Pastor: Gereja Tidak Akan Diam Selagi Orang Papua Menderita

Pastor John Djonga Pr (Foto: Tabloidjubi.com)
Sebagai bagian dari panggilan profetis, Gereja tidak akan diam berhadapan dengan pelbagai persoalan yang dialami masyarakat Papua, demikian kata Pastor John Djonga Pr, imam yang dikenal sebagai aktivis HAM di Papua.

Pastor John yang berbicara dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu, 12 Maret 2016 mengatakan, hingga kini, masalah di Papua sangat kompleks.

“Puluhan masyarakat mati. Masyarakat di pedalaman berpuluh-puluh tahun tidak mengenal apa yang namanya imuniasi. Kami sudah beri laporan kepada presiden, tapi tidak tahu apakah ia sudah baca,” katanya, menyinggung persoalan di sektor kesehatan.

Pastor John yang lahir di Flores, sudah 35 tahun hidup di Papua dan bergumul dengan masyarakat di kampung-kampung.

Dalam menjalankan tugasnya, ia beberapa kali berhadapan dengan aparat keamanan karena menyuarakan persoalan-persoalan masyarakat.

Pada pertengahan Februari lalu, ia dipanggil polisi dan diperiksa sebagai saksi kasus makar, karena memberkati kantor Dewan Adat Papua di Wamena, di mana pada saat bersamaan juga diresmikan kantor United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), sebuah organisasi pro kemerdekaan.

Terkait pemanggilan itu, ia mengatakan, itu merupakan teror untuk menakut-nakuti pimpinan agama.
“Melalui peristiwa ini, terlihat jelas bahwa aparat dengan gampang saja menuduh makar, tidak jelas kriteria-kriterianya mana saja. Pelayanan pastoral tidak bisa lepas dari kondisi apapun. Pelayanan pastoral harus menyentuh siapa saja,” katanya.

Waktu disebut bahwa dirinya diperiksa sebagai saksi makar, katanya, ia berpikir jangan sampai dirinya akan dituduh makar, karena sampai sekarang belum ada yang dijadikan tersangka makar terkait peresmian kantor dewan adat itu.

“Sampai saat ini saya tidak merasa melanggar hukum. Saya tidak merasa takut, terancam. Kondisi seperti itu pasti akan kami hadapi terus, tapi saya tidak akan gentar,” katanya.

Kehadiran dalam acara itu, menurut dia, adalah bagian dari tugas pastoral.
“Saat saya hadir dalam acara itu yang membuat saya dipanggil, kepentingan saya hanyalah berada bersama umat, menggumuli persoalan umat yang saya layani,” katanya.

Dalam diskusi di Jakarta hari ini, dengan tema Tema Perjuangan Hak Asasi Manusia dan Kriminalisasi para Pembela HAM di Papua, hadir juga pembicara lain Pendeta Phil Erari dari Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Pastor Paul Rahmat SVD dari Vivat International, dan Budi Hernawan dari Abdulrahman Wahid Center, Universitas Indonesia.

Diskusi ini juga untuk merespon laporan terbaru yang dikompilasi oleh International Coalition for West Papua (ICP) yang menunjukkan bukan saja pelanggaran yang sistematis dan berulang-ulang di Papua atas hak sipil-poliitik, dan ekonomi, sosial, dan budaya, melainkan juga kekerasan dan ancaman terhadap para pembela HAM.

Selain pola umum, ada sejumlah kasus yang darurat dan membutuhkan penangan serius, seperti masalah kesehatan dan kematian anak-anak di wilayah Pegunungan Tengah.
Aria/Katoliknews.com
Kini, jutaan pasang mata mengarahkan pandangannya ke Papua. Tanah Papua dirundung kemalangan berkepanjangan. Kemalangan itu masuk sampai ruang-ruang sakral, adat, bahasa, budaya dan agama. Adat dianggap bertentangan dengan nasionalisme sehingga dihancurkan secara perlahan. Bahasa ibu kian memudar. Jumlah penuturnya makin berkurang dan menunggu punah. Kelompok sanggar seni budaya yang peduli pada kemanusiaan seringkali diteror secara sistematis. Berbagai upaya sedang dilakukan untuk mengembalikan Papua ke kondisi awalnya sebagai “surga kecil yang jatuh ke bumi”. Suatu tempat di mana semua makhluk hidup berdampingan sebagai saudara tanpa diskriminasi seperti yang terjadi saat ini. Dr. Neles Tebay, salah satu inisiator dialog Jakarta Papua meyakini bahwa dialog merupakan alternatif terbaik untuk membicarakan masa depan Papua. Dalam bukunya, “Dialog Jakarta-Papua, Sebuah Perspektif Papua” dijelaskan bahwa kekerasan melalui berbagai operasi militer yang dilaksanakan di Papua tidak berhasilkan menyelesaikan konflik. Justru operasi militer menyebabkan penderitaan berkepanjangan bagi orang Papua. Otonomi khusus dan berbagai kebijakan lainnya belum mampu menyelesaikan permasalahan Papua. Bahkan orang Papua kian tidak percaya lagi kepada pemerintah Indonesia. Untuk menjembatani berbagai kebuntuan itu, dipandang perlu menggelar suatu dialog terbuka antara pemerintah Indonesia di Jakarta dengan orang Papua.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/petruspitsupardijilung/jokowi-kapan-dialog-jakarta-papua-bisa-dimulai_56e3bdf26e7a61a61295c684
Kini, jutaan pasang mata mengarahkan pandangannya ke Papua. Tanah Papua dirundung kemalangan berkepanjangan. Kemalangan itu masuk sampai ruang-ruang sakral, adat, bahasa, budaya dan agama. Adat dianggap bertentangan dengan nasionalisme sehingga dihancurkan secara perlahan. Bahasa ibu kian memudar. Jumlah penuturnya makin berkurang dan menunggu punah. Kelompok sanggar seni budaya yang peduli pada kemanusiaan seringkali diteror secara sistematis. Berbagai upaya sedang dilakukan untuk mengembalikan Papua ke kondisi awalnya sebagai “surga kecil yang jatuh ke bumi”. Suatu tempat di mana semua makhluk hidup berdampingan sebagai saudara tanpa diskriminasi seperti yang terjadi saat ini. Dr. Neles Tebay, salah satu inisiator dialog Jakarta Papua meyakini bahwa dialog merupakan alternatif terbaik untuk membicarakan masa depan Papua. Dalam bukunya, “Dialog Jakarta-Papua, Sebuah Perspektif Papua” dijelaskan bahwa kekerasan melalui berbagai operasi militer yang dilaksanakan di Papua tidak berhasilkan menyelesaikan konflik. Justru operasi militer menyebabkan penderitaan berkepanjangan bagi orang Papua. Otonomi khusus dan berbagai kebijakan lainnya belum mampu menyelesaikan permasalahan Papua. Bahkan orang Papua kian tidak percaya lagi kepada pemerintah Indonesia. Untuk menjembatani berbagai kebuntuan itu, dipandang perlu menggelar suatu dialog terbuka antara pemerintah Indonesia di Jakarta dengan orang Papua.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/petruspitsupardijilung/jokowi-kapan-dialog-jakarta-papua-bisa-dimulai_56e3bdf26e7a61a61295c684
Kini, jutaan pasang mata mengarahkan pandangannya ke Papua. Tanah Papua dirundung kemalangan berkepanjangan. Kemalangan itu masuk sampai ruang-ruang sakral, adat, bahasa, budaya dan agama. Adat dianggap bertentangan dengan nasionalisme sehingga dihancurkan secara perlahan. Bahasa ibu kian memudar. Jumlah penuturnya makin berkurang dan menunggu punah. Kelompok sanggar seni budaya yang peduli pada kemanusiaan seringkali diteror secara sistematis. Berbagai upaya sedang dilakukan untuk mengembalikan Papua ke kondisi awalnya sebagai “surga kecil yang jatuh ke bumi”. Suatu tempat di mana semua makhluk hidup berdampingan sebagai saudara tanpa diskriminasi seperti yang terjadi saat ini. Dr. Neles Tebay, salah satu inisiator dialog Jakarta Papua meyakini bahwa dialog merupakan alternatif terbaik untuk membicarakan masa depan Papua. Dalam bukunya, “Dialog Jakarta-Papua, Sebuah Perspektif Papua” dijelaskan bahwa kekerasan melalui berbagai operasi militer yang dilaksanakan di Papua tidak berhasilkan menyelesaikan konflik. Justru operasi militer menyebabkan penderitaan berkepanjangan bagi orang Papua. Otonomi khusus dan berbagai kebijakan lainnya belum mampu menyelesaikan permasalahan Papua. Bahkan orang Papua kian tidak percaya lagi kepada pemerintah Indonesia. Untuk menjembatani berbagai kebuntuan itu, dipandang perlu menggelar suatu dialog terbuka antara pemerintah Indonesia di Jakarta dengan orang Papua.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/petruspitsupardijilung/jokowi-kapan-dialog-jakarta-papua-bisa-dimulai_56e3bdf26e7a61a61295c684

LBH: Hentikan Kriminalisasi Kepada Teman Kami!

Ilustrasi
JAKARTA - Kasus penangkapan 26 orang oleh Polda Metro Jaya dalam demo buruh pada 30 Oktober 2015, akan disidangkan pada Senin, 14 Maret 2016. Terkait hal itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) mengecam keras kriminalisasi tersebut.

"Ini memang tidak ada landasan kepada temen-temen kami untuk kriminalisasi," ujar anggota organisasi Perempuan Mahardika, Mutiara dalam konferensi pers di LBH, Jakarta, Minggu (13/3/2016).

Mutiara menilai, sejak awal pola kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian jelas terlihat dan tentu itu sangat melanggar hak asasi manusia.

Saat proses penangkapan hari itu, 26 orang yang terdiri dari dua pengacara LBH, satu mahasiswa dan sisanya merupakan kaum buruh diseret, ditendang kakinya, dipukul bagian kepala dan tangannya.

"Kami punya videonya. Makanya, kawan kami ketika diperiksa sudah mengalami luka lebam seperti jidat robek dan semacamnya," imbuhnya.

Mutiara mencontohkan, kejadian serupa sebenarnya tak hanya terjadi pada demo buruh tanggal 30 Oktober saja, menurutnya, rekan mereka dari Papua juga merasakan hal yang sama saat 1 Desember, saat demo terkait HUT Organisasi Papua Merdeka (OPM).

"Teman-teman Papua saat 1 Desember juga dibubarkan secara paksa dengan metode sama, jadi dua hal ini kami kutuk bagaimana saat ini Kepolisian segera menghentikan pola kekerasan yang digunakan untuk menindak," tandasnya. (aky)

 Regina Fiardini
 news.okezone.com



 

Pendekatan Keamanan di Papua Harus Diubah

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta pemerintah mengubah pendekatan pertahanan keamanan yang selama ini diterapkan di Papua.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai (Foto: VOA/Fathiyah)
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai kepada VOA, mengatakan pemerintah harus mengubah pendekatan pertahanan keamanan di Papua.
Hingga sekarang pemerintah masih mengedepankan pendekatan keamanan yang kerap melakukan tindak kekerasan terhadap masyarakat Papua. Bahkan menurut Natalius, dalam satu tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo Komnas HAM mencatat telah terjadi berbagai peristiwa pelanggaran HAM seperti penangkapan, penganiayaan, penyiksaan, dan pembunuhan terhadap setidaknya 700 orang Papua.

Seluruh peristiwa kekerasan yang terjadi di Papua itu, kata Pigai, dilakukan oleh negara secara sistimatis, terencana dan terstuktur. Menurutnya siapapun presidennya sepanjang negara tidak mau mengubah strategi pertahanan dan keamanan di wilayah paling ujung timur Indonesia itumaka peristiwa demi peristiwa kekerasan di Papua tetap selalu ada.

Pemerintah, lanjutnya, harus memanusiakan orang Papua di antaranya dengan upaya memutus mata rantai kejahatan kemanusiaan di Papua secara total serta mengeluarkan kebijakan yang berbasis penghargaan terhadap hak asasi manusia di masa yang akan datang.

"Pelangaran HAM terus terjadi maka yang diinginkan semangatnya adalah harus melakukan perubahan strategi pertahanan itu dari meninggalkan berbagai kekerasan dan kejahatan kemanusiaan menjadi orang Papua menjadi orang Indonesia, memanusiakan orang Papua. Jadi pendekatan ini yang harus dikedepankan," kata Pigai.

Lebih lanjut Natalius Pigai menilai bahwa janji Presiden Jokowi terkait perdamaian dan kesejahteraan rakyat Papua hingga kini tidak terbukti. Dia mencontohkan janji untuk menyelesaikan kasus penembakan di Paniai yang dilakukan aparat keamanan terhadap sejumlah masyarakat belum lama ini juga belum kunjung dilakukan hingga kini. Belum lagi kasus pembunuhan terhadap para aktivis di Yahukimo yang juga belum tuntas, serta sejumlah kasus lainnya

Pigai juga mempertanyakan rencana dialog antara Jakarta dan Papua yang sejak lama didengungkan. Menurutnya permasalahan Papua dapat diselesaikan melalui dialog yang bermartabat.

"Yang pertama, menyelesaikan permasalahan hak asasi manusia yang terjadi pada masa lampau dengan melalui pembuktian kebenaran, penyelesaian secara tuntas. Yang kedua, Presiden harus mengubah pendekatan pembangunan di Papua jadi meminimalisir penetrasi militer (TNI), Polri di Papua. Yang ketiga meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Yang keempat, terakhir, inti dari semua itu hanya bisa diselesaikan melalui dialog yang bermartabat," lanjutnya.

Presiden sudah tiga kali berkunjung ke Papua selama setahun. Di Jakarta, akademisi dari Universitas Cendrawasih, Papua, Marianus Yaung mempertanyakan komitmen Presiden Joko Widodo dalam menyelesaikan masalah dan pelanggaran hak asasi manusia di Papua.

Dia juga menyayangkan adanya sikap kecurigaan dari pemerintah apabila dialog damai antara Jakarta dan Papua dilakukan.

"Dialog damai Jakarta-Papua selalu dicurigai oleh negara. Mereka mencurigai bahwa dialog ujungnya merdeka, dan opini itu terus dibangun bahwa dialog itu ujungnya merdeka," kata Marianus.

Dalam beberapa kesempatan, Presiden Jokowi berjanji ingin membangun tanah Papua menjadi tanah damai dan juga mensejahterakan masyarakat Papua. Jokowi juga berniat mempercepat sejumlah infrastruktur di Papua misalnya membangun rel kereta api, membangun jalan tembus Papua dan Papua Barat, Pasar Mama Papua dan sejumlah infrastruktur lainnya, namun hal-hal tersebut hingga kini belum direalisasikan. [fw/lt]

Fathiyah Wardah
voaindonesia.com


Telkomsel Hadirkan Sinyal di Uwapa dan Napan

Jayapura, Jubi – Manager Branch Jayapura, Achdiyat Suryana mengemukakan kini masyarakat Desa Topo (Distrik Uwapa) dan Distrik Napan di Kabupaten Nabire, Jayapura bisa mendapatkan sinyal Telkomsel.


” Sudah On air mulai 5 Maret dan 7 Maret 2016 yang lalu, ini sekaligus menjawab keinginan masyarakat untuk telekomunikasi, kehadiran Telkomsel membuka isolasi komunikasi,” ujar Achdiyat
Kami sudah melakukannya sosialisasi seperti pulsa, Channel distribusi, dan penjualan HP kepada masyarakat.

Achdiyat juga mengaku Branch Jayapura telah memiliki 658 BTS yang beroperasi mulai dari Kota Jayapura, Sentani, Sarmi, Biak, Supiori, Yapen Waropen, Serui, Paniai, Deiyai, Dogiyai, Mamberamo, Mamberamo Raya.

Kedepan di tahun 2016, pihak Telkomsel kembali akan menambah 357 BTS di Seluruh Branch Jayapura hingga Desember tahun ini.

Mika, ICT Branch Jayapura menambahkan untuk penempatan BTS di kampung Desa Topo dan Distrik Napan melayani kurang lebih 3100 orang desa Topo dan 1100 orang distrik Napan.
” Kita pasang adalah 2G untuk pengembangan ekonomi daerah khususnya di Nabire,” tegasnya.

Telkomsel sebagai operator terbesar di Indonesia, tidak hanya fokus dalam menghadirkan layanan teknologi telekomunikasi namun berkomitmen terhadap pembangunan infrastruktur teknologi informasi di Tanah Air, hingga daerah pelosok dan pulau-pulau terdepan. ( Sindung Sukoco).

  tabloidjubi.com

Mengapa Gereja Jadi Corong Utama Suarakan Aspirasi Papua?

Ilustrasi. Gereja di tanah Papua. (Foto: hidupkatolik.com)
JAKARTA – Gereja menjadi salah satu institusi yang dipercayai masyarakat Papua untuk menyuarakan aspirasi kepada pemerintah di tingkat pusat.

Penyebabnya, menurut Wakil Ketua Majelis Pertimbangan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Phil Erari, karena gereja memiliki jaringan yang kuat di tingkat nasional dan internasional. Sehingga, suara gereja memiliki kekuatan untuk menekan pemerintah pusat mengubah cara pendekatan yang tidak melanggar hukum dan hak asasi manusia (HAM) di tanah Papua

“Tidak ada lembaga yang bisa membela masyarakat Papua kecuali gereja dan pemerintah adat. Namun pemerintah adat tidak seperti gereja yang memiliki jaringan hingga tingkat nasional dan internasional,” ucap Phil kepada satuharapan.com usai menjadi pembicara dalam diskusi bertema ‘Perjuangan HAM dan Kriminalisasi Para Pegiat HAM di Papua’ di Wisma PGI, kawasan Menteng, Jakarta Pusat, hari Sabtu (12/3).

Menurutnya, gereja sangat bertanggung jawab menjaga keselamatan umat dari waktu ke waktu, karena banyak warga Papua yang terancam aksi peembunuhan.

Dia melanjutkan, pemerintah pusat harus mengubah cara pendekatan terhadap masyarakat Papua. Menurut Phil, gereja mendukung penegakan hukum di wilayah paling timur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tersebut. “Tapi jangan langsung main tembak. Ini yang terjadi sekarang, orang bersalah tidak diproses hukum justru langsung ditembak,” ucapnya.

Dia pun mengharapkan, pemerintah pusat bersedia membuka pintu diskusi membahas masalah tanah Papua. Phil menyebutkan, sejumlah pemimpin gereja dari Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua, Gereja Injili di Indonesia (GIDI), Gereja Kingmi Baptis, Gereja Baptis, dan Katolik, bisa menjadi pihak-pihak yang diajak berdiskusi oleh pemerintah pusat.

Kemudian, dia melanjutkan, pemerintah pusat juga bisa mengajak sejumlah ‘Putra Papua’ seperti mantan Menteri Perhubungan, Freddy Numberi, dan mantan Wakil Gubernur Papua, Alex Hesegem, untuk mendiskusikan masa depan tanah Papua.

“Jadi tidak perlu trauma Papua ini seperti Timor Leste. Papua ini sangat strategis, Papua dibutuhkan Indonesia, sangat diperlukan,” ujar Phil.

“Kalau bisa dikelola dengan baik Papua akan bermanfaat bagi Indonesia,” dia menambahkan.

Sementara itu, Koordinator penelitian isu Papua di Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Budi Hernawan, mengatakan gereja merupakan ruangan yang masih mengizinkan orang-orang berbicara dengan bebas tanpa terkena sanksi hukum.

“Secara historis, gereja juga jadi teman yang paling lama, dan secara de facto, gereja menjadi tempat dimana orang masih bebas bicara,” ucapnya.

Editor : Eben E. Siadari
SATUHARAPAN.COM

Persolid Mahasiswa Papua di Malang

Liga Sepakbola  Cendrawasih Cup ke-X Dimulai
MALANG – Pembukaan Liga  sepakbola Cendrawasih Cup ke-X  tahun 2016 di Stadion Gajayana Malang, Sabtu, (12/3) kemarin berlangsung meriah. Kegiatan  dibuka dengan Tari Gunung dan Tari Pantai khas Papua ini diselenggarakan Ikatan Pelajar Mahasiswa Papua Paniai Raya (Ipmapapara), Malang  diikuti sebanyak  19 tim sepakbola.

Rangkaian acara pembukaan diawali dengan teatrikal Tari Gunung asal Papua. Mereka mengenakan pakaian khas Papua, berlari dan menari dengan iringan Lagu Tanah Papua di tengah lapangan.  Tarian tersebut, menceritakan dua suku Papua pantai dan gunung, bertengkar memperebutkan kekuasaan. Dalam pertarungan tersebut, tiba-tiba datang sesorang membawa bola dan menendang keatas.

Kedua kubu tersebut, sontak berlarian mengejar bola tersebut. Disitulah masyarakat Papua mulai mengenal sepak bola. Sampai sekarang sepak bola di Papua sudah menjadi tradisi turun temurun mulai anak-anak sampai orang dewasa.

Ketua Pelaksana Johanes Gygai menjelaskan tujuan turnamen ini, guna menjalin persatuan antar mahasiswa Papua khususnya di Malang. Serta mengembangkan bakat dibidang sepak bola.Selain itu, menjaring hubungan kekeluargaan antar mahasiswa Papua. Sehingga tercipta rasa persatuan masyarakat yang lebih erat. “Mahasiswa Papua yang kuliah di Malang kan sangat banyak. Karena itu kita kumpulkan melalui turnamen ini,” ungkap Johanes kepada Malang Post.

Ditambahkan, event tahunan ini  diikuti sebanyak 19 tim dari kabupaten asal  Papua. Tim tersebut, dibagi menjadi 4 group dengan sistem pertandingan setengah kompetisi. Pembukaan dan final diadakan di stadion Gajayana. Sedangkan  babak perempat final diadakan di Stadion Brantas, Kota Batu.

Lebih lanjut,Johanes menuturkan bahwa  para peserta yang ikut mulai dari Sorong sampai Merauke.
Antusias mereka sangat tinggi, terlihat para pemain merasa senang turnamen diadakan di Malang. Mengingat olahraga sepak bola di Papua sudah mendarah daging.“Pertandingan pembukaan antara Pama FC melawan Inocofu (Manukwari), skor akhir imbang 1-1,” ucapnya

Sementara itu, Ketua Ipma Malang, Alfred Pekei menambahkan tahun ini jumlah tim yang ikut, meninigkat dibandingkan tahun sebelumnya. “Tahun kemarin, 18 tim sekarang bertambah menjadi 19 tim,” katanya.

Tim  peserta  turnamen  ini merupakan organisasi yang tergabung dalam payung hukum Ipma. Jadi, setiap kabupaten di Papua, sudah ada perwakilan dari Ipma yang mengkoordinasi turnamen ini. “Kami berharap kedepan sepak bola di Papua lebih maju. Serta menumbuhkan solidaritas dan semakin  menjalin rasa persatuan dan kesatuan mahasiswa Papua, khususnya di Malang,” pungkasnya. (mg12/nug)

 malang-post.com

Pesawat SAS Terbang Perdana di Biak

Pesawat Spirit Avia Sentosa (SAS) terbang perdana di Biak. (Foto:MTVN)
BIAK--Perusahaan penerbangan Spirit Avia Sentosa (SAS) melayani transportasi udara di Biak, Papua. Bupati Biak, Thomas Ondi, menyambut baik operasional SAS untuk mengatasi masalah transportasi di kabupaten tersebut.

"Ada sarana tranportasi menuju daerah yang jauh dan terpencil, dan menghidupkan kembali kegiatan bandara Frans Kaisepo Biak," kata Bupati Thomas dalam peluncuran terbang perdana pesawat SAS di Biak, Jumat (12/3/2016).

Di tahap pertama, PT SAS mengoperasikan tiga pesawat Twin Otter dan satu Caravan. Pilot yang mengoperasikan pesawat-pesawat itu sudah memahami kondisi alam Papua.

"Pesawat Caravan memuat 18 penumpang," kata Panda Nababan selaku Komisaris PT SAS.
Menurut Panda, tantangan transportasi di Papua berisiko berat. Lantaran itu, SAS mempekerjakan pilot yang sudah berpengalaman terbang di langit Papua.

Misi SAS, kata pengusaha yang juga politikus PDI Perjuangan itu, untuk turut serta membangun Papua. Tak hanya transportasi, SAS juga berencana membangun perusahaan yang bergerak di sektor lain di Bumi Cendrawasih.

Pesawat SAS akan melayani transportasi di Sugapa, Illaga, Mulia, Bade, Enarotali, Tanah Merah, Wagete, Kepi, Mappi, Ewer, Pogapa, Monamani, Serui, Kimam, Wanam, Senggo,Mindiptanah, Bokondini, Kelila, Elelim, Karubaga, Tiom, Kobakma, Apalapsili, Dekai, Bioga, Sinak, Kenyam, Potowai, Jila, dan Enduga.

Penulis:MTVN
Editor:Sri Agustina
Sumber : lampost.co

MUFA dan LMA Akan Bangun Sekolah Penerbangan Di Papua

PT Mandiri Utama Flight Academy (MUFA) dengan LMA (Lembaga Masyarakat Adat) Papua menjalin kerjasama dalam membangun sekolah penerbangan di wilayah Papua.

Chief Executive Officer (CEO) PT MUFA, Dhany Rachman menjelaskan peluang untuk berprofesi menjadi Pilot masih sangat terbuka luas bagi seluruh pemuda di Indonesia, khususnya warga Papua.

Di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), kata Dhany, segenap pemuda pemudi di seluruh Indonesia harus siap bersaing, termasuk dalam memenuhi kebutuhan pilot, “Karena pilot dari negara lain juga memiliki peluang yang sama besar,” jelasnya.

Saat ini, masih sangat banyak pilot asing yang beroperasi di maskapai penerbangan di dalam negeri, “Kebutuhan pilot akan terus meningkat, apalagi pemerintah yang giat membangun infrastruktur bandara,” ungkapnya. Data menyebutkan, Indonesia baru dapat memproduksi pilot setengah dari kebutuhan yang ada.

Kabar akan dibangunnya sekolah penerbangan di Papua, nyatanya diapresiasi Presiden Joko Widodo. Staf Khusus Presiden Lenis Kogoya, menuturkan presiden sangat senang mendengar kabar ini.
“Penandatangan MOU antara Mufa dan LMA dalam Kerja Sama Operasi (KSO) merupakan inovasi yang selama ini ditunggu oleh Presiden Jokowi,” ujarnya.

Menurutnya, pembangunan sekolah penerbangan tersebut dapat memberikan kontribusi dalam memproduksi pilot baru setiap tahunnya, pasalnya sampai saat ini Indonesia hanya mampu untuk memproduksi sekitar 400 pilot baru.

“Bapak Presiden sangat mengapresiasi terobosan yang dilakukan MUFA dan LMA,” terang Lenis, seperti yang tertulis dalam rilis, (6/3) di Jakarta. (AD)

(Transportasi.co)

Ratusan PNS Papua Aksi Dukung Pengembalian Dana Otsus ke Pemerintah Pusat

Ilustrasi (Sumber foto : Ist)
JAYAPURA - Ratusan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua melakukan aksi penandatanganan dukungan terhadap wacana Gubernur Papua Lukas Enembe untuk mengembalikan dana Otonomi Khusus (Otsus) ke pemerintah pusat. Sebab dana tersebut dinilai tidak adil.

Aksi dukungan PNS ini dilaksanakan seusai apel gabungan di lapangan Kantor Gubernur Papua, Senin (7/3/2016), dengan menandatangi sebuah spanduk kosong.

Berdasarkan pantauan di lapangan, ratusan PNS ini meminta agar pemerintah pusat menarik kembali dana otsus karena dianggap tidak adil pembagiannya.

Ratusan pegawai yang tergabung dalam Solidaritas PNS Provinsi Papua ini mengancam akan mogok kerja jika permintaannya tidak digubris oleh pemerintah pusat.

Gubernur Papua Lukas Enembe di Jayapura, Senin, mengatakan pihaknya menolak dana otsus di wilayahnya dikarenakan tidak adilnya pembagian anggaran tersebut.

"Tingkat kesulitan di Papua sangatlah tinggi, namun mengapa dua provinsi yaitu Papua dan Papua Barat hanya mendapat Rp7 triliun per tahun, tetapi Aceh mendapat jumlah yang sama per tahunnya," katanya, dikutip laman Antara. 

Sebelumnya, Lukas Enembe mengancam akan mengembalikan dana otsus kepada pemerintah pusat, lantaran pemerintah pusat selalu mencurigai kepala daerah di Papua.

"Jadi daripada menjadi isu politik yang mendiskreditkan pejabat di Papua, bisa-bisa semua masuk penjara, lebih bagus kita kembalikan saja dana otsus itu, pikiran saya seperti itu," katanya. (iy)

 (TEROPONGSENAYAN)
 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger