PM Vanuatu Minta Anggota Persemakmuran Dukung West Papua

Vanuatu – Pada Pertemuan negara anggota Persemakmuran (CHOGM) di Sri Langka, Kolombia 10-17 November 2013 lalu, Perdana Menteri Vanuatu, Moana Carcasses Kalosil telah meminta anggota negara persemakmuran untuk mendengar tangisan penderitaan rakyat West Papua.

Reporter Ricky Binihi melalui Dailypost Vanuatu kemarin (21/11) melaporkan upaya Moana Carcasses yang tanpa henti terus menjadikan persoalan West Papua sebagai pusat perhatian internasional agar penderitaan sesama Melanesia di West Papua dapat didengar oleh Internasional.
Dia mengatakan rakyat Papua Barat masih terikat oleh kehendak dari imperialisme dan kolonialisme sehingga ” kita tidak bisa terus menyangkal hak-hak mereka sehingga saya sebut pada upaya kita bersama untuk mendukung perjuangan mereka.”

Pada tahun 1969 PBB mensponsori Act of Free Choice di mana 1.025 orang yang dipilih oleh Tentara Nasional Indonesia di Papua Barat dan diminta untuk memilih dengan mengangkat tangan apakah mereka ingin Papua Barat menjadi bagian “integral” dari Indonesia.
Papua Barat adalah rumah bagi jutaan Melanesia dan bukan hanya 1025 yang mengangkat tangan individu untuk Act of Free Choice tahun 1969 dan baru-baru PM Carcasses mengatakan kepada Majelis Umum PBB bahwa itu adalah kesalahan PBB yang di Papua Barat dan beban ini ada pada PBB sehingga mereka harus meluruskan. (cia)

 ( Sumber: knpbnews.com )

Persipura Berharap Dukungan Dana Dari Bank Papua

Ketua Umum Persipura, Benhur Tommy Mano, berharap ada tambahan dukungan dana dari Bank Papua untuk Persipura Jayapura pada musim depan.

“Itu saya minta Bank Papua bisa menambah dukungan untuk satu musim ISL 2013/2014 buat tim kebanggaan kita semua,” ujar Benhur Tommy Mano pada hari Jumat (22/11)

Mano berharap nilai sokongan ini tentunya akan lebih besar dari pada tahun yang sebelumnya, dimana Bank Papua memberikan sokongan dana sebesar 4,5 Miliar. “Barangkali bisa naik 10 kah, 7 kah ,” ungkap Mano.

Terkait dengan kontrak kerjasama PT Freeport Indonesia, Tommy Mano mengaku pihaknya belum membicarakan hal tersebut. Tetapi Persipura Jayapura akan melakukan coaching clinic di Timika pada bulan Desember nanti. Pada kesempatan terssebut, mungkin akan dibicarakan soal kontrak kerjasama Persipura dengan PT. Freeport Indonesia.

Terkait dengan permintaan tambahan sokongan dana, Dirut Bank Papua, Johan Kafiar mengaku sangat merespon dan mengapresiasi keinginan Tommu Mano yang juga notabene Kepala Pemerintaan Kota Jayapura ini.

(Sumber : Tabloidjubi.com)

Pemda Desak Menteri Loloskan Seluruh Honorer K2

JAKARTA -- Sejumlah bupati bersama anggota DPRD dari beberapa daerah mendesak agar Panitia Penerimaan CPNS Pusat meloloskan semua tenaga honorer kategori dua (K2) yang mengikuti tes pada 3 November 2013.

Desakan tersebut disampaikan langsung kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Azwar Abubakar.

Sejumlah kepala daerah yang menemui Azwar antara lain Bupati Deiyai (Papua), Bupati Meranti (Riau), Bupati Minahasa Selatan, dan beberapa anggota DPRD Kota Ambon. Pertemuan digelar di kantor Kemenpan-RB, Jumat (22/11).

Secara umum, alasan yang disampaikan para bupati dan anggota DPRD, selain para honorer K2 sudah lama mengabdi, mereka juga benar-benar dibutuhkan daerah masing-masing.

