Pemerintah Harus Kaji Ulang Definisi Terorisme

Enggan Sebut Penembakan Papua sebagai Teror, Pemerintah Harus Kaji Ulang Definisi Terorisme

Busyro Muqoddas
Jakarta – Ketua Bidang Hukum PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas menyatakan bahwa pihak kepolisian harus meninjau ulang definisi terorisme. Pernyataan itu disampaikannya menyusul terjadinya serangan teror terhadap polisi di Papua dan adanya ketidakadilan dalam penggunaan istilah itu.

“Kepolisian hendaknya jujur untuk mengurai apa itu definisi teroris, dan seharusnya diredefinisi istilah itu,” ujarnya kepada Kiblat.net di Gedung PP Muhammadiyah, siang ini, (30/12).

Menurutnya, ada ketidakadilan penggunaan istilah teroris terhadap beberapa kasus yang terjadi akhir-akhir ini, ia mencontohkan kasus bom alam sutra beberapa bulan lalu.

“Padahal kan sama-sama kasus bom, tetapi kenapa Leopard tidak disebut teroris, kan ini aneh,” ungkap mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ini.
 
Busyro juga menyarankan pemerintah untuk berhati-hati dalam menggunakan istilah teroris, karena ia menilai itu dapat memberatkan pemerintah di kemudian hari.

“Saya kira, penggunaan istilah teroris harus lebih berhati hati, kalau enggak, pemerintah nanti akan kena beban sendiri,” ujarnya.

Reporter: Kayyis
Editor: Fajar Shadiq

 KIBLAT.NET



'Perang Politik Tak Akan Usai Hingga Jakarta Beri Hak Papua'

Ada tiga metode gerakan perlawanan di Papua: sipil, militer, diplomasi. Jika perjuangan sipil dibatasi, kekerasan militer terjadi. Semua berkelindan. (REUTERS/Muhammad Yamin )
Jakarta -- Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyatakan penyerangan kelompok bersenjata di Papua bukan hal baru, termasuk yang terjadi di Polsek Sinak, Kabupaten Puncak. Penyerbuan tiga hari lalu itu mengakibatkan tiga polisi tewas.

“Percuma bicara banyak. Akar persoalan belum diselesaikan. Perang politik ini, baik bersenjata atau gerilya, tak akan pernah berakhir, bahkan bisa lebih masif, sampai Jakarta memberikan hak kepada bangsa Papua untuk menentukan nasib sendiri,” kata Ketua KNPB Victor Yeimo kepada CNN Indonesia, Rabu (30/12).

Perlawanan bersenjata, ujar Victor, wajar terjadi pada bangsa terjajah. Berbagai penyerangan di Papua pun ia sebut sebagai perang kemerdekaan.

“Ini perang kemerdekaan. Sudah lazim dilakukan di negara-negara yang belum bisa menentukan nasib sendiri. Angkat senjata melawan kolonial itu hal biasa. Kami kan berada di atas tanah kami sendiri. Hak menentukan nasib diatur oleh Undang-Undang di Indonesia dan internasional,” kata Victor.

Meski demikian, ujar Victor, perang antara Tentara Nasional Papua Barat dengan TNI-Polri tak boleh melibatkan warga.

“Pengedropan militer dan Brimob yang besar-besaran di Papua tidak kemudian mengorbankan rakyat sipil yang tak bersalah,” kata Victor.

Tiga metode perlawanan

Gerakan perlawanan di Papua memiliki tiga metode, yakni perjuangan sipil, militer, dan diplomasi. Jalur sipil misalnya ditempuh KNPB yang memediasi rakyat Papua untuk menyampaikan aspirasi dengan damai tanpa kekerasan.

Di luar KNPB, ada kelompok lain yang juga menempuh perjuangan sipil. Mereka saat ini mulai menyatukan arah. “Semua masih dimediasi oleh KNPB,” kata Victor.

Namun, menurut Victor, metode sipil ini kerap dibatasi oleh TNI dan Polri.

“Kami tidak diberi ruang untuk menyampaikan aspirasi. Konsekuensinya, kekerasan militer terjadi. Jadi ada sambung-menyambung antara gerakan sipil dengan militer," ujar Victor.
Kelompok-kelompok dominan yang menempuh perlawanan bersenjata di Papua antara lain kelompok militer Moris, Puron Wenda, dan Yambi.

“Mereka semua ada di bawah pimpinan Goliath Tabuni,” kata Victor.

Goliath Tabuni ialah Panglima Tinggi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat. Ia memimpin perang gerilya di Puncak Jaya.

Semua kelompok bersenjata tersebut, kata Victor, memiliki komando teritorial masing-masing dan punya kadar ancaman sama bagi pemerintah Republik Indonesia. Hal yang membedakan hanya pada situasi dan kesempatan saat mereka menyerang.

Perlawanan di Papua, ujar Victor, sudah berlangsung sebelum wilayah itu ‘dianeksasi’  Indonesia. Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 yang mendasari bergabungnya Papua dengan Indonesia dianggap sejumlah pihak tak sesuai dengan praktik hukum internasional, demokrasi, dan hak asasi manusia.

Alih-alih satu orang memiliki satu suara, Pepera memakai sistem satu suara terdiri dari banyak orang. Pepera bukannya melibatkan seluruh rakyat Papua, namun orang-orang yang dipilih berdasarkan musyawarah. Mereka ini kemudian disebut diintimidasi oleh militer.

Kelompok Benny Wenda

Kasus penyerangan terakhir di Polsek Sinak, disebut Kapolri Jenderal Badrodin Haiti didalangi oleh kelompok Benny Wenda. Selain menyerbu Polsek, kelompok itu juga disebut menembak pesawat rombongan Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw yang hendak mendarat di Sinak.

“Saat Kapolda akan melakukan evakuasi terhadap korban yang meninggal, dilakukan penembakan. Itu masih dilakukan oleh kelompok yang sama, yakni kelompoknya Benny Wenda,” kata Badrodin.

“Ada indikasi penyerangan itu dilakukan oleh kelompok TPN,” ujar Wakapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan.

TPN yang ia maksud ialah Tentara Pembebasan Nasional Nasional Organisasi Papua Merdeka di mana Benny bergabung.
Benny Wenda yang tinggal di London kini merupakan Kepala Perwakilan OPM di Inggris. Dia tokoh penggerak referendum kemerdekaan Papua.

Oktober 2002, Benny melarikan diri dari Lembaga Pemasyarakatan Abepura, Jayapura. Dia menyelundup ke perbatasan Papua Nugini sebelum terbang ke Inggris dan mendapatkan suaka dari negara itu.

“Saya sebenarnya tidak ingin melarikan diri. Tapi saya tidak bersalah. Saya membela masyarakat saya. Pemerintah Indonesia tiga kali mencoba membunuh saya di penjara,” ujar Benny di Sydney, Australia, Mei 2003.

“Jika saya tetap di tempat itu, saya akan terbunuh. Salah satu pemimpin pergerakan, Theys Elluay, dibunuh Kopassus tahun 2001. Setahun kemudian, saya menjadi target mereka karena saya salah satu penggagas gerakan,” ucap Benny.

Kepala BIN terdahulu, Marciano Norman, mengatakan kelompok pimpinan Benny Wenda bekerja sama dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat internasional yang mendukung kelompok separatis di berbagai negara.
(agk)

CNN Indonesia



Penumpang Kapal Pelni Tujuan Papua Mengeluh

Ambon - Ratusan penumpang kapal PT. Pelni tujuan Nabire, Papua Barat, mengeluh akibat armada badan usaha milik negara (BUMN) dalam pelayarannya tidak menyinggahi pelabuhan Nabire.

"Kami sudah tahu persoalan ini dan memberikan informasi ke PT.Pelni Pusat mudah-mudahan ada perubahan jadwal pelayaran kapal ," kata Kepala Operasi PT.Pelni Cabang Ambon, Samto di Ambon, Selasa (29/12).

Setiap hari, lanjutnya, para penumpang tujuan Nabire ini mendatangi Kantor PT. Pelni Cabang Ambon guna mengecek keberangkatan kapal ke daerah mereka.

Dia mengatakan, biasanya penumpang dengan tujuan Nabire selalu terangkut dari Ambon dengan mempergunakan kapal PT. Pelni yakni KM. Ngapulu yang menyinggahi Nabire, sedangkan sekarang tidak lagi.

"Kapal PT. Pelni yang sekarang melalui jalur pelabuhan Ambon menuju Jayapura yakni KM.Dobonsolo. Hanya saja tidak menyinggahi lagi Nabire, rutenya dari Ambon - Serui- Jayapura," ujar Samto.

Makanya, para penumpang selalu bertanya-tanya tentang kapal PT. Pelni tujuan Nabire. Itu masalahnya sehingga penumpang menumpuk di Kantor Pelni Cabang Ambon.

"Ada lagi masalah baru yang ditemui di Kantor Pelni Cabang Ambon, yakni jadwal pelayaran kapal PT. Pelni arus balik dari Ambon menuju Sorong dan seterusnya sampai ke Jayapura," ujarnya.

Dia menjelaskan, ada dua kapal PT. Pelni yang akan berlayar dari Ambon menuju Sorong dan langsung ke Jayapura yakni 1 Januari 2016 yakni KM.Dobonsolo dan pada 8 Januari 2016 KM.Cerimai.

"Maunya para penumpang yang datang mengecek jadwal itu yakni jadwal keberangkatan pada 3 atau 4 saja baru menuju Sorong dan seterusnya sampai di Jayapura, sebab pada 1 Januari 2016 itu masih perayaan Tahun Baru.

Hal ini yang menjadikan penumpang bolak-balik menumpuk di Kantor Pelni Cabang Ambon guna mendapatkan kepastian. Padahal sudah ada jadwal pelayaran kapal PT. Pelni di pintu masuk, dan memang pada 2 hingga 8 Januari 2016 tidak ada kapal masuk pelabuhan Ambon.

"Apalagi KM.Cerimai dalam pelayarannya dari Ambon tidak menyinggahi Nabire, jadwalnya Ambon-Sorong-Jayapura balik lagi tanpa menyinggahi Nabire," tandasnya.

Dengan demikian kalau tidak ada solusi dari PT. Pelni Pusat, terutama perubahan jadwal pelayaran, maka para penumpang tujuan Nabire harus transit disalah satu pelabuhan yakni di Sorong atau Serui

Tribun-Maluku.com



Rektor UGM Lepas 43 Guru Perintis ke Papua

Suasana Pelepasan di Balairung UGM
Guru adalah penggerak utama bagi pembangunan dan kemajuan sebuah bangsa. Hal ini disampaikan oleh Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., dalam pelepasan calon guru ke Kabupaten Intan Jaya, Papua, melalui program Guru Penggerak Daerah Terpencil, Rabu (30/12). Program ini diselenggarakan atas kerja sama Pemerintah Kabupaten Intan Jaya dengan Kelompok Kerja Papua UGM dan Pusat Pengembangan Kapasitas dan Kerja sama (PPKK) FISIPOL UGM.

Pada pelaksanaannya yang ketiga ini, sebanyak 397 orang dari seluruh Indonesia mendaftar untuk mengikuti program guru perintis ini. Para pendaftar yang memenuhi syarat adminstrasi kemudian mengikuti proses seleksi yang dilaksanakan di Jogja, Medan, Manado, Makasar, Timika, dan Jayapura sejak bulan November yang lalu, hingga akhirnya terpilih 43 orang yang akan ditempatkan di Kabupaten Intan Jaya untuk mengajar berbagai mata pelajaran di tingkat Pendidikan Anak Usia Dini hingga Sekolah Menengah Atas.

Rektor UGM Bersama 43 Guru Perintis
Ketua Kelompok Kerja Papua, Drs. Bambang Purwoko, M.A., mengapresiasi semangat para pendaftar untuk menjadi guru di Papua. “43 guru yang dipanggil memenuhi kualifikasi bukan sekadar penguasaan materi dan metode pembelajaran, tetapi juga motivasi dan semangat untuk mengabdi dan mencerdaskan bangsa, khususnya masyarakat Papua,” jelasnya.

Dalam sambutannya, Dekan FISIPOL, Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si., menyampaikan bahwa para guru memiliki kesempatan untuk memberi pengaruh yang besar bagi generasi muda Papua. “Saudara-saudara akan menjadi orang yang membukakan pintu bagi mereka yang tadinya hidup terkungkung di daerah terpencil hingga akhirnya mereka bisa pergi ke berbagai tempat dan menjadi orang-orang yang penting,” ujarnya.

Dari 43 guru yang akan ditempatkan, 20 diantaranya sudah berada di Nabire, sementara 23 lainnya akan diberangkatkan setelah acara pelepasan. Melalui program ini, mereka akan menjadi pengajar di Papua selama 2 tahun. (Humas UGM/Gloria)

Sumber: UGM

PT PLN Nabire Keluhkan Sampah Yang Dibuang Di Dekat Gardu Listrik

(Gardu PLN di Pasar Sentral Kalibobo yang dipenuhi tumpukan sampah)

Nabire - Memasuki musim hujan, pihak PLN Rayon Nabire meminta warga Nabire untuk tidak membuang sampah di sekitar Gardu Listrik PLN, karena hal tersebut dapat mengganggu fasilitas milik PLN.

bSeperti diketahui jika gardu milik PLN tersebut tertimbun sampah, akan mengakibatkan penanganan gangguan oleh petugas PLN menjadi terhambat, selain itu jika sampah terus menumpuk di sekitar gardu atau tiang PLN maka saat hujan deras terjadi, sampah tersebut bisa meluap tergenang air dan mengakibatkan tiang listrik PLN ambruk atau ada sampah yang masuk kedalam gardu. Disamping itu ditakutkan jika ada warga yang membakar sampah disekitar gardu PLN karena hal tersebut sangat berbahaya dan bisa menimbulkan outtage atau korsleting listrik.

Terkait hal itu, PT PLN Rayon Nabire meminta kepada petugas dari Dinas Kebersihan Nabire agar selalu memperhatikan kondisi sampah yang berada di dekat Gardu atau tiang milik PLN.

Salah satunya di gardu NBR115 yang berlokasi di dalam Pasar Sentral Kalibobo. Gardu tersebut tertimbun tumpukan sampah. Selain itu juga di tiang PLN yang berada di Pasar Karang Tumaritis.


c

Pihak PLN Nabire mengklaim para petugas lapangan PLN Nabire sering mengeluhkan kondisi gardu tersebut. Apalagi jika terjadi gangguan, sangat sulit mencari posisi untuk bekerja di gardu tersebut akibat sampah yang menumpuk.

Oleh karena itu hal tersebut bisa menjadi perhatian serius bagi pihak Dinas Kebersihan Nabire, dan juga bagi warga agar tidak serta merta membuang sampah di sekitar gardu milik PLN seperti di Pasar Sentral Kalibobo, Pasar Karang Tumaritis dan tempat lainnya di Nabire yang dekat dengan gardu listrik PLN, tentunya untuk kenyamanan warga Nabire sendiri.

 Nabire.net

 

 

Skuat Black Steel Papua Barat Di Liga Futsal Nusantara 2015

8 tim telah dipastikan akan berlaga di babak 8 besar nasional Liga Futsal Nusantara (LFN) 2015.
Laga LFN 2015 babak 34 besar telah berakhir yang memainkan dua grup, yaitu barat dan timur pada 12-22 Desember lalu di dua kota yaitu Padang, Sumatra Barat (Sumbar) pada 13-20 Desember, dan Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 12-22 Desember.

Berikut Skuat Black Steel Papua Barat yang lolos ke babak 8 besar nasional.

1. FIKRI NOVIANTO
2. MARSELINO RICHARD WAROY
3. JHON RUMBRUREN
4. ALEXANDER BENHARD L.
5. YERRY MAMBRAKU
6. MILALES WAILATA
7. M. ALFAN ULY PRAKARSA
8. SALAMUN
9. ADOLFO CHRISTIAN YEMBISE
10. FANDY JUSMAN RUHUPUTTY
11. BERKENICE VICTORIUS R.
12. YUDIT MAMBRASAR
13. ISRAEL FONTANA
14. MELKIAS SADA
15. AULIA RAHMAN
16. GLEND WALTER
(Foto : Bolalob)

IPMA Papua DIY : Spanduk Sebar Kebencian, Mahasiswa Papua Jogja Bukan Separatis

Presiden Mahasiswa Papua/Foto : Doc.Prib.Ist
Yogyakarta,(KM)--Mahasiswa Papua di Yogyakarta bukan separatis. Ormas Forum Jogja Anti Separatis (FJAS)  dibawa Pimpian Muhammad Suhud, M.H dan Chan Sugiarto, S.H terlalu propokasi kepada masyarakt Yogyakarta. Ada upaya – upaya yang terus mereka lakukan, salah satunya mengadakan   seminar tentang  “Anti separatisme  di kota Daerah Istimewa Yogyakarata”    yang akan berlangsung pada tanggal 29 Desember mendatang. jadi ini tujuannya arah kemana ? seakan mereka lakukan seminar  untuk mengajak kaum mahasiswa/I Jogja untuk mendukung statement yang mereka buat. Sehingga kami mahasiswa Papua di Jogja membuat spanduk  terkait  kasus  penyebaran kebencian. Hal Ini disampaikan oleh Presiden Mahasiswa Papua, Aris Yeimo ketika dihubunginya. Minggu,(27/12/15)

“Deklarasi Jogja Anti Separatis yang ditujukan kepada seluruh Mahasiswa Papua di Yogyakarta, dimulai pada tanggal 1 Desember 2015 lalu di halaman DPRD DIY . Awal dimulainya Tindakan Siar Kebencian Berbasis Diskriminasi Ras dan Etnis dalam ke-Istimewaan Yogyakarta.” Tegas Yeimo

Yeimo menilai, Diskriminasi Ras dan Etnis terhadap mahasiswa Papua di Yogyakarta dilakukan secara struktural baik oleh masyarakat maupun pemerintah setempat.
Saat Presiden Ipma Papua, Sekjen Ipma Papua  bersama LBH Jogja  melaporkan kasus sebar kebencian
kepada Kaoplda DIY. (Foto : Doc. Ipma Papua.Ist)

Hal ini, Lanjut Aris,  Kami sudah laporkan kepada Pihak yang berwajib yakni Kapolda DIY pada tanggal 10 Deseber lalu, diamana hari yang selalu diperingati sebagai Hari HAM Internasional, tetapi Kapolda DIY beserta jajarannya tidak tanggapi  secara serius tentang laporan yang kami ajukan, seakan-akan mereka bekerja sama. Tegasnya

“Mengingat tindakan Siar Kebencian adalah Tindak Pidana dan Diskriminasi Rasial adalah Pelanggaran HAM sebagaimana dijamin dalam Pasal 156 junto Pasal 157 Kitab Undang Undang Hukum Pidana dan Pasal 4 junto Pasal 15 Undang Undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Peghentian Diskriminasi Ras dan Etnis sehingga para pelaku baik secara invidu maupun organisasi wajib diberikan sangksi sesuai dengan aturan yang berlaku demi melindungi Hak Asasi Manusia setiap warga Negara Indonesia sembari mewujudkan Prinsip Negara Indonesia adalah Negara hokum dan perlakuan yang sama didepan hukum.”

Lanjut, “Kami juga sudah pasang Spanduk di depan asrama Kamasan 1 Jl. Kusuma Negara ini, supaya masyarakat Jogja itu mengerti  benar tentang   situasi keberadaan mahasiswa Papua di Jogja , kami bukan separatis, kami mahasiswa murni.” Tegas Yeimo.

Spanduk sebar kebencian terhap mahasiswa papua yogyakarta/Foto : Doc.Ipma Papua.Ist

“Kita bicara masalah hak menetukan nasib sendiri, itu  urusan kami masing-masing, dan sudah didukung dalam Hukum dan UUD 1945 bebas untuk berekpreasi.” Ujarnya.

Presiden Mahasiswa Papua, Aris Yeimo juga meminta kepada  Kapolda DIY dan jajarannya, segera dihadili pelaku sebar kebencin, atas nama Muhamad Zu, S.H, dan Chan Sugiarto, S.H. (Manfred/KM)
 
Sumber: KM
 
 
 
 
 

Libur Natal, Wisatawan Kerubuti Pantai-Pantai di Papua

Seorang bocah tersenyum saat bermain dipantai Kaimana, Papua, Selasa (9/1). Pesona keindahan alam serta objek wisata pantai merupakan salah satu sumber daya kabupaten Kaimana yang berada di kepala burung Papua.(foto ANTARA)
BIAK -- Warga dari berbagai kampung di Kabupaten Biak Numfor, Papua, memadati sejumlah pantai untuk mengisi waktu liburan Natal hari kedua, Sabtu (26/12). Berbagai tempat pantai dijadikan tempat favorit liburan hari Natal, di antaranya Pantai Bosnik, distrik Biak Timur, pantai Anggaduber distrik Oridek, pantai Paray, pantai Wafnor dan pantai Water Basis komplek Lanal distrik Biak Kota.

"Tempat paling favorit untuk keluarga adalah pantai, ya waktu liburan hari kedua Natal menjadi sarana paling tepat untuk mengisi liburan," ungkap Meiti, salah satu warga Biak.

Lokasi pantai yang bersih di pantai Bosnik, menjadi ajang bermain anak-anak dan orang dewasa dalam memanfaatkan waktu liburan Natal. Karcis masuk yang dipungut pengelola pantai bervariasi, untuk kendaraan bermotor Rp 5.000 hingga Rp 10 ribu.

Sedangkan lokasi lain di antaranya kolam pemandian, arena bermain anak-anak, dan monumen perang dunia II dan Goa Jepang. Hingga Sabtu pukul 17.00 berbagai aktivitas warga Biak masih berjalan normal, di antaranya angkutan umum, pelabuhan, bandara, pasar serta pertokoan tetap beroperasi lancar melayani kebutuhan masyarakat.
Sumber : Antara

FMK Makassar Catat Kekerasan di Papua Dilakukan Aparat

diskusi di warkop Klabers depan mal Makassar Town Square (Mtos) Jl Perintis Kemerdekaan, Jumat (26/12/2015).
MAKASSAR - Front Mahasiswa Kerakyatan (FMK) Makassar mencatat dalam satu tahun terakhir pemerintahan Jokowi-JK ada 11 peristiwa kekerasan yang terjadi di papua.

Hal tersebut diungkapkan salah satu anggota FMK Makassar, Sonie Sitoena saat FMK Makassar gelar diskusi Hak Asasi Manusia (HAM) dan kemerdekaan masyarakat Papua di warkop Klabers di depan Makassar Town Square (Mtos) Jl Perintis Kemerdekaan, kota Makassar, Jumat (26/12/2015).

"Setidaknya ada sebelas (11) peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan TNI atau pun Polri di papua dalam pemerintahan ini," kata Sonie.

Sonie, mahasiswa Universitas Negeri Makassar UNM) ini menjelaskan, peristiwa kekerasan tersebut dengan jumlah korban meninggal dunia ada sepuluh (10) orang.

Dan tiga puluh sembilan (39) orang lainnya mengalami luka-luka. sementara itu, dua ratus enam puluh delapan (268) orang lainnya ditangkap dalam melakukan aksi damai.

"Ini jelas bahwa permasalahan yang ada di papua adalah pelanggaran HAM dan ini dibiarkan oleh negara begitu saja," jelasnya.

Diskusi ini juga dihadiri oleh belasan mahasiswa dari berbagai kampus dan elemen organisasi kemahasiswaan di Makasar. (TRIBUN-TIMUR.COM)

Pak Jokowi, Papua Butuh Dialog!

Dulu, saat kampanye Pilpres, Jokowi berjanji akan menyelesaikan persoalan Papua dengan hati dan kerja nyata. Kini, setelah setahun lebih janji itu didengungkan, sudahkah Papua diurus dengan pendekatan hati?

Sejauh ini, memang ada upaya Jokowi untuk menunjukkan kepedulian dan perhatiannnya kepada Papua. Dia berjanji akan mengunjungi Papua tiga kali dalam setahun. Sebelumnya, ada wacana Jokowi akan bangun Istana Kepresidenan di Papua. Sebelumnya juga, Jokowi memberikan grasi terhadap sejumlah tahanan politik (Tapol) Papua, termasuk Filep Karma.

Namun, semua itu masih terkesan aksi simbolik. Belum merupakan sebuah perubahan cara pendekatan dan cara kerja dalam mengurus persoalan rakyat Papua. Akibatnya, keadaan-keadaan lama, yakni eksploitasi yang digardai dengan kekerasan, masih berlanjut hingga hari ini. Tidak percaya?

Pada tanggal 23 Desember lalu, dua hari menjelang Natal, seorang Papua bernama Marcel Doga ditembak mati oleh aparat TNI di Kabupaten Keerom, Papua. Kejadian itu bermula saat korban meminta haknya sebagai buruh, yaitu Tunjangan Hari Raya (THR), kepada perusahaan sawit. Ironisnya, bukannya memenuhi tuntutan korban, perusahaan malah menggunakan TNI untuk mengusir korban hingga berujung penembakan.
Pada tanggal 1 Desember 2015, Polisi/Brimob juga menembak mati 4 orang dan melukai 8 orang lainnya di kabupaten Yapen, Serui, Papua. Penembakan ini terkait dengan upacara pengibaran bendera bintang kejora dan peringatan HUT Papua Barat. Kendati demikian, Polisi/Brimob seharusnya tidak menggunakan jalan kekerasan untuk menyikapi kejadian itu.

Pada saat bersamaan, tanggal 1 Desember juga, di Jakarta, aksi demonstrasi mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dibubarkan paksa oleh aparat kepolisian. Sebanyak 306 mahasiswa ditangkap dalam kejadian tersebut.

Kemudian, pada 28 Oktober 2015, TNI juga menembak mati dua warga sipil dan melukai dua lainnya di distrik Mimika Baru, Timika, Kabupaten Mimika, Papua. Pemicunya sepele: cekcok antara prajurit TNI dengan warga yang memblokir jalan karena sedang menyelenggarakan pesta.

Kita juga tentu belum lupa dengan kebrutalan aparat kepolisian dalam “Insiden Paniai” yang menewaskan 5 orang dan melukai belasan warga sipil lainnya pada tanggal 8 Desember 2014. Hingga sekarang, pengusutan kejadian itu belum menemukan titik terang.

Sementara itu, hampir setiap saat kita menyaksikan aksi-aksi demonstrasi orang Papua dibubarkan paksa. Kadang-kadang disertai penangkapan aktivis. Semua ini menandakan bahwa aparat keamanan masih enggan menghargai hak orang Papua untuk berekspresi dan menyatakan pendapatnya.

Saya kira, semua kejadian di atas menunjukkan bahwa pendekatan terhadap persoalan Papua belum berubah. Moncong senapan masih lebih dominan bicara ketimbang dialog. Anggapan terhadap orang Papua, bahwa mereka separatis, masih bercokol kuat di corak berpikir sebagian pemangku kekuasaan dan aparat TNI/Polri.

Yang berubah paling-paling adalah kegiatan investasi yang makin digenjot untuk mengeksploitasi bumi dan kekayaan Papua. Sekarang sudah ada empat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Papua, yakni Merauke, Sorong, Teluk Bintuni, dan Raja Ampat. Sekarang bukan hanya perusahaan tambang, tetapi perusahaan perkebunan—khususnya sawit—juga mulai merambah setiap jengkal tanah Papua. Pertanyaannya kemudian, rakyat Papua akan dapat apa?

Saya mengapresiasi keinginan Presiden Jokowi untuk mengurus Papua dengan hati. Tetapi, perlu diingat, Presiden SBY juga dulu menjanjikan membangun Papua dengan hati. Tetapi yang terjadi kemudian: kekerasan tetap berlanjut, jumlah Tapol meningkat, dan Papua tetap provinsi termiskin di Indonesia.
Jokowi tidak boleh mengulang itu. Karena itu, Jokowi perlu mengambil langkah-langkah konkret. Pertama, sudah saatnya pemerintah lebih banyak mendengar suara orang-orang Papua, termasuk dalam urusan pembangunan. Jangan lagi Jakarta merasa serba tahu akan kebutuhan orang Papua. Padahal, belum tentu apa yang dirasa oleh Jakarta sebagai “kebutuhan Papua” benar-benar adalah kebutuhan rakyat Papua. Lagipula, setiap pendekatan politik dan ekonomi seharusnya mempertimbangkan tradisi dan budaya orang-orang Papua.

Untuk keperluan itu, sudah saatnya Jokowi membuka ruang dialog seluas-luasnya bagi seluruh rakyat Papua. Bukan hanya dialog dengan elit-elit Papua, tetapi juga dengan rakyat banyak. Saya kira, membangun Papua dengan hati harus dimaknai dengan pembangunan berbasiskan partisipasi rakyat.

Namun, dialog tidak mungkin terjadi kalau orang-orang Papua masih dalam keadaan tertekan; ketika hak berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat orang Papua masih ditindas; dan ketika Jakarta masih menganggap Papua separatis dan alergi dengan segala yang berbau bintang kejora.

Nah, untuk memulihkan kepercayaan orang Papua terhadap Jakarta, dan sekaligus memungkinkan orang Papua merasa aman dan bebas menyatakan pendapatnya, maka pemerintahan Jokowi harus berani menarik TNI/Polri dari Papua. Pembangunan Kodam baru di Papua harus dihentikan. Sebab, tidak ada dialog bebas dan demokratis di bawah todongan senjata.

Kedua, Papua sudah harus diajak bicara Indonesia sebagai sebuah proyek bersama. Di sini bukan sekedar menaruh semakin banyak orang Papua di pemerintahan dan badan perwakilan nasional, tetapi bagaimana gagasan-gagasan orang Papua mewarnai proyek bersama dan tujuan bersama kita sebagai sebuah bangsa.
Rencananya, usai Natal ini, Presiden Jokowi kembali akan berkunjung ke Papua. Kita berharap ini bukan hanya rutinitas simbolik belaka, tetapi sebuah upaya untuk membuka kembali ruang dialog seluas-luasnya di Papua. Sembari menunggu kunjungan Pak Jokowi ke Papua, mari kita cuitkan tagar ini:

 Rudi Hartono
 #PapuaMintaDialog []
berdikarionline

Masyarakat Papua Diminta Lindungi Hutan Sagu

Sorong - Sebagai sumber pangan lokal, masyarakat Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat, diminta agar melindungi hutan sagu.

"Hutan sagu harus dilindungi tidak boleh dimusnahkan untuk lahan pertanian dan kepentingan lainnya," kata tokoh pemuda Malamoi Benny Osok di Sorong, Selasa (3/11/2015).

Dia mengimbau seluruh masyarakat Kabupaten Sorong, khususnya petani, agar waspada membakar lahan karena saat ini musim kemarau sehingga mudah terjadi kebakaran hutan terutama hutan sagu.

Menurut Benny, tanaman sagu tidak hanya sumber pangan lokal, tapi juga melindungi sumber air untuk kehidupan masyarakat setempat.

Karena itu, kata dia, masyarakat adat Kabupaten Sorong tidak boleh membakar hutan sagu atau memusnahkan tanaman itu untuk lahan pertanian lain.

Ditegaskan Benny, sagu adalah makanan pokok masyarakat adat Papua turun-temurun dan budaya ini harus terus dilestarikan jangan sampai punah di masa yang akan datang.

"Sagu juga dapat diolah menjadi berbagai jenis bahan makanan untuk di konsumsi masyarakat setempat maupun diekspor ke luar negeri," ujar dia.

Bennny berharap, masyarakat adat menolak investor yang ingin menjadikan hutan sagu sebagai lahan pertanian kepala sawit. dpupapuabarat.com

Wah...47% Masyarakat Papua Belum Nikmati Listrik !

Aktivitas penduduk desa di Papua (dok. Gatra)
Jayapura - PT PLN wilayah Papua dan Papua Barat mengklaim masih sekitar 47% masyarakat di dua provinsi itu yang belum menikmati penerangan dari PLN. Salah satunya karena sulitnya kondisi geografis didaerah tersebut.

General Manager PLN wilayah Papua dan Papua Barat, Robert Sitorus mengatakan jika dipisahkan, untuk di Provinsi Papua baru sekitar 44% masyarakatnya mendapatkan penerangan dari PLN dan untuk di Papua Barat sudah sekitar 74% masyarakatnya teraliri listrik dari PLN.

“Wilayah Papua paling banyak di daerah pegunungan tengah yang belum teraliri listrik, sementara untuk Papua Barat, paling banyak daerah pemekaran kabupaten baru yang belum teraliri listrik. Walau begitu, pemda setempat juga giat membangun listrik untuk masyarakat setempat,” katanya, Rabu (18/11)

Lanjut Robert, pada dasarnya sejumlah energy terbarukan yang ada di Bumi Cenderawasih bisa digunakan, namun potensi sumber energy terbarukan itu letaknya jauh dari pusat beban atau pemukiman. Misalnya saja pembangunan PLTA di Genyem, untuk dapat dialiri listrik hingga ke pelanggan membutuhkan 222 tower.

PLN menyebutkan saat ini sejumlah energy terbarukan ada dibeberapa lokasi, diantaranya di Walesi-Kabupaten Jayawijaya, lalu di Werbeg di Kabupaten Fakfak, Prafi di Manokwari dan Genyem, kabupaten Jayapura.

“Semua sumber energy terbarukan ini masih menggunakan air, tetapi skalanya masih kecil, yang paling besar baru PLTA Genyem,” kata Robert menambahkan. GATRAnews

Ribuan Umat Nasrani Di Nabire Merayakan Ibadah Malam Kudus & Misa Natal 25 December 2015

Perayaan Ibadah Malam Kudus Di GKI Siloam Sanoba Nabire
Nabire( rasudofm) - Ribuan Umat Nasrani Di Nabire Merayakan Ibadah Malam Kudus & Misa Natal 25 December 2015 Berjalan dengan hikmat 

Walaupun sedikit diguyur hujan gerimis, namun perayaan ibadah malam kudus di kota Nabire berjalan lancar dan aman.

Dari hasil pantauan kami jumat 25/12/2015, Salah satu perayaan ibadah malam kudus yang diselenggarakan di gereja GKI Siloam Sanoba Nabire berjaan dengan hikmat dan dalam keadaan aman. Ibadah ini sendiri dipimpin langsung oleh Pdt F. Samsanoy S.Th.

Berthemakan “Hidup Bersama Sebagai Keluarga Allah” (Kej 9 : 16), Pdt F. Samsanoy menyampaikan khotbahnya yang diambil dari Titus 2:11-15 “Kasih karunia Allah menyelamatkan semua manusia”.

Dalam pesannya, Pdt F. Samsanoy S.Th mengatakan bahwa dimalam persiapan kelahiran Tuhan Yesus Kristus, sehingga kita harus bertobat dan meninggalkan semua perbuatan jahat agar kita dapat menerima kelahiran Yesus Kristus di hati kita yang akan membawa keselamatan abadi.       
                                                                              
Kebenaran Firman Tuhan mau mengajarkan kepada kita bahwa Allah sendirilah yang memberikan kasih karuniaNya bagi keselamatan kita dengan mengutus anak tunggalNya, yakni Yesus Kristus Tuhan dan Juruselamat untuk lahir ke dalam dunia dan menjadi sama dengan manusia. Dialah kasih karunia Allah yang meyelamatkan umat manusia.

Ibadah juga diselingi dengan Puji-pujian dari Vokal Grup disamping penyalaan lilin malam kudus.
Pohon Natal di Halaman GKI Siloam Sanoba Nabire

Selain di GKI Siloam Sanoba Nabire, ibadah juga dilangsungkan dengan penuh khidmat di beberapa Gereja seperti GKI Tabernakel Oyehe, GKI Immanuel Kotalama, Gereja Kingmi Sejahtera Nabire, Kingmi Efata Nabire, GKII Bikit Sion Nabire, Gereja Katolik Kristus Raja Siriwini Nabire, Kristus Sahabat Kita (KSK) Nabire dan seluruh gereja yang ada di kota Nabire berjalan hikmat, lancar dan aman.  (rdfm/kagane)



“EXPEL FREEPORT, SAVE PAPUA,” STUDENTS DEMAND

Carrying banners and pamphlets “Expel Freeport, Save Papua”, they demanded PT. Freeport Indonesia fulfill their obligations to the customary landowners in gold and copper mining areas, including the tenureship payment amounted to Rp 400 trillion.
If not, the Freeport’s contract should not be extended for third time and this American company should check out of Papua, the protestors said.
Protest Coordinator Robert Natikime said in his speech that since the first contract, Freeport has not brought benefits to the landowners and communities around its mine are still living in poverty.
“When the first contract was signed in 1967, Freeport’s representative Forbes Wilson fooled our grandparents. He promised a lot of things but nothing been materialized. The third contract could not be executed if it wasn’t involved the landowners and Freeport must pay penalty on tenureship,” he said.
He said Freeport comes not to welfare the landowners in general and Papua in particular. But it presents to destroy the customary landowners to take control on their natural richness.
“Papua Legislative Council to immediately form a Special Committee on Freeport’s Contract. Freeport is responsible to the entire human rights violations occurred in Papua generally and in particular in Mimika since it’s been operated in 1967. Freeport’s Headquarters must be in Papua, instead of Jakarta,” he said.
The students were met with the Chairman of Papua Legislative Council, Yunus Wonda; the Chairman of Commission I of Papua Legislative Council, Elvis Tabuni, Papua legislators Laurenzus Kadepa, Kusmanto and Wilhelmus Pigai.
“We have not been able to determine the next step if we don’t know where we stand. We are waiting for Freeport’s respond. Sometimes ago the Papua Provincial Government proposed 17 points. It should be followed up first befire the new contract. The 17 points are to facilitate the interest of indigenous Papuans, in particular seven tribes of landowners,” said Wonda in front of protesters.
After the rally, Papua legislator Laurenzus Kadepa told Freeport to not only give a promise, but it has to have commitment to build the human resources of local community, besides paying compensation Rp 400 trillion to the landowners.
Now, two mountains at hundreds meters of height of Cartenz, Erstberg (1967-1987) and Grasberg (1988-2041), have damaged. While the law land of Amungsa Land (Mimika) is continuously containing the mining waste or tailing. But the polemic on Freeport’s contract and shares is continuously happened in Jakarta.
Ertsberg has been transformed into a lake named Wilson Lake after Forbes Wilson, the expedition leader of Freeport 1960 with the late Amungme leader Mozes Kilangin whose name given to the Timika International Mozes Kilangin Airport.
Forbes Wilson didn’t deny the role of Amungme leader in Freeport’s expedition along Amungme people to guarantee the expedition run smoothly and safety without the escort of the Dutch Army. The local people were simply tackling the security of Dutch and American expedition team for more than a month in April 1960.
Forbers Wilson wrote in his book “The Conquest of Copper Montain” confessed that Mozes Kilangin was a navigator as well as good negotiator and also kept monitor and escort him during the climb expedition to Erstberg.
If he was still alive, what would he said about the renegotiation of Freeport’s contract to extend their exploitation of copper, gold and silver mining at the Grasberg and Ertsberg in Papua until 2041.
All parties in Jakarta seem not paying attention and care about the Papuans, especially Kamoro and Amungme people. It’s similar with Freeport that doesn’t care about it at all since they have been operated in this land and after being expelled from Cuba when managing the sculpture mining. (Arjuna Pademme/rom)
http://tabloidjubi.com/eng/expel-freeport-save-papua-students-demand/
 
 

2 + 2 Meeting in Sydney Touches on Papua and Indonesian Sovereignty

Jakarta. Defense Minister Ryamizard Ryacudu has used a "2 + 2" bilateral meeting in Australia as an opportunity to warn other countries to not become involved in the long-running Papua independence campaign and to respect the sovereignty of Indonesia.

Ryamizard was quizzed on the issue on Monday in Sydney after reports that international NGOs were forced to close Papua-based offices.

“There are countries that are getting involved in the issue of Papua,” he said in an address to Australian media, without pointing to specific countries.

“The unitary Republic of Indonesia extends from Sabang [on the western tip of Sumatra] to Papua. There is no other solution, that’s the way it is,” he said.

Ryamizard was joined in Sydney by Foreign Minister Retno Marsudi to meet with their Australian counterparts, Foreign Minister Julie Bishop and Defense Minister Marise Payne, to discuss security issues and potential investment

Papua was addressed during the meeting and Bishop told media that Australia respects the sovereignty of Indonesia unconditionally.

"On the issue of Papua, yes, that was part of our discussions. We had a general discussion about regional issues, about Pacific issues and Australia restated as we have done on many occasions, publicly and privately, our unconditional support and respect for Indonesia's sovereignty in this regard," she said, as reported by AAP.

Five days ago, Retno dan Ryamizard also held a 2+2 meeting with their Japanese counterpart to discuss the same issue.

jakartaglobe.beritasatu.com


Amnesty International Gembira Filep Karma Dibebaskan

Amnesty Internasional mendesak pihak berwenang Indonesia harus membentuk sebuah mekanisme untuk menyelesaikan budaya impunitas di Papua dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan keamanan di masa lalu dan sekarang.

Filep Karma (foto tabloidjubi)
PAPUA - Aktivis pro-kemerdekaan Papua Filep Karma menghirup udara bebas setelah dipenjara selama lebih dari satu dekade karena mengibarkan bendera Bintang Kejora dalam sebuah upacara politik pada 2004. Filep Karma adalah satu di antara sekitar 200 orang yang ikut ambil bagian dalam sebuah upacara secara damai di Abepura, provinsi Papua pada 1 Desember 2004.

"Filep Karma menghabiskan waktu lebih dari satu dekade dalam hidupnya di penjara ketika seharusnya dia tidak boleh dipenjara bahkan untuk satu hari. Itu adalah sebuah dagelan keterlaluan dari sistem hukum dan dia seharusnya tidak pernah diadili di pengadilan," kata Josef Benedict, Direktur Kampanye untuk Asia Tenggara Amnesty International.

"Setiap Warga Negara Indonesia seharusnya memiliki hak untuk mengekspresikan diri secara bebas (right to free expression) dan hak untuk berkumpul secara bebas (right to freely assemble), tetapi hak tersebut secara kejam ditolak untuk Filep Karma."

Amnesty International sudah lama menganggap Filep Karma sebagai tahanan nurani (prisoner of conscience) dan berkampanye untuk pembebasannya. Pada tahun 2011 para pendukung organisasi ini di lebih dari 80 negara mengirimkan lebih dari 65.000 pesan dukungan kepadanya sebagai bagian dari kampanye tahunan "Menulis untuk Hak Asasi Manusia" (Write for Rights) dan menyerukan pembebasannya tanpa syarat.

Filep Karma secara konsisten menolak untuk menerima remisi yang ditawarkan oleh pemerintah, dan dia mengatakan dia hanya akan menerima pembebasan tanpa syarat dan bahwa seharusnya dia tidak pernah dipenjara sejak awal.

Amnesty International percaya bahwa dia ditangkap secara semena-mena karena dia mengunakan haknya untuk mengekspresikan diri secara bebas (right to free expression) dan untuk berkumpul secara bebas (right to freely assemble), sewaktu dia mengibarkan bendera dan menghadiri sebuah kegiatan politik.

"Kami berharap ini akan menjadi langkah pertama menuju pembebasan semua tahanan nurani yang dipenjara karena ekspresi politik mereka secara damai di Papua dan di daerah lain di Indonesia," kata Josef Benedict.

Amnesty International berharap pembebasan Filep Karma menjadi tanda otoritas akan menjauhi dari tindakan-tindakan represif yang sering digunakan oleh para pihak yang berwenang untuk membungkam perbedaan pendapat secara damai di wilayah Papua.

Di samping pembebasan semua tahanan nurani, pihak berwenang Indonesia harus membentuk sebuah mekanisme untuk menyelesaikan budaya impunitas di Papua dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan keamanan di masa lalu dan sekarang.
( Wid / Deb )

 - See more at: http://www.jaringnews.com/internasional/asia/73558/Amnesty-International-Gembira-Filep-Karma-Dibebaskan#sthash.P8Nhxynj.dpuf


Amnesty Internasional mendesak pihak berwenang Indonesia harus membentuk sebuah mekanisme untuk menyelesaikan budaya impunitas di Papua dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan keamanan di masa lalu dan sekarang.
PAPUA, Jaringnews.com - Aktivis pro-kemerdekaan Papua Filep Karma menghirup udara bebas setelah dipenjara selama lebih dari satu dekade karena mengibarkan bendera Bintang Kejora dalam sebuah upacara politik pada 2004. Filep Karma adalah satu di antara sekitar 200 orang yang ikut ambil bagian dalam sebuah upacara secara damai di Abepura, provinsi Papua pada 1 Desember 2004.
"Filep Karma menghabiskan waktu lebih dari satu dekade dalam hidupnya di penjara ketika seharusnya dia tidak boleh dipenjara bahkan untuk satu hari. Itu adalah sebuah dagelan keterlaluan dari sistem hukum dan dia seharusnya tidak pernah diadili di pengadilan," kata Josef Benedict, Direktur Kampanye untuk Asia Tenggara Amnesty International.
"Setiap Warga Negara Indonesia seharusnya memiliki hak untuk mengekspresikan diri secara bebas (right to free expression) dan hak untuk berkumpul secara bebas (right to freely assemble), tetapi hak tersebut secara kejam ditolak untuk Filep Karma."
Amnesty International sudah lama menganggap Filep Karma sebagai tahanan nurani (prisoner of conscience) dan berkampanye untuk pembebasannya. Pada tahun 2011 para pendukung organisasi ini di lebih dari 80 negara mengirimkan lebih dari 65.000 pesan dukungan kepadanya sebagai bagian dari kampanye tahunan "Menulis untuk Hak Asasi Manusia" (Write for Rights) dan menyerukan pembebasannya tanpa syarat.
Filep Karma secara konsisten menolak untuk menerima remisi yang ditawarkan oleh pemerintah, dan dia mengatakan dia hanya akan menerima pembebasan tanpa syarat dan bahwa seharusnya dia tidak pernah dipenjara sejak awal.
Amnesty International percaya bahwa dia ditangkap secara semena-mena karena dia mengunakan haknya untuk mengekspresikan diri secara bebas (right to free expression) dan untuk berkumpul secara bebas (right to freely assemble), sewaktu dia mengibarkan bendera dan menghadiri sebuah kegiatan politik.
"Kami berharap ini akan menjadi langkah pertama menuju pembebasan semua tahanan nurani yang dipenjara karena ekspresi politik mereka secara damai di Papua dan di daerah lain di Indonesia," kata Josef Benedict.
Amnesty International berharap pembebasan Filep Karma menjadi tanda otoritas akan menjauhi dari tindakan-tindakan represif yang sering digunakan oleh para pihak yang berwenang untuk membungkam perbedaan pendapat secara damai di wilayah Papua.
Di samping pembebasan semua tahanan nurani, pihak berwenang Indonesia harus membentuk sebuah mekanisme untuk menyelesaikan budaya impunitas di Papua dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan keamanan di masa lalu dan sekarang.
( Wid / Deb ) - See more at: http://www.jaringnews.com/internasional/asia/73558/Amnesty-International-Gembira-Filep-Karma-Dibebaskan#sthash.P8Nhxynj.dpuf
Amnesty Internasional mendesak pihak berwenang Indonesia harus membentuk sebuah mekanisme untuk menyelesaikan budaya impunitas di Papua dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan keamanan di masa lalu dan sekarang.
PAPUA, Jaringnews.com - Aktivis pro-kemerdekaan Papua Filep Karma menghirup udara bebas setelah dipenjara selama lebih dari satu dekade karena mengibarkan bendera Bintang Kejora dalam sebuah upacara politik pada 2004. Filep Karma adalah satu di antara sekitar 200 orang yang ikut ambil bagian dalam sebuah upacara secara damai di Abepura, provinsi Papua pada 1 Desember 2004.
"Filep Karma menghabiskan waktu lebih dari satu dekade dalam hidupnya di penjara ketika seharusnya dia tidak boleh dipenjara bahkan untuk satu hari. Itu adalah sebuah dagelan keterlaluan dari sistem hukum dan dia seharusnya tidak pernah diadili di pengadilan," kata Josef Benedict, Direktur Kampanye untuk Asia Tenggara Amnesty International.
"Setiap Warga Negara Indonesia seharusnya memiliki hak untuk mengekspresikan diri secara bebas (right to free expression) dan hak untuk berkumpul secara bebas (right to freely assemble), tetapi hak tersebut secara kejam ditolak untuk Filep Karma."
Amnesty International sudah lama menganggap Filep Karma sebagai tahanan nurani (prisoner of conscience) dan berkampanye untuk pembebasannya. Pada tahun 2011 para pendukung organisasi ini di lebih dari 80 negara mengirimkan lebih dari 65.000 pesan dukungan kepadanya sebagai bagian dari kampanye tahunan "Menulis untuk Hak Asasi Manusia" (Write for Rights) dan menyerukan pembebasannya tanpa syarat.
Filep Karma secara konsisten menolak untuk menerima remisi yang ditawarkan oleh pemerintah, dan dia mengatakan dia hanya akan menerima pembebasan tanpa syarat dan bahwa seharusnya dia tidak pernah dipenjara sejak awal.
Amnesty International percaya bahwa dia ditangkap secara semena-mena karena dia mengunakan haknya untuk mengekspresikan diri secara bebas (right to free expression) dan untuk berkumpul secara bebas (right to freely assemble), sewaktu dia mengibarkan bendera dan menghadiri sebuah kegiatan politik.
"Kami berharap ini akan menjadi langkah pertama menuju pembebasan semua tahanan nurani yang dipenjara karena ekspresi politik mereka secara damai di Papua dan di daerah lain di Indonesia," kata Josef Benedict.
Amnesty International berharap pembebasan Filep Karma menjadi tanda otoritas akan menjauhi dari tindakan-tindakan represif yang sering digunakan oleh para pihak yang berwenang untuk membungkam perbedaan pendapat secara damai di wilayah Papua.
Di samping pembebasan semua tahanan nurani, pihak berwenang Indonesia harus membentuk sebuah mekanisme untuk menyelesaikan budaya impunitas di Papua dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan keamanan di masa lalu dan sekarang.
( Wid / Deb ) - See more at: http://www.jaringnews.com/internasional/asia/73558/Amnesty-International-Gembira-Filep-Karma-Dibebaskan#sthash.P8Nhxynj.dpuf
Amnesty Internasional mendesak pihak berwenang Indonesia harus membentuk sebuah mekanisme untuk menyelesaikan budaya impunitas di Papua dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan keamanan di masa lalu dan sekarang.
PAPUA, Jaringnews.com - Aktivis pro-kemerdekaan Papua Filep Karma menghirup udara bebas setelah dipenjara selama lebih dari satu dekade karena mengibarkan bendera Bintang Kejora dalam sebuah upacara politik pada 2004. Filep Karma adalah satu di antara sekitar 200 orang yang ikut ambil bagian dalam sebuah upacara secara damai di Abepura, provinsi Papua pada 1 Desember 2004.
"Filep Karma menghabiskan waktu lebih dari satu dekade dalam hidupnya di penjara ketika seharusnya dia tidak boleh dipenjara bahkan untuk satu hari. Itu adalah sebuah dagelan keterlaluan dari sistem hukum dan dia seharusnya tidak pernah diadili di pengadilan," kata Josef Benedict, Direktur Kampanye untuk Asia Tenggara Amnesty International.
"Setiap Warga Negara Indonesia seharusnya memiliki hak untuk mengekspresikan diri secara bebas (right to free expression) dan hak untuk berkumpul secara bebas (right to freely assemble), tetapi hak tersebut secara kejam ditolak untuk Filep Karma."
Amnesty International sudah lama menganggap Filep Karma sebagai tahanan nurani (prisoner of conscience) dan berkampanye untuk pembebasannya. Pada tahun 2011 para pendukung organisasi ini di lebih dari 80 negara mengirimkan lebih dari 65.000 pesan dukungan kepadanya sebagai bagian dari kampanye tahunan "Menulis untuk Hak Asasi Manusia" (Write for Rights) dan menyerukan pembebasannya tanpa syarat.
Filep Karma secara konsisten menolak untuk menerima remisi yang ditawarkan oleh pemerintah, dan dia mengatakan dia hanya akan menerima pembebasan tanpa syarat dan bahwa seharusnya dia tidak pernah dipenjara sejak awal.
Amnesty International percaya bahwa dia ditangkap secara semena-mena karena dia mengunakan haknya untuk mengekspresikan diri secara bebas (right to free expression) dan untuk berkumpul secara bebas (right to freely assemble), sewaktu dia mengibarkan bendera dan menghadiri sebuah kegiatan politik.
"Kami berharap ini akan menjadi langkah pertama menuju pembebasan semua tahanan nurani yang dipenjara karena ekspresi politik mereka secara damai di Papua dan di daerah lain di Indonesia," kata Josef Benedict.
Amnesty International berharap pembebasan Filep Karma menjadi tanda otoritas akan menjauhi dari tindakan-tindakan represif yang sering digunakan oleh para pihak yang berwenang untuk membungkam perbedaan pendapat secara damai di wilayah Papua.
Di samping pembebasan semua tahanan nurani, pihak berwenang Indonesia harus membentuk sebuah mekanisme untuk menyelesaikan budaya impunitas di Papua dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan keamanan di masa lalu dan sekarang.
( Wid / Deb ) - See more at: http://www.jaringnews.com/internasional/asia/73558/Amnesty-International-Gembira-Filep-Karma-Dibebaskan#sthash.P8Nhxynj.dpuf
 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger