|
Pantai Bosnik |
Biak: Konon di
tahun 90-an, sebuah mimpi besar berkembang di Biak, Papua. Kepulauan
kecil yang kaya dengan keindahan alam dan budaya ini akan dikembangkan
menjadi kawasan wisata kelas dunia.
Penerbangan langsung
Los Angeles – Biak – Jakarta pun dibuka, untuk memberi akses langsung
dengan tetangga jarak jauh Amerika Serikat yang dipisahkan Samudera
Pasifik. Hotel bintang lima standard internasional digelar,
infrastruktur pariwisata dibangun. Konon, sejumlah turis pun sudah mulai
datang berombongan ke sini.
Sial, mimpi besar itu harus
ambruk, ketika badai krisis ekonomi menghantam di akhir 90-an. Kini
bangunan hotel bintang lima itu tinggal puing-puing reruntuhan di
pinggir pantai Biak, menjadi penanda sejarah pernah hadirnya mimpi-mimpi
besar di kepulauan yang sering dijuluki ‘surga kecil di Indonesia
timur’ ini.
Namun jangan khawatir, yang ambruk hanyalah
mimpi-mimpi dan rencana-rencana gila. Sedang Biak sendiri, dengan
keunikan dan keindahan alam dan budayanya, tetap utuh sebagai oase
destinasi yang menarik dikunjungi. Pulau ini pernah memainkan peran
penting dalam panggung sejarah dunia, ketika di masa Perang Dunia II,
Jenderal Mc Arthur dari Sekutu membangun markas armada lautnya di pulau
ini, sebagai starting point menyerang jantung pertahanan fasis Jepang di
Asia Tenggara.
Banyak situs-situs bekas Perang Dunia II
yang masih bisa ditemukan di seantero pulau. Selain pantai-pantainya
yang elok, kehangatan orang-orang Papua yang selalu menarik, makanan
lokal yang beragam, hingga keindahan bawah lautnya yang tak terkira.
Travelounge mengunjunginya bulan lalu. Berikut pilihan paket jalan-jalan
jika kamu ingin menyelami pulau ini.
Hari Pertama : Pantai Bosnik, Taman Burung, dan Kepiting Papua
Dengan
Boeing 737-400 perjalanan delapan jam dari Jakarta ke Biak terasa
nyaman dengan layanan penuh Garuda Indonesia; mendapat dua kali makan,
tersedia berbagai majalah dan koran, dan di setiap tempat duduk
dilengkapi dengan saluran hiburan. Pagi-pagi sekali sampailah di bandara
Biak.
Kotanya bersih dan udaranya segar. Ditemani
matahari yang baru menyembul dari Timur, saya naik ojek saja dari
Bandara Manuel Kasiepo ke Hotel Intsia yang telah saya pesan.
Pemandangan laut yang biru dengan ombak tenang ditemui sejauh mata
memandang. Anak-anak meramaikan jalanan pagi untuk berangkat sekolah.
Sehabis
sarapan di hotel, rasanya sudah tidak sabar untuk menyelami Biak. Hari
pertama saya mengunjungi Pantai Bosnik, sekitar satu jam perjalanan
dengan mobil dari hotel. Pantainya berpasir putih halus, airnya bening,
dangkal, ombak kecil, bentang pantainya landai, pemandangan gugusan
pulau-pulau kecil di depan pantai, lalu lalang perahu kecil, dan suasana
sekitar sepi. Cocok buat nongkrong, mandi matahari, berenang,
snorkeling.
Tak afdol jika sampai Pantai Bosnik tak
merasakan kehangatan pantainya. Maka saya pun berenang dan snorkeling
selama berjam-jam. Terdapat saung-saung di pinggir pantai. Awas, jangan
seenaknya menempati tanpa izin, bisa didenda. Saung-saung itu disewakan
Rp 50 ribu untuk waktu yang tidak terbatas.
Jika tidak
ingin membayar, sebenarnya dengan menggelar tikar atau handuk di atas
pasir pantainya yang bersih, sungguh lebih nyaman. Tapi kalau ingin
terhindar dari terik matahari, saung bisa dipilih. Masuk pantai ini
dikenai tiket Rp 10.000. Tersedia banyak makanan lokal dan es kelapa di
Bosnik.
Sampai tengah hari di Pantai Bosnik, perjalanan
kemudian dilanjutkan ke Pantai Anggaduber yang tidak seberapa jauh dari
Bosnik. Ini pantai yang juga asyik buat berenang, mandi matahari, dan
snorkeling. Dari Pantai Anggaduber, saya teruskan lagi ke Pasar Bosnik
yang terletak di pusat kota Distrik Biak Timur.
Kebetulan
pas hari Sabtu, hari pasaran Pasar Bosnik. Pasar yang luar biasa ramai.
Kalau ingin mengenali Biak dengan baik, Pasar Bosnik tak bisa
dilewatkan, di sinilah tempat berkumpulnya semua orang Biak untuk
menjual semua produk kebudayaan dan hasil kerja mereka. Di hari pasaran,
Pasar Bosnik buka sehari penuh.
Dari Pasar Bosnik
perjalanan diteruskan mengunjungi Taman Burung dan Anggrek Biak.
Tempatnya di Desa Rim, Distrik Biak Timur. Wouw.. sungguh tempat yang
sangat berharga. Dihuni ratusan burung-burung endemik Papua dan juga
berbagai jenis anggrek. Untuk masuk, setiap pengunjung dikenai tiket Rp
10 ribu per orang.
Koleksinya seperti Nuri, Kakaktoa,
Kumkum, Merpati Papua, Beo Irian, Julang, Cendrawasih, dan lain-lain.
Masing-masing burung memiliki varietas yang berbeda, misal Kakatua
Sorong, Kakatua Jayapura, Kakaktua Fakfak, dan masing-masing varietas
terdapat koleksi hidupnya di salahsatu taman burung paling bagus di
Indonesia ini.
Malam pertama di Biak, saya nikmati dengan
menyantap Kepiting Kenari Papua yang ukurannya superjumbo itu. Wouw,
enak sekali disajikan dengan bumbu lada hitam. Kepiting ukuran 3
kilogram saya habiskan dalam sejam di restoran Furama.
Meskipun
kepiting kenari sudah masuk dalam daftar makanan yang oleh para aktivis
lingkungan dianjurkan untuk tidak dikonsumsi, saya mau menikmatinya
karena di Biak populasinya masih tinggi. Hidup di hutan-hutan bakau yang
masih utuh dan ditangkap secara tradisional. Orang setempat tidak
banyak yang mengkonsumsi.
WAHYUANA
TEMPO.CO