“Mereka itu bertugas di kota, sementara yang di pelosok-pelosok tidak ada,” ujar anggota DPRD Kota Ambon Rovik A. Afifudin.

Dia minta agar 795 honorer K2 dari Kota Ambin dapat diluluskan semuanya, karena di daerah itu distribusi pegawainya tidak merata. Banyak dari guru dan tenaga kesehatan di Ambon yang datang dari luar daerah.

Hal senada disampaikan Bupati Meranti Irwan, yang minta agar 384 tenaga honorer K2 diluluskan seluruhnya. Alasannya, sebagai kabupaten baru hasil pemekaran, lanjut Irwan, Meranti masih banyak membutuhkan pegawai.

Pegawai yang ada, lanjutnya, sebagian besar merupakan pegawai limpahan dari kabupaten induk. “Kami membutuhkan pegawai untuk ditempatkan di puskesmas dan sekolah-sekolah di pulau-pulau terluar,” ujarnya.

Sementara Bupati Minahasa Selatan Christiany E. Paruntu mengatakan, pihaknya membutuhkan setidaknya tambahan 1000 pegawai. Untuk itu, dia minta agar 647 tenaga honorer kategori 2 yang ikut tes diluluskan semua. Sementara Bupati Deiyai (Papua), Danoe Takimai, yang menginginkan agar kewenangan seleksi CPNS dikembalikan ke daerah.

Menanggapi desakan itu, Azwar Abubakar tidak menjawab secara tegas. Dia mengatakan, perlakuan khusus atau afirmasi jangan sampai mengurangi rasa keadilan dalam seleksi CPNS.

Dia juga meminta masing-masing daerah menyampaikan peta kebutuhan pegawai, termasuk distribusinya. “Prinsipinya, jangan ada sekolah yang tidak ada gurunya, dan puskesmas tidak ada dokternya,” tegas menteri asal Aceh itu.

Dari tanggapannya, terlihat sinyal Azwar menolak permintaan tersebut. Pasalnya, dalam kesempatan itu, dia  malah meminta para bupati dan DPRD untuk mendorong terciptanya lapangan kerja di daerah masing-masing, dengan mempermudah masuknya investasi, meningkatkan pelayanan perizinan untuk membuka usaha. (sam/esy/jpnn)

Adik Barak Obama Akan Ke Papua

JAYAPURA, Adik tiri Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, Maya Soetoro,  direncanakan akan berkunjung ke Jayapura, Papua pada 2014 mendatang. Hal itu dikatakan Lukas Enembe,SIP,MH, Gubernur Papua, kepada wartawan usai melakukan acara makan malam Pemprov Papua bersama dengan pihak Hawaii University, di Swissbell Hotel, Jayapura, Kamis, 21 November 2013, malam.

Menurut Lukas, Kedatangan Maya Soetoro sebagai tindak lanjut dari kerja sama antara Hawai University dan Universitas Cenderawasih di bidang pendidikan, "Rencananya tahun depan dan ini kunjungan awal," ungkap Gubernur menjawab pertanyaan wartawan.

Sebelum kunjungan Maya ke Papua, Ada tim dosen dari Hawai University ke Jayapura. Kunjungan ini sebagai  kunjungan balasan, setelah pada bulan September lalu, Pemprov Papua berkunjung ke Hawaii, "Pertemuan kami ini hanya makan malam saja, Ini kelanjutan dari kunjungan Pemprov Papua di Hawaii University, dimana ada MoU atau Nota kesepahaman yang telah ditandatangani bersama dengan Universitas Cenderawasih yang diwakili Rektor Uncen Karel Sesa, dimana saya sebagai gubernur menjadi saksi," kata Lukas Enembe.

Inti kerja sama dengan Hawaii, hampir sama dengan Australia, terutama di bidang pendidikan. Seperti pengiriman guru-guru untuk studi di Australia, kemudian dosen dan juga pegawai, "Sebelum Maya Soetoro ke Jayapura  Papua, tim ini terlebih dahulu akan melihat permasalahan yang dihadapi di sini, Follow up dari kerja sama itu apa," terangnya.

