Ini Seruan 02 Agustus 2016, Aliansi Mahasiswa Papua

PEPERA 1969 Tidak Demokratis,Hak Menentukan Nasib Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua Barat”
SURABAYA - Perebutan wilayah Papua antara Belanda dan Indonesia pada dekade 1960an membawa kedua negara ini dalam perundingan yang kemudian dikenal dengan “New York Agreement/Perjanjian New York”. Perjanjian ini terdiri dari 29 Pasal yang mengatur 3 macam hal. Diantaranya Pasal 14-21 mengatur tentang “Penentuan Nasib Sendiri (Self Determination) yang didasarkan pada praktek Internasional yaitu satu orang satu suara (One Man One Vote)”. Dan pasal 12 dan 13 yang mengatur transfer Administrasi dari PBB kepada Indonesia, yang kemudian dilakukan pada 1 Mei 1963 dan oleh Indonesia dikatakan ‘Hari Integrasi’ atau kembalinya Papua Barat kedalam pangkuan NKRI.

Kemudian pada 30 September 1962 dikeluarkan “Roma Agreement/Perjanjian Roma” yang intinya Indonesia mendorong pembangunan dan mempersiapkan pelaksanaan Act of Free Choice (Tindakan Pilih Bebas) di Papua pada tahun 1969. Namun dalam prakteknya, Indonesia memobilisasi Militer secara besar-besaran ke Papua untuk meredam gerakan Pro-Merdeka rakyat Papua. Operasi Khusus (OPSUS) yang diketua Ali Murtopo dilakuakan untuk memenangkan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) diikuti operasi militer lainnya yaitu Operasi Sadar, Operasi Bhratayudha, Operasi Wibawa dan Operasi Pamungkas. Akibat dari operasi-operasi ini terjadi pelanggaran HAM yang luar biasa besar, yakni penangkapan, penahanan, pembunuhan, manipulasi hak politik rakyat Papua, pelecehan seksual dan pelecehan kebudayaan dalam kurun waktu 6 tahun.
Tepat 14 Juli – 2 Agustus 1969, PEPERA dilakukan. Dari 809.337 orang Papua yang memiliki hak, hanya diwakili 1025 orang yang sebelumnya sudah dikarantina dan cuma 175 orang yang memberikan pendapat. Musyawarah untuk Mufakat melegitimasi Indonesia untuk melaksanakan PEPERA yang tidak demokratis, penuh teror, intimidasi dan manipulasi serta adanya pelanggaran HAM berat.
 
Dari 1.025 orang utusan dalam DMP yang sebelumnya sudah dikarantina, cuma 175 orang yang memberikan pendapat (secara lisan). Sudah dapat ditebak hasilnya, PEPERA berhasil dimenangkan oleh Indonesia dengan suara mutlak. Fakta ini menunjukan bahwa proses pelaksanaan PEPERA 1969 adalah ilegal, penuh rekayasa dan tidak demokratis.
Maka dalam peringatan 47 tahun PEPERA yang tidak demokratis, Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] Megajak seluruh kawan-kawan mahasiswa Papua untuk dapat melibatkan diri dalam aksi damai yang akan Dilakukan Pada;

Hari/Tgl : Selasa, 02 Agustus 2016
Tempat : Serentak Di Setiap Komite Kota Aliansi Mahasiswa Papua [KK-AMP]

Demikian seruan aski ini kami buat, atas partisipasi seluruh kawan-kawan mahasiswa Papua sebagai bentuk pegabdian kami kepada rakyat dan Tanah air Papua, kami ucapkan Jabat Erat.

Colonial Land,30 Juli 2016 (Komite Pusat Aliansi Mahasiswa Papua [KP-AMP])
 
 
 kribo.com

 

 

 
 
 

Unik, Banyak Pemain Nyeker di Liga Pelajar U16 Region Dogiyai

Salah satu tim peserta Liga Pelajar U16 Piala Menpora 2016 Region Dogiyai, Papua nampak beberapa pemainnya tidak mengenakan sepatu. (istimewa)
Dogiyai - Ada yang unik dalam penyelenggaraan Liga Pelajar U16 Piala Menpora 2016 Region Dogiyai, Papua. Sebagian besar pemain yang bertanding ternyata tidak memakai sepatu alias "nyeker". Iskandar Silas Ohee, Koordinator Provinsi Papua mengakui hal ini tidak sesuai dengan aturan.

"Ini memang tidak sesuai regulasi. Makanya kami sudah laporkan ini ke Panpel Nasional di Jakarta," kata Iskandar Silas Ohee, Koordinator Provinsi Papua.

"Syukurlah Panpel Nasional memberi dispensasi untuk Dogiyai dengan catatan jika lolos ke Seri Provinsi Papua sudah pakai sepatu bola. Spiritnya adalah memberi kesempatan mereka untuk menunjukkan bakat dan potensinya."

Dogiyai adalah salah satu dari enam kabupaten/kota yang menggelar Seri Region di Papua. Lainnya adalah Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura, Paniai-Nabire, Waropen, dan gabungan Mappi-Puncak Jaya-Jayawijaya.

Region Dogiyai sendiri diikuti delapan tim. Dari delapan tim itu hampir seluruhnya menurunkan pemain yang tidak bersepatu bola. Hanya 3-4 orang yang memakai sepatu. Itupun tidak semuanya sepatu untuk bermain bola.

"Yang pakai sepatu hanya tim dari sekitar kota Dogiyai," Silas melaporkan.
"Tim lain dari Kecamatan Kamu Selatan, Kamu Utara, dan Kamu Tengah sebagian besar nyeker. Dari Kecamatan Mapia Tengah, Mapia Timur juga demikian."

Meskipun pemain tampil tanpa alas kaki, toh tak mengurangi semarak Liga Pelajar U16 di Dogiyai. Ratusan penonton dari berbagai kecamatan datang memenuhi arena pertandingan di Lapangan Ekemaninda Monemani. Termasuk ibu-ibu dan para remaja putri.

Iman Rahman Cahyadi/CAH

BeritaSatu.com

Rest in Peace Olga Hamadi, West Papuan Human Rights lawyer

Condolences to her family and friends 
---------
From Free West Papua Campaign Facebook page
https://www.facebook.com/freewestpapua/
from the  
Free West Papua Campaign Facebook  page
2 hrs ·  · World News · Politics
Rest in Peace Olga Hamadi, West Papuan Human Rights lawyer
We are truly sorry to learn of the tragic death of West Papuan human rights lawyer Olga Helena Hamadi who was always a strong advocate for justice in West Papua. Olga received the Lawyers for Lawyers Award and got an Honorable Mention. She was an extremely brave person who defended many West Papuans including political prisoner Filep Karma and she even received threats for investigating Indonesian police torturing West Papuans.
On behalf of the Free West Papua Campaign, we give our sincerest condolences to the friends and family of Olga Hamadi, a truly brave and strong person who devoted her life to her people's cause.
Rest in Peace Olga Helena Hamadi, we will always remember you and your incredible advocacy for your people. One day West Papua will finally be free at last.

32 Perangkat Desa asal Nabire Papua Belajar Smart Kampung di Banyuwangi

Banyuwangi - Sebanyak 32 perangkat desa asal Kabupaten Nabire, Papua melakukan studi banding ke Banyuwangi, Jawa Timur. Tujuannya untuk mempelajari program smart kampung dan e-village budgeting yang dicetuskan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.

"Kami ingin melihat potensi desa, pengembangan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) dan mengenal program smart kampung. Itu masih diterapkan satu-satunya di Banyuwangi. Smart city saja belum semua kota menerapkan dan malah smart kampung bisa dilaksanakan di Banyuwangi. Kami juga berharap e-village budgeting bisa diaplikasikan ke Nabire," kata bendahara Kampung Wanggar Makmur, Eko Adi Purnomo saat ditemui di Desa Kemiren, Banyuwangi, Jumat (22/7/2016).

Eko menyebut 32 perangkat desa itu berasal dari distrik Wanggar, Nabire Barat, Makimi, Uwapa, dan Napan. Dia berharap program smart kampung dapat diterapkan di Nabire. Dia ingin memotong mata rantai birokrasi untuk memberikan pelayanan bagi warga kampungnya.

"Untuk integrasi smart kampung perlu proses untuk mengusulkan ke pemda setempat. Kalau daerah transmigran dan pesisir itu bisa cepat langsung kita layani, kalau daerah yang tranportasinya susah butuh waktu 3-7 hari karena jalan kaki dari desa ke kecamatan," cetusnya.


Soal kendala jarak, diakui Eko memang menjadi penghalang untuk memberikan pelayanan yang cepat. Tak hanya itu masalah telekomunikasi yang belum merata juga menjadi hambatan untuk membangun infrastruktur IT di wilayahnya.

"Sebenarnya kami langsung melayani warga hanya memang ada kendala jarak. Misalnya saja dari kampung ke kota ada yang harus menempuh perjalanan sejauh 32 Km bahkan harus menyewa pesawat helipad dengan biaya sampai Rp 45-48 juta untuk sekali ngantar. Terhambatnya pembangunan di Papua karena masalah transportasi dan biaya," cetusnya.

"Sinyal ponsel pun tidak selalu ada tapi kami bisa memulai dengan aplikasi offline. Mencoba memulai supaya tertib administrasi, pelayanan lebih cepat dan transparan mengingat dana desa yang dikucurkan tiap tahun cukup besar sekitar Rp 600-700 juta," tambahnya.

Eko menjelaskan untuk melaksanakan studi banding ini dianggarkan oleh perangkat desa dari 12 kampung di 5 distrik sejak setahun yang lalu melalui Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Kampung (RAPBK). Transmigran asal Sumbermulyo, Banyuwangi ini berharap dapat menyerap ilmu mengenai transparansi anggaran yang dilakukan oleh Pemkab Banyuwangi dari program e-village budgeting dan smart kampung.

"Kita susun ini dari tahun lalu dimasukkan ke RAPBK. Jadi ini inisiatif muncul dari keprihatinan teman-teman pengelola desa, kami menyadari SDM kami masih minim namun dituntut untuk mengelola dana pusat yang besar dengan pertanggungjawaban. Kami masih kesulitan dan diharapkan kalau melihat proses administrasi desa, kami ingin proses perencanaan pembangunan, penyaluran anggaran dana desa sampai ke pelaporan bisa dilaksanakan dengan transparan," tandasnya.

Mantan tenaga ahli Kabupaten Nabire bidang pembangunan dan partisipatif masyarakat, Rutherford Maniagasi, menambahkan pariwisata di daerahnya tidak kalah dengan Banyuwangi. Oleh karenanya Rutherford berharap dengan perencanaan dan pengelolaan anggaran dengan baik potensi pariwisata di daerahnya dapat dikelola dengan maksimal.

"Di Nabire motifnya tidak kalah jauh dari Banyuwangi, misalnya di kabupaten Nabire ada daerah pesisir, lembah ada beberapa Sumber Daya Alam khususnya di lima kampung. Ada sungai-sungai yang potensial tapi belum dikembangkan masyarakat daerah. Ada juga wilayah pantai di Watisore dengan pemandangan hiu putih tapi belum ada sentuhan dari pemda. Banyak obyek wisata yang bagus tapi belum ada sentuhan, khususnya daerah pariwisata laut (pantai) di daerah Makimi, Masipawa dan kampung Weinami," tukas Rutherford.


Sementara itu Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPM-PD) Suyanto Waspo Tando menjelaskan materi yang diberikan sesuai dengan permintaan dari pihak perangkat desa Kabupaten Nabire. Materi yang mereka ingin pelajari soal perencanaan dan pengelolaan keuangan desa dan BUMDes.

"Kemarin belajar soal penatausahaan keuangan desa dan BUMDes.di Desa Sumber Bulu, Songgon dan Sumber Arum. Mereka ingin menerapkan sistem perencanaan anggaran berbasis IT seperti e-village budgeting tapi mereka juga mengeluhkan soal infrastruktur IT yang belum seperti di Banyuwangi. Saya menyarankan yang penting ada niat dan mulai dicicil dari kampung terdekat dengan kota. Saya juga mengingatkan perlu adanya harmonisasi kepala kampung dengan badan musyawarah kampung dan bendahara kades," jelas Suyanto.


Pria yang akrab disapa Yayan ini mengapresiasi semangat yang dimiliki oleh perangkat desa di Kabupaten Nabire yang ingin memajukan daerahnya. Dia juga membuka diri untuk saling berbagi pengalaman.

"Mereka mengakui SDM yang dimiliki masih kurang, adanya transmigran juga diterima dengan tangan terbuka. Tidak ada perbedaan mencolok antara pribumi dengan pendatang semuanya sudah membaur jadi mudah untuk saling bertukar pikiran. Soal studi lanjutan, kami pada posisi pasif namun sudah kami beri kontak telepon atau email kalau misal masih kurang soal penataan keuangan pasti kami kirimkan," tukasnya.
(ams/try)

Putus Harapan Dengan Indonesia

Putus Harapan Dengan Indonesia (Dok. The Papua Journal)
Oleh: Heriet Hegemur*

Manusia Papua harus bangkit melawan pemusnahan terhadap hak-hak keaslian di negeri sendiri dari Sorong sampai Samarai, sebab total jumlah penduduk Papua saat ini sebanyak 3.600.000 jiwa, terbagi menjadi Orang Asli Papua 1.700.000 jiwa, dan pendatang 1.980.000 jiwa. Hingga pertengahan 2010 jumlah Orang Asli Papua mencapai 1,730.336 atau 47.89% . Sementara non Papua mencapai 1,882,517 atau 52,10%. Diakhir tahun 2010, orang asli Papua mencapai 1,760,557 atau 48.73%. Populasi non Papua mencapai 1,852,297 atau 51.27%.

Jadi, jumlah keseluruhan penduduk Papua hingga 2010 sebanyak 3,612,854 atau 100%. Sebagai anak asli, kami merasa kehilangan nanti jika orang Papua mengalami kepunahan secara halus. Papua dianjurkan untuk wajib mengikuti Program Keluarga Berencana sedangkan wilayah Jawa mengalami kepadatan penduduk dan sebagian masyarakat Jawa tinggal di bawah kolong jembatan. Miras sesungguhnya bukan budaya bagi orang Papua, kini seluruh masyarakat nusantara kenal memiliki kebiasan miras/budaya miras.

Di bidang pendidikan seharusnya orang Papua memiliki pendidikan cukup namun dan bila menghitung jenjang pendidikan jika diperioritaskan seharusnya ratusan lulusan S1,S2 dan S3 berada di Papua. Di bidang kesehatanpun demikian banyak dokter asli Papua melayani di Papua, namun faktanya sebagian dokter didikan Indonesia saat ini mengutamakan gaji tinggi dari pada pelayanan dan ekonomi yang seharusnya berkembang namun tidak berdaya di negerinya sendiri. Kekayaan sumber daya alam Papua seharusnya menghasilkan orang-orang Papua yang mampu di segala bidang.

Ketidakberdayaan selalu melekat pada orang Papua dengan embel-embel malas, bodoh dan lain sebagainya, namun benar atau tidak kita bisa melihatnya dari pembangunan sarana dan prasaranan dengan konsisten di Papua semenjak Papua berada di dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bahkan papua menjadi urutan pertama dengan Angka Kemiskinan Tertinggi di Indonesia (Data diolah oleh Tim IDeAS) namun orang Papua tidak pernah mengemis dan bahkan menjadi pengemis.

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) 78 perusahaan dan Penanaman Modal Asing (PMA) 122 perusahaan dan menghasilkan ratusan triliyunan rupiah sejak 2014 namun apa dampak dari pendapatan tersebut bagi rakyat Papua? Hasilnya masih sama ‘Tidak Berdaya.’ Hasil pembangunan dari Indonesia adalah perbedaan dan perpecahan, contoh sederhananya, penghasilan pembagian hasil PT Freeport dan LNG Tangguh yang nyatanya harus merata masyarakat Papua, namun nyata lebih diutamakan terutama pemilik hak ulayat yakni suku yang berada di sekitar lokasi areal Freeport sedangkan daerah lain sifat persenan untuk kabupaten lain.

Indonesia hanya membangun perpecahan antara masyarakat pribumi dan membangun fondasi ketidakadilan bagi masa depan orang Papua.

Masyarakat Papua yang dulu dikenal dengan kebiasaan jiwa sosialnya terkesan hilang. Bagi kami, bukan globalisasi yang menjadi indikator utama akan tetapi sistem penjajah yang dilakukan aktor utamanya adalah Indonesia. Beberapa tokoh budaya Papua seperti Arnold Clemens Ap, Theys Hiyo Eluays dan lainya dibunuh hanya untuk memutuskan rasa persaudaraan antara sesama orang Papua. Contoh sederhana lain pembagunan sanggar-sanggar seni di Papua, hal-hal tersebut menunjukan bahwa Papua sesungguhnya sedang rapuh dan tinggal menunggu waktu untuk runtuh total.

Kami sebagai generasi muda masa depan Papua tidak ingin kehilangan keaslian kami di berbagai aspek kehidupan, terutama budaya kami sebagai pribumi Papua. Analisis kami saat ini terkait pembangunan di tanah Papua yang ada saat ini adalah bagaimana negara saja tidak serius membangun Papua apalagi pemerintahnya. Dengan demikian prinsip kami, kebenaran dan keadilan tujuan masa depan Papua dan kami ingin membagun manusia Papua lebih baik disesuaikan dengan budaya leluhur kami. (***)

*Heriet Hegemur adalah aktivis Nasional Papua Solidarity (NAPAS)

 papuajournal.com

Diduga Ada Pelanggaran HAM dalam Insiden di Asrama Mahasiswa Papua

Sejumlah anggota kepolisian berjaga di depan Asrama Mahasiswa Papua di Yogyakarta, Jumat (15/7) Antara/Hendra Nurdiyansyah .
SLEMAN -- Anggota Komnas HAM, Natalius Pigai menuturkan adanya dugaan pelanggaran hak asasi pada kasus mahasiswa Papua di Kota Yogyakarta yang terjadi pada tanggal 14 sampai 16 Juli lalu. Kesimpulan tersebut diperoleh berdasarkan hasil penyelidikan yang ia lakukan pada Rabu (20/7) di Yogyakarta.

"Hari ini kami mengumpulkan berbagai informasi dari mahasiswa Papua sendiri, pihak kepolisian, dan Gubernur DIY," katanya saat ditemui di Asrama Mahasiswa Papua, Kamasan Jalan Kusumanegara, Kota Yogyakarta.

Adapun dugaan pelanggaran hak asasi ini disinyalir melanggar UU Nomer 39 tahun 2009 tentang HAM dan UU Nomer 40 tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi antar etnik. Selama di Yogyakarta, Natalius melakukan penyelidikan terhadap enam aspek.

"Pertama, apakah mahasiswa diberi kebebasan berekspresi oleh aparat negara. Sebab hal ini menyangkut kodrat individu. Maka itu negara harus memberikan ruang untuk kebebasan berekspresi bagi warganya," kata Pigai.

Oleh karena itu, ia mencoba menggali perihal izin penyelenggaraan aksi dari aparat berwajib. Kedua mengenai fakta dan informasi terkait ada atau tidaknya tindak kekerasan. Karena pada dasarnya, setiap orang tidak boleh disiksa dan dianiaya.

Ketiga mengenai ada atau tidaknya kekerasan verbal yang mengandung unsur rasisme. Seperti kata-kata monyet, biadab, dan hitam. Keempat mengenai keberadaan kelompok ormas yang intoleran untuk melakukan orasi.

"Kami harus menggali apakah aparat keamanan sadar dan membiarkan hal tersebut," ujar Pigai.
Kelima mengenai sikap dan upaya pemerintah untuk menjaga ketentraman selama tanggal 14 sampai 16 Juli. Termasuk untuk mencegah aksi rasisme terhadap mahasiswa Papua. Keenam mengenai alasan penangkapan enam orang mahasiswa Papua yang diamankan oleh pihak kepolisian.

Pigai menilai tindakan pengamanan secara paksa tersebut dapat melanggar hak asasi dan asas kinerja Polri. Karena berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009, personel kepolisian harus menjalankan tugas berbasis HAM.

Selain itu, Pigai juga menyayangkan pernyataan Gubernur DIY tentang separatisme yang dilakukan oleh mahasiswa Papua. Di mana Sultan Hamengku Buwono X pun menyampaikan semua pelaku separatis harus keluar dari Yogyakarta.

"Ini tentunya mengancam keberadaan orang Papua di Yogyakarta. Saya sendiri meminta agar Gubernur mengklarifikasi pernyataan tersebut secara terbuka kepada masyarakat," ujar Pigai.

 REPUBLIKA.CO.ID

SMKN 3 Makimi Gratiskan Biaya Pendidikan Pelajar Papua

NABIRE - Kepala Sekolah SMKN 3 Makimi, Yulianus Pasang, S.Pd, M.Pd secara tegas menyatakan dirinya selama ini bersama dewan guru membebaskan biaya pendidikan bagi putra–putri asal Papua yang ada di wilayah Distrik Makimi. Biaya tersebut diberikan kepada pelajar yang rajin masuk sekolah setiap hari untuk mengikuti proses belajar mengajar.


Selain mmbebaskan biaya pendidikan bagi putra-putri Papua, pihak sekolah juga memberikan bonus biaya bagi mereka yang berprestasi atau ranking di kelas, mulai dari ranking satu hingga ranking 3. Tak hanya itu, pihak sekolah juga memberikan bonus biaya bagi para juara atau rangkin per jurusan yang ada di SMK N 3 Makimi.

Biaya yang diberikan itu masing–masing Rp. 1.000.000 per orang. Selain itu juga ada biaya dari pemerintah pusat yakni bantuan bagi siswa miskin dan biaya lainnya yang diberikan bagi seluruh siswa dan siswi asal Papua. Hal ini diberikan sebagai bentuk perhatian secara khusus bagi putra dan putri Papua. Tetapi juga sebagai motifasi dan dorongan agar anak-anak tetap semangat belajar dan juga rajin ke sekolah.

“Bbiaya gratis bagi putra dan putri Papua itu sebagai bentuk motifasi bagi anak-anak kita agar tetap belajar. Program ini sudah diterapkan beberapa semester lalu hingga saat ini,” ujar Kepala SMK N 3 Makimi, Yulianus Pasang, S.Pd, M.Pd kepada Papuapos Nabire, akhir pekan lalu di ruangan kerjanya.

Lanjut Pasang, selain program biaya gratis bagi putra dan putri Papua, pada awal tahun pelajaran 2016/2017 SMK N 3 terus mengalami peningkatan jumlah murid baru lulusan SMP/Mts yang berminat untuk menimba ilmu di SMK N 3. Sehingga untuk tahun ini ada 48 murid baru yang datang dan mendaftar di SMK N 3 Makimi sebagai murid baru.
Sehingga mulai tanggal 11 hingga 16 Juli dilakukan kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS) bagi 48 murid tersebut. Dan mulai Senin tanggal 18 Juli 2016 Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sudah harus dimulai dengan harapan semua dewan guru dan murid sudah harus star dengan KBM. Karena terhitung beberapa bulan kedepan akan dimulai dengan kegiatan ulangan tengah semester ganjil.(des)


Hapus Diskriminasi Terhadap Orang Papua

TOLAK INTIMIDASI: Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Jaringan Salatiga Peduli Papua (JSPP) menggelar aksi solidaritas di depan kampus UKSW Salatiga, kemarin.(DhinarSasongko/RadarSemarang/JawaPos.co)
SALATIGA - Sejumlah mahasiswa yang bergabung dalam Jaringan Salatiga Peduli Papua (JSPP) menggelar aksi solidaritas terhadap kasus kekerasan yang dialami mahasiswa Papua di Jogjakarta. Mimbar bebas digelar di depan kampus Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW).
 
"Kami hanya menyuarakan persamaan hak sebagai warga negara. Kami bukan mahasiswa Papua dan kami sangat peduli terhadap kasus kekerasan yang mereka alami. Namun mereka tidak banyak yang ikut aksi ini," tutur Evan Adiananta, penanggung jawab aksi saat ditemui wartawan di sela aksi, kemarin pagi. 

Dijelaskan Evan, setelah pihaknya menyampaikan pemberitahuan aksi, dirinya telah mendapatkan imbauan untuk membatalkan aksi. "Namun karena sebatas imbauan, maka aksi terus dilakukan dan banyak mahasiswa Papua yang tidak ikut karena berbagai alasan," tuturnya. 

Aksi yang diikuti sejumlah mahasiswa ini mendapatkan kawalan ketat aparat kepolisian karena khawatir akan muncul gesekan. Terlebih selama aksi beberapa organisasi masyarakat lain dengan menggunakan seragam tampak bersliweran di depan kampus namun tidak berhenti. 

Dalam rilis yang dibagikan kepada wartawan, mereka menyerukan beberapa poin yakni negara harus melindungi kebebasan berpendapat warga negaranya sebagai bagian dari nilai-nilai demokrasi. Mereka juga meminta penghapusan segala bentuk diskriminasi, intimidasi dan kekerasan terhadap orang Papua. 

Sementara itu terpisah, Rektor UKSW John Titaley kepada wartawan sehari sebelum aksi menandaskan jika aksi JSPP tidak ada kaitannya dengan kampus ataupun organisasi mahasiswa Papua di Salatiga. Disebutkan, itu merupakan aksi pribadi yang dimotori Evan dengan membawa nama JSPP. "Kami sudah mendapatkan surat resmi dari ketua himpunan mahasiswa Papua di Salatiga bahwa mereka tidak terlibat dalam aksi yang dilakukan JSPP tersebut," terang John Titaley di depan mahasiswa sambil menunjukkan surat yang dikirimkan kepadanya. (sas/ton)

 

Hana Salomina Hikayobi, Pejuang Hak-Hak Wanita Papua

Foto: Adele
Di tengah semrawutnya kondisi sosial politik di bumi Cendrawasih, ada satu sosok wanita yang berani menentang arus dan membuat perubahan. Hana Salomina Hikayobi, namanya. Wanita kelahiran 7 Juni 1966 ini memakai tulisan sebagai medium pergerakan untuk menyuarakan kaumnya yang selama ini dibungkam oleh sistem sosial, budaya, dan politik yang tidak berpihak kepada wanita. Sederet perubahan dibuatnya, tapi bagi penerima penghargaan SK Trimurti tahun 2015 lalu, perjuangan masih panjang!

JALAN GERILYA
Karier politiknya berawal saat ia terjun sebagai Majelis Rakyat Papua (MRP). Ia pernah menjadi Wakil Ketua II MRP (2006-2011), meski kemudian ditolak oleh Menteri Dalam Negeri (saat itu Gamawan Fauzi), menjadi anggota MRP periode 2011-1016 dengan tuduhan makar terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Masih lekat di ingatannya saat asap pekat akibat kebakaran hotel memenuhi kamar tempatnya menginap bersama sang suami di Papua Barat. Ketika kembali ke kamar, beberapa barang tidak bisa diselamatkan dan kamera yang mendokumentasikan diskusi bersama masyarakat adat tentang sebuah upaya mediasi, hilang,” kisah Hana. Meski tidak jelas apakah kebakaran itu disengaja atau tidak,   hingga kini ia tidak menerima klarifikasi tentang kejadian tersebut.
Waktu itu, ia diminta datang oleh masyarakat adat setempat untuk menjadi penyambung lidah dalam upaya mediasi dengan salah satu perusahaan penambangan batu bara milik asing. Masyarakat lokal ingin lebih dilibatkan. Tidak hanya dijadikan sebagai office boy atau pencuci pakaian, tapi juga diberi kesempatan yang layak, termasuk mendapatkan bagian dari saham atas hasil tambang yang dikeruk dari bumi mereka.

Peristiwa itu hanyalah segelintir saja dari berbagai risiko yang harus dihadapinya sebagai aktivis yang banyak menyuarakan hak-hak rakyat Papua, terutama kaum wanita. Di dunianya ini, Hana tak banyak duduk di balik meja, tapi turun ke bawah, bertemu masyarakat untuk mendengar apa yang menjadi aspirasi dan kebutuhan mereka. Hal-hal yang harus ia perjuangkan.

Otonomi khusus daerah di tahun 2001 era reformasi menjadi salah satu pembuka jalan baginya untuk bergerak dan menciptakan ruang bagi wanita di Papua. Di kesempatan inilah ia mengumpulkan beberapa aktivis perempuan, baik itu yang fokus mengurusi HAM, mereka yang bekerja sebagai PNS, aktivis gereja, aktivis lingkungan dan komunitas lokal yang ada di kampung-kampung.

“Kami sama-sama membangun komunikasi, dan melakukan pertemuan-pertemuan untuk mengumpulkan persepsi. Hingga akhirnya kami melakukan deklarasi bahwa nasib perempuan ada di tangan perempuan juga,” ungkap Hana. Bentuk nyata dari deklarasi itu adalah terbitnya Tabloid Suara Perempuan Papua (TSPP) pada 6 Agustus 2004, dengan edisi perdana 1.500 eksemplar.

Nama tabloid itu sengaja diambil karena suara dan pembangunan bagi wanita dan anak-anak sangat terabaikan. Ia memilih media sebagai alat yang dapat menghubungkan suara masyarakat dan ikut menjadi penentu bagi arah kebijakan. “Perempuan dan laki-laki duduk bersama menghasilkan suatu keputusan. Itulah ukuran keadilan yang kami nantikan dan perjuangkan saat ini,” ungkapnya. Menurutnya, jika porsi keberpihakan ini tertata ulang dengan baik, maka masa depan yang mereka impikan itu akan terjadi.

Melalui TSPP, ia mengajak para wanita pedagang pasar untuk memperjuangkan hak atas kehidupan yang layak lewat berbagai bantuan modal. Tabloid ini juga wanita untuk berani melangkahkan kaki ke dunia birokrasi atau berkarier di dunia legislatif, yang pada waktu itu hanya bisa dihitung dengan satu atau dua jari.
Tak berhenti di situ, demi melengkapi para wanita di Papua, Hana dan rekan-rekan sekerjanya kerap mengadakan kelas-kelas pelatihan menulis atau jurnalistik kepada wanita-wanita lokal. Apabila selama ini para wanita di Papua hanya bisa mengobrolkan apa yang terjadi di antara sesamanya, maka Hana menantang mereka untuk memindahkan apa yang mereka lihat, kecap, dan rasakan itu ke dalam bentuk tulisan. Apakah itu absennya akses terhadap pendidikan dan kesehatan, kehidupan ekonomi yang memprihatinkan, atau penderitaan mereka sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

“Saya yakin bahwa membaca dapat mengubah mindset seseorang yang nantinya dapat menjadi kekuatan yang membawa perubahan. Mungkin tidak dalam satu atau dua tahun, tapi kami percaya perubahan itu akan terjadi,” ujarnya, dengan keyakinan tinggi.

Harapan Hana berangsur menjadi nyata. Tabloid ini berhasil merebut hati masyarakat Papua dengan berita-beritanya yang lugas dan berani menyuarakan politik, hukum, kesehatan, lingkungan hidup, dan pendidikan yang masih belum memberikan akses dan ruang berekspresi serta berpendapat bagi wanita di Papua. Tidak heran jika di tahun 2004 tersebut terjadi gerakan yang luar biasa terbangun dalam kehidupan berdemokrasi, terutama di antara kaum wanitanya.
Beberapa alumni pelatihan jurnalistik yang pernah diadakannya banyak yang berhasil mengembangkan karier profesionalnya di dunia jurnalistik. Beberapa ada yang sudah bergabung di RRI, media televisi, dan media-media lain di Wamena. Tak sedikit juga yang bergabung di media ternama seperti Tempo.   


BEKAL JIWA PENDIDIK
Meski tak pernah dituntut untuk kuliah hingga ke jenjang tinggi, setelah merampungkan jenjang sarjana di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cendrawasih, Hana melanjutkan ke program Pasca Sarjana Kebijakan Publik di universitas yang sama. Ia sempat berkarier sebagai staf di bagian pembinaan LP Anak Pria di Tangerang (1996-2001). Di kesempatan itu ia juga dipercaya untuk mengajar di SMU Istimewa, yang murid-muridnya adalah para penghuni LP yang masih di usia sekolah.

“Bapak saya seorang guru. Sejak kecil beliau selalu menekankan pentingnya bagi kami untuk sekolah dan menimba ilmu sebanyak mungkin,” ungkap Hana, saat mengisahkan keluarganya. