|
Bedah buku Papua Nyawene di Gedung Soska Wamena, Rabu (11/11/2015)-Jubi/Islami |
Wamena, Jubi – Buku berjudul Papua Nyawene (Papua Bercerita)
resmi diluncurkan di gedung Soska, Wamena, Jayawijaya, Papua, Rabu
(11/11/2015).
Kepala Bappeda Jayawijaya, para penulis, pegiat HAM, LSM dan para
mahasiswa serta masyarakat hadir dalam peluncuran dan bedah buku
tersebut.
Salah satu penulis, Pastor Jhon Djonga, Pr. menjelaskan, buku
tersebut memuat tentang pergumulan masyarakat akar rumput yang
bertahun-tahun tidak punya akses, tempat dan ruang untuk berbicara.
Mereka hanya tinggal diam dan tidak menyampaikan pergumulannya ke
masyarakat.
Buku itu setidaknya menggugat pemerintah dan pemimpin-pemimpin agama yang tidak memberikan ruang untuk berbicara kepada mereka.
“Saya merasa dalam buku ini adalah proses pertobatan perilaku
pendekatan dari semua pihak, dan melakukan pendekatan dari pemerintahan
serta pendekatan pastoral yang hanya mengajar dan petunjuk harus di stop
dan saat ini bagaimana penentu kebijakan ini diam dan mendengarkan
masyarakat,” kata Pastor peraih
Yap Thiam Hien Award 2009 itu.
Oleh karena itu, ia mengajak pemerintah dan pemimpin gereja agar
bekerja sesuai dengan keinginan masyarakat demi kebaikan bersama.
Buku yang beberapa waktu lalu diluncurkan di STFT Fajar Timur Abepura
itu ditulis di tiga distrik—Asolokobal Jayawijaya, Kurima Kabupaten
Yahukimo dan distrik Samenage Kabupaten Tolikara, yang dibantu beberapa
Pastor di pegunungan tengah Papua dan referensi dari masyarakat
setempat.
“Proses pembuatan buku ini memakan waktu satu tahun satu bulan dan
semua ditulis di kampung, yang intinya buku ini adalah menceritakan
kehidupan masyarakat yang menerima pemerintah dan pastoral dengan
terbuka, tetapi tidak melihat dukungan yang berpihak kepada masyarakat,”
katanya.
Salah satu peserta yang hadir dalam peluncuran buku tersebut, Pius
Wetipo menilai, buku itu memberikan masukan tentang kebiasaan masyarakat
yang diubah. Maka dari itu, ia mengajak agar kembali kepada adat.
Sementara peserta lainnya, Yosina Logo mengatakan, banyak hal yang
perlu disampaikan kepada masyarakat tentang hal baik yang sudah sejak
awal dimiliki oleh masyarakat adat.
“Kami tidak mau hanya karena modernisasi menghancurkan budaya kita
yang tidak memberikan bukti kemajuan apa-apa, hanya kehancuran yang kami
dapatkan,” kata Yosina.
Salah satu penulis buku tersebut, Niko Lokobal mengakui bahwa persoalan budaya yang semakin hilang itu.
“Jangan berpikir budaya dan perkembangan luar itu baik, itu
menghancurkan jadi jangan selalu mau mengikuti perubahan itu tanpa
saring baik. Jika kita lakukan ini, artinya kita menyelamatkan daerah,
budaya dan manusia Papua di daerah ini,” kata Lokobal.
Sementara Theo Hesegem dari perspektif HAM meminta kepada tim kerja
buku Papua Nyawene untuk melakukan kegiatan yang sama di Kabupaten
Yahukimo, sebab sejumlah masyarakat yang diwawancarai yang tertuang
dalam buku adalah masyarakat Kabupaten Yahukimo.
“Saya harap teman-teman tim kerja bisa bedah bukuh Papua Nyawene di
Yahukimo, karena distrik Kurima dan Samenage yang tertuang dalam buku
ini adalah masyarakat Kabupaten Yahukimo, supaya pemerintah di sana buka
mata juga,” ujar Theo.
Kepala Bappeda Kabupaten Jayawijaya, Petrus Mahuse mengatakan, atas
masukan kepada pemerintah, ia secara pribadi siap mendorong dan membantu
bersinergi melaksanakan tuntutan masyarakat.
(Islami)
Sumber: http://tabloidjubi.com/2015/11/12/buku-papua-nyawene-diluncurkan-di-wamena/