Parlemen Nasional Memilih Benny Wenda Sebagai Koordinator Diplomasi Internasional

                                  Ketua PNWP didampingi 7 wakil Ketua dari 7 Fraksi
Benny Wenda, Pemimpin Papua Merdeka di Kerajaan Inggris telah dipilih dan diputuskan  sebagai koordinator Diplomat Internasional pada 5 April 2012 lalu di Holandia melalui Konferensi  Parlemen Nasional West Papua yang dihadiri oleh anggota-anggota Parlemen dari 22 Parlemen Daerah di seluruh tanah West Papua.
 
Keputusan tentang pentingnya penunjukan koordinator internasional menjadi pembahasan yang penting oleh ratusan anggota Parlemen yang bersidang sejak tanggal 3 hingga 5 April lalu. Sidang tersebut berlangsung cukup alot. Pasalnya, setiap perwakilan Parlemen dari masing-masing daerah harus konsen dan hati-hati karena merasa membawa mandat perjuangan dari daerah untuk diputuskan sebagai keputusan nasional dalam perjuangan Papua Merdeka.
Suasana Sidang Parlemen
Suasana Sidang Parlemen(dok/KNPB
Dalam sesi pembahasan dan penunjukan Koordinator Diplomat Internasional, Sidang yang dipimpin oleh Ronsumbre Harry itu secara demokratis membahas, memilih dan memutuskan Benny Wenda sebagai Pemimpin Papua Merdeka diluar negeri yang layak diberikan mandat oleh rakyat sebagai Koordinator Urusan International.
Benny Wenda dianggap memiliki kemampuan dan semangat kerja dalam mendorong kompanye dan jaringan diplomasi di luar negeri, selain diplomat lain yang juga memperjuangkan kemerdekaan Papua.
Benny Wenda juga dianggap sebagai salah satu pemimpin di Internasional yang berhasil menunjukan jalan menuju pembebasan melalui pembentukan International Parliamentarians for West Papua (IPWP) dan International Lawyers for West Papua (ILWP).
Peserta sidang konferensi (dok.KNPB)
Rakyat Papua melalui badan representatif yaitu Parlemen Daerah meyakini bahwa hak penentuan nasib sendiri dapat didorong melalui dukungan politik dari solidaritas Parlemen Internasional, juga secara legal, pengacara-pengacara internasional telah meyakinkan bahwa orang Papua secara hukum internasional memiliki hak untuk penentuan nasib sendiri.
“Saya pikir sporadisme perjuangan di Internasional menjadi faktor penghambat perjuangan di Internasional selama ini, rakyat melalui Parlemen Rakyat Daerah selaku lembaga pengambil keputusan resmi sudah memilih Koordinator Diplomat Internasional, dan saya yakin para diplomat kita di Internasional dapat terkoordinir dan mengatur perjuangan di Internasional dengan baik”, kata Ronsumbre Harry, disela-sela sidang Parlemen.
Hasil konferensi PRD dideklarikan pada tanggal 9 April 2012 secara terbuka, dihadiri oleh ribuan rakyat West Papua di lapangan They Eluay, Sentani. Sementara itu, mandat secara resmi telah dikeluarkan melalui Surat Kuasa kepada Benny Wenda di Oxford, Inggris.  [Sec. KNPB]
Foto-Foto Konferensi dan Peluncuran Parlemen Nasional West Papua
Pimpinan Parlemen saat deklarasi (dok KNPB)
Suasana Deklarasi Parlemen
 
 
 Sumber: KNBP News
 
 
 

Papua Barat resistensi kehilangan perjuangan kebebasan

Victor yeimo (foto ABC)
The ABC pergi menyamar di Papua Barat, di mana pemimpin perlawanan mengatakan mereka kehilangan perjuangan mereka untuk kemerdekaan di tengah pasang naik kekerasan.
Setelah hampir 50 tahun pemerintahan Indonesia, tampuk kendali ditarik ketat dari sebelumnya, dengan kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan frekuensi dan keganasan pelecehan terus meningkat.
Bahkan ada klaim bahwa satuan kontra-terorisme elit, yang telah didanai dan dilatih oleh Australia, yang beroperasi di Papua Barat di mana ia dituduh menargetkan dan membunuh pemimpin kemerdekaan.
The ABC Hayden Cooper pergi menyamar di provinsi di Indonesia rahasia, di mana ia menemukan sebuah operasi polisi negara dengan impunitas.
Besarnya skala kehadiran polisi dan militer jelas dari saat kedatangan di wilayah kasar indah - harta karun kekayaan mineral dan tempat di mana dua budaya hidup bertemu dan berjuang untuk hak untuk memerintah.
Polisi dan pos-pos militer menghiasi jalan di hampir setiap kilometer yang ditambah oleh brigade, ditandai polos-berpakaian sepeda motor - banyak dari mereka diduga polisi - dan web terkoordinasi informan polisi.Sebagian orang Indonesia, para informan bisa pemilik toko, sopir taksi, hotel pekerja yang menonton kelompok kemerdekaan dan menyampaikan informasi kembali rantai ke polisi untuk uang.
Andreas Harsono, dari Human Rights Watch, mengatakan Papua Barat hidup dalam keadaan konstan takut.
"Orang-orang Papua hidup dalam ketakutan, dalam ketakutan, karena berapa banyak pelanggaran hak asasi manusia yang mereka derita selama lima dekade terakhir," katanya.
Dan kehadiran keamanan ketat menjaga mata terdekat pada pemimpin kemerdekaan, termasuk Victor Yeimo, ketua Komite Nasional Papua Barat (KNBP).
Berbicara dari safe-rumah di ibukota, Yeimo mengatakan 7.30 organisasinya adalah damai dan hanya mendorong referendum kedaulatan Papua.
"Tidak, kita tidak menggunakan kekerasan. Kami percaya bahwa di era terbuka, kami percaya salah satu metode terbaik yang kita miliki untuk digunakan adalah kekuasaan sipil sekarang, "katanya.
"Saya tidak berpikir tentang bagaimana Indonesia mereka akan menyerang saya atau menargetkan saya, saya tidak merasa tentang itu - saya tidak berpikir tentang hal itu. Yang saya pikirkan adalah bagaimana saya bisa membawa orang-orang saya untuk kebebasan. "
Pemukulan dan intimidasi
Namun pasukan keamanan Indonesia bertekad untuk menghancurkan perjuangan itu.
Pada Kongres Nasional Papua Oktober lalu, pasukan Indonesia mengambil langkah luar biasa menembaki pertemuan itu, menewaskan tiga orang.
Aktivis hak asasi manusia mengatakan bahwa pasukan keamanan bertanggung jawab untuk pelanggaran seperti ini termasuk unit kontra-terorisme elit, Densus 88, unit didanai dan dilatih oleh Australia.
Hal ini sekarang beroperasi di Papua Barat, di mana ia dituduh menargetkan dan membunuh pemimpin kemerdekaan.Kekerasan seperti ini membentang kembali ke tahun 1960-an, ketika penguasa kolonial Belanda ditarik keluar.
Pada saat orang Papua menghadapi pilihan - kemerdekaan atau Indonesia - dan di tengah laporan luas pemukulan dan intimidasi, 1.000 penatua khusus dipilih oleh Jakarta sebagai yang terakhir.
Sampai hari ini orang Papua menganggapnya parodi, dan mereka telah berjuang untuk membatalkan itu, dengan Amnesty International memperkirakan bahwa setidaknya 100.000 orang Papua telah tewas sejak 1960-an.
Pembunuhan di luar hukum di Papua masih sering terjadi - di tahun 2010 saja, Asian Human Rights Commission melaporkan selusin kasus, dan video penyiksaan dan pelecehan di tangan pasukan Indonesia adalah umum.
Kematian tol
Jumlah korban tewas dari tiga bulan terakhir saja berbicara untuk dirinya sendiri, dengan lima aktivis KNBP ditargetkan dan dibunuh oleh polisi atau militer.
Dan hanya delapan minggu lalu tentara Indonesia mengamuk kekerasan, menyerang sebuah kota dekat Wamena di Dataran Tinggi negara.
"Hari itu tentara militer datang dan menghukum kita," kata seorang saksi.
"Saya dipukuli dan harus memiliki enam jahitan di tangan saya dan juga 20 jahitan di kepala saya.
"Mereka memukuli saya di kaki dan sekarang sulit untuk berjalan. Begitulah cara mereka menghukum kita. "
Para saksi mengatakan tentara menghancurkan 300 desa sebagai pembalasan atas kematian salah satu dari mereka sendiri, melukai puluhan desa, menewaskan satu orang dan membakar 87 rumah.
"Rumah saya dibakar oleh batalyon dan saya masih belum dikompensasi," kata saksi lain."Rumah ini dibangun ketika saya masih kecil. Sekarang kita hidup di gubuk, di tenda-tenda. "
Perjuangan untuk kebebasan
Andreas Harsono melihatnya sebagai contoh yang terlalu umum akting militer tanpa batas.
"Militer mengatakan mereka sedang menyelidiki para prajurit," katanya.
"Tapi dari apa yang saya tahu, para saksi, korban, orang-orang yang rumahnya dibakar, tidak satupun dari mereka, terutama yang menonjol, yang paling mengartikulasikan, tidak satupun dari mereka mengatakan mereka pernah dipertanyakan oleh polisi militer atas mengamuk.
"Jadi ini adalah hal-hal yang terjadi berulang-ulang di Papua."
Meskipun kemungkinan besar, Yeimo mengatakan dia bertekad untuk tetap berjuang, bahkan jika itu berarti namanya bisa segera ditambahkan ke daftar orang mati.
"Itu adalah konsekuensi dari perjuangan," katanya.
"Kita tahu bahwa kita akan mati, kita akan ditembak oleh mereka.
"Ini bukan hal yang baru, itu bukan cerita baru, kita telah dibunuh oleh mereka - banyak tua kita telah dibunuh oleh Indonesia.
"Tapi kami akan berjuang untuk kebebasan karena jika bukan aku, siapa? Ada cara - kita akan berjuang, kami akan berjuang atau kita akan hilang dari negeri ini.
"Kami tahu itu.".
SUMBER: ABC / PACNEWS

Selvina Rumbarar Ajak Warga Papuan Kuliah di Manado


Salah satu yang di ambil sumpah dan dilantik sebagai Nurs, dalam Sidang Senat Terbuak Fakultas Kedokteran UNSRAT Manado ( 28/8) di MCC. adalah Ns. Selvina Rumbarar S.Kep. Ia mengajak kepada warga Papua agar tidak takut datang berkuliah di Manado.

Sebagai Putri asli Papua, awalnya Selvina, ragu datang di Manado untuk melanjutkan pendidikan dibidang Keperawatan hingga menyandang gelar Nurs ( Ns. ) seperti saat ini.
Hal tersebut disampaikan Selvina, saat selesai di lantik oleh Dekan Fakultas Kedokternan Prof. Dr. dr. Sarah Warow Sp.A Konsultan. Dan diambil sumpah oleh rohaniawan agama Kristen dengan bergelar sebagai Nurs.

Melalui dorongan dan bantuan teman-teman di Papua agar ke Manado untuk berkuliah, membuat Selvina bernai datang jauh – jauh dari Papua pada tahun 2009 hingga akhirnya dapat selesaikan pendidikan di tahun 2012.

Demi sebuah cita-cita, Silvina, rela meninggalkan kelurga ,suami dan anak di Papua untuk berjuang menyelesaikan pendidikan di Unsrat.

Keprihatinan dan perhatian yang sangat besar bagi rakyat Papua, Selvina memutuskan melakukan penelitian terhadap anak-anak Papua dengan judul Skripsi “ Kejadian Hubungan Terjadi TBC Pada Balita “. Dengan lokasi penelitian di RS. Abepura Papua.

Dari hasil penelitiannya, menyimpulkan terjadinya TBC pada Balita umumya disebabkan faktor orang tua yang punya latar belakang punya resiko tertular. Hal ini lebih disebabkan kondisi ekonomi keluarga dan cara hidup sehat yang belum membudaya di masyarakat.
Ns. Silvina Rumbarar S.Kep. bertekad untuk kembali ke Papua dan mengabdikan ilmu yang diperolehnya selama berkuliah bagi warga Papua. Tak lupa ucapan terima kasih kepada UNSRAT yang telah memberi kesempatan menimbah ilmu di Manado. Ucapan terima kasih yang sama juga disampaikan buat Dinas Kesehatan Papua yang telah membantu selama berkuliah. ( Jansen)

(jt)
 
Penulis: Jansen
 
 Sumber: Suaramenado.com
 
 

Polisi Serang Markas TNI di Kaimana - Papua

KAIMANA, rasudofm - Minggu malam (19/8), sebanyak 10 anggota polisi menyerang markas TNI Sub Detasemen Polisi Militer di Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat. Markas POM rusak dan dua sepeda motor dibakar.

Juru Bicara Kodam XVII Cenderawasih, Letkol Jansen Simanjuntak, mengkonfirmasi peristiwa tersebut. "Ada 10 oknum Polisi yang melakukan penyerangan terhadap kantor POM Kaimana, mereka diduga dalam kondisi mabuk," ujar Jansen saat dimintai konfirmasinya, Senin (20/8).

Para anggota TNI berhasil mengamankan seorang pelaku pengrusakan. Saat diinterogasi, anggota polisi itu diduga dalam pengaruh minuman keras.

"Salah satu pelaku pengrusakan berhasil diamankan. Dari mulutnya mengeluarkan aroma alkohol. Ini yang jadi indikasi mereka mabuk," katanya.

Jansen menjelaskan persoalan yang diduga menjadi pemicu pengrusakan. Ketika itu, seorang anggota TNI bernama Robby melihat saudaranya dipukul oknum polisi berpakaian preman di sekitar Pasar Kaimana.
Lantas Robby berupaya melindungi saudaranya dan meminta persoalan itu diselesaikan di tempat. Namun, para anggota polisi itu tidak senang dengan usulan Robby. Tak lama kemudian 10 orang anggota Polres Kaimana mendatangi Kantor POM sambil berteriak mencari Robby. 

"Oknum itu tidak puas persoalan diselesaikan di pasar, sehingga mengajak teman-temannya yang sedang minum-minum untuk menyerang pos TNI," jelasnya.

Setelah merusak dan membakar sepeda motor, para pelaku kemudian kabur. "Tapi satu orang berhasil diamankan," imbuhnya.

( vvn / CN32 )

 Sumber: suaramerdeka.com

NKRI Hanyalah Simbolisme Di Papua

Oleh : KNPB Pusat
67 tahun kemerdekaan Indonesia dirayakan. Di Papua, daerah yang masih dijajah Indonesia sejak 1962, orang Papua tidak antusias, apalagi ikut merayakannya. Selama 50 tahun Indonesia di Papua Barat, selama itu pula paham NKRI dipaksakan. Karena tidak berhasil mengindonesiakan orang Papua, kini Indonesia memaksakan nasionalisme NKRI melalui simbol-simbol NKRI. Bendera merah putih, umbul-umbul dan semua simbol negara dipasang dimana-mana. Indonesia mengira bahwa dengan begitu mereka akan mampu membangun rasa kesadaran berbangsa Indonesia di Papua.
...
Orang Papua tidak merasakan nasionalisme NKRI. Dan karenanya, orang Papua merasa aneh memandang tingkah laku NKRI yang memajang merah putih dimana-dimana dan memaksakan orang Papua ikut merasakan proklamasih NKRI. Orang Papua tidak merasa memiliki NKRI karena orang Papua tidak terlibat dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Tidak pernah ada sejarah orang Papua menggunakan anak panah, tombak, parang dan alat tradisional lainnya berjuang mengusir penjajah untuk mendirikan negara yang bernama NKRI. Tidak pernah ada seorang Papua berkulit hitam, rambut keriting ikut memproklamirkan negara Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Tetapi sejarah mencatat orang Papua berniat mendirikan negara sendiri dengan deklarasi bangsa 1 Desember 1961, namun upaya itu dipatahkan oleh nafsu ekspansionis Indonesia.

Lain sejarah lain tujuan. Bagai air dan minyak tak akan pernah bersatu, begitulah Indonesia dan Papua. Segala kebijakan pembangunan dengan niat yang baik maupun tidak baik, tidak akan pernah melululantahkan hati orang Papua yang bernasionalisme Papua untuk menjadi manusia yang punya emosional dalam NKRI.

Sekalipun tanah Papua dibalut dengan bendera merah putih dari ujung sampai ke ujung, tetapi Indonesia tidak akan pernah berhasil mencabut hati dan semangat bangsa Papua yang memiliki cita-cita berbangsa dan bernegara sendiri. Kami tetap Papua, dan engkau tetaplah Indonesia. Kami beda dan tetap beda sampai dunia kiamatpun...

 Sumber : KNPB
 
 Artikel ini dapat di baca juga di :
 
 

KEJAHATAN KEMANUSIAAN: AS diminta 'masuk' ke Papua

JAKARTA: National Papua Solidarity (Napas) meminta Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengintervensi kejahatan kemanusiaan di Papua sebagai bentuk tanggung jawab pernah terbitnya New York Agreement pada 15 Agustus 1962 yang melahirkan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 1969.
 
Koordinator Napas Marthen Goo mengatakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua tidak terlepas dari New York Agreement di mana pemerintah AS ikut terlibat dalam dugaan kejahatan. Menurutnya, peristiwa pelanggaran HAM dan kejahatan kemanusiaan telah berlangsung sejak Pepera dilakukan.
 
"Pemerintah AS diam saja ketika demokrasi diinjak-injak di Papua," kata Marthen dalam orasinya di depan Kedutaan Besar AS, Jakarta, Rabu (15/08/2012). "Pemerintah AS harus mengambil peranan aktif untuk melakukan intervensi kemanusiaan di Papua."
 
New York Agreement (NYA) pada 15 Agustus 1962 yang memuat tentang Act of Free Choice kala itu yang akhirnya melahirkan Penentuan Pendapat Rakyat pada Agustus 1969. Pepera berlangsung secara tidak demokratis karena berada di bawah todongan senjata dan suap kepada sejumlah kepala suku yang akhirnya memilih Papua tetap jadi bagian dari Indonesia.
 
Oleh karena itu, Marthen mengungkapkan pihaknya meminta AS berperan aktif untuk menyeret para pelaku pelanggaran HAM di Papua serta mendorong perundingan antara Papua dan Jakarta. Dia menuturkan negara itu juga diminta melakukan investigasi terhadap perusakan lingkungan dan pelanggaran HAM oleh Freeport Indonesia.
 
Dia menuturkan Pemerintah AS dan pemerintah Indonesia sudah terlalu banyak mengambil keuntungan dari Tanah Air Papua, namun sedikit sekali kontribusinya kepada bangsa Papua. Napas juga meminta izin untuk menyampaikan pernyataannya ke dalam gedung Kedubes AS, namun tidak mendapatkan izin dari kepolisian.(msb)

Sumber:  bisnis.com
 

Jatuh, Penumpang KM Sinabung Hilang di Perairan Biak

MANOKWARI,  - Seorang penumpang kapal Pelni KM Sinabung, Rabu (15/8/2012) sekitar pukul 20.00 Wit kemarin, hilang di perairan laut Kabupaten Biak Numfor, Papua akibat terjatuh dari atas kapal.

Diduga penumpang tersebut tidak mengindahkan peringatan dari petugas kapal, dengan tetap duduk duduk atau keluar dari pagar pembatas kapal. Data yang berhasil dihimpun Kompas.com, Kamis (16/8/2012) menyebutkan, penumpang asal Biak tersebut, hilang beberapa saat setelah kapal tersebut keluar dari Pelabuhan Biak, Papua.

Jatuhnya penumpang yang belum diketahui identitasnya ini, sempat membuat KM Sinabung berputar putar selama enam jam, di perairan Papua untuk melakukan pencarian. Namun sayangnya upaya tersebut tidak berhasil.

Kapal lalu melanjutkan perjalanan ke pelabuhan berikutnya. Beberapa saksi yang terakhir kali melihat penumpang naas tersebut, sempat dimintai keterangan oleh petugas kapal. Mereka pun mengaku tidak mengenal penumpang tersebut.

Sejauh ini, belum ada keterangan resmi dari petugas KM Sinabung, terkait jatuhnya penumpang tersebut. Akibat kapal yang sempat mencari jatuhnya penumpang, KM Sinabung tujuan akhir pelabuhan Jayapura, Papua yang tiba pukul 04.00 Wit, terlambat dari jadwal semula, dan baru sandar pada pukul 
06.00 Wit. 


Editor :
Glori K. Wadrianto
 
 KOMPAS.com
 
 
 

Australia Sahkan RUU Kamp Pemrosesan Imigran di Pasifik Selatan

Para pendatang gelap yang berupaya masuk ke Australia berada di Pulau Nauru, salah satu kamp pemrosesan bagi pencari suaka politik di luar Australia (foto: dok).
Parlemen Australia mensahkan RUU pendirian kamp-kamp pemrosesan di luar Australia bagi para pencari suaka di wilayah-wilayah terpencil Pasifik Selatan.

Pemungutan suara di Majelis Rendah Parlemen Australia itu diadakan setelah panel pakar, dipimpin mantan menteri pertahanan, merekomendasikan dibukanya lagi kamp-kamp di Papua New Guinea dan Nauru sebagai bagian dari rangkaian kebijakan untuk menghentikan arus pencari suaka yang tiba melalui laut.
 
Pusat-pusat pemrosesan di luar Australia itu digunakan pemerintah konservatif yang lama satu dekade silam sebagai bagian dari kebijakan “Pemecahan Pasifik,” yang dibentuk untuk menanggapi peningkatan tajam pendatang gelap. Kamp-kamp di Pulau Manus di Papua New Guinea dan pulau kecil Nauru ditutup pemerintahan Partai Buruh yang sekarang berkuasa tahun 2008.
 
Namun, meningkatnya tekanan politik dan bertambahnya jumlah kapal yang mengangkut para pencari suaka dari Indonesia dan Sri Lanka memaksa pemerintah Australia membuka kembali kamp-kamp di luar Australia.
 
Pemungutan suara di Majelis Rendah Parlemen Australia itu dilakukan setelah perdebatan non-stop, di mana pemimpin partai oposisi Tony Abbott mengecam lagi Perdana Menteri Julia Gillard karena menunda terlalu lama pembukaan kembali pemrosesan di luar Australia.
 
“Saya tidak menyebut bahwa ada anggota parlemen yang tangannya berlumuran darah. Pernyataan seperti itu mungkin tidak adil. Namun, satu hal adalah nyata: Kegagalan kebijakan pemerintah ini memberi bisnis kepada para pedagang gelap manusia, dan jujur saja, menurut tradisi Inggeris, menteri kabinet yang meninggalkan kebijakan lama untuk memberlakukan kebijakan yang selalu ditolaknya, seharusnya mundur secara terhormat,” ujar Abbott.
 
Pihak-pihak yang mengecam pemrosesan di luar Australia mengatakan bahwa kebijakan itu “tidak berperikemanusiaan” dan bisa mengakibatkan orang-orang yang putus asa dan rentan nasibnya terkatung-katung bertahun-tahun di kamp-kamp kotor di Pasifik Selatan.
 
Senator Partai Hijau, Sarah Hanson Young, menuduh pemerintah Australia mensahkan kebijakan “yang tidak dipikirkan matang” untuk memenangkan pemilu mendatang. Penentang-penentang lain menegaskan bahwa orang-orang yang tiba dengan kapal akan dibuang dan terlupakan di kamp-kamp terpencil.
 
Pada masa silam pencari suaka yang ditahan di Nauru melakukan mogok makan untuk memrotes kondisi dan lamanya masa penahanan.
 
Awal minggu ini, sebuah panel pakar yang ditunjuk oleh pemerintahan Gillard mengatakan pemrosesan di luar Australia bisa menjadi penangkal dan sekaligus melindungi para pencari suaka yang ingin mempertaruhkan apa saja untuk datang ke Australia melalui laut.
 
Panel itu juga merekomendasikan, Australia menambah penerimaan tahunan pengungsi dari 13.000 menjadi 20.000. 

Sumber:  voaindonesia


KALANGAN MAHASISWA BELAJAR KORUPSI

Ilustrasi (foto Google)
Memberantas korupsi di Indonesia ternyata tidak mudah, sampai sekarang Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) kami pikir kalangan pejabat saja yang korupsi, namun kami menilai  kalangan mahasiswa juga belajar korupsi dan hal ini sudah gejala-gejala kalangan Mahasiswa.

 Perkembangan modern kalangan mahasiswa, tentunya perguruan tinggi lah yang mempunyai peran dalam mengontrol pendidikan, tapi ternyata tidak juga ya. Perguruan tinggi yang “katanya” menjadi tempat mahasiswa untuk menuntut ilmu sesuai dengan bidang profesi yang diminati. Tetapi selain itu ternyata ilmu Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) pun dia dapatkan tanpa harus belajar di bangku perkuliahan. dapat dari mana? Dari organisasi Mahasiswa  tentunya. Dari sanalah cikal bakal koruptor dibentuk untuk generari  mudah papua.

Organisasasi Mahasiswa dibentuk didasari untuk menunjang soft skillmahasiswa seperti menumbuhkan jiwa kepemimpinan dalam berorganisasi yang memang diatur dalam Peraturan (AD-ADRT) yang sudah ditetapkan oleh seluruh angota organisani. Jika dipahami, sebetulnya banyak keuntungan positif dalam mengikuti atau berproses di organisasi mahasiwa (orma). Hanya saja  negatifnya terkadang dilupakan, diantaranya dia dapatkan dari proses pengelolaan dia selama di orma, mulai dari pencalonan sebagai ketua dalam struktural orma, penyusunan struktur organisasi, pembuatan proposal kegiatan, pencairan dana kegiatan orma, pengalokasian dana Mahasiswa untuk menunjukan mengarahkan angota organisasi di tempat yang baik, namun kalangan mahasiswa modern mengiginkan porsi orang lain tidak pikirkan  penderitaan teman seperjuangan.

Ketika  anda status mahasiswa berpikir individual, suatu saat anda sebagai pejabat pasti akan korupsi karena apa sudah hebit dari study akan membawah pemimpin yang lebih besar, jika kita yang intlektual tidak perhatikan masyarakat sipil pedalaman papua, maka siapa yang perhatikan  orang tua, kakak, adik yang sedang menderita masyarakat kami pedalaman papua saat ini. (Emigay)

sumber: http://papuamamaku.blogspot.com/2012/08/kalangan-mahasiswa-belajar-korupsi.html

            
          

Pengda PSSI Jabar tak Pedulikan Putusan BAORI

BANDUNG, (rasudofm) - Pengda PSSI Jawa Barat pimpinan Bambang Sukowiyono tak terpengaruh putusan BAORI yang menyatakan kepengurusannya tidak sah. Mereka tetap mempersiapkan tim sepak bola Jabar untuk berlaga di ajang PON XVIII/2012.

"Pengda PSSI tetap bertugas dan tidak terpengaruh dengan keputusan BAORI beberapa waktu lalu. Kami tetap menjalankan tugas yang salah satunya menyiapkan tim sepak bola PON Jabar," kata Sukowiyono seperti dikutip Antara.

Sukowiyono menyebutkan keputusan itu tidak akan berpengaruh. Persiapan tim sepak bola yang dilatih Denny Syamsudin tetap berjalan.

"Sama sekali tidak ada pengaruhnya bagi tim. Persiapan tim tidak terganggu dan berjalan sesuai program latihan," kata Sukowiyono.

Bahkan, tim PON XVIII Jabar rencananya akan melakukan uji tanding melawan Tim PON Papua. Pertandingan akan digelar di Stadion Siliwangi Bandung.

Sukowiyono menyatakan kepengurusan Pengda PSSI Jabar 2012-2016 sudah terbentuk melalui Musdalub Pengda PSSI Jabar. Kepengurusannya akan dilantik oleh Ketua Umum PSSI, Djohar Arifin, di Bandung pada Kamis (16/8).

Sumber: Antara

“Sesungguhnya Tidak Ada Nabi Yang Dihargai Ditempat Asalnya.”

Renunggan :
(2Raj 5:1-15a; Luk 4:24-30)
“Dan kata-Nya lagi: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang
dihargai di tempat asalnya. Dan Aku berkata kepadamu, dan kata-Ku ini benar:
Pada zaman Elia terdapat banyak perempuan janda di Israel ketika langit
tertutup selama tiga tahun dan enam bulan dan ketika bahaya kelaparan yang
hebat menimpa seluruh negeri. Tetapi Elia diutus bukan kepada salah seorang
dari mereka, melainkan kepada seorang perempuan janda di Sarfat, di tanah
Sidon. Dan pada zaman nabi Elisa banyak orang kusta di Israel dan tidak ada
seorang pun dari mereka yang ditahirkan, selain dari pada Naaman, orang
Siria itu.” Mendengar itu sangat marahlah semua orang yang di rumah ibadat
itu. Mereka bangun, lalu menghalau Yesus ke luar kota dan membawa Dia ke
tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing
itu.Tetapi Ia berjalan lewat dari tengah-tengah mereka, lalu pergi” (Luk
4:24-30), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:

· Ketika masih dalam masa pacaran atau tunangan, dalam masa pendidikan di
seminari, novisiat dst.. pada umumnya orang nampak baik-baik saja. Rasanya
masa-masa itu masih diwarnai oleh permainan sandiwara kehidupan, maka
seiring dengan perjalanan waktu atau penghayatan panggilan ketika sudah
menjadi suami-isteri, imam, bruder atau suster nampaklah atau muncullah
kelemahan dan kekurangan yang dulu tidak dilihat atau disembunyikan, dan hal
ini pada umumnya muncul pada masa ‘balita’/bawah lima tahun. Semakin dekat
semakin mengenal dan dikenali aneka kelemahan dan kekurangan dan muncul
kecenderungan untuk meremehkan pasangan hidupnya atau rekan
sekomunitas/sebiara, sebagaimana disabdakan oleh Yesus bahwa “sesungguhnya
tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya”. Maka marilah kita mawas
diri: apakah kita semakin kenal berarti semakin bersahabat mesra atau
tergoda untuk berpisah atau bermusuhan. Jika kita tidak mampu mengasihi dan
bersahabat mesra dengan mereka yang dekat dengan kita, maka mengasihi dan
bersahabat dengan yang jauh merupakan pelarian tanggungjawab, sebaliknya
jika kita dengan mudah dapat mengasihi dan bersahabat mesra dengan yang
dekat kita maka mengasihi atau bersahabat dengan yang jauh sungguh enak dan
mudah serta memperkuat dan memperteguh kasih dan persahabatan kita dengan
mereka yang dekat dengan kita. Sejauh mana anda sebagai suami-isteri semakin
dekat, mesra dan bersatu sehingga lama kelamaan anda berdua semakin bagaikan
‘manusia kembar’? Sejauh mana sebagai imam, bruder atau suster semakin dekat
dan bersahabat dengan rekan sekomunitas dan setarekat lebih daripada dekat
dan bersahabat dengan umat atau orang lain yang dilayani? Sejauh mana kita
semakin dekat dan berahabat dengan rekan kerja di kantor/perusahaan atau
tempat kerja serta kemudian semakin bergotong-royong dalam melaksanakan
tugas perutusan atau pekerjaan? “The last but not the least” : apakah
semakn banyak kenalan berarti semakin banyak sahabat atau semakin banyak
musuh?

· “Tetapi pegawai-pegawainya datang mendekat serta berkata kepadanya:
“Bapak, seandainya nabi itu menyuruh perkara yang sukar kepadamu, bukankah
bapak akan melakukannya? Apalagi sekarang, ia hanya berkata kepadamu:
Mandilah dan engkau akan menjadi tahir.” Maka turunlah ia membenamkan
dirinya tujuh kali dalam sungai Yordan, sesuai dengan perkataan abdi Allah
itu. Lalu pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia
menjadi tahir” (2 Raj 5:13-14), demikian kutipan dari kisah Naaman, raja
Aram yang disembuhkan oleh Tuhan melalui pelayanan seorang nabi Israel.
Seorang raja diminta mandi di sungai di negeri lain oleh orang dari negeri
tersebut, bukankah suatu ajakan atau perintah yang cukup memalukan untuk
dilakukan oleh Naaman, raja Aram tersebut? Namun atas desakan para pegawai
atau pembantunya, Naaman melakukannya dan ia menjadi sembuh dari
penyakitnya. Peran orang asing dalam proses penyembuhan memang cukup menarik
untuk direnungkan, sebagaimana pernah terjadi dalam kasus musibah tsunami
di Aceh beberapa tahun lalu. Orang-orang asing dan jauh yang nampak
pertama-tama bertindak melangkah dengan berani daripada orang-orang
Indonesia sendiri. Maka ada ‘bless in disguise’ , kata-kata yang keluar
dari rekan-rekan di Aceh yang telah dipolitisir untuk mengatakan bahwa orang
kulit putih atau katolik itu jahat: “Ternyata orang-orang kulit putih dan
katolik itu baik-baik semua”. Musibah atau penyakit sebagaimana dialami
Naaman memang sering merupakan kesempatan untuk membuka diri terhadap
penyelenggaraan Ilahi, terbuka terhadap yang lain. Maka baiklah kita
meneladan Naaman, tidak malu dan ragu untuk menjadi sembuh dan sehat dengan
bantuan dan dorongan orang lain/asing atau para pembantu dan pegawai-pegawai
kita.

“Suruhlah terang-Mu dan kesetiaan-Mu datang, supaya aku dituntun dan dibawa
ke gunung-Mu yang kudus dan ke tempat kediaman-Mu! Maka aku dapat pergi ke
mezbah Allah, menghadap Allah, yang adalah sukacitaku dan kegembiraanku, dan
bersyukur kepada-Mu dengan kecapi, ya Allah, ya Allahku” (Mzm 43:3-4)



Lakukan Pembiaran, NAPAS Usulkan Pencopotan Kapolda Papua

NATIONAL Papua Solidarity (NAPAS), menuntut agar Kepala Kepolisian Daerah Papua segera dicopot dari jabatannya. Hal ini dikarenakan sikap kapolda yang dinilai membiarkan bawahannya melakukan pelarangan dan pembubaran paksa masyarakat Papua yang hendak merayakan Hari Masyarakat Adat Internasional yang merupakan pesta adat tahunan masyarakat Papua.

Tindakan pelarangan dan pembubaran secara paksa oleh aparat Kepolisian setempat atas event tahunan masyarakat Papua tersebut terjadi pada hari Kamis (9/8) kemarin, di Tugu Perjuangan Serui, pusat kota Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua.

Saat itu, massa melakukan aksi damai dengan longmars, dan tepat di Tugu Perjuangan Serui, massa kemudian dihadang oleh aparat gabungan TNI, Polri dan Brimob. Polisi kemudian melakukan pembubaran paksa terhadap massa dengan melakukan penembakan sebanyak 16 kali, yakni enam kali tembakan ke udara dan 10 kali tembakan ke arah massa.

Tidak hanya melakukan penembakan, aparat keamanan juga melakukan pengepungan, pemukulan, dan penyisiran. Massa yang panik dan ketakutan, kemudian membubarkan diri dan sebagian melarikan diri ke hutan-hutan. Namun, di antara mereka, sebanyak sembilan orang yang ditangkap dan ditahan.

Sampai hari ini, tujuh dari mereka sudah dibebaskan dan dua lagi, yang bertindak sebagai pemimpin, masih ditahan. "Kami sangat menyayangkan tindakan pelarangan dan pembubaran secara paksa ini. Ini kan acara tahunan, dan sudah merupakan tradisi masyarakat Papua," kata Koordinator NAPAS, Marthen Goo, dalam konferensi pers di Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) di Jakarta, Jumat (10/8).

Marthen menjelaskan, peringatan dan perayaan Hari Masyarakat Adat Internasional, merupakan ketetapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sesuai Resolusi 23 Desember 1994. Ia mengatakan, "Alasan pelarangan dan pembubaran ini katanya masyarakat Papua tidak mendapat izin dari kapolda. Selain itu, katanya kegiatan ini juga tidak terdaftar di Kesbangpol," ujarnya.

Sumber : Jurnas.com



Pantai Bosnik, Taman Burung, dan Kepiting Papua

Pantai Bosnik
Biak: Konon di tahun 90-an, sebuah mimpi besar berkembang di Biak, Papua. Kepulauan kecil yang kaya dengan keindahan alam dan budaya ini akan dikembangkan menjadi kawasan wisata kelas dunia.
Penerbangan langsung Los Angeles – Biak – Jakarta pun dibuka, untuk memberi akses langsung dengan tetangga jarak jauh Amerika Serikat yang dipisahkan Samudera Pasifik. Hotel bintang lima standard internasional digelar, infrastruktur pariwisata dibangun. Konon, sejumlah turis pun sudah mulai datang berombongan ke sini.

Sial, mimpi besar itu harus ambruk, ketika badai krisis ekonomi menghantam di akhir 90-an. Kini bangunan hotel bintang lima itu tinggal puing-puing reruntuhan di pinggir pantai Biak, menjadi penanda sejarah pernah hadirnya mimpi-mimpi besar di kepulauan yang sering dijuluki ‘surga kecil di Indonesia timur’ ini.

Namun jangan khawatir, yang ambruk hanyalah mimpi-mimpi dan rencana-rencana gila. Sedang Biak sendiri, dengan keunikan dan keindahan alam dan budayanya, tetap utuh sebagai oase destinasi yang menarik dikunjungi. Pulau ini pernah memainkan peran penting dalam panggung sejarah dunia, ketika di masa Perang Dunia II, Jenderal Mc Arthur dari Sekutu membangun markas armada lautnya di pulau ini, sebagai starting point menyerang jantung pertahanan fasis Jepang di Asia Tenggara.
Banyak situs-situs bekas Perang Dunia II yang masih bisa ditemukan di seantero pulau. Selain pantai-pantainya yang elok, kehangatan orang-orang Papua yang selalu menarik, makanan lokal yang beragam, hingga keindahan bawah lautnya yang tak terkira. Travelounge mengunjunginya bulan lalu. Berikut pilihan paket jalan-jalan jika kamu ingin menyelami pulau ini.

Hari Pertama : Pantai Bosnik, Taman Burung, dan Kepiting Papua

Dengan Boeing 737-400 perjalanan delapan jam dari Jakarta ke Biak terasa nyaman dengan layanan penuh Garuda Indonesia; mendapat dua kali makan, tersedia berbagai majalah dan koran, dan di setiap tempat duduk dilengkapi dengan saluran hiburan. Pagi-pagi sekali sampailah di bandara Biak.
Kotanya bersih dan udaranya segar. Ditemani matahari yang baru menyembul dari Timur, saya naik ojek saja dari Bandara Manuel Kasiepo ke Hotel Intsia yang telah saya pesan. Pemandangan laut yang biru dengan ombak tenang ditemui sejauh mata memandang. Anak-anak meramaikan jalanan pagi untuk berangkat sekolah.

Sehabis sarapan di hotel, rasanya sudah tidak sabar untuk menyelami Biak. Hari pertama saya mengunjungi Pantai Bosnik, sekitar satu jam perjalanan dengan mobil dari hotel. Pantainya berpasir putih halus, airnya bening, dangkal, ombak kecil, bentang pantainya landai, pemandangan gugusan pulau-pulau kecil di depan pantai, lalu lalang perahu kecil, dan suasana sekitar sepi. Cocok buat nongkrong, mandi matahari, berenang, snorkeling.

Tak afdol jika sampai Pantai Bosnik tak merasakan kehangatan pantainya. Maka saya pun berenang dan snorkeling selama berjam-jam. Terdapat saung-saung di pinggir pantai. Awas, jangan seenaknya menempati tanpa izin, bisa didenda. Saung-saung itu disewakan Rp 50 ribu untuk waktu yang tidak terbatas.

Jika tidak ingin membayar, sebenarnya dengan menggelar tikar atau handuk di atas pasir pantainya yang bersih, sungguh lebih nyaman. Tapi kalau ingin terhindar dari terik matahari, saung bisa dipilih. Masuk pantai ini dikenai tiket Rp 10.000. Tersedia banyak makanan lokal dan es kelapa di Bosnik.
Sampai tengah hari di Pantai Bosnik, perjalanan kemudian dilanjutkan ke Pantai Anggaduber yang tidak seberapa jauh dari Bosnik. Ini pantai yang juga asyik buat berenang, mandi matahari, dan snorkeling. Dari Pantai Anggaduber, saya teruskan lagi ke Pasar Bosnik yang terletak di pusat kota Distrik Biak Timur.

Kebetulan pas hari Sabtu, hari pasaran Pasar Bosnik. Pasar yang luar biasa ramai. Kalau ingin mengenali Biak dengan baik, Pasar Bosnik tak bisa dilewatkan, di sinilah tempat berkumpulnya semua orang Biak untuk menjual semua produk kebudayaan dan hasil kerja mereka. Di hari pasaran, Pasar Bosnik buka sehari penuh.

Dari Pasar Bosnik perjalanan diteruskan mengunjungi Taman Burung dan Anggrek Biak. Tempatnya di Desa Rim, Distrik Biak Timur. Wouw.. sungguh tempat yang sangat berharga. Dihuni ratusan burung-burung endemik Papua dan juga berbagai jenis anggrek. Untuk masuk, setiap pengunjung dikenai tiket Rp 10 ribu per orang.

Koleksinya seperti Nuri, Kakaktoa, Kumkum, Merpati Papua, Beo Irian, Julang, Cendrawasih, dan lain-lain. Masing-masing burung memiliki varietas yang berbeda, misal Kakatua Sorong, Kakatua Jayapura, Kakaktua Fakfak, dan masing-masing varietas terdapat koleksi hidupnya di salahsatu taman burung paling bagus di Indonesia ini.

Malam pertama di Biak, saya nikmati dengan menyantap Kepiting Kenari Papua yang ukurannya superjumbo itu. Wouw, enak sekali disajikan dengan bumbu lada hitam. Kepiting ukuran 3 kilogram saya habiskan dalam sejam di restoran Furama.

Meskipun kepiting kenari sudah masuk dalam daftar makanan yang oleh para aktivis lingkungan dianjurkan untuk tidak dikonsumsi, saya mau menikmatinya karena di Biak populasinya masih tinggi. Hidup di hutan-hutan bakau yang masih utuh dan ditangkap secara tradisional. Orang setempat tidak banyak yang mengkonsumsi.

WAHYUANA

 TEMPO.CO

Pembebasan Tapol Penting untuk Perdamaian di Papua

Jakarta - Polemik yang berlarut di Papua mengakibatkan rakyat Papua menjadi sengsara. Berbagai langkah telah dilakukan oleh pemerintah dan sejumlah organisasi masyarakat sipil (LSM) untuk menuntaskan masalah di bumi cenderawasih itu. Sayangnya, berbagai upaya yang telah dilakukan belum membuahkan hasil yang memuaskan.

Kepala Biro Penelitian dan Pengembangan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Papang Hidayat mengatakan pembebasan tahanan politik/narapidana politik (tapol/napol) merupakan salah satu langkah penting dalam membuka dialog yang setara antara pemerintah Indonesia dan rakyat Papua. Dalam sebuah upaya perdamaian, pembebasan tapol/napol menurut Papang sebagai salah satu hal utama yang harus lebih dulu dilakukan.

Ketika proses perdamaian antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang berlangsung di Helsinski, Finlandia, salah satu klausul utama dalam MoU perdamaian adalah pembebasan tapol/napol. “Kalau mau buat rekonsiliasi politik setelah konflik politik, maka tapol/napol harus bebas,” kata Papang usai menggelar diskusi di KontraS Jakarta, Rabu (8/8).

Papang membantah pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) yang menyebut tidak ada tapol/napol di Papua. Pasalnya, dari data yang berhasil dihimpun sejumlah LSM, setidaknya terdapat 40 tapol/napol di Papua. Oleh karenanya Papang menekankan jika pemerintah serius untuk mewujudkan perdamaian di Papua, maka tapol/napol harus dibebaskan.
Walau begitu Papang memahami bahwa situasi konflik yang terjadi antara pemerintah Indonesia dengan Aceh ataupun Papua, berbeda. Pasalnya, tidak ada pihak ketiga yang memediasi antara pemerintah Indonesia dan rakyat Papua. Pemerintah, menurut Papang sempat melakukan upaya untuk membebaskan beberapa tapol/napol, misalnya memberi grasi. Namun, tawaran itu ditolak oleh para tapol/napol.

Menurut Papang penolakan itu bukan tanpa alasan. Pemberian grasi itu terkesan pengampunan  dari pemerintah. Padahal para tapol/napol itu memiliki keyakinan bahwa apa yang telah dilakukannya benar. Dalam konteks HAM, Papang menilai orang yang dijatuhi pidana karena melakukan ekspresi damai, tidak perlu diberi amnesti atau grasi, tapi dibebaskan.

Pada kesempatan yang sama Kasubdit Kerjasama Luar Negeri Ditjen HAM Kemkumham, Dhahana Putra, menyebut ada dua hal penting dalam perkembangan HAM di Indonesia. Yaitu soal pembentukan institusi HAM dan regulasi. Terkait institusi negara yang fokus terhadap HAM, Dhahana mengatakan setidaknya terdapat delapan institusi seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan dan sejumlah kementerian yang memiliki lembaga HAM.

Berkaitan dengan regulasi, Dhahana menyebut ada 10 instrumen HAM internasional yang sudah diratifikasi pemerintah dan saat ini sedang dibahas rencana ratifikasi Statuta Roma. Serta terdapat produk perundang-undangan lainnya yang mengurusi soal HAM. Atas dasar itu Dhahana mengatakan pemerintah berkomitmen untuk memajukan HAM di Indonesia. “Ini komitmen pemerintah dalam pemajuan HAM,” tuturnya.

Soal tapol/napol, Dhahana mengamati sejak tahun 1998 sampai hari ini sudah banyak regulasi yang dicabut oleh pemerintah karena bertentangan dengan semangat pemajuan HAM. Salah satunya UU Subversi. Para tapol/napol asal Papua menurut Dhahana terjerat pasal 106 KUHP yang mengatur soal makar. Namun ketentuan itu menurut Dhahana tidak menjelaskan adanya sebutan tapol/napol.

Berbeda dengan data yang diperoleh LSM, Dhahana menyebut jumlah tapol/napol ada 25 orang. Jumlah itu diperoleh Dhahana dari laporan lembaga pemasyarakatan (LP) yang ada di Papua. Untuk mencegah penyiksaan di dalam tahanan, Dhahana menjelaskan pemerintah sudah menyiapkan rancangan revisi KUHP. Pasalnya, dalam KUHP tidak ada sanksi pidana bagi orang yang melakukan penyiksaan.
Mengenai amnesti atau grasi, Dhahana melihat hal itu sebagai salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membebaskan para tapol/napol. Menurutnya hal tersebut peluang yang sampai saat ini masih terbuka dan dapat dimanfaatkan.

Melihat terwujudnya perdamaian di Aceh, Dhahana mengaku optimis hal serupa akan terjadi di Papua. Menurut Dhahana proses dialogis untuk mewujudkan perdamaian di Papua harus dilakukan dari hati ke hati. Sayangnya, sampai saat ini Dhahana melihat kurangnya komunikasi yang terjalin antara pihak terkait dalam upaya perwujudan perdamaian di Papua. Selain itu Dhahana menekankan agar proses perwujudan perdamaian di Papua berpegangan pada konsep HAM.

Sementara, Koordinator Jaringan Damai Papua, Neles Tebay, mengatakan persoalan yang terjadi di Papua terkait dengan politik. Menurutnya hal itu dapat dilihat dari banyaknya jumlah tapol/napol di Papua. Selama tapol/napol masih ada, maka masalah politik yang ada masih berlarut.
“Adanya tahanan politik itu suatu indikasi adanya masalah politik,” ungkapnya.

Dari pantauannya, Neles melihat setiap ada rakyat Papua yang mengibarkan bendera bintang kejora pasti ditangkap karena dianggap makar. Oleh karenanya Neles berkesimpulan jika semua orang Papua mengibarkan bendera bintang kejora maka semua rakyat Papua akah dipenjara. Namun penangkapan itu menurut Neles tidak akan menyelesaikan masalah politik yang ada di Papua. Bagi Neles hal utama adalah menyelesaikan akar masalah politik tersebut.

Menurut Neles, dengan membebaskan tapol/napol, maka upaya mewujudkan perdamaian di Papua relatif lebih mudah. Pasalnya, Neles berkeyakinan rakyat Papua akan menyambut baik hal tersebut. Karena pemerintah dinilai serius untuk membahas perdamaian.

Atas dasar itu Neles berpendapat dialog yang setara dan humanis antara pemerintah Indonesia dengan rakyat Papua sangat dibutuhkan untuk mewujudkan perdamaian. Dengan begitu, berbagai masalah yang ada dapat dibahas dan dicari solusinya bersama-sama.

 Sumber: theglobejournal.com


LEBARAN — Harga Tiket di Biak Naik 75%

Aktivitas di Bandara Frans Kaisiepo Biak
BIAK, PAPUA — Harga tiket pesawat udara tujuan Jakarta dan Makassar dari Bandara Frans Kaisiepo Kabupaten Biak Numfor, Papua, menjelang H-10 Idul Fitri 1433 Hijriyah naik drastis antara  50% – 75% dari harga normal.

Data diperoleh, Kamis, harga tiket tujuan Makassar penerbangan Garuda Indonesia sebelumnya Rp1.520.000, pada H-10 hingga beberapa hari setelah Lebaran melonjak hingga Rp2,5 jutan.
Sedangkan untuk tiket penerbangan Sriwijaya Air harga normal tujuan Makassar Rp1,3 jutan, kini naik mencapai Rp2,1 jutan. Sementara Merpati Nusantara biasanya tiket Biak-Makassar Rp1,1 juta naik menjadi Rp1,9 juta hingga Rp2,3 juta.

Salah seorang agen penjualan tiket Biak, Henock, mengakui, harga tiket pesawat menjelang Lebaran hingga beberapa hari setelah hari raya Idul Fitri mengalami kenaikan dibanding hari biasa.
“Sudah tiket pesawat naik, seat penerbangan juga penuh hingga beberapa hari mendatang setelah Lebaran,” ungkap Henock menanggapi kenaikan harga tiket pesawat jelang Lebaran.
Sementara itu, calon penupang pesawat, Aril, mengatakan kenaikan harga tiket pesawat udara mendekati Lebaran makin tidak terkendali hingga 75% dari harga normalnya.

“Untuk mudik Lebaran ke Makassar saya berencana naik pesawat udara, tapi harganya tinggi hingga kini tiket juga sudah penuh dibooking,” katanya.

Arus kedatangan dan keberangkatan penumpang di Bandara Frans Kaisiepo Biak pada Kamis pagi berjalan normal. Penumpang dilayani dua maskapai yakni Garuda Indonesia dan Merpati. (ant/mw)

Sumber Antara

Hutan Papua Rusak Mencapai 300 Ribu Hektare Pertahun

Illustrasi
"Setiap tahunnya mencapai 300 ribu hektare, kerusakan yang terparah berada dibagian selatan Papua, wilayah tersebut adalah memiliki perkebunan sawit raksasa,"

Koodinator Greenpeace Papua, Charles Tawaru mengatakan, Organisasi lingkungan global Papua teleh menemukan kerusakan hutan di Bumi Cendrawasih setiap tahunnya.

"Setiap tahunnya mencapai 300 ribu hektare, kerusakan yang terparah berada dibagian selatan Papua, wilayah tersebut adalah memiliki perkebunan sawit raksasa," ujar dia di Papua, Jumat (10/8).

Dikatakan dia, data pada penelitian tahun 2009 dan 2010 silam ini telah mendapatkan kerusakan hutan terparah, apabila ini terus dibiarkan kemungkinan yang akan terjadi Papua tidak lagi memiliki keindahan alam, kata dia saat ini mega proyek Merauke Integrated Food dan Energy Estate (MIFEE) di Kabupaten Merauke serta aktivitas penebangan oleh perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan, berperan besar meningkatkan deforestasi di Papua.

MIFEE bahkan, dia melanjutkan telah mengambil bagian besar dengan membuka seluas 228.022 hektare hutan. Sementara di Sidey, Manokwari, seluas 45.000 hektare hutan telah dibabat. Perkebunan sawit PT Hendrison Iriana di Kabupaten Sorong (Klamono) turut berkontribusi terhadap hilangnya 21.500 hektare hutan.

"Begitu pula PT Raja Wali Group atau PT Tandan Sawita Papua di Kabupaten Keroom, Kampung Yetti, yang ikut membabat hutan seluas 18.337 hektare. Ini membuat eksploitasi hutan semakin tidak terkontrol, dan diperparah dengan perilaku oknum pemerintah yang tidak bijak,” kata Tawaru.

Untuk itu, sambunganya Greenpeace prihatin atas laju deforestasi di tanah Papua, dan pada bulan November tahun ini akan menggelar Cenderawasih Tour, menjalankan aksi bertujuan menyerukan agar hutan Papua dijaga dan dilestarikan.

"Kerusakan hutan ini sebenarnya sudah ditemukan Greenpeace sejak tahun 2008 silam. Ketika itu didapati adanya pembukaan hutan sagu dan nipah di selatan Jayapura serta pembalakan ilegal di wilayah konsesi PT Kaltim Hutama dan PT Centricodi daerah Kaimana, Papua Barat," terang dia

Menurut Tawaru, pada tahun 2005 hingga 2009 silam, luas hutan Papua 42 juta hektare. Dalam kurun tiga tahun menyusut hingga 30,07 juta hektare. Data pemerintah sendiri telah menemukan setiap tahunnya rata-rata deforestasi di Papua 143.680 hektare. Sedangkan laju deforestasi untuk Papua Barat per-tahun mencapai 25 persen atau 293 ribu hektare.

"Kewajiban kita bersama untuk menyelamatkan hutan Papua, namun tanpa dukungan masyarakat, tugas-tugas ini hampir mustahil tercapai," tutup dia.[Wisnu Yusep] 

 Skalanews


 

Bendera Bintang Kejora Berkibar di Kantor DAP Manokwari

Sejumlah bendera Bintang Kejora yang dibentangkan oleh ratusan massa di halaman kantor DAP wilayah II Manokwari dalam memperingati Hari Pribumi Sedunia, Kamis (9/8)
MANOKWARI -- Puluhan bendera Bintang Kejora (BK) dibentangkan di halaman kantor Dewan Adat Papua wilayah II Manokwari oleh ratusan massa dalam memperingati Hari Pribumi Sedunia, Kamis (9/8).
Bendera Bintang Kejora berbagai ukuran itu, akan diarak massa saat melakukan aksi longmarch memperingati Hari Pribumi yang jatuh pada Kamis, tanggal 9 Agustus 2012.

Namun keinginan massa untuk membawa bendera tersebut, dihalangi petugas dari Polres Manokwari dan Brimob Detasemen C Polda Papua di Manokwari yang berjaga di depan pintu gerbang kantor DAP.
Awalnya, massa bersikeras untuk tetap membawa bendera tersebut, tetapi aparat keamanan tidak mengizinkan massa keluar halaman kantor. Setelah muncul kesepakatan antara massa dan aparat kepolisian, bendera Bintang Kejora akhirnya diturunkan.

Sementara itu, longmarch yang dilakukan oleh ratusan masyarakat yang tergabung dalam Dewan Adat Papua ini, sempat diwarnai kericuhan, setelah aparat kepolisian kembali melarang massa pendemo menggunakan alat pengeras suara. Nyaris terjadi saling lempar batu antara massa dan polisi, namun hal itu segera dicegah sebagian pendemo lainnya.

Longmarch kemudian dilanjutkan melalui jalan-jalan di dalam kota Manokwari, dan berakhir di Gereja Elim Kwawi. Dalam memperingati Hari Peribumi Sedunia tahun ini, para pendemo meminta Pemerintah Republik Indonesia untuk tidak melakukan genoside atau pemusanahan etnis terhadap orang Papua. 

Editor :Farid Assifa
 
KOMPAS.com
 
 

Peringati Hari Pribumi Internasional, 10 Warga Serui Ditangkap Polisi

(Foto Karobanews)

Serui, kab.kep.yapen West Papua kembali dikecam kepanikan setelah kejadian pembakaran rumah warga, pembongkaran posko-posko keamanan warga, perampasan dan penahanan warga sipil di wilayah Angkaisera, Yapen Timur oleh aparat kepolisian yang tergabung dalam satuan polresta setempat dan brimobda papua, Kamis, 09 Agustus 2012 hari ini dikejutkan kembali. 

Aksi damai (demonstrasi) dalam rangka memperingati hari rakyat pribumi internasional yang dilakukan di Serui, dengan titik aksi desa Yapan, Mantembu dan berakhir di tuggu perjuangan serui pusat kota kabupaten kep.yapen, serui, dibubarkan paksa oleh satuan TNI/POLRI didaerah tersebut. Kepolisian resort kab.kep.yapen, brimobda papua dan Kodim 1709 Kab.Kep.Yapen dengan menggunakan 5 truk masing-masing, bubarkan paksa massa aksi yang telah melakukan longmars tepat di Anotaurei dengan melakukan penembakan, pengepungan, pemukulan (waratawan), memburu dan menangkap beberapa rakyat sipil diantaranya:
1. Ibu Abon (korban pemukulan dan penangkapan aparat)
2. Pedai Y (korban pemukulan, diburu dan ditangkap)
3. Ratna Pangkurei (korban pemukulan dan ditangkap aparat)
4. Edison Kendi (dipukul dan ditangkap)
5. Yhan Piet Maniamboi (pemukulan dan penangkapan)
6. Bramm (wartawan, pemukulan aparat)
7. Risal Biasa (dikejar, ditembak)
8. Matius Pedai,
9. Ruben Bonai dan
10. Daniel Kandipi


Dan Masih banyak korban rakyat sipil. kota Serui dalam kepanikan, akses media&informasi ditutup & aparat keamanan terus melakukan tindakannya kepada rakyat sipil didaerah tersebut.

 Setelah melakukan pembubaran massa, aparat gabungan TNI/POLRI langsung ke Posko gubernuran NRFPB, tempat berkumpulnya massa aksi dan melakukan pembongkaran tempat dimaksud (Desa Yapan II, desa Mantembu, Serui)

Korban rakyat sipil langsung dilarikan ke Polresta Kab.Kep.Yapen. Keberadaa mereka hingga berita ini dikeluarkan, belum pasti. Dukungan doa dan Advokasi saudara/i sekalian menjadi kekuatan rakyat semesta di papua.

Report by. Topan & Bram, Serui - West papua
Sumber: :  Facebook.

Mahasiswa Ungkap Mandegnya Berbagai Sektor Pembangunan di Boven Digoel

Jayapura, Bintang Papua – Kalau sebelumnya Dewan Adat Daerah atas nama Tim Reformasi Birokrasi Pemerintahan Kabupaten Boven Digoel mendesak Penjabat Gubernur Papua untuk segera mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang Pelaksana Tugas Sekda Kabupaten Boven Digoel, kini giliran Mahasiswa menyoroti masalah jabatan Sekda serta keterpurukan pembangunan di Boven Digoel.
 
Mahasiswa yang tergabung dalam Forum Rakyat Papua Boven Digoel (FORPA-BD) saat menggelar jumpa pers di Kafe Muze Kompleks Museum Waena, Jumat (27/07) mendesak Pemerintah setempat, juga Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Pusat untuk segera mereformasi birokrasi dan mengusut dugaan korupsi di Boven Digoel.

“Persoalan Boven Digoel merupakan sebuah persoalan kronis dan kompleks karena melibatkan Pemerintah Kabupaten Boven Digoel, Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Pusat, semua pemangku kepentingan dan masyarakat Boven Digoel,” ungkap Koordinator FORPA-BD Agustinus Binjap, didampingi Sekretarisnya Everistus Kayep dan sejumlah rekannya.

Dikatakan, persoalannya berawal dari konflik politik setelah Pemilukada Boven Digoel tahun 2010, yang mana Bupati terpilih Yusak Yaluwo harus mendekam di LP Cipinang atas kasus korupsi. Berlanjut hingga kini, yakni macetnya pelayanan publik, penyalahgunaan wewenang dan berujung pada korupsi massal.

“Atas masalah kronis tersebut, terjadi pembiaran oleh Pemkab Boven Digoel, Pemprov Papua dan Pemerintah Pusat,” ungkapnya. Pihaknya pun menduga adanya mafia birokrasi yang terstruktur rapih mulai dari jajaran Pemkab Boven Digoel, Pemprov Papua hingga Pemerintah Pusat yang menyumbat aspirasi masyarakat dan setiap upaya untuk memperbaiki tata pemerintahan di Boven Digoel.

Tentang keterpurukan pembangunan, menurutnya terjadi di berbagai sektor, baik di sektor pendidikan, kesehatan, ekonomi rakyat, infrastrusktur, keuangan daerah dan birokrasi.

Dalam pernyataan sikapnya, diungkapkan bahwa FORPA-BD mendesak Pemerintah Provinsi Papua untuk segera ambil tindakan konkrit untuk memperbaiki situasi Boven Digoel dengan mengeksekusi SK Plt Sekda Boven Digoel yang prosesnya masih tersumbat di Badan Kepagawaian Daerah Provinsi Papua.

Selain itu juga mendesak Pemkab Boven Digoel untuk segera mengatasi keterpurukan yang terjadi di berbagai sektor yang ada. Juga menghimbau kepada segenap komponen masyarakat Boven Digoel untuk meningkatkan kewaspadaan dan tidak mudah terprovokasi dengan berbagai upaya adu domba yang sedang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab untuk menciptakan konflik antar suku di Boven Digoel. (Sumber : Koran Bintang Papua Edisi Cetak, Sabtu, 28 Juli 2012 Hal. 11)
 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger