Tampa Sebab, Aparat Polisi Menyiksa Seorang Warga Sipil Di Kabupaten Deiyai Papua

Ilustrasi@
Deiyai - Jumat (28/06), Oknum Aparat Brimob mengeluarkan rentetan penembakan terhadap warga sipil di daerah Deiyai, Papua. Sejak pagi tadi (28/06), Kabupaten Deiyai sangat bersahabat dengan bunyi peluru. Situasi kota deiyai semakin mencekam dengan bunyi tembakan yang di keluarakan oleh Aparat Polisi dari satuan Brigadir mobil (Brimob) itu.

Masyarakat yang ada di sekitar kabupaten deiyai, tidak menjauhi dari bunyi rentetan itu,  Namun mereka semakin mendekati ke arah bunyi senjata tersebut. Semakin perlahan, masyarakat semakin banyak. 
Ternyata tampa rencana dan di undang, Markas penginapan Brimob didatangi dan dikelilingi oleh warga setempat. Orang berbondong-bondong terus mamadatinya. Tapi, tembakan tersebut menjadi “receptionis” bagi warga Deiyai.

Warga terus, mendatangi kantor Brigadir mobil (brimob) yang bertugas di daerah kabupaten deiyai, Ternyata Polisi dari satuan Brigadir mobil (Brimob) itu sedang melakukan tindakan kekerasan terhadap seorang warga sipil. nama korbannya. Pontianus madai yang tinggal di DesaYabadimi, tidak jauh dari kota wakeitei Ibukota Kabupaten Deiyai, Papua. 
Berdasarkan informasi yang Kami terima dari salah satu pemuda deiyai, fery, brimob memukul korban tersebut tanpa alasan yang mendasar. Tidak mabuk atau pun melakukan tindakan lainya. Bahkan, korban tersebut tidak biasa komsumsi Munuman keras. Fery menceritakan; malam jumat (27/06), ketika lelaki tersebut pulang dari kios seusai belanja gula, kopi dan susu, dirinya di hadang oleh sekelompok orang yang terdiri dari 4 orang. 
Orang-orang tersebut adalah; 2 diantaranya pemuda setempat (masih dalam proses identifikasi identitas) dan 2 orang lainya aparat brimob. Para pelaku tidak segang-segang dan tampa bertanya langsung keluarkan tendangan ke arah korban. Sehingga, pontianus mengalami luka berat di kepala bahkan di anggota badan lainnya. Korban tidak keluarkan pukulan atau perlawanan ke arah lawan. Setelah itu, dia melarikan diri ke rumah, di desa yabadimi. Setelah tiba di rumah ia sampaikan kepada rekan-rekannya yang ada di rumah. 
Dan informasi tersebut menyebar ke seluruh masyarakat deiyai. Tanpa dikomando, secara serentak masyarakat padati jantung kota wakeitei ini. Semakin banyak masyarakat dan mereka menuntut ke kepala suku adat, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh perempuan untuk mengusir brimob dari kabupaten deiyai. Secara serentak, hitam diatas putih, segenap masyarakat deiyai, menolak dan tidak izinkan untuk selamanya, mendirikan kantor brimob di kabupaten deiyai. Hal yang sama juga, masyarakat lakukan terhadap Tim Khusus (Timsus), Yonif 753, Arga Vira tama (Arvita) waghete, beberapa tahun yang silam. Jadi, masyarakat tutup kantor brimob adalah yang kedua kali. 
Hari semakin sore, cuaca kota waghetepun tidak bersahabat. Alam deiyai, terus menangis. Hujan dan badai menutupi lembah tigi ini. Seakan-akan alam ini, ikut marah terhadap tindakan represif yang di lakukan oleh brimob ini.
Sore tadi, jumat 27/06, Kapolres Paniai, sekaligus sebagai pimpinan kepolisian di daerah itu, menjemput seluruh personil Brigadir Mobil (Brimob) untuk kembali ke kabupaten Paniai. Sebelumnya, Brimob nginap  dan menjadian kantor mereka di salah satu rumah dinas milik pemerintah daerah, distrik tigi, kabupaten deiyai papua. 
Demikian informasi yang di terima dari fery melalui telepon selulernya, jumat (28-06-13).
(Ones Madai)

 

HIV/AIDS di Papua Capai 13.276 Kasus

BIAK -- Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Papua, Drh Costan Karma, mengungkapkan berdasarkan data Dinas Kesehatan Papua hingga 31 Desember 2012 jumlah pengidap HIV/AIDS di wilayah paling Timur Indonesia ini telah mencapai 13.276 kasus.

"Melalui pelatihan penguatan kapasitas CST se kawasan Teluk Cenderawasih diharapkan dapat menekan penularan kasus HIV/AIDS di tanah Papua," ungkap Costan pada sambutan tertulis dibacakan Sekretaris KPA Biak Numfor, Umar Saleh, pada pelatihan CST di Biak, Jumat (28/6).

Ia mengakui, penularan penyakit HIV/AIDS di Provinsi Papua setiap waktu mengalami peningkatan serta tidak mengenal latar belakang pengidapya. Kepada semua elemen masyarakat, lanjut Costan Karma, harus senantiasa mencegah penularan bahaya penyakit HIV/AIDS dengan memberikan penyadaran dan penerangan kepada warga terhadap bahaya tertularnya virus mematikan ini.

"Pelatihan CST se kawasan Teluk Cenderawasih diharapkan dapat meningkatkan pemahaman petugas di lapangan untuk mencegah penularan virus mematikan HIV/AIDS," harap Costan. Pelatihan CST bagi petugas medis di wilayah Teluk Cenderawasih melibatkan pengelola VCT rumah sakit umum daerah, dokter Puskesmas, petugas medis perwakilan Biak Numfor, Serui, Waropen, dan Kabupaten Supiori.

Ia berharap, setelah pelatihan CST diharapkan bisa menambah pengetahuan bagi petugas medis sehingga bisa mendukung kelancaran tugas penanganan pencegahan penularan HIV/AIDS di lingkungan tugas bersangkutan.

Redaktur : Dewi Mardiani
Sumber : Antara  

Bakurebe Jadi Presiden West Papua

Lamaran agar West Papua
jadi anggota dalam pertemuan
Melanesian Spearhead Group di
New Caledonia (Foto: Ist).
Oleh: Filep Karma*
Rakyat West Papua dan kemerdekaannya, sekali lagi, jadi korban dan tertunda gara-gara para pemimpin politik dan perjuangan Papua bakurebe jadi “sa saja boleh.”

Sejak cita-cita kemerdekaan West Papua dikumandangkan tahun 1940an, sampai saat ini, kembali persoalan bakurebe berulang dan berulang lagi.


Sampai hati sekali para pemimpin politik Papua korbankan rakyatnya dan memberikan harapan-harapan palsu yang membungkus ambisi pribadi, yang mengatasnamakan penderitaan rakyat?

Yang berjuang karna mo jadi presiden, ato perdana menteri, menteri luar negeri, menteri keuangan, menteri dalam negeri, panglima TPN/OPM, pokok super tertinggi dan lain-lain jabatan atau mau dapa gelar: Bapak Papua atau Mama Papua. Bakurebe sebutan kepahlawanan yang membanggakan.

Saya ikhlas dan rela jika nama saya dilupakan dan dihapus, tidak ditulis dalam sejarah bangsa West Papua! Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh yang Maha Pencipta (Lukas 16:15c).

Sadarlah! Wahai para pemimpin perjuangan papua.
Bersatulah! Tanggalkan segala egomu!
Rakyat West Papua masih dijajah!
Bersatulah! Dan bersama berjuang dalam satu satu strategi bersama yang sinergis untuk membebaskan rakyat West Papua dari penjajahan, penindasan, perampasan, perampokan, pemerkosaan, pemiskinan, penghinaan, perlakuan diskriminasi ras, pemarginalan, pen-stereo-type-an , penghilangan paksa, penangkapan sewenang-wenang, penahanan tak sah, penyiksaan, penahanan tanpa pengadilan, penculikan, pembunuhan, pembunuhan tanpa jejak, genosida, dan segala bentuk kejahatan yang merupakan pelanggaran hak asasi manusia pemerintah Indonesia!

Sejarah Papua mencatat cukup banyak kejadian bakurebe:
  • 1940-an di Biak, Angganita Menufandu bakurebe pangaruh deng Birmor;
  • 1950-an sampai 1961 di Hollandia, Markus Kaisiepo dan Nicolaas Jouwe bakurebe pangaruh di Dewan Papua (Nieuw Guinea Raad);
  • 1962 sampai meninggalnya Markus Wonggor Kaisiepo, dorang dan Nicolaas Jouwe, bakurebe jadi “presiden” West Papua sementara mereka tinggal di Belanda;
  • 1962 Group Serui Herman Wayoi bakurebe deng Group Biak Kaisiepo;
  • 1972-1990 Seth Rumkoren dan Jacob Pray bakurebe jadi “presiden” dengan Michael Karet;
  • 14-12-1988 Dr. Thomas Wanggai bakurebe jadi “presiden”;
  • 02-06-2000 Theys H Eluay dan Thomas Beanal bakurebe jadi “presiden”;
  • 5-08-2004 Edison Waromi dan West Papua National Authority bakurebe jadi “presiden”;
  • 007 West Papua National Coalition for Liberation, Presidium Dewan Papua dan West Papua National Authority bakurebe mewakili bangsa West Papua di Pasifik Islands Forum akhirnya ditolak semua;
  • 19-10-2011 Forkorus Yaboisembut, Edison Waromi, Samuel Paiki, Alberth Kaliele dan Terrianus Yokhu bakurebe jadi “presiden”;
  • 17 Juni 2013, West Papua National Coalition for Liberation bakurebe deng Negara Federal Republik Papua Barat, satu organ WPNA, bakurebe mewakili bangsa West Papua di Melanesia Spearhead Group di Noumea, New Caledonia.
Semuanya ini harus jadi pelajaran buat torang smua. Yang bakurebe-bakurebe hampir smua so mati! Tra dapat apa-apa! Presiden-presiden so mati semua tanpa pernah jadi presiden betul.
Tapi torang pu rakyat blom merdeka. Trus Kamorang masi bakurebe trus kah?
Ssttttttooooooopppppp sudah!!!!!!
 
Rakyat West Papua ada menderita, ada mati setiap menit, ada menjerit setiap saat!
Apakah para pemimpin politik dan pemimpin perjuangan su buta dan pongo kah?
Ingat apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh yang Maha Pencipta.

Jangan petingkan dikagumi orang. Tapi pentingkan kebebasan rakyat West Papua dari penjajahan Indonesia, lewat kerelaan hati untuk mengakui dan menghargai hasil kerja sesama pejuang yang lain serta rela bekerjasama mensinergiskan konsep perjuangan, tanpa menggunting dalam lipatan.

Renungan dalam bilik istana perjuangan.
*Filep Karma adalah Tawanan Politik Papua Merdeka. Ia dihukum 15 tahun penjara oleh pemerintah Indonesia. Ia ditahan sejak Desember 2004 di Jayapura, Papua.

Sumber: http://suarapapua.com/2013/06/bakurebe-jadi-presiden-west-papua/



 

FNMP Semarang Dan Salatiga Mendukung Papua masuk di MSG

Pohto aksi (Ambros Yobe)
SEMARANG, (selasa/18/06/03) - Aksi mahasiswa yang tergabung dalam Front Nasional Mahasiswa Papua Semarang dan Salatiga mulai melakukan aksi di depan Air Mancur UNDIP sekitar pukul 10.00 wib – sampai 12.30 wib, dalam aksi ini dengan rute mengelilingi bundaran simpang lima semarang dengan pengawalan beberapa anggota kepolisian dari Polrestabes Semarang. 

Aksi tersebut berupa dukungan pembahasan tentang Papua menjadi anggota tetap di melanesian Spearhead Group (MSG), melalui Konferensi Tingkat Tinggi  (KTT) negara-negara anggota melanesian (oseania/pasifik) Pada Tanggal 18 -21 Juni 2013
Dalam aksi yang dikoordinir oleh Yance Iyai itu mengatakan bangsa papua sangat apresiasi dengan dibahasnya papua barat (west papua) masuk menjadi anggota MSG, “semoga kelaknya penderitaan rakyat west Papua selama ini seperti: pemenjaraan ditanah papua, pembantaian, pembunuhan mampu dibicarakan oleh anggota negara-negara MSG didunia internasional” katanya. 
  
 Dalam aksi itu mereka menyampaikan beberapa tuntutan yaitu;
1. Kami sebagai bangsa west papua sangat mendukung west papua secara resmi akan dimasukkan menjadi anggota tetap  melanesian spearehead group (MSG) melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-18 negara-negara anggota  MSG di noumea, kanaky pada hari ini. 
     2. Kami sebagai bangsa papua meminta kepada pemerintah RI bahwa segera memberikan  kesempatan menentukan nasib sendiri sebagai  satu bangsa yang berbedah. 
      3. Kami sebagai bangsa west papua menolak rencana pemerintah  memberikan grasi kepada TAPOL/NAPOL serta rencana pemerintah RI mereka  ini memberikan  jabatan pemerintahan  dalam NKRI. 
  Setelah selesai menyampaikan aksi dukungan tersebut para mahasiswa dengan tenang membibarkan diri.     ( Ambrosius Yobee)


 Sumber: http://tuantanahpapuanews.blogspot.com


Could West Papua be Abbott's East Timor?

Photo: West Papua is creating tension beyond its borders as it fights for independence. (Reuters)
Australia was instrumental in supporting East Timor's fight for independence in the 1990s. What role would an Australian Coalition government have in the move towards West Papuan independence, asks Tracee Hutchison.
When former prime minister John Howard and then foreign minister Alexander Downer began working toward East Timor's independence in 1999, history now tells us that they did so, initially, without letting on to the Indonesian government.
As the Australian government continued to publically support Jakarta's territorial claim over the resource-rich Indonesian province, privately the actions of Howard and Downer set in motion the makings of a new nation.
John Howard's leadership overseeing the UN-sponsored independence referendum and Australia's peacekeeping role in the fledgling nation remains, as he wrote in his biography Lazarus Rising, one of his proudest achievements and won him international acclaim. (Perhaps everywhere except Indonesia, where the issue of Timor Leste remains contentious).
But Australia's spiritual investment in East Timor was already considerable by the time the country voted overwhelmingly to break free from Indonesian rule. The killing of five Australian newsmen at Balibo in 1975 and the wave of Timorese refugees who made Australia home in the wake of the Indonesian occupation meant many Australians knew Timor's story well.
And it helped that the country had a Mandela-like leader who led Fretilin's resistance from his jail cell, one who also happened to fall in love with his Australian go-between in the process - and another who traversed the world stage as leader-in-exile, a Nobel peace laureate in the making.
Fast-forward 11 years after Xanana Gusmao was sworn in as the country's first president and the prospect of another Timor-like territorial tug of war with Indonesia at its epicentre is getting some tentative traction in the region. This time it is the Indonesian restive province of West Papua that is creating tension beyond its borders.
While Australian political leaders spent another week focused on a power struggle over who would lead the country, heads of state from Pacific island nations were grappling with a power struggle over a West Papuan application for membership of the Melanesian Spearhead Group, an intergovernmental organisation made up of the four Melanesian states; Fiji, Papua New Guinea, Solomon Islands and Vanuatu. The West Papuan National Coalition for Liberation had proposed that, as ethnic Melanesians, Papuans had a right to representation.
At first blush it's not the stuff of headlines and in Australia it didn't make any. After all, the MSG's core business of promoting regional trade and political consultation within a 'Melanesian framework' isn't going to be of much consequence to too many people in Australia.
But the mere fact the MSG made Papua's application for inclusion in the group an agenda item is significant in itself. And one that won't have gone unnoticed in Jakarta. Nor would the group's joint communiqué - released without any fanfare late on Friday night - that alleged human rights abuse in the Indonesian province need to be addressed as part of ongoing engagement and dialogue with Indonesia.
These may well prove to be benign manoeuvrings, but at least one Melanesian leader has warned that history would judge them poorly if the bloc displayed a lack of leadership on the West Papua issue. Vanuatu's prime minister Moana Carcasses  - a strong supporter of Papuan independence - told fellow MSG leaders that the group's "failure to take decisive action" on Papua would be "exposed by future generations".
While the application is still being considered, the prospect of West Papuan membership in the Melanesian Spearhead Group poses a vexing dilemma for regional geopolitics. In the lead-up to last week's meeting of the MSG PNG prime minister Peter O'Neill slipped up to Jakarta for a meeting with Indonesian president Susilo Bambang Yudhoyono vowing to raise human rights abuses in West Papua in their discussions. Publically, SBY and O'Neill issued a joint statement on those talks that the two nations would "work together" on their shared border issues. Again, the mere fact the issue was raised at this level is not insignificant.
Australia supports Indonesia's territorial governance over West Papua and neither side of politics would meet with high-profile West Papuan independence campaigner Benny Wenda when he undertook his self-described 'Freedom Tour' through Australia, New Zealand, PNG and Vanuatu earlier this year. Benda lives in exile in London and counts Julian Assange's Australian lawyer Jennifer Robinson among his supporters.
But while Australia currently keeps the Papuan cause at arms-length, it hasn't always been that way. Australia, somewhat controversially, accepted a group of West Papuan asylum seekers as genuine refugees back in 2006. The group of 43 - community leaders and their families among them - had fled in fear after violence broke out when the West Papuan flag, the Morning Star, was raised in direct defiance of Indonesian law in the province. The incident caused a bitter diplomatic spat between Jakarta and Canberra. Australia, by acknowledging the group would face persecution if they returned home, had directly challenged Indonesia's sovereignty and governing policy in West Papua. John Howard was Australian prime minister and SBY was Indonesia's president.
In more recent years, the Liberal/National Coalition has mirrored the Rudd/Gillard position on Papua. Both sides of Australian politics understand Jakarta's influence and strategic importance as a regional powerhouse and both have been massaging the relationship through the prism of regional security and economic development.
Despite a steady flow of allegations of human rights abuses in West Papua since the country's 'Act of Free Choice' elections in 1969, the issue of West Papuan independence remains firmly off the Australian-Indonesian bilateral political agenda. It is a curious twist of history and fate that Australia fell in love with East Timor's quest for independence from Indonesian but West Papua, with its not dissimilar circumstance, has been something of a silent witness.
In three months time, if the polls are accurate, Australia will have a new prime minister and a new foreign minister. Tony Abbott is a proud protégé of John Howard and Julie Bishop, should she stay in the foreign affairs portfolio, has invested a great deal travelling and talking to regional leaders in the Pacific. Bishop, in particular, would understand the acute sensitivities of the Papua question in the Melanesian context.
When John Howard was elected prime minister in 1996 an independent East Timor was unthinkable but it proved to be his greatest, and most unlikely, foreign policy triumph. Could an equally unthinkable destiny await West Papua under the stewardship of an Abbott-led Australian Government?
The momentum for change may well be starting to rumble across the Pacific.
Tracee Hutchison broadcasts across Australia/Asia/Pacific for ABC News Radio and Radio Australia. View her full profile here.




SI Mendukung Seruan Untuk Menghentikan Semua Kekejaman Indonesia

Solomon - Pemerintah Kepulauan Solomon telah menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk menghentikan semua kekejaman dan pelanggaran HAM di provinsi Papua Barat, Indonesia.

Berbicara pada kedatangannya kemarin Perdana Menteri Gordon Darcy Lilo mengatakan pemerintah telah mendukung panggilan untuk menghentikan semua jenis pembunuhan dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi pada rakyat Papua Barat.


Meskipun panggilan ini Lilo mengatakan pemerintah harus mengakui bahwa Indonesia adalah negara merdeka dan ingin menemukan solusi untuk masalah ini.


"Posisi Kepulauan Solomon ... adalah bahwa SI menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk menghentikan semua kekejaman dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi pada saudara Melanesia kami di provinsi Papua Barat, Indonesia.


"Tapi pada saat yang sama kita harus juga mengakui legitimasi Indonesia atas Papua Barat dan bahwa kita ingin bekerja dengan pemerintah Indonesia untuk mencari jalan keluar.

 
"Untuk mencari solusi tentang bagaimana kita akan mengatasi struktur politik dan sosial-ekonomi di masa depan yang dapat dipertimbangkan untuk memajukan kesejahteraan kami orang Papua Barat," kata Lilo.


Dia menambahkan bahwa ia senang untuk dicatat kepentingan semua negara anggota di wilayah tersebut yang ingin mencari solusi yang baik untuk situasi di Papua Barat.


Lilo menambahkan bahwa Indonesia telah menawarkan semua menteri luar negeri dari negara-negara MGS berkunjung ke Indonesia untuk mengadakan diskusi dengan pemerintah mereka, serta Provinsi Papua dan Papua Barat.

 
"Itu cukup mendorong untuk memiliki semacam indikasi dari pemerintah Indonesia," kata Lilo.Lebih lanjut ia menambahkan bahwa komitmen para pemimpin MSG 'untuk mengatasi isu FLNKs juga hasil positif dari pertemuan tersebut.


PM Lilo mengatakan MSG dibentuk terutama untuk alasan situasi yang dihadapi oleh FLNKs sejak 1984-1988.


Dia mengatakan para pemimpin MSG berharap bahwa hasil positif akan datang dari referendum kapan saja tahun depan.


Menambahkan itu bukan salah satu yang akan membalikkan MSG kembali ke realitas FLNK dari masa lalu dekolonisasi.


"Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa semua negara anggota akan tawarkan di mana kita bisa untuk membangun kapasitas teknis FLNKs dan masyarakat Kaledonia Baru.


"Kami percaya bahwa wilayah MSG harus menjadi wilayah yang layak. Jika stabil dan layak kita akan memiliki wilayah Pasifik yang layak. "


Mr Lilo yang kembali dari KTT MSG di Kaledonia Baru mengatakan bahwa MSG ingin bekerja dengan semua negara-negara anggota OECD di kawasan seperti Australia dan NZ untuk memanfaatkan ko-eksistensi dengan masyarakat multikultural negara MSG berharap untuk dan bekerja dengan anggota lain dalam daerah terhadap kegiatan yang nyata baik ke masa depan

.Oleh Daniel Namosuaia in http://www.solomonstarnews.com/

Goliath Tabuni Bertanggung Jawab Soal Penembakan di Puncak Jaya

Panglima Tinggi Tentara Pembebasan
Nasional-Organisasi Papua Merdeka
(TPN-OPM) Goliath Tabuni (mengenakan
ikat kepala merah) (sumber: Istimewa)
Jayapura - Goliath Tabuni mengaku bertanggungjawab atas penembakan 2 anggota TNI dari satuan 753 Nabire di Ilu, Kabupaten Puncak Jaya. Penembakan terjadi pada Selasa (25/6), sekitar pukul 14.00 WIP.
"Penembakan itu dilakukan dari anggota saya, dan atas perintah saya. Dan juga yang dikatakan warga sipil selaku sopir itu adalah intelejen dari TNI 753 yang biasa antar-antar mereka. Anggota saya tidak bisa menembak masyarakat sipil sembarang, kalau ada media mengatakan masyarakat sipil, itu bohong. TNI boleh yang biasa menembak masyarakat sipil yang ada di wilayah sini bahkan di seluruh Papua, tetapi kami tidak sembarang menembak," tegas Goliath saat dihubungi SP, Rabu (26/6) sore.

Lebih lanjut Goliath Tabuni, mengatakan,TNI yang ada di wilayah Kabupaten Puncak Jaya, diharapkan jika melakukan pengejaran jangan korek masyarakat sipil.

"Jika mau cari anggota saya yang melakukan penembakan terhadap 2 anggota TNI itu, cari saya dan anggota saya, jangan masyarakat sipil Papua," tegasnya.

"Jika TNI-Polri ada yang melakukan pengejaran terhadap masyarakat, harap masyarakat sipil ras Melayu yang ada di wilayah pegunungan segera pulangkan dulu. Anda lakukan tindakan terhadap masyarakat saya."
"Saya siap melayani bagi TNI Polri jika ada yang melakukan pengejaran terhada anggota saya dan saya. Kemarin kami sudah ambil senjata milik anggota itu, sekarang justru kekuatan kami semakin banyak, jadi kami tidak ragu lagi kalau ada pengejaran terhadap kami, asalkan jangan terhadap masyarakat sipil Papua," tegas Goliath.

Goliath Tabuni berpesan kepada semua media nasional dan internasional, bahwa ketika terjadi peristiwa penembakan terhadap TNI-Polri di wilayah Puncak Jaya, jangan pernah ada yang katakan sipil bersenjata dan OTK.

"Tidak ada sipil bersenjata disini, yang memiliki senjata hanya TNI-Polri dan kami Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka. Jadi jika korban TNI-Polri itu saya bertanggung jawab dan saya selaku pimpinan TPN Papua Barat, bukan sebagai sipil besenjata," ujarnya.

Ia pun berpesan kepada Kapolda Papua Tito Karnavian dan Pandam XVII Cenderawasih Cristian Zebua bahwa, harap berikan pendidikan yang baik kepada anggota, agar mereka tidak melanggar aturan perang dan hukum internasional.
Penulis: 154/YUD
Sumber:Suara Pembaruan

‘Ideologi Papua Merdeka Tak Mungkin Dibunuh’

JAYAPURA—Apabila  menaikkan  bendera Bintang Kejora (BK), hanya  akan  memunculkan  tindakan represif dari  aparat TNI/Polri, seperti  aksi kekerasan, penembakan dan pembunuhan,  rakyat Papua dihimbau  untuk  menahan  diri  untuk tak menaikkan simbol perjuangan rakyat Papua merdeka   pada  1 Juli yang  diklaim sebagai HUT  OPM. 

Ketua Sinode KINGMI di Tanah Papua Dr. Benny  Giay dan Direktur  Yayasan Baptis Papua Mathius Murib  ketika  menyampaikan  himbauan  ini  terkait  situasi kondisi HAM dan Demokratisasi di Tanah Papua menjelang HUT  OPM  1 Juli di Jayapura, Selasa (25/6).  

Beny Giay mengatakan,  naiknya  Bintang Kejora  lebih  disebabkan   orang  Papua  tak diberi ruang untuk menyampaikan aspirasi  Papua  merdeka, tapi justru selalu disoroti dari sudut pandangan makar, separatis atau   hendak  mengganti  ideologi  NKRI.

“Orang Papua selalu dianggap sebagai hama yang harus dibasmi dan hama yang di dalam NKRI yang harus dibasmi.  Saya rasa ada sesuatu yang salah didalam negara ini,  termasuk petinggi-petinggi negara dalam hal ini aparat keamanan,” tukas Beny Giay.

Menurutnya,  Bintang Kejora adalah  sebuah ideologi  rakyat Papua Barat, yang telah tumbuh turun-temurun sejak puluhan  tahun  silam untuk merdeka atau  mendirikan  negara berdaulat   terlepas  dari NKRI. 
“Sebuah ideologi  Papua  merdeka  tak mungkin dibunuh oleh seorang Kapolda Tito Karnavian, karena ideologi  terus ada di sepanjang generasi orang Papua,”  ujar  Beny Giay.

Pertama, tak ada ruang  bagi rakyat  bangsa Papua  Barat  untuk menyampaikan  aspirasi  apapun bentuknya. Tapi  aparat  TNI/Polri  justru  menggiringnya  melalui tindakan represif dan kekerasan.
Kedua, ada  oknum-oknum yang  dimanfaatkan untuk  memprovokasi  dan menciptakan konflik didalam masyarakat, dimana ada pihak ketiga seringkali  menaikan Bintang Kejora. Mereka juga harus diperiksa dan ditindak.

Dijelaskan, apabila berbicara sejarah orang Papua, maka  seorang Kapolda  tak mungkin bisa menghapus sejarah itu, karena  telah  masuk kedalam benak-benak satu juta lebih orang Papua. Demikian pula  perayaan  1 Desember, 1 Mei dan lain-lain.

Senada   dengan itu,  Mathius Murib mengatakan  aparat  TNI/Polri  ketika melakukan penindakan  harus  menggunakan  aturan hukum, karena pertimbangannya keamanan dan ketertiban  (Kamtimas) dan keutuhan negara. Ironisnya,  aturan  hukum kemudian dibenturkan dengan ideologi. Padahal ideologi ini tak ada hubungannya dengan keutuhan NKRI. Tapi  Ideologi    orang Papua  untuk  meraih  kemerdekaan terus-menerus  hidup sepanjang abad.

“Harus ada ruang yang dibuka sehingga ideologi  tetap ada, hukum dan segala macam penegakan yang hendak dilakukan oleh negara melalui aparat penegak hukum juga jalan,”  katanya.

Mathius  Murib menadaskan,  ideologi seperti momen-momen  1 Juli, 1 Mei dan 1 Desember dan lain-lain juga harus diberi ruang, karena ini konsekuensi logis dari resiko hukum di konstitusi negara Indonesia, dimana aturan  hukum, mulai UUD  1945, Pancasila, UU HAM, UU  Kepolisian,  UU Demokrasi,  yang memberi ruang kepada warga negara untuk menyampaikan aspirasinya, termasuk pandangan politik.

Karenanya, tandas mantan Wakil Ketua  Komnas HAM Perwakilan Papua ini,  Kapolda   harus lebih profesional,  arif dan , bijaksana melihat masalah ini. Tak bisa dengan sepihak dan dengan cara kekerasan dimana orang baru berkumpul lalu aparat keamanan langsung  membubarkan. Apabila  ini  terjadi, maka  dia tak langsung berhenti mereka malah mengatur kekuatan lain untuk tetap memperjuangkan ideologi Papua merdeka.

“Pendekatan  represif  harus dievaluasi dan ditinjau  kembali atas nama hukum keamanan dengan ideologi hukum yang ada di Papua,” tandasnya.

Mathius  Murib mengatakan,  pihaknya yang fokus  untuk masalah  HAM bahwa nilai manusia lebih penting dari pada kemanan,  keutuhan NKRI dan hukum atau apapun nama lainnya.  Kebebasan manusia, hak hidup manusia itu nilainya lebih penting dari kepentingan NKRI dan kepentingan negara manapun.

“Negara  didirikan untuk  melindungi manusia, termasuk manusia di Tanah Papua ini. Tapi kalau kemudian nilai manusianya direndahkan dan kepentingan keamanan hukum ditonjolkan, ya ini tak sejalan dengan semangat awal mendirikan  sebuah negara,”  tegas Mathius Murib. (mdc/don/l03)

 Sumber : BINPA

West Papua National Coalition for Liberation: pengakuan MSG atas Papua Barat penting

Sekretaris Jendral West Papua National Coalition for Liberation mengatakan, pengakuan Melanesian Spearhead Group (MSG) atas Papua Barat lebih penting dari pada keanggotaan.
Rex Rumikiek mengeluarkan statement itu setelah menghadiri pertemuan Melanesian Spearhead Group atau MSG di Kaledonia Baru minggu lalu.

Dalam komunike akhir mereka, para pemimpin Melanesia mendukung hak yang tak dapat dipungkiri dari rakyat Papua Barat untuk menentukan nasib sendiri.
Mereka menerima permohonan keanggotaan dari para aktivis Papua, tapi tidak menyetujuinya.

Rex Rumikiek mengatakan, ia puas dengan hasil KTT tersebut.

"Menjadi anggota tidak terlalu penting karena itu hanya suatu jembatan bagi kami untuk menuju ke PBB. Itu juga penting, tapi yang paling penting adalah pengakuan dari anggota-anggota PBB dan orang-orang Australia bahwa issue Papua Barat, hak kami untuk menentukan nasib sendiri , diakui."

 Sumber: www.radioaustralia.net.au

Aktivitas di Kantor Pemkab Intan Jaya Masih Lumpuh

Papua - Pascaterbakarnya Kantor Bupati Kabupaten Intan Jaya, Papua, Rabu kemarin malam, aktivitas pegawai di kantor tersebut dihentikan sementara karena seluruh gedung habis terbakar. Bangunan Kantor Bupati rata dengan tanah. Kebakaran hanya menyisakan puing-puing bangunan.

Kebakaran Kantor Bupati Kabupaten Intan Jaya dengan cepat membakar seluruh bangunan. Selain lokasinya yang berada di atas bukit dan tidak ada air membuat warga kesulitan memadamkan api.

Sekretaris Daerah Kabupaten Intan Jaya David Setiawan, saat dikonfirmasi melalui telepon membenarkan kejadian tersebut. Namun ia belum mengetahui penyebab kebakaran.

Sementara itu, seorang saksi mata mengatakan, api pertama kali terlihat dari tiga titik, yaitu sisi kiri dan kanan bangunan, serta dari arah pintu masuk. Meski tidak ada korban jiwa, kerugian kebakaran diperkirakan mencapai miliaran rupiah.

Editor: Rizky

 Metrotvnews.com

Kantor Bupati Intan Jaya Ludes Terbakar

JAYAPURA - Kantor Bupati  Intan Jaya, Provinsi Papua di Kampung Mamba, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Rabu (19/6) sekitar pukul 23.30 WIT dilahap si jago merah. Akibatnya, bangunan kantor itu ludes, rata dengan tanah. Surat-surat penting dan peralatan kantor yang ada di dalamnya juga ikut hangus terbakar.
   
Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol. I Gede Sumerta Jaya,SIK saat dikonfirmasi wartawan Kamis (20/6) mengatakan, kebakaran itu diduga karena korsleting listrik.
  
"Tidak ada korban jiwa atas kebakaran itu, hanya aset Pemda dan berkas-berkas penting hangus terbakar," katanya.
  
I Gede mengatakan, guna mengungkap penyebab kebakaran itu, Polda Papua saat ini sedang melakukan penyelidikan dan akan mendatangkan Tim Laboratorium Forensik dari Makassar.
 
Sementara itu, Bupati Intan Jaya Natalis Tabuni yang  menemui Kapolda Papua untuk meminta bantuan penyelidikan atas kasus kebakaran tersebut. "Bahwa pada prinsipnya kami dari Pemerintah Daerah minta dukungan penyelidikan sampai tuntas. Yang jelas kantor bupati terbakar dan ini masih status sebagai kebakaran," jelas Bupati Intan Jaya, Natalis
Tabuni.

Menurut bupati, Kapolda sudah memerintahkan pejabat terkait untuk ke daerah untuk dilakukan penyelidikan dan juga penelitian terutama investigasi. Setelah itu barulah ditemukan motifnya apakah ini murni kebakaran atau pembakaran oleh kelompok tertentu.

Natalis juga menyampaikan bahwa hingga kemarin belum ada informasi saksi yang tertangkap atau yang diperiksa. Yang jelas kantor Bupati Intan Jaya ini diresmikan pada tahun 2010 dengan anggaran mencapai Rp 9 miliar, sehingga menurut Natalis, kerugian akibat kebakaran tersebut diperkirakan mencapai lebih dari Rp 20 miliar.

"Yang terbakar tidak hanya kantor saya, tapi di dalamnya itu ada kantor wakil bupati, sekretaris daerah, asisten I, asisten II, dan asisten III. Terus ada enam kabag, aula kantor bupati, juga ada beberapa ruangan untuk ruang cadangan, kemudian ruang genset. Jadi kantor ini bentuknya letter U," paparnya.

Tidak hanya itu, Natalis juga menjelaskan bahwa semua konstruksi terbuat dari kayu sehingga tidak ada barang maupun dokumen yang selamat karena kebakaran terjadi pada malam hari ditambah hujan lebat.

"Kantor pemerintah sementara akan pindah ke gedung serba guna. Nanti kami akan pindah ke sana setelah disekat-sekat, supaya tidak terjadi kevakuman pemerintahan, dan jaraknya lumayan dekat sekitar 200 meter," ujar Natalis.

Ketika ditanya apakah itu mungkin kebakaran itu terjadi karena korsleting listrik" Natalis Tabuni menjelaskan bahwa itu hanya dugaan sementara saja.

"Menurut kami tidak ada aktivitas kantor dan aliran listrik, tapi saya juga tidak menuduh siapa-siapa, jadi alangkah baiknya kita serahkan ke Polda dengan tim yang ada agar nanti diungkap. Yang jelas kami meminta kepada Kapolda agar mengusut ini dengan tuntas hingga ke ranah hukum supaya ada efek jera agar tidak terjadi lagi di kemudian hari termasuk aktor intelektualnya," tegasnya sambil menghimbau kepada masyarakat untuk tidak terprovokasi dengan kejadian ini.

Sementara itu saat memberikan keterangan di Rumah Makan Bagus Padang, Bayangkara, Kota Jayapura, kemarin, Bupati Intan Jaya Natalis Tabuni,SS,M.Si yang didampingi Wakil Bupati, Pendeta Yaan R. Kobogayaouw,S.Th,M.Div menjelaskan bahwa pemerintah sendiri belum mengetahui penyebab kebakaran ini. Namun, pihaknya meyakini bahwa kebakaran tersebut bukan karena korsleting, atau pun karena kelalaian stafnya di kantor. "Ya, listrik saat itu padam, dan tak ada orang di sana," utaranya.

Meski demikian, Natalis Tabuni tak sertamerta mengambinghitamkan oknum tertentu yang melakukan upaya pembakaran terhadap kantor bupati ini. Pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pihak berwajib guna mengungkap penyebab maupun motif atas terbakarnya kantor itu. (ro/cr-184/lay/fud/JPNN)
 
 
 

Selpius Bobi: Stop Mengadaikan Harga Diri Bangsa Papua

JayapuraSelpius Bobi, salah satu Tawanan Politik Papua Merdeka, menyampaikan pernyataannya dari balik terali besi penjara Abepura Jayapura,  stop   gadaikan  Harga Diri Bangsa  Papua!, demikian yang dilansir di media http://muyevoice.blogspot.com/2013/06/pertarungan-wakil-papua-barat-vs-wakil.html, bagian akhir, Rabu (19/06).

Menurutnya, setiap pribadi yang melacurkan diri dalam perpolitikan Indonesia untuk mengadaikan perjuangan atau menghalangi perjuangan Bangsa Papua agar segera sadar, menyesal dan bertobat.
“Kepada setiap orang Papua, jika anda mengetahui ada anggota keluarga anda atau suku anda menggadaikan perjuangan luhur bangsa Papua, agar diberi peringatan tegas melalui lisan dan atau pun tulisan” Katanya.
Selanjtunya, ia mengatakan kepada pimpinan Melanesian Speardhead Group (MSG)  untuk dapat menerima Papua Barat menjadi anggota penuh di forum MSG.
Ketua Umum Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua Barat menghimbau,  Mari kita satukan barisan dan melangkah bersama untuk memutuskan mata rantai penindasan Indonesia dan para sekutunya, menuju pelabuhan kebebasan total, yang telah lama menjadi kerinduan bangsa Papua dan para simpatisan. Amin!.  (Ado.dt)

 
 
 
 

Oposisi Vanuatu: cabut status peninjau Indonesia di MSG

 Pihak oposisi di Vanuatu mengimbau pemerintah agar mencabut status peninjau Indonesia dalam Kelompok Ujung Tombak Melanesia.

Pemimpin oposisi Vanuatu, Edward Natapei,
mengatakan "Papua Barat" mestinya diterima masuk MSG. (Credit: AFP
Vanuatu - Kelompok Melanesian Spearhead Group --yang dikenal dengan singkatan MSG-- merupakan blok regional yang menangani masalah perdagangan dan pembangunan lainnya.
Jakarta diberi status peninjau di tahun 2011.
 
Akan tetapi pemimpin oposisi Vanutau, Edward Natapei, mengatakan, negara-negara Melanesia seyogyanya tidak membolehkan Indonesia mencampuri urusan mereka.
 
Natapei mengatakan kepada Radio Australia, sebaliknya seharusnya diberikan keanggotaan penuh kepada "Papua Barat", karena MSG dibentuk pada dasarnya untuk membantu golongan Melanesia di kawasan dalam memperjuangkan kemerdekaan.
 
"Indonesia mestinya tidak dimasukkan sebagai anggota peninjau dalam MSG. Sebaliknya seharusnya itu diberikan kepada warga Melanesia di Papua Barat, karena kelompok Melanesia ini dibentuk pada dasarnya untuk membantu golongan Melanesia di kawasan dalam memperjuangkan kemerdekaan," katanya.
Vanuatu sudah lama menjadi tempat pengungsian banyak orang dari Papua. 
 
Natapei menyerukan dibahasnya "pengikut-sertaan Papua Barat" dalam blok regional itu dalam KTT MSG di New Caledonia dalam bulan Juli.

 
 
 
 

Pemekaran atau Referendum di Sebatik Kalimantan Utara?

Suasana di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. (Niko Ruru/Tribun Kaltim)
NUNUKAN, Spanduk aspirasi disampaikan sekelompok warga Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara yang bertuliskan, "Pemekaran atau Referendum". Spanduk yang belum diketahui pemasangnya itu akhirnya diturunkan beberapa saat setelah terpasang, Senin (17/6/2013) pagi.
Referendum pernah diadakan tahun 1969 di Papua Barat, untuk menentukan status daerah bagian barat Pulau Papua, antara milik Belanda atau Indonesia.

Anggota DPRD Nunukan asal Pulau Sebatik Muhammad Saleh mengatakan, sejauh ini belum ada upaya warga di Pulau Sebatik untuk meminta referendum. Menurutnya, ungkapan pada spanduk tersebut hanya luapan emosi, yang kemungkinan dilakukan kelompok kelompok yang pro pemekaran Kabupaten Nunukan.
"Saya kira bukan referendum tetapi ini hanya letupan semangat yah," ujar politisi Partai Amanat Nasional ini.
Saleh menegaskan tidak menghendaki adanya referendum. Secara pribadi ia tidak menghendaki adanya referendum, meskipun aspirasi itu dianggap sebagai sikap atau pendapat yang sah sah saja. Perlu mengambil sisi positif dari desakan warga yang berharap segera terbentuknya Kota Sebatik di pulau yang berbatasan antara Indonesia dan Malaysia itu.

"Seperti itu masih jauhlah. Saya kira bukan aspirasi masyarakat. Bahwa ini adalah letupan letupan emosional masyarakat, dari kelompok masyarakat di era demokrasi kekinian. Tetapi ini suatu warning yang harus direspon secepatnya supaya rencana pemekaran ini dibahas," ujarnya.

Saleh mengaku tetap menghormati proses yang dijalankan pemerintah provinsi dan pusat dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri untuk membentuk daerah otonom di perbatasan Republik Indonesia dan Malaysia.

Ia meminta masyarakat setempat bersabar dan perlu mengikuti mekanisme yang mesti dilalui.
"Memang beberapa bulan yang lalu Gubernur Kaltim sudah presentasi didepan Komisi II DPR RI. Kewenangan kita sudah jauh berjalan. Ini sudah sampai ke provinsi kemudian dari provinsi ke pusat," ujarnya.

Ia juga berharap, proses pementukan Kota Sebatik yang sudah bergulir di pusat mendapatkan pengawalan dari Pemkab Nunukan, DPRD Nunukan ataupun dari masyarakat.
"Supaya proaktif memantau ini. Dan itu terbuka di dalam era reformasi ini," ujarnya


 Sumber: TRIBUNNEWS.COM


Persipura Bermain Seperti Tim Barcelona

Para pemain Persipura Jayapura.
JAYAPURA -- Pelatih Mitra Kutai Kartanegara Stefan Hansson berpendapat tim Persipura Jayapura telah menunjukan permainan yang apik dan menarik dengan menguasai bola hampir 80 persen saat timnya dikalahkan dengan skor tipis 0-1 di stadion Mandala Kota Jayapura, Papua, Ahad (16/6) sore.

"Kami kalah kelas, Persipura bermain seperti tim Barcelona dan menguasai hampir 80 persen bola dalam pertandingan tadi," kata Stefan Hansson kepada pers di Jayapura usai pertandingan, Ahad (16/6) malam.

Menurutnya, permainan anak asuhnya kurang maksimal karena ada sejumlah pemain yang masih kurang fit usai pertandingan lalu di Wamena, Kabupaten Jayawijaya saat bertemu Persiwa di stadion Pendidikan. "Kami kalah juga karena anak-anak masih kecapaian saat melawan Persiwa Wamena dan ada yang terserang flu serta kondisi yang kurang baik," katanya.

Pelatih asal Swedia tersebut berpendapat bahwa, "Hampir 100 persen Persipura juara musim ini, dan mustahil tim kami bisa meraih poin tiga di kandangnya," katanya.

Redaktur : Yudha Manggala P Putra
Sumber : Antara     

Kompetisi Divisi I Bergulir Kembali

Jakarta - Kompetisi Divisi I kembali bergulir. Badan Liga Amatir Indonesia (BLAI) selaku operator sudah membagi 77 tim yang ikut dalam 12 grup, di mana pertandingan akan dimulai Ahad (16/6/13).

"Ada dua grup yang tidak dimainkan pada Minggu yakni Grup 9 dan 11. Grup 9 yang bakal berlangsung di Fak-Fak, Papua, akan dimulai pada 18 Juni 2013 dan Grup 11 direncanakan digelar pada 20 Juni 2013," kata Manajer Administrasi BLAI, Priyadi Budi.

"Khusus buat Grup 11, jadwal mereka molor karena ada perubahan tuan rumah. Awalnya Grup 11 bakal digelar di Ngajuk, Jawa Timur, tapi berubah. Penentuan tuan rumah baru Grup 11 bakal segera kami putuskan," lanjut Priyadi.

Dari 10 grup yang memulai persaingannya pada Ahad (16/6/13), BLAI pilih Grup 6 yang digelar di Batang, Jawa Tengah, sebagai lokasi seremoni pembukaan Divisi I 2013/14.

Sayangnya, waktu seremoni pembukaan Divisi I 2013/14 itu bedekatan dengan waktu penyelenggaraan Kongres Tahunan PSSI di Surabaya. Hal itu buat seremoni pembukaan Divisi I 2012/2013 terancam tidak dihadiri perwakilan dari PSSI.

"Sepertinya tidak ada perwakilan PSSI yang bis hadir. Pasalnya, pada keesokan harinya atau Minggu (17/6), kami sudah harus gelar Kongres Tahunan PSSI," terang Ketua Komite Kompetisi PSSI Erwin Dwi Budiawan.

Pembagian Grup Putaran I Divisi I BLAI 2012/2013
Grup 1 PS Bintang Jaya Asahan (tuan rumah), PSDS Deli Serdang, PSTS Tanjungbalai, Pidie Jaya, Aceh Utara FC, Persal Aceh Selatan, Persidi Idi

Grup 2 PS Siak (tuan rumah), Persiks Teluk Kuantan, Poslab Labuhan Batu, Maden United, PSSA Asahan, PS Kwarta, PS Bungo

Grup 3 PSBL Lampung (tuan rumah), PS PLN Kota Jambi, Persiju Sijunjung, PS Pasaman Barat, PSPP Padang Panjang, PSP Padang, Persepak Payakumbuh

Grup 4 Jakarta Timur FC (tuan rumah), Villa 2000, Perseka Selatan, Markuban Matador FC, Persibabar Bangka Barat, Persista Sintang, Perserang

Grup 5 PSGC Ciamis (tuan rumah), Persikasi, PSB Bogor, PS Maung Bandung, Persitas Tasikmalaya, Pesik Kuningan

Grup 6 Persibat Batang (tuan rumah), Persik kendal, Persekap Pekalongan, Persibas Banyumas, ISP Purworejo, PS Serang Jaya

Grup 7 Persipa Pati (tuan rumah), Persebi Boyolali, Persikaba Blora, PSISRA Sragen, Persinga Ngawi, Tunas Jogja

Grup 8 Persida Sidoarjo (tuan rumah), Surabaya Muda, PSIL Lumajang, Persikapro Probolinggo, Perseden Denpasar, Persebi Bima, persisum Sumbawa

Grup 9 Persenga Nganjuk, Persedikab Kediri, Persikoba Kota Batu, PSID Jombang, Persatu Tuban, Persekabpas Pasuruan

Grup 10 Martapura FC (tuan rumah), PS Kabupaten Tapin, Persehan Marabahan, Persekap Kapuas, Penajam Paser Utara, Persikutim Kutai timur

Grup 11 Persifa Fak-Fak (tuan rumah), Persikos Kota Sorong, Persiss Kabupaten Sorong, Persisoss Sorong Selatan, Persigubin Gunung Bintang, Persipani Paniai

Grup 12 Persinab Nabire (tuan rumah), Persewar Waropen, Persias Asmat, Persipal Palu, PSKT Tomohon, Nusa Ina FC



Sumber: Liputan6.com

Besok Demo Dukung MSG di Biak Walau Dilarang Polisi

Biak –  Walau dilarang Polisi, Komite Nasional Papua Barat ( KNPB ) Biak telah mengumumkan bahwa akan melaksanakan demostrasi pada tanggal 18 Juni 2013 bertempat di Bundaran Pasar Lama Biak guna mendukung pertemuan MSG yang akan dilaksanakan di Kanaky ( Kaledonia Baru).
 
Apolos Sroyer selaku Ketua KNPB Biak mengatakan untuk menghormati undang-undang Republik 
 Indonesia maka, kami telah mengirim surat pemberitahun aksi demostrasi pada Kepolisian Biak.  Dan kami jamin pelaksanaan demonstrasi itu akan damai.
 
Untuk menanggapi rencana pelaksanaan demonstrasi KNPB Biak ini maka Kepala Kepolisian Resort Biak mengadakan pertemuan dengan pihak KNPB Biak pada tanggal 16 Juni 2013 pukul 14.00-16.00 bertempat di Pendopo Adat KBS Sorido Biak.
 
Dalam pertemuan itu pihak kepolisian mengatakan bahwa KNPB adalah organisasi yang tidak terdaftar pada kantor pembinaan politik dan bela negara Indonesia maka tidak diijinkan untuk melaksanakan suatu kegiatan politik.  Dan Kepala Kepolisian daerah Papua telah melarang KNPB melakukan demonstrasi.
 
Dalam perdebatan itu pihak KNPB Biak tetap pada komitmenya untuk melaksanakan demonstrasi. Menutu Apolos Sroyer aksi yang kami lakukan hanya berupa aksi demostrasi damai, hanya memfasilitasi masyarakat West Papua di Biak untuk menyampaikan aspirasinya secara damai guna mendukung pertemuan MSG itu.
Walaupun kepolisian Biak melarang dan akan membubarkan massa kami namun pada komitmennya kami tetap melaksanakan aksi damai itu, ujar Apolos Soryer. (kume)
 
 
 Sumber: KNPBnews
 
 

SHDRP Juga Dukung Papua Masuk MSG

Foto: Wikipedia.com
Jayapura - Solidaritas Hukum HAM Demokrasi Rakyat Papua (SHDRP) menyatakan dukungannya terhadap masuknya Papua Barat ke dalam Melanesian Seprahated Groups (MSG) yang akan dilakukan dalam KTT MSG di Kaledonia Baru, 18 Juni 2013. 


Alius Asso, dari SHDRP mengatakan, masalah Papua yang tidak kunjung selesai, setidaknya berpeluang diselesaiaikan melalui mahkamah internasional oleh MSG “MSG adalah forum agar kami bisa masuk ke PBB,” katanya ke wartawan dalam jumpa pers di Abepura, Kota Jayapura, Papua, Kamis (13/6). 

Menurut Alius, MSG merupakan wadah untuk menyelesaikan masalah Papua ke kancah internasional, PBB. Dengan itu, kata dia, dijamin tidak ada Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) atau separatisme ketika terjadi kontak senjata di tanah Papua. “Yang ada hanya revolusi total,” tegas Asso. 

Nius Asso dari HMPT (Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Pegunungan Tengah Papua) menolak adanya tindakan kekerasan dan pembungkaman kebebasan berekspresi di Papua. Menurut dia, tindakan kekerasan dan pembatasan kebebasan menyampaikan penyampaian malah menodai Negara yang diklaim sangat demokratis.

“Tindakan aparat kemananan tidak sesuai dengan prinsip demokrasi. Maka saya berharap, berikan kesempatan kepada orang pribumi (Papua) untuk menyampaikan pendapatnya. Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua juga mendukung adanya MSG. Jadi kami mendukung MSG, maka kami meminta pemerintah Republik Indonesia mengakui kedaulatan Papua,” kata Nius. 

Soal pembungkaman demokrasi, kata Alius, dari SHDRP menyebut, saatnya menghentikan tindakan kekerasan. Dalam mendukung MSG, pihaknya berharap agar tidak terjadi lagi jatuh korban. Namun, pihaknya mendukung secara moral terhadap MSG yang dimaksud. “SHDRP hanya mendukung secara moral,” katanya. (Jubi/Timoteus Marten)

 
 
 
 

Persebaya Rekover Pemain Pendek Untuk Menghadai Perseman Manokwari

Ibnu Grahan
SURABAYA - Setelah menghadapi PSM Makassar dalam kompetisi Liga Prima Indonesia (LPI), Persebaya dihadapkan pada masa recovery yang pendek.
Bajul Ijo hanya memiliki waktu dua hari untuk pemulihan kondisi.

Ini lantaran Persebaya sudah harus kembali bertanding menjamu Perseman Manokwari, Papua, Minggu (16/6/2/2013).

Mat Halil dkk harus memerlukan kondisi yang prima dan baik. Karena Perseman merupakan tim bagus.
"Kita hanya punya waktu recovery dua hari saja. Pemain harus bisa memanfaatkan waktu dua haris secara baik untuk memulihkan dondisi. Anak-anak saya liburkan latihan hari ini (Jumat, 14/6/2013)," sebut Ibnu Grahan, arsitek Persebaya, Jumat (14/6/2013).

Waktu libur satu hari ini diharapkan mampu memulihkan donisi fisik yang terkuras setelah menghadapi PSM.
"Alhamdulillah kita bisa melewati PSM, meski PSM itu tim kuat dan bagus. Butuh kerja keras untuk melewati PSM," aku Ibnu.

Ibnu berharap, waktu dua hari jelang lawan Perseman, kondisi Mat Halil dkk bisa kembali fresh. Sehingga target kemenangan di kandang sendiri.

Editor: Yoni Iskandar
Sumber: Surya
 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger