Ruben Magay : Kapolri Harus Tarik Kapolda Papua

Ketua Komisi A DPR Papua yang membidangi Hukum, HAM dan Pemerintahan, Ruben Magay meminta Kapolri menarik Kapolda Papua karena dianggap terlalu represif dalam menangani aksi demo di Papua.

Ruben Magay mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, pendekatan aparat keamanan di Papua sangat berbeda. Saat ini polisi terlalu represif dalam menangani demo.

“Saya lihat beberapa tahun ini polisi sudah mengerahkan pasukan mengahadang massa dititik kumpul. Tidak mengarahkan massa ke tempat tujuan. Ini maksudnya apa? Menghentikan demo atau justru menprovokasi keadaan. Kenapa massa dihadang. Inikan aneh. Kalau perlu saya minta Kapolri segera menarik Kapolda,” kata Ruben Magay, Sabtu (7/12).

Ruben Magay menilai, Kapolda Papua saat ini seolah menggunakan metode membas,i teroris dalam menangani masalah di Papua. Padahal cara seperti itu tak akan menyelesaikan masalah.

“Saya lihat Kapolda sekarang ini menggunakan metode membasmi teroris. Jangan pikir dengan pendekatan kekerasan atau cara menangani teroris bisa menyelesakan masalah Papua. Pendekatan Kapolda sekarang ini menjadi pertanyaan bagi kami,” ujarnya.

Menurutnya, menyelesaikan masalah Papua tidak bisa dengan kekerasan atau cara menangani teroris. Jangan sampai karena arogansi itu justru jadi tindakan melawan hukum atau Hak Asasi Manusia.

“Kapolda dan Kapolres Kota Jayapura harus ditarik karena setiap demo selalu memakan korban. Mereka tidak memberi ruang menyampaikan aspirasi. Ini tidak benar. Jangan melakukan pendekatan dengan cara-cara teroris di Papua. Di sini kita bicara HAM dan demokrasi,” katanya.

Sementara Ketua DPRP, Deerd Tabuni beberapa hari lalu mengatakan, pihaknya mengharapkan aparat keamanan agar melakukan pendekat persuasif dalam menangai demo di Papua.

“Saat ada demo, aparat kemanan harus berkomunikasi baik dengan massa agar tidak terjadi konflik yang nantinya bisa berimbas ke wilayah lain di Papua. Aparat harus menggunakan cara persuasif. Kalau ada yang ditangkap jangan gunakan kekerasan. Harus ditangani secara manusiawi dan diintrogasi dengan baik,” kata Deerd Tabuni.

Namun ia juga meminta kepada kelompok atau masyarakat yang melakukan demo agar tidak merugikan orang lain dalam menyampaikan aspirasi mereka.

“Silahkan membawa massa untuk demo tapi arahnya harus jelas dan tidak meresahkan masyarakat. Demo juga harus sesui prosedur. Harus ada ijinnya. Membawa aspirasi boleh saja, namun secara bermartabat tanpa meresahkan masyarakat lain,” ujarnya.

Dipihak yang sering melakukan demo, salah satunya, KNPB, juga menyebutkan Kapolda Papua adalah pihak yang paling bertanggungjawab dalam kerusuhan setiap demo yang mereka lakukan. Intimidasi aparat keamanan pada massa demo adalah penyebab kekerasan yang terjadi dalam demo-demo KNPB.

“Enam orang simpatisan KNPB dinyatakan hilang dan masih dalam proses pencarian oleh pihak keluarga. Saya meminta Kapolda Papua bertanggung jawab atas insiden ini. Saya menyesalkan intimidasi dan kekerasan yang dilakukan pihak aparat kepolisian pada demo damai yang dilakukan KNPB,” ungkap Victor Yeimo di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA, Abepura, Jayapura.

(Sumber : tabloidjubi)




Papua 8x Lebih Kaya Dari Indonesia

“Kami tidur di atas emas, berenang di atas minyak, tapi bukan kami punya. Kami hanya menjual buah-buah pinang.”

Sepenggal lirik lagu penyanyi Edo Kondolangit, bisa menggambarkan rintihan hati rakyat Papua. Walau mereka hidup di bagian bumi yang kaya tiada tara, tapi terpuruk dalam nestapa kemiskinan dan keterbelakangan.

Berpuluh tahun mereka hanya menonton warisan kekayaan dari Tuhan itu dikeruk, diangkut dan dijual untuk memperkaya jutaan manusia di ujung benua Amerika serta segelintir elit di Indonesia, yang berfungsi sebagai centeng alias anjing penjaga tambang bernama Freeport.

Ekspedisi tiga orang Eropa tahun 1936, pimpinan DR Anton H Colijn bersama Jean-Jacques dan Frits J Wissel ke Gunung Gletser, Jayawijaya dan kemudian menemukan Ertsberg, seolah menjadi pembuka kotak pandora gunung emas di tanah Papua.

Sedangkan ekspedisi Freeport yang dikomandoi Forbes Wilson dan Del Flint, untuk menjelajahi Ertsberg tahun 1960, semakin menguatkan hasrat membangun proyek tambang di tanah yang diyakini orang Papua, sebagai tempat bersemayam moyang mereka.

Ertsberg, begitulah orang Belanda menyebut gunung ore (bijih). Bagi orang Papua, Ertsberg merupakan tanah warisan yang harus dijaga dan dipertahankan, agar terhindar dari malapetaka.

Namun nasib berkata lain. Sejak tahun 1967, perusahaan tambang PT Freeport Indonesia sebagai afiliasi Freeport-McMoRan Copper and Gold yang berpusat di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat, menguasai Ertsberg dalam radius 10 kilometer persegi melalui kontrak karya eksklusif kontraktor tambang selama 30 tahun dan kemudian diperpanjang hingga 2041.

Inilah awal malapetaka bagi orang Papua, membiarkan warisan kekayaan mereka disedot, sementara mereka hanya menonton dan pakai koteka. ( Nabire.net)

Rakyat Papua Sampaikan Belasungkawa Atas Wafatnya Nelson Mandela

Mahasiswa Papua di Jakarta foto bersama sekretaris satu atase politik Kedutaan Besar Afrika Selatan untuk Indonesia di Jakarta, Mr. Moses Phahlane usai menyerahkan krans bunga. Foto: Elias Petege.
Jakarta, MAJALAH SELANGKAH -- Rakyat Papua diwakili belasan mahasiswa Papua di Jakarta, siang tadi, Sabtu (07/12/2013), menyampaikan belasungkawa atas wafatnya Nelson Madiba Mandela kepada wakil pemerintah Afrika Selatan di Jakarta.

Aktivis Papua, Elias Petege kepada majalahselangkah.com mengatakan, penyampaian belasuangkawa dalam bentuk penyerahan krans bungan diterima sekretaris satu (first Secretary) atase politik Kedutaan Besar Afrika Selatan untuk Indonesia, Mr. Moses Phahlane, di Kantor Kedutaan Besar Afrika Selatan, Suite 705, 7th floor 7, Wisma GKIB, Jln. JendSudirman No.28, Jakarta 10210.

"Kami atas nama rakyat dan Bangsa Papua Barat menyampaikan turut berdukacita atas kepulangan Nelson Mandela, tokoh perjuangan pembebasan bagi Afrika Selatan juga bagi dunia," kata Darmince Nawipa kepada Mr. Moses Phahlane dikutip Elias.

Darmince Nawipa mengatakan, "Dia adalah bapak bagi rakyat tertindas di berbagai bangsa di dunia, termasuk bagi rakyat dan bangsa Papua Barat. Dia juga tokoh inspirasi bagi kami," ungkap Darmince Nawipa kepada Mr. Moses Phahlane.

Darmince juga menyampaikan, situasi dan kondisi rakyat Papua Barat saat ini. Kata Darmince, saat ini rakyat Papua tidak jauh berbeda dengan situasi rakyat Afrika Selatan sebelum bebas dari penjajahan.

"Kami tentu terinspirasi dari perjuangan rakyat Afrika Selatan, termasuk dari bapak Nelson Mandela," ujar Darmince.

Sony Wanimbo, salah satu mahasiswa Papua sebelum menyerah krans bunga menambahkan, "Kami telah kehilangan seorang guru besar, guru politik, moral dan kemanusiaan. Kami bangga atas sikap dan tekad serta kesetiaannya dalam perjuangan keadilan. Kami akan mengenang jasanya, serta belajar darinya dalam perjuangan keadilan dan kemerdekaan bagi rakyat Papua Barat."

Krans bunga dukacita yang diserahkan dibuat dengan kombinasi tiga warna (merah, biru dan putih) bertuliskan "The west Papua people and nation express on deepest condolences on passing away of Nelson Mandela.May he rest in peace". Krans bunga diserahkan oleh Sonny Wanimbo dan Samuel Nawipa kepada Mr Moses, selaku perwakilan pemerintah Afrika Selatan di Indonesia.

Dikatakan Elias, Mr. Moses secara langsung menyampaikan, "Kami rakyat dan pemerintah Afrika Selatan menyampaikan terimakasih kepada saudara-saudara rakyat Papua Barat atas dukungan dan doa atas kematian bapak bangsa Afrika Selatan."

Rakyat Papua Banyak Belajar dari Mandela

Mr. Moses kepada para mahasiswa itu mengatakan, rakyat Afrika Selatan telah lama mengalami kekerasan dan penindasan di bawah pemerintahan Inggris dan kini telah mengakhiri politik kekerasan dan Aparteid.

Kata Mr. Moses, Mandela telah berjuang dengan damai dan telah mendapatkan kemenangan bagi rakyat Afrika Selatan. Kini rakyat Afrika Selatan telah dan akan menikmati kebebasan.

"Nasib kami rakyat Afrika Selatan pada masa lalu sama dengan rakyat Papua Barat, untuk itu rakyat Papua harus belajar dari rakyat Afrika Selatan. Kamu belajar keberanian, kesetiaan dan kerelaan untuk mencapai kebebasan dari Nelson Mandela," tutur Moses dikutip Elias.

Moses.berpesan, mahasiswa dan pemuda harus sungguh-sungguh belajar, sebab akan menjadi pemimpin rakyat Papua di kemudian hari. "Pendidikan itu sangat penting. Untuk itu, tekunilah dengan baik-baik," pesan Moses. (MS/Yermias Degei) 

 Penulis : Yermias Degei | Sabtu, 07 Desember 2013 20:59
Sumber  : Majalah Selangkah


FILEP KARMA DITAHAN KARENA CITA-CITA

JayapuraTahanan Politik Papua, Filep Karma mengatakan peringatan 1 Desember sebagai hari ulang tahun Papua beberapa tahun lalu membuat dirinya ditahan aparat kepolisian Indonesia hingga saat ini.
“Saya ditahan hanya karena merayakan hari ulang tahun kemerdekaan Papua saat itu. Saya dijatuhi hukuman lima belas tahun penjara karena sebuah cita-ciya yaitu kemerdekaan Bangsa Papua,” kenang Filep Karma saat ditemui tabloidjubi.com di Lapas Klas IIA, Abepura, Jayapura, Selasa (3/12).
 
Terkait remisi yang ditawarkan pemerintah Indonesia, Filep menolak remisi tersebut. Masa tahanan bagi Filep Karma baru akan berakhir pada 2019 mendatang tetapi ada yang mengatakan pada dirinya, dirinya akan bebas pada 2017. Filep Karma jelas menolak hal tersebut karena dirinya merasa tidak bersalah sehingga tidak perlu menerima remisi. “Saya salah apa? Apakah karena mimpi saya bahwa Papua akan merdeka? Padahal saya tidak memproklamasikan sebuah kemerdekaan bagi Bangsa Papua,” ungkap Filep Karma lagi.
 
Filep Karma mengatakan, pihaknya berada di dalam penjara tetapi tetap bersemangat dan tidak putus asa dalam memperjuangan aspirasi rakyat Papua. Jadi dirinya berharap, segenap Rakyat Papua yang berada di luar harus tetap memperjuangkan cita-cita Bangsa Papua untuk merdeka.
 
Di tempat yang sama, terkait sikap polisi pasca Kerusuhan Expo (26/11), Victor Yeimo, Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyesalkan pembenaran yang dilakukan pihak aparat kepolisian. Dirinya juga berharap, media harus juga bisa mengerti narasumber yang benar itu bukan hanya aparat saja tetapi juga rakyat sipil. Baik yang menjadi korban maupun saksi-saksi. “Saya sesalkan pembenaran polisi. Saya minta polisi stop dengan cara-cara pembenaran,” ungkap Victor Yeimo. (Jubi/Aprila)
Sumber  : Tabloidjubi
 
Profil
Filep Karma
  • Filep Jacob Semuel Karma, lebih dikenal dengan nama Filep Karma, adalah aktivis kemerdekaan Papua. Pada tanggal 1 Desember 2004, ia ikut mengibarkan bendera Bintang Kejora dalam sebuah upacara di Jayapura, Indonesia. Wikipedia

  • Lahir: 15 Agustus 1959 (54 tahun), Pulau Biak, Indonesia
     
     
     

    Caleg DPRD Dogiyai Jangan Jadi Pelacur Pemilu 2014

    Dogiyai - Hak pilih yang di miliki oleh rakyat sebagai bukti bahwa kedaulatan penuhnya berada ditangan rakyat ,namun tetapi realita yang terjadi di dogiyai bangak anggota DPRD membeli hak masyarakat dengan uang. Saya tekankan  kepada  masyarakat Dogiyai bahwa harus melihat orangnya apakah ? bakal calon tersebut  bisa menerima aspirasi masyarakat  atau bisa mementingkan diri sendiri. 

    Hak pilih rakyat tidak boleh di tukar  dengan selembar uang pada saat pengumutan suara demi memilh calon anggota DPRD tertentu. Pada saat ini bangak anggota DPRD dogiyai membagi uang di kalangan masyarakat maupun di kalangan tertentu masyarakat dogiyai menyimak baik baik apakah orang itu sebelumnya dia lakukan seperti itu,atau apakah dia mempunyai rencana tertentu.

    Apakah rakyat dogiyai pemilu 2014 ini,berada dalam budaya menjual hak pilihnya ,maka upaya untuk memyelamatkan orang yang tidak tahu tanggung jawab dalam bidang politisasi fungsi perwakilan. Apabila rakyat benar-benar ingin jadi DPRD menjadi lembaga yang benar-benar tempat para wakil rakyat ,maka rakyat tidak boleh menggandalkan demi kedaualatanya demi beberapa selembar kertas bernama uang. Rakyat harus mampu menahan dari godaan uang para calon legislatif dogiyai.

    Lalu bagaiman rakyat bertahan dari atas derasnnya godaan tersebut demi menjaga institusi DPR?pertama: rakyat harus berfikir secara luas dan utuh.berpikir luas dalam arti bahwa dalam hak menggunakan pilihnya ,rakyat dogiyai harus benar-benar memilih caleg berdasarkan suara hati nurani mereka ,mengingat bisikana dari hati pemilih ini akan menjamin bahwa caleg yang pilih berkwalitas ketimbang memilih caleg karena berdasarkan uang atau barang yang di berikan caleg bersangkutan.

    Akhir kata penulis kepada masyarakat dogiyai bahwa’’ pemilu legislatif 2014 harus memilih orang yang bisa bertanggung jawab dan bisa menerima aspirasi masyarakat dogiyai . melainkan bukan  melihat  segi keuangan. Sementara ini saya dengar kabar angin  anggota DPRD dogiyai berlomba –lombah menghamburkan uang berjuta-jutaan dan uang pembangunan dogiyai alihkan ke rekining pribadi untuk menghamburkan uang  hari A kalangan masyarakat tertentu. Orang model seperti ini, kapan mau  membangun dogiyai .(Noukai ma naitai ma mee doyake niwitokai itogaka keiteka iye kouma dou gai nitai)

    ( Penulis adalah Thinus Utuma mahasiswa Unitri  malang jurusan  teknologi  industri pertanian)

    Sumber: Nabire.Net

     

    Bripka Suhendra, Tembak Pipi Sendiri Alias Bunuh Diri (Anggota Brimob Polda Papua)

    ilustrasi
    Kabar seorang anggota Brimob Polda Papua Bripka Suhendra yang tertembak oleh gerakan sipil bersenjata langsung dibantah oleh Wakapolda Papua Brigjend Pol Paulus Waterpaw. Korban yang mengalami luka tembak di pipi kanannya itu adalah akibat ulahnya sendiri yang ketika sedang membersihkan senjata miliknya tiba-tiba meletus.Wakapolda Papua Mengatakan Insiden tersebut Adalah Kecelakaan kerja Bukan tertebak oleh Sipil Bersenjata.
    ..............................
     Awalnya Diberitakan Oleh Beberapa Media Kolonial Indonesia Sebagai Berikut:

    Seorang anggota polisi kembali menjadi korban penembakan di Papua, Sabtu (30/11). Polisi itu diketahui bernama Bripka Suhendra.

    Seperti dilansir dari merdeka.com , korban sehari-hari bertugas sebagai anggota Brimob Polda Papua. Bripka Suhendra ditembak oleh orang tak dikenal di Kawasan Depapre, Kabupaten Jayapura, Papua.

    Korban saat ini langsung dilarikan ke rumah sakit. Kondisi korban masih belum diketahui.

    Kasus ini menambah panjang daftar penembakan terhadap polisi. Di Papua, polisi kerap kali menjadi korban penembakan oleh orang tak dikenal.


    Video News TVONE : KLIK HERE

     Sumber: http://tigidoovoice.blogspot.com/2013/11/bripka-suhendra-tembak-pipi-sendiri.html

    Gubernur Port Moresby Kibarkan Bendera Papua Merdeka

    Port Moresby - Gubernur Port Moresby, Papua Nugini, Powes Parkop, mengibarkan bendera Bintang Kejora, bendera yang merupakan lambang gerakan Papua Merdeka, di tengah peringatan Perdana Menteri Peter O’Neill untuk tidak melakukan hal tersebut.

    Ratusan pengungsi Papua kini berada di Port Moresby, dan melakukan pawai 1 Desember menuntut kemerdekaan dari Indonesia.

    Sebelumnya, pihak Kepolisian Port Moresby memperingatkan pengungsi Papua untuk tidak melakukan aksinya, namun peringatan itu tidak diindahkan. Pawai berlangsung di jalan-jalan kota itu, dan berakhir di Balai Kota Port Moresby, Minggu (01/12/2013). Di tempat itulah, Gubernur Powes Parkop melakukan pengibaran bendera Bintang Kejora.

    “Rakyat sekalian, sudah 50 tahun terakhir kita diam, buta, tidak mau melihat, tidak mau mendengar, tidak mauj bicara. Namun esok hal itu harus berubah,” katanya di depan massa.

    PM Peter O’Neill sudah memperingatkan agar Gubernur Powes Parkop tidak mengibarkan bendera Bintang Kejora. Tampak hadir di pawai 1 Desember itu adalah aktivis Papua Merdeka Benny Wenda dan seorang aktivis dari Australia Jennifer Robinson.

    Pihak Imigrasi Papua Nugini telah mengancam warga asing di negara itu yang terlibat dalam kegiatan politik. [Liam Fox]

    AMP desak NKRI bebaskan Papua Barat

    SURABAYA - Kurang lebih 300 demonstran yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), memadati halaman depan Gedung Negara Grahadi Surabaya, Senin (2/12/13). Dalam aksi yang digelar itu, para demonstran ini menuntut Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), agar memberikan kebebasan dan hak untuk menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua Barat.

    Mesak Pekei, Juru Bicara AMP komite Kota Surabaya mengatakan, bahwa deklarasi Papua yang ke 52 sudah disahkan pada 1 desember 2013 kemarin, di kota Port Numbay, Jayapura. Dalam kesempatan itu masyarakat papua ini memohon untuk di akuinya kembali rakyat Papua, dengan menentukan nasib sendiri.

    "Berdasarkan deklarasi Negara Papua Barat sejak 1 Desember 1961, kami sudah merdeka, lalu kemerdekaan itu kemudian diambil kembali oleh NKRI, oleh karena itu kami ingin menuntut kembali kemerdekaan kami kepada NKRI," kata  Mesak Pekei di tengah-tengah aksi AMP di jalan Gubernur Suryo Surabaya,  Senin (2/12/13).

    Mesak Pekei menegaskan Negara Indonesia telah berhasil menggagalkan berdirinya Negara Papua dan memaksakan rakyat Papua untuk bergabung dengan NKRI. Dikatakan, perjuangan untuk mewujudkan terbentuknya sebuah negara Papua tidak akan pernah surut.

    Berbagai pergantian rezim penguasa di Indonesia, mulai dari rezim militeristik Soeharto hingga rezim SBY-Boediono tidak mampu meredam gejolak perlawanan rakyat Papua. "Kami tetap akan berjuang dari generasi ke generasi hingga akhir, karena kami ingin menentukan nasib kami sendiri," tegas Juru Bicara AMP Komite Surabaya.

    Dijelaskan, berbagai persoalan yang dihadapi rakyat Papua saat ini bukanlah persoalan kesejahterahan dan kesenjangan sosial maupun persoalan ketidak-setaraan ekonomi, melainkan soal identitas rakyat Papua sebagai sebuah bangsa yang tidak dapat diselesaikan dengan berbagai kebijakan NKRI di Tanah Papua.
    "Inilah yang menjadi persoalan terbesar kami, sehingga kami menuntut Rezim SBY-Boediono untuk segera memberikan kebebasan dan hak untuk menentukan nasib kami sendiri sebagai solusi demokratis bagi kami selaku rakyat Papua Barat," tukasnya.(win8/12)

    Sumber : whatindonews.com



     

    Jalan terjal menuju realisasi ‘dialog Jakarta-Papua’

    Warga Papua demo di Jakarta pada 7 Juni 2012, menentang aksi sweeping militer di kampung-kampung di Wamena, Papua.
    Sudah sejak 2010, ide dan upaya realisasi ‘dialog Jakarta-Papua’ diwacanakan. Namun, hingga kini, dialog ini yang dianggap sebagai jalan terbaik mengakhiri kekerasan dan membangun kepercayaan antara pemerintah pusat dan warga Papua belum ada tanda-tanda akan terealisasi.

    Sejumlah upaya sudah dilakukan demi terlaksananya ide ini yang dirintis Pastor Neles Kebadabi Tebay, imam aktivis asal Papua bersama dengan sejumlah akademisi melalui Jaringan Damai Papua (JDP).
    Pastor Neles misalnya, berupaya, baik lewat diskusi, seminar, artikel-artikel di media massa dan audiensi dengan para pejabat tinggi di Jakarta, termasuk dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tapi, fakta yang didapat, belum menunjukkan ada kabar baik.

    Melihat mandegnya hal ini, sebuah buku baru, “100 Orang Indonesia Angkat Pena Demi Dialog Papua”, yang ditulis para akademisi, aktivis dan tokoh agama terbit baru-baru ini, menggemakan lagi tuntutan yang sama: segera lakukan dialog!

    Mientje Roembiak, salah satu penulis buku ini mengatakan, dialog adalah hal mendesak, mengingat kekerasan telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari warga Papua, sejak tahun 1969 bergabung dengan Indonesia dalam sebuah proses yang disponsori PBB, dimana diyakini terjadi manipulasi selama jajak pendapat.

    Selain mewujud dalam kasus pembunuhan, pemukulan, bentuk kekerasan, kata dia, muncul dalam bentuk stigma yang menganggap warga Papua sebagai kaum separatis, serta pembatasan kebebasan berekspresi.
    “Kalau ada yang mengkritik pemerintah, minimal keluarga kami terancam. Sudah banyak yang dibunuh”, ujarnya.

    Kekerasan demi kekerasan, menurut dia, hanya menyisakan luka bagi warga Papua dan kebencian terhadap pemerintah terus memuncak.

    Jakarta masih mempertahankan kehadiran militer yang kuat di Papua yang masih ditempati suku-suku asli.
    Meski memiliki kekayaan mineral yang tinggi, dimana terdapat tambang emas terbesar di dunia, yang dioperasikan PT Freeport asal Amerika Serikat, namun sebagian besar warga Papua tetap miskin, infrastruktur masih sangat minim, apalagi di daerah-daerah terpencil.

    “Sumber daya alam Papua tidak dinikmati orang Papua, tetapi diambil untuk memperkaya orang non-Papua, sementara nasib kami tidak berubah”, kata Roembiak, yang juga dosen di Universitas Cenderawasih, Jayapura.

    B Josie Susilo Hardianto, wartawan Harian Kompas yang beberapa tahun terakhir bekerja di Papua menggambarkan ironi situasi di sana dalam buku ini. Mengutip Amandus Giay, seorang tua adat dari kampung Bomomani di Dogiyai, ia menulis, warga Papua mengalami kehadiran pemerintah lewat aparat keamanan, entah itu polisi atau tentara.

    “Mereka dengan mudah ditemui hingga di berbagai pelosok wilayah Papua, berseragam atau tidak. Sementara itu, dokter, perawat, guru, pejabat kecamatan hingga bupati justru lebih sulit ditemukan”, tulis Hardianto.

    Laporan sejumlah lembaga HAM yang tergabung dalam Human Rights and Peace for Papua menunjukkan bahwa antara Oktober 2011 dan Maret 2013 terjadi peningkatan eskalasi kekerasan, dimana pelakunya yang merupakan polisi dan militer dalam banyak kasus tidak mau bertanggung jawab. Bentuk kekerasan berupa kasus pembunuhan, penyiksaan dan penangkapan sewenang-wenang, dengan korban warga sipil, jurnalis, juga aktivis HAM.

    Menurut laporan ini yang dirilis pada Juli lalu, “Di daerah dataran tinggi yang terpencil, kekerasan paling sering terjadi. Di sana, pasukan keamanan terus melakukan razia di desa-desa untuk mengintimidasi masyarakat setempat, sehingga membuat mereka harus mengungsi.”

    Beberapa kali, pemerintah pusat merespons desakan untuk mengakhiri kekerasan di Papua. “Namun, hanya sebatas pernyataan ketika ada kejadian penembakan”, kata Roembiak.

    Tahun 2011, Presiden SBY pernah menyampaikan pernyataan untuk membangun Papua dengan hati, termasuk mengusulkan wacana komunikasi konstruktif. Faktanya hingga kini, Jakarta tidak mengambil langkah yang jelas untuk memasuki proses dialog dan tampaknya terus curiga bahwa dialog ini akan menjadi jalan bagi pemisahan Papua dari Indonesia.

    Brigjen TNI Sumardi, Sekertaris Desk Papua Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) misalnya, mengatakan kepada ucanews.com, pemerintah menolak istilah dialog Jakarta-Papua. “Tidak ada istilah dialog Jakarta-Papua,” tegasnya.

    Meski demikian, ia menolak tuduhan bahwa Jakarta tidak bersedia menggelar dialog dengan orang Papua. Selama ini, katanya, dialog sudah berjalan. “Dialog yang dimaksud adalah dialog interaktif yang bertujuan membicarakan pembangunan Papua ke depan”, ujarnya tanpa bersedia menjelaskan lebih lanjut siapa yang terlibat dan seperti apa metode dialog interaktif tersebut.

    Ketika ditanya soal tanggapannya terkait esensi gagasan dialog Jakarta-Papua yang bertujuan membicarakan persoalan pelanggaran HAM, ia mengatakan, “Dialog untuk bahas kekerasan sudah sering, sejak reformasi sampai dengan sekarang ini”.

    Ia juga menolak klaim adanya pelanggaran HAM di Papua. Tindakan kekerasan, dalihnya, terjadi karena oknum tertentu dan kelalaian aparat kemanan. “Itu pun sudah ditindak sesuai hukum,” tegas Sumardi.
    Pihak Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang kini masih bergerylia di hutan tampaknya juga masih tegas menolak dialog ini. Lambert Pekikir, salah satu komandan OPM di perbatasan Papua dan Papua Nugini mengatakan, dialog hanya membuang-buang waktu. Yang dibutuhkan, katanya, adalah perundingan.
    “Akar persoalan di Papua adalah soal status politik Papua yang dimanipulasi sejak tahun 1963 dalam peristiwa Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat)”, tegasnya kepada ucanews.com.
    Ia menjelaskan, perlu ada pelurusan sejarah dahulu dan setiap kubuh, yakni Indonesia dan Papua menyampaikan data sejarah masing-masing serta kemudian dibicarakan bersama untuk menemukan kebenaran.

    “Selama ini tidak dilakukan, maka tidak ada titik temu antara pemerintah di Jakarta dan kami orang Papua”, tegasnya.

    Di tengah situasi demikian, Pastor Neles tetap yakin, dialog Jakata-Papua mesti tetap diperjuangkan. Ia mengatakan, dialog tidak bermaksud mempertanyakan keberadaan Papua dalam negara Indonesia.
    “Pertanyaan yang perlu dibahas dalam dialog adalah bukannya: apakah masa depan Papua berada di dalam atau di luar Negara Indonesia? Tetapi: masa depan Papua seperti apa yang akan dibangun dalam Negara Indonesia?”, katanya.

    Ia menegaskan, semua pihak, terutama pemerintah tidak boleh memandang dirinya sebagai satu-satunya pihak yang mampu mengatasi konflik Papua. Selama ini, kata dia, pemerintah terbukti tidak berhasil menyelesaikan konflik Papua melalui berbagai kebijakan yang ditetapkannya tanpa keterlibatan pihak lain.
    “Solusinya harus duduk bersama, mempertemukan semua pihak, lalu bicara, apa yang harus dibuat untuk membuat Papua menjadi Tanah Damai. Itulah yang ingin dilakukan dalam dialog”.

    Sementara itu, Cypri Jehan Paju Dale, peneliti isu-isu pembangunan, HAM dan gerakan sosial yang pada 2012 menulis buku Paradoks Papua bersama Romo John Djonga, imam aktivis Papua, mengingatkan semua pihak agar tidak terlena, menanti realisasi dialog baru berupaya mencari jalan keluar terhadap persoalan di Papua.

    Menurutnya, memang dialog itu penting dan perlu segera dilakukan, namun kata dia, ada banyak sekali agenda konkret dan mendesak yang menjadi tanggung jawab bersama pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, LSM serta lembaga-lembaga agama.

    “Apakah tungguh dialog untuk penuhi hak-hak orang Papua di pedalaman, akan guru dan sekolah berkualitas, akan dokter-dokter dan rumah sakit? Apakah tunggu dialog untuk memberhentikan kebrutalan militer?” kata Cypri kepada ucanews.com.

    Ia menjelaskan, yang jadi masalah sekarang adalah dialog itu diagung-agungkan sedemikian rupa seakan-akan itu adalah solusi atas semua soal. Padahal, dalam proses menanti dialog ini, sejumlah persoalan terus terjadi seperti pembangunan yang tidak menyasar orang asli Papua di kampung-kampung, korupsi, perampasan dan pencaplokan sumber daya alam serta marginalisasi.

    Ketidakadilan, kata dia, adalah fakta telanjang yang perlu segera disikapi. “Sentralisasi pembangunan di kota dan pusat-pusat migran jalan terus. Fasilitas-fasilitas di kota-kota umumnya hanya dinikmati oleh orang Papua kelas menengah ke atas dan orang-orang Indonesia yang terus-menerus membanjiri Papua tanpa terbendung.”

    Bagi alumnus Institute of Social Studies, Erasmus University, Belanda ini, hal yang urgen adalah kebijakan pembangunan yang tepat, komprehensif dan benar-benar adil bagi orang papua. “Contohnya, guru dan sekolah-sekolah berkualitas untuk orang Papua di pedalaman. Dokter dan pelayanan kesehatan yang prima. Hentikan pembabatan hutan dan pencaplokan tanah, karena itu lumbung pangan orang Papua”.

    Selain itu, katanya, berantas tuntas korupsi di kalangan birokrat dan politisi di Papua. “Yang korupsi bukan hanya orang Papua seperti yang selama ini distigmakan. Birokrat dan politisi di Papua itu terdiri dari orang asli dan bukan orang asli, sehingga yang korup juga dua-duanyanya. Korupsi ini halangan besar untuk keadilan di Papua.”

    Upaya lain, menurut Cypri, adalah gerakan masyarakat sendiri untuk menjadi mandiri, mengusut pelanggaran HAM, perampasan sumber daya dan penghancuran ekosistem.

    “Itu tidak perlu tunggu dialog yang sedang digembar-gemborkan itu”, tegasnya. “Apalagi gagasan dialog juga sudah dibajak sebagian politisi dan dipakai sebagai jargon untuk kepentingan mereka.”

    Ryan Dagur, Jakarta
    Sumber: http://indonesia.ucanews.com/2013/12/02/jalan-terjal-menuju-realisasi-dialog-jakarta-papua/


    Kasus HIV/AIDS Baru di Papua Tinggi

    MANOKWARI - Memperingati Hari AIDS se Dunia,1 Desember, Minggu sore sejumlah aktifis kesehatan menggelar aksi simpati dengan membagi-bagikan pita kepada pengguna jalan di perempatan Wosi, Sanggeng. Ia mengajak warga untuk peduli mencegah penyebaran virus HIV/AIDS yang sudah mengkuatirkan.

    Dr Astrid Kartika, Senior Program Manager Kesehatan AusAid menyatakan bahwa secara persentasi kasus HIV/AIDS di Provinsi Papua Barat maupun Provinsi Papua sangat tinggi dibanding dengan daerah lainnya. Berdasarkan hasil penelitian, persentasi kasus HIV/AIDS mencapi 2,4 persen dari total jumlah penduduk.
    ‘’Jadi,bisa dihitung saja, berapa jumlah penduduk sekarang. Jangan lupa, di Papua ini jumlah penduduknya sedikit. Dengan jumlah penduduk yang sedikit tapi meyumbang 20 persen dari total kasus baru di Indonesia,’’ beber dokter Astrid saat penyusunan program kerja AIPD di Swiss-belhotel Manokwari beberapa waktu lalu.
     
    Perlu dilakukan pemerintah daerah serta segenap stakeholder yakni pengupayakan pengendalian dan pencegahan. Virus HIV/AIDS sudah menyebar diberbagai lapisan masyarakat tanpa mengenai profesi,usia dan lainnya. Bahkan menurut Astrid, berdasarkan penelitian, kasus HIV/AIDS banyak ditemukan pada ibu-ibu mencapai 24 persen. Dan kelompok usia produktif paling tinggi terinfeksi virus mematikan ini.
    ‘’Yang memeriksakan diri tentang status HIV/AIDS lebih banyak perempuan dibanding  laki-laki. Ini yang menjadi alasan mengapa kasus HIV/AIDS lebih banyak ditemukan pada ibu-ibu daripada laki-laki,’’ ujarnya.
     
    Dikatakan, ada lembaga terkait dalam waktu dekat akan kembali melakukan penelitian tentang kasus HIV/AIDS di Provinsi Papua Barat maupun Prov Papua. Menurutnya dokter Astrid, sekitar 20 persen kasus HIV/AIDS baru di Indonesia akan berasal dari Provinsi Papua Barat dan Prov Papua, sedangkan 80 persen lainnya dari daerah lain di Indonesia.
     
    Astrid mengatakan, perlu dilakukan upaya-upaya pengendalian ataupun pencegahan penyebaran HIV/AIDS. Beberapa upaya diantaranya penguatan masyarakat untuk mengubah perilaku menjadi hidup sehat, perbaikan pelayanan kesehatan.(jpnn)
     

    Dibutuhkan Sinergitas Semua Instansi Dalam Membangun SDM Papua

    JAYAPURA – Kepala Badan Pengembangan SDM Provinsi Papua Zakarias Giayi mengaku, provinsi Papua mempunyai lima sektor unggulan pada masing-masing kawasan.

    “Untuk itu, kita membutuhkan sekitar 19 ribu orang dengan berbagai macam klasifikasi pendidikan yang kita siapkan untuk mengantisipasi investasi yang akan masuk di Papua,”kata Kepala Badan Pengembangan SDM Provinsi Papua Zakarias Giayi kepada wartawan belum lama ini Swissbel Hotel Jayapura. 

    Menurutnya, investor yang akan masuk ke Papua cukup banyak namun jika kita tidak siap maka orang lain yang akan masuk.

    “Oleh karena itu, bagaimana kita mengantisipasi hal tersebut maka perlu mempersiapkan SDM yang memenuhi klasifikasi seperti perlu kerjsama dengan semua instansi dalam mempersiapkan SDM dengan baik terutama instansi kunci seperti dinas pendidikan, kesehatan dan tenaga tenaga kerja serta Badan SDM,”terangnya.

    Serta perlu keterlibatan rumpun ekonomi dalam arti luas pertambangan dan lainnya, semua perlu mengambil peran secara serius. Sebab kita tidak bisa kerja sendiri-sendiri. Perlu ada konektivitas keterkaitan dan kordinasi.
    “Pertemuan ini tujuannya adalah bagaimana koordinasi masing-masing sektor dalam persoalan pengembangan SDM di Papua,”ujarnya.

    Hal ini menjadi catatan penting bagaimana melakukan pembangunan kedepan terutama untuk pengembangan SDM di Papua,” kami sudah mulai tahun ini dan anak-anak dari Pegunungan Tengah kami sudah rekrut akan kami kirim ke New Seland, Kanada dan juga pelajar setingkat SMU akan kami kirim ke luar negeri seperti ke New Seland, mengenai jumlah masih sangat kecil,”paparnya.

    Dimana, sekitar tujuh orang ke kanada, untuk jenjang SMU atau kelas satu SMU, namun hal tersebut perlu kerja keras sehingga kami belum mengirim tahun ini kemungkinan bulan Januari tahun depan baru kami dapat mengirimnya.

    “Dalam tiga bulan ini kami kerja secara keras, karena untuk mengirim mereka ke luar negeri bukan hanya masalah bahas yang perlu dilatih tetapi juga masalah teknologi. Makanya tahun depan ada strategis khusus untuk Kawasan Pegunungan Tengah dan dataran sulit fi Papua,”jelasnya.

    Diakuinya, ada empat klasifikasi daerah yakni perkotaan, dataran rendah mudah, dataran rendah sulit dan Pegunungan Tengah. Kawasan ini berbedea-beda, kawasan yang masih minim SDMnya adalah kawasan Pegunungan Tengah dan dataran rendah sulit seperti di Selatan.[tho]


     Sumber: PAPOS


    Polisi Papua Buru Dua Orang Pengurus KNPB

    Warga yang tergabung dalam Komite Nasional Papua Barat (KNPB) memasang sejumlah spanduk sebagai bentuk dukungan berdirinya kantor Perwakilan OPM di Papua Nuigini di sekitar Lapangan Timika Indah, Kabupaten Mimika, Papua, Selasa (26/11). Aksi tersebut dibubarkan aparat gabungan TNI-Polri karena tidak memiliki izin dari kepolisian. (Foto: ANTARA)
    Jakarta - Kepolisian Papua memburu dua orang yang diduga sebagai otak kericuhan antara ratusan orang dari Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan puluhan aparat Kepolisian di Jayapura, Papua, yang teradi beberapa waktu lalu.

    Juru bicara Kepolisian Papua, Sulistyo Pudjo Hartono mengatakan, dua orang berinisial BP dan YRN itu telah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Menurut Sulistyo, mereka adalah pegurus KNPB yang melarikan diri saat penggerebekan polisi di kantor KNPB sebelumnya. Polisi menduga, dua orang itu sengaja merencanakan kerusuhan.

    "Keterlibatan mereka, dua orang ini langsung mengorganisir pertemuan itu. Kemungkinan juga merencanakan kasus itu. Memang kemarin itu sudah direncanakan. Jadi mereka menarik alat-alat senjata tajam dari luar lokasi demo. Saat mereka lari dari lokasi demo itu mereka langsung mengambil senjata di lokasi lain," jelasnya saat dihubungi KBR68H, Minggu (1/12)

    Sulistyo Pudjo Hartono menambahkan, organisasi KNPB saat ini belum tercatat di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), sehingga termasuk organisasi ilegal.

    Pada Selasa (26/11) lalu, sekitar seratusan orang dari Komite Nasional Papua Barat (KNPB) berunjuk rasa di di Taman Budaya Waena Expo, Jayapura, Papua. Dalam orasinya, massa KNPB menyatakan dukungan atas pembukaan kantor Organisasi Papua Merdeka di Port Moresby, ibu kota Papua Nugini pada 1 Desember 2013.

    Unjuk rasa kemudian berujung bentrok dengan aparat kepolisian hingga mengakibatkan belasan orang terluka. Dua di antaranya kritis.

    Editor: Agus Luqman
    Sumber: KBR68H

    Australia tekan Indonesia tentang Papua

    Pesawat tempur F-16 Fighting Falcon Skuadron Udara 3 TNI AU mendarat di Pangkalan Udara Utama TNI AU Iswahjudi, Magetan, Jawa Timur, Jumat (22/11). Lima unit pesawat tempur F-16 Fighting Falcon bersama 60 personel di bawah pimpinan Komandan Wing 3 Lanud Iswahjudi, Kolonel Penerbang Minggit Tribowo, kembali ke markas menyusul penghentian latihan bersama di Australia akibat kasus penyadapan. (ANTARA FOTO/Siswowidodo)
    Jakarta - Direktur Kajian Politik Center for Indonesian National Policy Studies (CINAPS), Guspiabri Sumowigeno, mengatakan, Australia berusaha menekan Indonesia dengan permasalahan Papua setelah kedua negara bersitegang masalah penyadapan.

    "Indonesia nampak menghindari ketegangan diplomatik yang berlarut-larut dengan Australia. Kartu Papua merupakan jurus Australia memaksa Indonesia untuk melakukan hubungan bilateral kedua negara tersebut," kata Sumowigeno, Minggu.

    Menurut dia setelah surat PM Australia, Tony Abbott, diterima Presiden Susilo Yudhoyono, Indonesia menyodorkan ajakan pada Australia menyusun protokol dan kode etik bagi hubungan kedua negara.

    "Sebenarnya tidak lazim suatu negara yang dirugikan malah berinisiatif menyodorkan solusi untuk perbaikan hubungan yang rusak," katanya.

    Indonesia, katanya, cepat sekali melunak. 


    Indikasinya, Indonesia masih mau menampung hibah lima C-130H Hercules dari Australia, dan pernyataan BIN bahwa pihaknya telah mendapatkan jaminan tak ada lagi penyadapan oleh Australia beberapa hari lalu.

    "Ini menunjukkan Indonesia cepat sekali melunak, ingin segera rujuk secara tergesa kepada Australia. Juga tanpa langkah standar berupa permintaan maaf dari Australia," kata dia.

    Dia menduga, begitu cepat Jakarta melunak kepada Canberra mengantisipasi kemungkinan tekanan balik Australia tentang Papua. 

    Dua langkah diatas diharapkan segera memulihkan kerjasama politik kedua negara, yang antara lain menjamin Papua sebagai bagian sah Indonesia.

    Sentimen publik sebenarnya menginginkan Indonesia bisa lebih tegas menghukum Australia, tetapi hal itu sulit dipenuhi pemerintah. Hal ini karena Indonesia cukup tergantung pada kerjasama politik dengan Australia dalam menjamin status politik wilayah Papua.

    "Ini sebenarnya tidak lazim karena kedua negara sama-sama berbobot middle power, meski Australia adalah upper class middle power sementara Indonesia pada lower class middle power. Sikap Indonesia menunjukkan kita tidak bisa menjalankan prinsip bebas aktif. Kita tidak bebas bersikap dan berekspresi," ujarnya.

    Dikatakan, Indonesia hanya bisa lepas dari ketergantungan itu dan bisa lebih independen dalam bersikap dan bebas menunjukkan ekspresi terhadap Australia bila Indonesia memperbaiki profil militernya dengan menggandeng Rusia.

    India sukses melakukan hal ini dengan Rusia, yang terkenal tidak mau campur tangan urusan negara pembeli arsenal militernya. India juga bisa menekan Prancis saat memodernisasi kekuatan udaranya, saat "lelang" C-01 Rafale dari Prancis berhadapan dengan Euro Fighter dan Su-27 Rusia.

    Alhasil, Dassault Breguet dari Prancis bersedia memberi lisensi pembuatan Rafale ke India dalam jumlah signifikan. 

    Alternatif lainnya kata dia mengadakan deal politik militer langsung dengan Amerika Serikat untuk menekan Australia dengan imbalan tertentu, atau menggandeng China menginternasionalisasi isu-isu dalam negeri Australia, utamanya nasib kaum Aborigin.

    Alternatif lebih ekstrem lanjutan, memberi tempat berbagai kekuatan dunia secara bersamaan membuka pangkalan militer di Tanah Air. Misalnya, China diizinkan membangun pangkalan militer di Papua, Amerika Serikat di Natuna, Rusia di Pulau Nias, Perancis di Lombok, dan India di Kalimantan.

    "Kalau berbagai pihak asing membuka pangkalan secara bersamaan, tentu tidak bisa dikatakan melanggar prinsip bebas aktif," katanya.


    Editor: Ade Marboen
    Sumber: ANTARA News


     

    Mahasiswa Papua di Surabaya Minta Papua Barat Merdeka

    Surabaya, Sekitar 100 orang mahasiswa Papua yang kuliah di Surabaya melakukan aksi unjukrasa dan jalan kaki dari Jl. Pandegiling menuju Jl. Gubernur Suryo.

    Dilaporkan AKBP Reydian Kokrosono Kasatlantas Polrestabes Surabaya lewat komunikasi BBM group Suara Surabaya-Satlantas Polrestabes Surabaya, Senin (2/11/2013).

    Kata Reydian, massa mahasiswa Papua itu menuntut resolusi PBB untuk kemerdekaan Papua Barat. "Mereka sudah berjalan kaki dari Jl. Pandegiling sisi Barat menuju ke Gedung Negara Grahadi," kata dia.

    Akibat aksi ini, lalu lintas Jl. Basuki Rahmat dilaporkan Kasatlantas, agak terhambat.(edy)

    Editor: Eddy Prastyo
    Sumber: Surabaya.net

    Seniman Papua, Auleman Pekei Tutup Usia

      
    Alm. Auleman Pekei. Foto: Bonauwa
    Tapi jiwa musik tidak mati begitu saja sebab ia tetap tinggal di sudut-sudut pendengaran manusia... (Kahlil Gibran)

    Jayapura,  Salah satu musisi Papua asal suku Mee yang cukup dikenal para pecinta musik Papua, Auleman Pekei, telah menghembuskan nafasnya terakhir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Paniai, Papua, Minggu (01/12/2013) pukul 06.00 pagi. 

    Rekan-rekannya mengaku sangat kehilangan sosok yang menjadi panutan bagi banyak orang ini. Salah satunya diungkapkan Herman You. Dirinya mengaku sangat kehilangan seniman Papua, sebab menurutnya tak ada anak Papua yang sama selincah dengan Auleman Pekei. 

    "Aul (sapaan akrab Almarhum Auleman Pekey) itu firasatnya tajam, pintar berbicara, pintar ciptakan lagu dalam sedikit waktu, manata musik, dan memainkan melodinya yang unik. Skill dalam mengatur irama juga sangat luar biasa," tutur Herman You sambil menceritakan kisah mereka.

    Kata dia, banyak seniman Papua mengaku bisa bermain musik, namun tak selincah Auleman. "Walaupun orang mencopy aliran musik rancangannya, tapi ciri khas musik asli dan petikan jari-jari Auleman itu orang tak akan temukan. Memang itu bakat alamiah," tutur Herman mengenang.

    Lebih lanjut kata You, ciri khas dan bobot lagu yang diciptakannya hampir setara dengan para musisi pendahulunya, seperti Arnold Ap dan Sam Kapissa. Kelebihan lain yang dimilikinya termasuk ciri khas vokal Auleman yang merdu dan enak untuk didengar.

    Sementara itu rekan seperjuangan lain, Edmar Ukago mengungkapkan merasa menjadi anak tiri atas kepergian pria kelahiran Baliem ini.
    "Kami rekan yang ditinggalkan merasa menjadi tiri, kami sangat berduka," kata Edmar singkat.

    Pencipta lagu Halleluyah Wae itu menambahkan, Auleman sukses dalam karir seni di bidang musik. Ia juga pernah ikut Show Baliem Selection Band di Manado pada tahun 1997 dan meraih juara umum pada ajang itu.

    Edmar berkisah, hasil perjuangan bersama Auleman pernah menjadi terlaris dan terpopuler di Papua. Album yang pernah laris manis tersebut diantaranya, Deiyai Tobe Group edisi perdana rekam di Wamena tahun 1995, rekaman album Mutaetuwai volume 1-2 di Wamena tahun 1998/1999 serta album perdana Taruatune di Nabire tahun 2004.

    Diketahui, album terakhir yang pernah direkam dan beredar dalam bentuk kepingan VCD adalah group Paniai tahun 2012 lalu.

    Auleman dikabarkan akan dimakamkan hari Senin (2/12/2013).
    "Dia (Auleman Pekei) sakitnya demam sekitar satu bulan di Aikai, Enarotali. Hari Jumat yang lalu kami bawa dia ke RSUD untuk mendapatkan pengobatan, tapi di sini hanya 2 hari saja dan tak tertolong, jadi kami ada siap mau bawa jenazahnya ke rumah duka di Aikai. Rencana pemakaman pasti besok hari Senin," tutur Natan Pigai dari Enarotali melalui telepon selulernya.

    Selain sebagai seniman, almarhum juga setiap hari menjalani tugasnya sebagai pegawai negeri pada Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya kabupaten Paniai.

    Sekedar diketahui, Auleman D. Pekey meninggalkan dua orang anaknya yakni Aulsaide Herman Pekey (18) dan Melany Pekey (16). (MS/Abeth Amoye You)


     Penulis : Abeth Amoye You | Minggu, 01 Desember 2013 16:03 
    Sumber : MAJALAH SELANGKAH.com 

    Peringatan HUT Kemerdekaan Papua Di Nabire Berlangsung Aman Dan Tertib

    (Ibadah berlangsung di Taman Bunga Oyehe Nabire/Jubi)

    Nabire, Situasi keamanan di kota Nabire pada peringatan HUT kemerdekaan Papua (01/12) terpantau aman dan kondusif. Adapun peringatan HUT 1 desember yang biasanya diperingati dengan ibadah syukuran oleh warga Papua, berlangsung juga di Taman Bunga Oyehe Nabire.

    Ibadah syukuran ini dimulai pukul 10.00 pagi, dan diperingati dalam pengawasan aparat keamanan gabungan dari TNI/Polri. Sesuai kesepakatan sebelumnya antara panitia perayaan HUT Papua dengan Kapolres Nabire, semua ketentuan yang sudah disepakati bersama tidak dilanggar, sehingga ibadah berjalan dengan aman hingga selesai.

    Ibadah di Taman Bunga Oyehe ini dipimpin langsung oleh EV. Marthen Suu. Setelah ibadah suasana agak sedikit tegang dikarenakan salah seorang dari peserta ibadah yaitu Yones Douw diminta menyampaikan orasi yang berkaitan dengan pelanggaran HAM yang terjadi selama ini di Papua. Namun hingga orasi selesai, situasi tetap terkendali.

    Warga yang menghadiri ibadah di Taman Bunga Oyehe ini diperkirakan hampir mencapai 6 ribu orang.

    Perayaan peringatan 1 desember pun bukan hanya digelar di Nabire, tapi juga dilakukan di beberapa wilayah pegunungan tengah seperti di terminal taksi Moanemani Dogiyai, di kabupaten Puncak Jaya, dan juga di Timika.

    Semua kegiatan perayaan HUT 1 desember ini berlangsung aman, tertib dan kondusif.

    Pidato-Politik-1-Des-2013-di-Nabire


    (Foto Ibadah Perayaan Hut 1 Desember di Nabire, Timika & Puncak Jaya)
     
    Sumber: http://www.nabire.net/peringatan-hut-kemerdekaan-papua-di-nabire-berlangsung-aman-dan-tertib/

    PM Vanuatu Minta Anggota Persemakmuran Dukung West Papua

    Vanuatu – Pada Pertemuan negara anggota Persemakmuran (CHOGM) di Sri Langka, Kolombia 10-17 November 2013 lalu, Perdana Menteri Vanuatu, Moana Carcasses Kalosil telah meminta anggota negara persemakmuran untuk mendengar tangisan penderitaan rakyat West Papua.

    Reporter Ricky Binihi melalui Dailypost Vanuatu kemarin (21/11) melaporkan upaya Moana Carcasses yang tanpa henti terus menjadikan persoalan West Papua sebagai pusat perhatian internasional agar penderitaan sesama Melanesia di West Papua dapat didengar oleh Internasional.
    Dia mengatakan rakyat Papua Barat masih terikat oleh kehendak dari imperialisme dan kolonialisme sehingga ” kita tidak bisa terus menyangkal hak-hak mereka sehingga saya sebut pada upaya kita bersama untuk mendukung perjuangan mereka.”

    Pada tahun 1969 PBB mensponsori Act of Free Choice di mana 1.025 orang yang dipilih oleh Tentara Nasional Indonesia di Papua Barat dan diminta untuk memilih dengan mengangkat tangan apakah mereka ingin Papua Barat menjadi bagian “integral” dari Indonesia.
    Papua Barat adalah rumah bagi jutaan Melanesia dan bukan hanya 1025 yang mengangkat tangan individu untuk Act of Free Choice tahun 1969 dan baru-baru PM Carcasses mengatakan kepada Majelis Umum PBB bahwa itu adalah kesalahan PBB yang di Papua Barat dan beban ini ada pada PBB sehingga mereka harus meluruskan. (cia)

     ( Sumber: knpbnews.com )

    Persipura Berharap Dukungan Dana Dari Bank Papua

    Ketua Umum Persipura, Benhur Tommy Mano, berharap ada tambahan dukungan dana dari Bank Papua untuk Persipura Jayapura pada musim depan.

    “Itu saya minta Bank Papua bisa menambah dukungan untuk satu musim ISL 2013/2014 buat tim kebanggaan kita semua,” ujar Benhur Tommy Mano pada hari Jumat (22/11)

    Mano berharap nilai sokongan ini tentunya akan lebih besar dari pada tahun yang sebelumnya, dimana Bank Papua memberikan sokongan dana sebesar 4,5 Miliar. “Barangkali bisa naik 10 kah, 7 kah ,” ungkap Mano.

    Terkait dengan kontrak kerjasama PT Freeport Indonesia, Tommy Mano mengaku pihaknya belum membicarakan hal tersebut. Tetapi Persipura Jayapura akan melakukan coaching clinic di Timika pada bulan Desember nanti. Pada kesempatan terssebut, mungkin akan dibicarakan soal kontrak kerjasama Persipura dengan PT. Freeport Indonesia.

    Terkait dengan permintaan tambahan sokongan dana, Dirut Bank Papua, Johan Kafiar mengaku sangat merespon dan mengapresiasi keinginan Tommu Mano yang juga notabene Kepala Pemerintaan Kota Jayapura ini.

    (Sumber : Tabloidjubi.com)

    Pemda Desak Menteri Loloskan Seluruh Honorer K2

    JAKARTA -- Sejumlah bupati bersama anggota DPRD dari beberapa daerah mendesak agar Panitia Penerimaan CPNS Pusat meloloskan semua tenaga honorer kategori dua (K2) yang mengikuti tes pada 3 November 2013.

    Desakan tersebut disampaikan langsung kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Azwar Abubakar.

    Sejumlah kepala daerah yang menemui Azwar antara lain Bupati Deiyai (Papua), Bupati Meranti (Riau), Bupati Minahasa Selatan, dan beberapa anggota DPRD Kota Ambon. Pertemuan digelar di kantor Kemenpan-RB, Jumat (22/11).

    Secara umum, alasan yang disampaikan para bupati dan anggota DPRD, selain para honorer K2 sudah lama mengabdi, mereka juga benar-benar dibutuhkan daerah masing-masing.

    “Mereka itu bertugas di kota, sementara yang di pelosok-pelosok tidak ada,” ujar anggota DPRD Kota Ambon Rovik A. Afifudin.

    Dia minta agar 795 honorer K2 dari Kota Ambin dapat diluluskan semuanya, karena di daerah itu distribusi pegawainya tidak merata. Banyak dari guru dan tenaga kesehatan di Ambon yang datang dari luar daerah.

    Hal senada disampaikan Bupati Meranti Irwan, yang minta agar 384 tenaga honorer K2 diluluskan seluruhnya. Alasannya, sebagai kabupaten baru hasil pemekaran, lanjut Irwan, Meranti masih banyak membutuhkan pegawai.

    Pegawai yang ada, lanjutnya, sebagian besar merupakan pegawai limpahan dari kabupaten induk. “Kami membutuhkan pegawai untuk ditempatkan di puskesmas dan sekolah-sekolah di pulau-pulau terluar,” ujarnya.

    Sementara Bupati Minahasa Selatan Christiany E. Paruntu mengatakan, pihaknya membutuhkan setidaknya tambahan 1000 pegawai. Untuk itu, dia minta agar 647 tenaga honorer kategori 2 yang ikut tes diluluskan semua. Sementara Bupati Deiyai (Papua), Danoe Takimai, yang menginginkan agar kewenangan seleksi CPNS dikembalikan ke daerah.

    Menanggapi desakan itu, Azwar Abubakar tidak menjawab secara tegas. Dia mengatakan, perlakuan khusus atau afirmasi jangan sampai mengurangi rasa keadilan dalam seleksi CPNS.

    Dia juga meminta masing-masing daerah menyampaikan peta kebutuhan pegawai, termasuk distribusinya. “Prinsipinya, jangan ada sekolah yang tidak ada gurunya, dan puskesmas tidak ada dokternya,” tegas menteri asal Aceh itu.

    Dari tanggapannya, terlihat sinyal Azwar menolak permintaan tersebut. Pasalnya, dalam kesempatan itu, dia  malah meminta para bupati dan DPRD untuk mendorong terciptanya lapangan kerja di daerah masing-masing, dengan mempermudah masuknya investasi, meningkatkan pelayanan perizinan untuk membuka usaha. (sam/esy/jpnn)

    Adik Barak Obama Akan Ke Papua

    JAYAPURA, Adik tiri Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, Maya Soetoro,  direncanakan akan berkunjung ke Jayapura, Papua pada 2014 mendatang. Hal itu dikatakan Lukas Enembe,SIP,MH, Gubernur Papua, kepada wartawan usai melakukan acara makan malam Pemprov Papua bersama dengan pihak Hawaii University, di Swissbell Hotel, Jayapura, Kamis, 21 November 2013, malam.

    Menurut Lukas, Kedatangan Maya Soetoro sebagai tindak lanjut dari kerja sama antara Hawai University dan Universitas Cenderawasih di bidang pendidikan, "Rencananya tahun depan dan ini kunjungan awal," ungkap Gubernur menjawab pertanyaan wartawan.

    Sebelum kunjungan Maya ke Papua, Ada tim dosen dari Hawai University ke Jayapura. Kunjungan ini sebagai  kunjungan balasan, setelah pada bulan September lalu, Pemprov Papua berkunjung ke Hawaii, "Pertemuan kami ini hanya makan malam saja, Ini kelanjutan dari kunjungan Pemprov Papua di Hawaii University, dimana ada MoU atau Nota kesepahaman yang telah ditandatangani bersama dengan Universitas Cenderawasih yang diwakili Rektor Uncen Karel Sesa, dimana saya sebagai gubernur menjadi saksi," kata Lukas Enembe.

    Inti kerja sama dengan Hawaii, hampir sama dengan Australia, terutama di bidang pendidikan. Seperti pengiriman guru-guru untuk studi di Australia, kemudian dosen dan juga pegawai, "Sebelum Maya Soetoro ke Jayapura  Papua, tim ini terlebih dahulu akan melihat permasalahan yang dihadapi di sini, Follow up dari kerja sama itu apa," terangnya.

    Selama beberapa hari berada di Jayapura, Tim Hawaii University sudah melihat ada yang tidak pas, terkait dengan metode sistem mengajar guru, "Ternyata dari segi guru dan metode mengajarnya, banyak yang tidak sesuai. Tadi kita mendengarkan penjelasan mereka (tim dosen Hawaii University-red), Bahwa begitu ditanya anak -anak putra daerah tidak bisa belajar baik sesuai keluhan para guru. Dengan demikian metode mengajar gurunya yang salah. Jadi sebenarnya guru tidak boleh mengeluh seperti itu,"jelasnya panjang lebar.

    Menurutnya, tugas dari guru adalah bagaimana orang yang bodoh itu bisa menjadi pintar, dan itu yang harus diubah, yakni mengubah cara mendidik dan mengajarnya. "Jadi banyak hal yang mereka lihat selama berada di Jayapura," pungkasnya.

    Pada acara makan malam itu, Gubernur Papua didampingi Plt. Sekda Papua, Hery Dosinaen dan Kepala Badan Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri, Susanna Wanggai.(cak/fud/jpnn)
     
     
     

    Pecahnya Indonesia Pada Tahun 2015

    Djuyoto Memprediksi Tahun 2015 Indonesia Pecah. Beragam reaksi dan tanggapan muncul ketika wacana tentang masa depan Indonesia, yang juga dijadikan judul buku oleh Djuyoto Suntani, itu muncul dalam acara Dialog Kebangsaan berjudul Indonesia: Kemarin, Kini dan Esok sekaligus peluncuran buku tersebut. Komentar bernada pesimis, optimis, hingga rasa tidak percaya silih berganti diberikan oleh berbagai pihak yang hadir di Gedung Aneka Bhakti Departemen Sosial kemarin. Mungkinkah Indonesia benar-benar akan ‘pecah’ pada tahun 2015?

    Djuyoto Suntani, sang penulis buku, menyatakan dalam bukunya paling tidak ada tujuh faktor utama yang akan menyebabkan Indonesia “pecah” menjadi 17 kepingan negeri-negeri kecil di tahun 2015. Kepingan negeri-negeri kecil itu sendiri menurutnya didirikan berdasarkan atas:

    1. Kepentingan rimordial (kesamaan etnis),
    2. Ikatan ekonomis (kepentingan bisnis),
    3. Ikatan kultur (kesamaan budaya),
    4. Ikatan ideologis (kepentingan politik), dan
    5. Ikatan regilius (membangun negara berdasar agama).

    Penyebab pertama adalah siklus tujuh abad atau 70 tahun. Dalam bukunya ia menuliskan;
    “Seperti kita ketahui, semua yang terjadi di alam ini mengikuti suatu siklus tertentu. Eksistensi suatu bangsa dan negara juga termasuk dalam suatu siklus yang berjalan sesuai dengan ketentuan hukum alam. Dia mengambil contoh Kerajaan Sriwijaya yang berkuasa pada abad 6-7 M di mana waktu itu rakyat di kawasan Nusantara bersatu di bawah kepemimpinannya. Memasuki usia ke-70 tahun kerajaan itu mulai buyar dan muncul banyak kerajaan kecil yang mandiri berdaulat. Alhasil, di awal abad ke-9 nama Kerajaan Sriwijaya hanya tinggal sejarah. Tujuh abad kemudian (abad 13-14 M) lahir Kerajaan Majapahit di Trowulan, Jawa Timur sekarang. Kerajaan besar itu berhasil menyatukan kembali penduduk Nusantara. Namun, kerajaan ini pun bernasib sama dengan Sriwijaya. Memasuki usia ke-70 pengaruhnya mulai hilang dan bermunculanlah kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara. Nama Majapahit pun hilang ditelan bumi. Tujuh abad pasca-jatuhnya Majapahit, di tahun 1945 (abad 20) rakyat Nusantara kembali bersatu dalam suatu ikatan negara bangsa bernama Republik Indonesia (abad 20-21). Tahun 2015 akan bertepatan RI merayakan HUT-nya yang ke-70″.



     Selengkanya Baca:

    http://tigidoovoice.blogspot.com/2013/11/pecahnya-indonesia-pada-tahun-2015.html




    Australian consular staff threatened West Papuans with police, Dfat admits

    2) Indonesian Army Withdraws Fighter Jets from Australia
    --------------------------------------------------------------------

    1) Australian consular staff threatened West Papuans with police, Dfat admits

    Admission contradicts previous government denials that activists who scaled Australian consulate walls were threatened

    Officials from the Department of Foreign Affairs and Trade have now confirmed consular staff in Bali threatened to call the police if a group of West Papuan activists did not leave the Australian compound.
    Three West Papuan activists entered the Australian consulate in Baliin early October in a protest that coincided with the Apec summit in Bali – an embarrassing development for Australia and the then newly elected Abbott government, given acute Indonesian political sensitivities about the pro-sovereignty movement in the Papua provinces.
    The activists wanted to call on the Australian government to pressure Indonesia to release all Papuan political prisoners and open the province to routine scrutiny by foreign journalists. The three men scaled the security fence and entered the Australian consulate just after 3am on 6 October.
    Immediately after the incident, the Department of Foreign Affairs and Trade said in a statement: "We can confirm that three individuals from Indonesia’s Papua provinces delivered a protest letter at the Australian consulate general in Bali this morning to Australia’s consul general. The three men left the consulate voluntarily before 7am."
    This statement contradicted the first-hand account of the activists, who insisted they departed because Australian officials threatened to call the local police or the military.
    The foreign minister, Julie Bishop, denied on ABC Radio shortly after the incident that threats were made. "I'm advised that no threats were made," she said. "Indeed, I understand we called them a taxi ... when their friend who was to pick them up didn't turn up.”
    Appearing before a Senate estimates hearing on Thursday, Dfat officials conceded the West Papuans were in fact told police would be called if they refused to leave the consulate.
    That answer came in response to a series of questions from the Greens senator Richard Di Natale, who has expressed concern about the safety and wellbeing of the activists since the incident.
    Other Senate crossbenchers, including the Democratic Labour party senator John Madigan and the South Australian independent Nick Xenophon, have also raised concerns about the safety of the three men.
    The Dfat officials indicated it was protocol in cases such as the October protest to tell activists that police will be called if they don’t depart.
    Dfat deputy secretary Paul Grigson said Australian diplomatic posts were not a “place of automatic sanctuary” and could not operate effectively if they were treated as such.
    Di Natale asked the officials could he take it then from their broad answer about protest protocols that the West Papuans were told police would be called if they didn’t leave? “Yes senator,” Grigson told the hearing.
    Grigson said the activists had also been told they could seek a conversation with the consul general at another point if they agreed to leave.
    Di Natale asked the officials, given concerns about human rights abuses in Papua perpetrated against sovereignty activists, and the concerns activists have about any entanglements with police, whether the threat to call the authorities endangered their safety. “I don’t accept that senator,” Grigson said.
    He argued the method of response was a judgment call for the head of post, “which I support”.
    Prime minister Tony Abbott at the time issued a public rebuke to the activists. “Australia will not give people a platform to grandstand against Indonesia,” Abbott told reporters at the Apec summit in October.
    “We have a very strong relationship with Indonesia. We are not going to give people a platform to grandstand against Indonesia. I want that to be absolutely crystal clear.”
    ----------------------
    2) Indonesian Army Withdraws Fighter Jets from Australia
    TEMPO.COJakarta - The Indonesian National Army has temporarily halt its military cooperation with the Australian administration by withdrawing six F-16 fighter jets from a joint-excercise in Darwin.
    "The jets will be returning to Indonesia by Thursday [November 21]," said Indonesia National Army Chief of Staff General Moeldoko.
    The Chief of Staff mentioned that the jets were supposed to participate in a joint military exercise between the two nations in November 24. Moreover, General Moeldoko confirmed that several operations have also been temporarily stopped such as joint patrols and military educations.
    The call was made in relation to the government's stance in response to the wiretapping activities conducted by the Australian Government. Any forms of cooperations related to information and intelligance exchange will later be re-assessed.
    General Moeldoko claimed that such action will inevitably disturb the bilateral relation between the two nations. However, he claimed that the Army will attempt to keep things balanced.
    PRIHANDOKO
     
    Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

    Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

    Proudly powered by Blogger