Selama beberapa hari berada di Jayapura, Tim Hawaii University sudah melihat ada yang tidak pas, terkait dengan metode sistem mengajar guru, "Ternyata dari segi guru dan metode mengajarnya, banyak yang tidak sesuai. Tadi kita mendengarkan penjelasan mereka (tim dosen Hawaii University-red), Bahwa begitu ditanya anak -anak putra daerah tidak bisa belajar baik sesuai keluhan para guru. Dengan demikian metode mengajar gurunya yang salah. Jadi sebenarnya guru tidak boleh mengeluh seperti itu,"jelasnya panjang lebar.

Menurutnya, tugas dari guru adalah bagaimana orang yang bodoh itu bisa menjadi pintar, dan itu yang harus diubah, yakni mengubah cara mendidik dan mengajarnya. "Jadi banyak hal yang mereka lihat selama berada di Jayapura," pungkasnya.

Pada acara makan malam itu, Gubernur Papua didampingi Plt. Sekda Papua, Hery Dosinaen dan Kepala Badan Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri, Susanna Wanggai.(cak/fud/jpnn)
 
 
 

Pecahnya Indonesia Pada Tahun 2015

Djuyoto Memprediksi Tahun 2015 Indonesia Pecah. Beragam reaksi dan tanggapan muncul ketika wacana tentang masa depan Indonesia, yang juga dijadikan judul buku oleh Djuyoto Suntani, itu muncul dalam acara Dialog Kebangsaan berjudul Indonesia: Kemarin, Kini dan Esok sekaligus peluncuran buku tersebut. Komentar bernada pesimis, optimis, hingga rasa tidak percaya silih berganti diberikan oleh berbagai pihak yang hadir di Gedung Aneka Bhakti Departemen Sosial kemarin. Mungkinkah Indonesia benar-benar akan ‘pecah’ pada tahun 2015?

Djuyoto Suntani, sang penulis buku, menyatakan dalam bukunya paling tidak ada tujuh faktor utama yang akan menyebabkan Indonesia “pecah” menjadi 17 kepingan negeri-negeri kecil di tahun 2015. Kepingan negeri-negeri kecil itu sendiri menurutnya didirikan berdasarkan atas:

1. Kepentingan rimordial (kesamaan etnis),
2. Ikatan ekonomis (kepentingan bisnis),
3. Ikatan kultur (kesamaan budaya),
4. Ikatan ideologis (kepentingan politik), dan
5. Ikatan regilius (membangun negara berdasar agama).

Penyebab pertama adalah siklus tujuh abad atau 70 tahun. Dalam bukunya ia menuliskan;
“Seperti kita ketahui, semua yang terjadi di alam ini mengikuti suatu siklus tertentu. Eksistensi suatu bangsa dan negara juga termasuk dalam suatu siklus yang berjalan sesuai dengan ketentuan hukum alam. Dia mengambil contoh Kerajaan Sriwijaya yang berkuasa pada abad 6-7 M di mana waktu itu rakyat di kawasan Nusantara bersatu di bawah kepemimpinannya. Memasuki usia ke-70 tahun kerajaan itu mulai buyar dan muncul banyak kerajaan kecil yang mandiri berdaulat. Alhasil, di awal abad ke-9 nama Kerajaan Sriwijaya hanya tinggal sejarah. Tujuh abad kemudian (abad 13-14 M) lahir Kerajaan Majapahit di Trowulan, Jawa Timur sekarang. Kerajaan besar itu berhasil menyatukan kembali penduduk Nusantara. Namun, kerajaan ini pun bernasib sama dengan Sriwijaya. Memasuki usia ke-70 pengaruhnya mulai hilang dan bermunculanlah kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara. Nama Majapahit pun hilang ditelan bumi. Tujuh abad pasca-jatuhnya Majapahit, di tahun 1945 (abad 20) rakyat Nusantara kembali bersatu dalam suatu ikatan negara bangsa bernama Republik Indonesia (abad 20-21). Tahun 2015 akan bertepatan RI merayakan HUT-nya yang ke-70″.



 Selengkanya Baca:

http://tigidoovoice.blogspot.com/2013/11/pecahnya-indonesia-pada-tahun-2015.html




Australian consular staff threatened West Papuans with police, Dfat admits

2) Indonesian Army Withdraws Fighter Jets from Australia
--------------------------------------------------------------------

1) Australian consular staff threatened West Papuans with police, Dfat admits

Admission contradicts previous government denials that activists who scaled Australian consulate walls were threatened

Officials from the Department of Foreign Affairs and Trade have now confirmed consular staff in Bali threatened to call the police if a group of West Papuan activists did not leave the Australian compound.
Three West Papuan activists entered the Australian consulate in Baliin early October in a protest that coincided with the Apec summit in Bali – an embarrassing development for Australia and the then newly elected Abbott government, given acute Indonesian political sensitivities about the pro-sovereignty movement in the Papua provinces.
The activists wanted to call on the Australian government to pressure Indonesia to release all Papuan political prisoners and open the province to routine scrutiny by foreign journalists. The three men scaled the security fence and entered the Australian consulate just after 3am on 6 October.
Immediately after the incident, the Department of Foreign Affairs and Trade said in a statement: "We can confirm that three individuals from Indonesia’s Papua provinces delivered a protest letter at the Australian consulate general in Bali this morning to Australia’s consul general. The three men left the consulate voluntarily before 7am."
This statement contradicted the first-hand account of the activists, who insisted they departed because Australian officials threatened to call the local police or the military.
The foreign minister, Julie Bishop, denied on ABC Radio shortly after the incident that threats were made. "I'm advised that no threats were made," she said. "Indeed, I understand we called them a taxi ... when their friend who was to pick them up didn't turn up.”
Appearing before a Senate estimates hearing on Thursday, Dfat officials conceded the West Papuans were in fact told police would be called if they refused to leave the consulate.
That answer came in response to a series of questions from the Greens senator Richard Di Natale, who has expressed concern about the safety and wellbeing of the activists since the incident.
Other Senate crossbenchers, including the Democratic Labour party senator John Madigan and the South Australian independent Nick Xenophon, have also raised concerns about the safety of the three men.
The Dfat officials indicated it was protocol in cases such as the October protest to tell activists that police will be called if they don’t depart.
Dfat deputy secretary Paul Grigson said Australian diplomatic posts were not a “place of automatic sanctuary” and could not operate effectively if they were treated as such.
Di Natale asked the officials could he take it then from their broad answer about protest protocols that the West Papuans were told police would be called if they didn’t leave? “Yes senator,” Grigson told the hearing.
Grigson said the activists had also been told they could seek a conversation with the consul general at another point if they agreed to leave.
Di Natale asked the officials, given concerns about human rights abuses in Papua perpetrated against sovereignty activists, and the concerns activists have about any entanglements with police, whether the threat to call the authorities endangered their safety. “I don’t accept that senator,” Grigson said.
He argued the method of response was a judgment call for the head of post, “which I support”.
Prime minister Tony Abbott at the time issued a public rebuke to the activists. “Australia will not give people a platform to grandstand against Indonesia,” Abbott told reporters at the Apec summit in October.
“We have a very strong relationship with Indonesia. We are not going to give people a platform to grandstand against Indonesia. I want that to be absolutely crystal clear.”
----------------------
2) Indonesian Army Withdraws Fighter Jets from Australia
TEMPO.COJakarta - The Indonesian National Army has temporarily halt its military cooperation with the Australian administration by withdrawing six F-16 fighter jets from a joint-excercise in Darwin.
"The jets will be returning to Indonesia by Thursday [November 21]," said Indonesia National Army Chief of Staff General Moeldoko.
The Chief of Staff mentioned that the jets were supposed to participate in a joint military exercise between the two nations in November 24. Moreover, General Moeldoko confirmed that several operations have also been temporarily stopped such as joint patrols and military educations.
The call was made in relation to the government's stance in response to the wiretapping activities conducted by the Australian Government. Any forms of cooperations related to information and intelligance exchange will later be re-assessed.
General Moeldoko claimed that such action will inevitably disturb the bilateral relation between the two nations. However, he claimed that the Army will attempt to keep things balanced.
PRIHANDOKO
 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger