom dilakukan oleh Densus 88 di Wamena agar aktivis-aktivis KNPB di Wamena dapat dilabeli sebagai teroris. Pada 29 September 2012, Polisi sengaja menaruh Bom di Sekretariat KNPB dan menuduh pengurus KNPB dan anggotanya sebagai pelaku peledakan di kantor DPRD Jayawijaya dan Pos Polisi di Jalan Irian. Padahal menurut pengakuan warga, di Pos Polisi Jalan Irian Polisi sengaja menaruh bom dan meladakannya, dan para pendatang yang berada di dekat pos polisi dikondisikan untuk ditutup sebelum meledak.
Rekayasa itu sudah terbaca jelas, dimana polisi melalui orang-orang piaraannya  menaruh bom pada hari penggrebekan di Sekretariat KNPB Baliem. 13 anggota KNPB ditangkap dan sampai saat ini status mereka tidak jelas, proses hukumnya juga tidak jelas karena polisi belum mengungkapkan bukti-bukti untuk memberatkan mereka. Sedangkan, Simion Dabi (ketua KNPB Baliem) dan beberapa anggota lainnya didaftar sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) tanpa alasan kasus yang jelas.
Penangkapan dan pembunuhan kembali terjadi lagi terhadap Simion Dabi pada tanggal 15 Desember 2012 kemarin bersama kawan-kawannya. Hubertus Mabel ditembak mati bersama Natalis Alua yang masih Koma. Adalah upaya polisi dan Densus 88 membungkam gerakan perlawanan KNPB dan bagian dari operasi lanjutan sejak Mako Tabuni dibunuh. Penembakan terhadap Hubertus Mabel erat kaitannya dengan upaya balas dendam atau upaya memenuhi rasa keadialan korban 3 aparat kepolisian di Pirime yang ditembak mati oleh TPN.OPM pimpinan Okiman Wenda.
Hubertus dibunuh dan dikaitkan sebagai pelaku penyerangan polsek Pirime adalah tidak benar. Sebab, Hubertus berada jauh dari tempat kejadian, yaitu di Kurulu kampung halamannya. Dari KNPB Pusat, Hubertus dimandati untuk melakukan konsolidasi anggota militan KNPB untuk pengamanan internal dan dalam perjalanannya Hubertus tidak ada hubungan dengan penyerangan yang dipimpin Okiman Wenda. Huber juga dalam posisi merayakan natal bersama keluarga di Kurima, kampung halamannya.
Rentetan penembakan terhadap aktivis dan pengurus KNPB menunjukan bahwa polisi melakukan operasi tumpas terhadap aktivis KNPB dan organisasinya. Beberapa waktu yang lalu, telah diungkapkan oleh salah satu anggota Polisi bahwa penembakan terhadap aktivis Papua adalah operasi rahasia yang disebut “operasi gerilya” yang dibuat dan diperintah langsung dari Jakarta melalui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan sandi “hilang jangan tanya”.


Papua Dalam Jebakan Paradigma Separatisme

Papuan (Photo List)
 By. Turius Wenda
 Konflik Jakarta-Papua yang sudah berlangsung selama 47 tahun (terhitung sejak 1963) menumbuhkan dan memapankan paradigma separatisme. Paradigma ini telah menjadi kerangka dan landasan berpikir bagi kedua belah pihak. Pada posisi yang ekstrim, segala kejadian yang terjadi di Papua dipahami dan ditanggapi dalam kerangka berpikir konflik separatisme.

Pihak Pemerintah Pusat (baca: Kemenko Polhukkam, Depdagri, dan BIN) Jakarta menempatkan tujuan pemberantasan separatisme demi mempertahankan integritas NKRI di atas semua kebijakan politik dan ekonomi lainnya. Kekerasan negara pada masa Orde Baru dianggap benar secara politik karena dianggap sebagai upaya memberantas separatisme. Ekses dari kekerasan negara yang dianggap melanggar HAM dianggap tidak lebih penting dari pemberantasan separatisme.

Pada masa Reformasi dan Otsus di Papua, praktik represi dan kekerasan negara juga masih mengatasnamakan pemberantasan separatisme. Pembunuhan Theys Eluay pada November 2001 jelas-jelas diakui di pengadilan bahwa pembunuhan itu dilakukan demi mencegah menguatnya gerakan pro-kemerdekaan Papua. Hal itu berlanjut terus pada kasus Abepura (2000), Wasior (2001), Wamena (2003), dan yang terakhir pembunuhan Kelly Kwalik.

Atas nama pemberantasan separatisme pula, pelanggaran UU “ditoleransi”. Misalnya, Inpres 1/2003 yang membagi Papua menjadi tiga provinsi nyata-nyata melanggar Pasal 76 UU 21/2001. Sebesar apa pun protes masyarakat dan kritik publik terhadap kebijakan tersebut, kebijakan tersebut dipertahankan habis-habisan oleh Depdagri dengan backup dari BIN dan Kemenko Polhukkam. Di kalangan internal mereka, alasannya jelas dan tidak pernah dibantah. Inpres Pemekaran 1/2003 adalah untuk mencegah kesatuan dan persatuan orang Papua pro-merdeka di Jayapura.

Dengan alasan membendung pengaruh asing dalam gerakan separatisme pula Papua diperlakukan sebagai daerah tertutup bagi peneliti dan wartawan asing. Fakta yang baik dan buruk menjadi kabur di Papua. Batas antara berita faktual dan rumor hasil imajinasi pelaku politik menjadi kabur. Berita resmi di surat kabar seringkali dikalahkan oleh rumor yang berkembang di kalangan masyarakat melalui sms atau bisik-bisik. Alhasil, dengan kecanggihan teknologi komunikasi telpon dan internet, representasi dan citra Papua keluar menjadi sulit diverifikasi. Kecurigaan tumbuh dengan sangat subur. Kasus-kasus kekerasan dari pihak negara atau dari pihak kelompok gerakan Papua tidak pernah terungkap tuntas.

Perangkat dan institusi penegakan hukum pun mengalami distorsi. Dalam banyak kasus politik Papua asumsi polisi, jaksa dan hakim didominasi oleh paradigma separatisme. Aksi politik mahasiswa dengan mudah dimasukkan dalam kotak separatisme. Sebelum peradilan dimulai, sikap penegak hukum sudah jelas menunjukkan apriori mereka terhadap tersangka atau terdakwa kasus politik. Contoh praktik peradilan aktivis mahasiswa Buchtar Tabuni dan kawan-kawan (2009) yang diadili dengan menggunakan pasal subversi menunjukkan hal itu. Kalau di luar Papua pasal-pasal yang dikenakan mungkin lebih ringan. Karena paradigma itu instrumen penegakan hukum juga cenderung disubordinasi dan dimanipulasi menjadi alat untuk membatasi dan membungkam ekspresi politik warga negara.

Kewaspadaan yang eksesif dan stigma separatis yang dihasilkannya digunakan lebih jauh sebagai alat kontrol dan marjinalisasi kalangan oposisi Papua. Yang paling memprihatinkan dari semuanya, paradigma separatisme digunakan sebagai topeng bagi berbagai kegagalan negara dalam menjalankan kewajibannya, yakni pelayanan publik dan penciptaan rasa aman, terhadap warga negara Indonesia di Papua. Produk yang dominan dari paradigma separatisme adalah pelanggengan impunitas dan ketidakadilan.
“Penyakit” paradigma separatisme juga menjangkiti pemimpin dan masyarakat Papua, kebanyakan pemimpin dan elit masyarakat Papua yang pro-kemerdekaan Papua. Mereka hampir selalu menggiring pemahaman semua proses politik ke arah wacana tuntutan kemerdekaan Papua. Pemerintah dianggap secara sengaja dan terencana menyingkirkan atau memusnahkan orang asli Papua karena mereka separatis.

Pihak Papua, terutama kalangan TPN/OPM dan kalangan masyarakat dan elit Papua, baik yang pernah menjadi korban langsung kekerasan negara maupun yang terkait secara kekerabatan maupun historis dengan korban, merasa telah menjadi korban kekerasan negara baik secara simbolis maupun struktural. Akibatnya tumbuh budaya teror, yakni segala hal yang buruk, bencana penyakit, dan peristiwa kekerasan hampir selalu diyakini sebagai desain pihak lain (kebanyakan Jakarta) untuk membunuh, menyingkirkan, dan memusnahkan orang asli Papua. Produk dari budaya teror ini adalah ketidakpercayaan yang mendalam terhadap pemerintah pada umumnya.

Ketika jumlah penderita HIV/AIDS di kalangan orang asli Papua meningkat pesat, banyak wacana mengatakan bahwa penyakit itu sengaja dibawa oleh aparat Polri atau TNI melalui pekerja seks yang didatangkan dari luar Papua. Virus HIV/AIDS dilihat sebagai alat untuk membunuh orang asli Papua secara perlahan agar pada akhirnya musnah dari muka bumi ini. Tidak ada pertanyaan kritis yang mencoba memahami kompleksitas pola hubungan seks di kalangan orang asli Papua, transaksi seks bebas antara Papua dengan pendatang, kebiasaan seks tanpa kondom, hingga kebijakan pemerintah dalam penanggulangan penyebaran virus HIV/AIDS.

Kebanyakan orang menjadi tidak berminat untuk melihat fakta secara jeli dan kritis tapi hanya ingin membenarkan prasangkanya. Budaya teror ini mewujud dalam ketakutan dan kebencian terhadap aparat keamanan negara secara berlebihan. Segala hal yang dianggap datang dari Jakarta cenderung dicurigai secara berlebihan. Dari sini tumbuh pula mentalitas korban. Banyak warga Papua kehilangan kemampuan memahami persoalannya sendiri secara kritis, kehilangan kepercayaan diri, dan cenderung berharap bantuan pihak lain (dari luar Indonesia) dalam menyelesaikan masalahnya sendiri.

Segala hal yang berbau internasional dilihat sebagai pengharapan baru tertinggi. Dalam proses pelaksanaan konsultasi publik akhir-akhir ini serta berbagai lokakarya, kita banyak mendengar tuntutan warga Papua untuk diadakan dialog internasional, mediator internasional, masuknya pasukan perdamaian PBB ke Papua, dan sebagainya. Tanpa berpikir lebih jauh, apa yang internasional dianggap lebih baik dan dapat menyelesaikan masalah. Seringkali pemimpin Papua sendiri juga memanipulasi mitos tentang kekuatan internasional untuk tetap mendapatkan dukungan politik dan dana dari masyarakat.

Paradigma separatisme juga membuat orang Papua mengembangkan dan memperkuat mitos bahwa orang asli Papua pasti di dalam hatinya menyimpan aspirasi M dan orang non-Papua (baca: warga Indonesia dari luar Papua) pasti pro-NKRI dan dianggap “musuh”. Perhatikan pernyataan aktivis Papua dalam berbagai diskusi atau seminar. “Saya tidak percaya kamu karena kamu orang Indonesia yang bunuh-bunuh kami.” “Hanya orang Papua yang tahu Papua dan punya hati untuk membangun Papua.” Wacana itu terus hidup meskipun sudah banyak pemimpin Papua yang menindas warga Papua atau sebaliknya orang non-Papua yang berjasa banyak bagi orang Papua.

Paradigma itu pula yang menyuburkan ketakutan dan melihat seluruh sudut bumi ini diawasi dan dikontrol oleh intel atau aparat keamanan Indonesia. Perasaan ini kuat tertanam di kalangan warga atau pemimpin Papua yang merasa dirinya diawasi karena ikut dalam gerakan politik anti-Indonesia. Misalnya seseorang sakit dan tidak mau berobat ke Jakarta karena takut nanti rumah sakitnya disusupi intel dan disuntik racun ke dalam botol infusnya. Atau juga seorang aktivis yang mengalami kecelakaan motor dan mengembangkan rumor bahwa seorang intel mendorongnya masuk ke dalam selokan. Tidak ada pertanyaan kritis muncul di situ dan orang cenderung percaya begitu saja.

Wacana separatis atau kata “merdeka” juga menjadi alat yang dianggap efektif untuk menakut-nakuti pejabat di Jakarta dengan tujuan memenuhi ambisi politik para pejabat Papua. Misalnya, ketika tuntutan pencairan dana tertentu tidak atau belum dicairkan oleh lembaga di Jakarta, intimidasi dengan menggunakan kata “merdeka” mulai bermunculan. Contoh lain yang nyata adalah salah satu alasan dimenangkannya judicial review di Mahkamah Konstitusi menyangkut 11 anggota DPRP tambahan, yakni bahwa di dalam komposisi keanggotaan DPRP yang sekarang kelompok pro-NKRI tidak terwakili. Di balik itu, sederhana saja, para pengusul dari Barisan Merah Putih, mau mengambil jatah dari 11 kursi kalau berhasil.

Paradigma separatisme juga digunakan sebagai alat untuk berlindung dari jeratan hukum oleh pejabat Papua yang korup. Beberapa pejabat korup yang mulai disidik atau bahkan sudah disidangkan, mulai membuat pernyataan-pernyataan gaya “nasionalis-Indonesia” dengan banyak menyebut kata NKRI, mengecam kelompok pro-merdeka, atau mengungkit kembali jasa-jasanya “membela” NKRI.

Keseluruhan situasi terpapar di atas menjadi salah satu sebab penting kelumpuhan dan kebuntuan politik. Pihak Jakarta cenderung mencurigai dan menolak sebagian besar inisiatif penyelesaian masalah yang datang dari Papua dengan rumusan “NKRI harga mati”. Sebaliknya pihak Papua merasa terus menerus diperlakukan tidak adil dan diakhianati oleh Jakarta sehingga juga berkeras dengan rumusan reaksioner bahwa “Merdeka adalah juga harga mati”.

Kecurigaan di antara keduanya disuburkan oleh berbagai kebijakan dari Jakarta yang represif dan tidak ramah Papua. Sebagai reaksi, berbagai aksi dan pernyataan politik dari Papua semakin memperkuat paradigma separatisme tersebut di atas.

Pada akhirnya pada satu sisi paradigma separatisme menghasilkan kebijakan dan perilaku aparat pemerintah yang justru bertentangan dengan tujuan pemberantasan separatisme itu sendiri. Pada sisi lain, hal ini memperkuat keinginan, minimal menguatkan wacana separatisme, orang asli Papua untuk memisahkan diri. (MSW)


Sumber: http://suarabaptis.blogspot.com/2012/12/papua-dalam-jebakan-paradigma.html




ORANG PAPUA TIDAK PEDULI ANTARA SESAMA ORANG PAPUA


 Dilihat dari perkembangan kehidupan pada zaman sekarang banyak orang asli papua yang tidak perduli antara kehidupan sesama orang papua asli dan mereka hanya peduli kepada warga papua pendatang, halini  di ungkapakan beberapa Mahasiswa Papua dari berbagai kota studi di jawa yang sedang berlibur ke kampung halamannya di Papua .

Lanjut mereka “Kekerasan antar warga papua ini dapat kita amati secara nyata dan ada pula yang takdapat kita lihat. Hal yang dapat dilihat dari beberapa perilaku nyata seperti, kata-kata kasar yang seringkali di lontarkan antar sesama masyerakat papua dan kerapkali juga tak luput dari kontak fisik antar warga papua sendiri. Bila di bandingkan prilaku orang papua kepada orang papua pendatang, warga papua menganggap mereka(non papua) ibarat dewa yang baru turun dari kayagan sampe-sampe harus tunduk dan bersujud untuk menghormati mereka ibarat mereka tidak mempunya satu kesalah pun”.

Kata mereka “Bangaimana kita orang papua bisa menjadi Tuan di daerah kita sendiri kalau kita sendiri tidak saling menghormati antar kita orang papua sendiri, menghargai usaha-usaha yang dilakukan oleh orang besar papua, menghargai hak kebebasan orang papua lain dan sebangainya”.

“Untuk mengatasi persoalan ini memang tidak mudah membalikan tangan karna hal ini sudah berlangsung sekian lama sampe hampir menjadi kebudayan orang asli papua, pada awalnya  dahulu orang papua ini di kenal dengan orang yang mempunyai rasa iba yang tinggi”.Ungkap mereka

Tetapi apakah persoalan ini dapat kita atasi? Jawabnya ya...!!, Mengatasi persoalan ini dapat kita mulai dari diri pribadi masing-masing hingga kepada keluarga kita masing-masing, tetapi membutukan proses waktu yang lama”. pangkas mereka (nick/rasdfm)

Persido Dogiyai Kalah Tipis Dari Yalimo FC

Pada  09/26/2010 Tim kebanggaan masyarakat Dogiyai mengalami kalah tipis 1-0 dari Yalimo FC dalam turnamen IPMEE Cup yang berlangsung kemarin sore (25/09) di Lapangan Zakheus STFT Fajar Timur Abepura, Jayapura.

Kesebelasan Persido Dogiyai menurunkan pemain-pemainnya, antara lain: Alexander Tebay, Penias Bobii, Maximus Tebay, Hendrikus Bobii, Agustinus Dogomo. Yulianus Goo, Mus Peuki, Eko Goo, Sonny Yeimo, Andreas Goo, Daud Mote, Silvester Goo, Fransiskus Tigi, Yakobus Butu, Elly Siep, Engel Menai, dan Ishak Tecuari.

Saat ditanya melalui SMS (Short Message Service), apakah ada perhatian khusus dari pemerintah daerah Dogiyai menyangkut persepakbolaan, Yulianus Goo selaku pelatih rangkap kapten kesebelasan Persido mengatakan selama ini belum ada perhatian dari pemda Dogiyai. Padahal, seharusnya pemerintah memperhatikan dunia olahraga seperti persepakbolaan karena melalui itu juga mengangkat nama baik dan wibawa daerah.

Kekalahan kali ini bukanlah merupakan suatu batu sandungan yang mematahkan semangat para pemain Persido Dogiyai, asal saja pemerintah Dogiyai membuka mata lebih lebar untuk memberi perhatian khusus.

Menurut salah seorang pemain, ada kemungkinan besar bagi Persido Dogiyai untuk memenangkan pertandingan-pertandingan berikutnya karena Persido akan bertanding empat kali main lagi.
Kita nantikan saja pertandingan-pertandingan selanjutnya!!! (Vitalis Goo/rsdfm)

Ulang tahun Trans, Mahasiswa Papua akan tampil Balada Cendrawasih

Bandung - Puluhan Mahasiswa Papua yang bergabung dalam wadah Ikatan Mahasiswa Se-Tanah Papua (Imasepa) di Bandung Jawa Barat, akan menampilkan balada Cendrawasih pada sabtu (15/12), pukul 19.00 wib. saat acar ulang Tahun Trans Tv dan Trans 7 yang ke-11 .

Hal ini sampaikan oleh Ketua Ikatan Mahasiswa Se-tanah (Imasepa) paul mayor saat membuhungi Media ini. tepatnya depan kampus Universitas Langgang Buana (UNLA) jalan Karapitan Bandung Jawa Barat .

Paul mengatakan, kegiatan ini adalah bentuk implementasi dari kreatifitas dan kemajuan generasi muda papua yang berdomisi di Badung. Agar kami dapat menunjukan kepada publik bawah orang Papua memiliki kearifan tersendiri  dan kaya akan Budaya kepada Publik “Kata Ketua Imasepa.

“Namun, yang dapat mengkordinir kelompok Balada Cendrawasih adalah Sdri Jenny Kossay yang dirinya sebagai Kordinator Depatemen Seni dan Budaya Ikatan Mahasiswa Papua Bandung”

Tambahannya, acara ini nantinya akan dimeriahkan oleh beberapa artis dan musisi indonesia yang sering ditampail  di Tv. Maka kamipun akan tampil, karena kami diundang. (MS/Jeck iko)


LMA SWAMEMO : Pertama merintis Natal bersama 3 suku di Nabire.


Nabire-  Mengingat tiga suku yang hidup di Kabupaten Nabire antara suku wolani, suku mee, dan suku moni, seringkali terjadi perang suku di nabire, dan saling membenci diantara satu dengan lainnya maka melalui Lembaga Pengembangan Masyarakat Adat Swamemo ( suku wolani, Suku mee dan suku moni ) sedang mempersiapkan sejumlah kegiatan dalam rangka menyambut hari raya kelahiran yesus Tahun 2012, dengan melakukan Natal bersama, pada senin 17 desember mendatang, sebab hanya melalui gema Natal dapat memberikan curahan kasih untuk bersatu dalam kehidupan sehari – hari, 

“Maserakat mengharapkan dengan merefleksikan kehadiran kristus di dunia dapat memberikan teladan bagi semua umat manusia agar selalu saling mengasihi satu sama lainnya sehingga bukan makna natal itu berlangsung dengan aman dan tenteram (jeck)


 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger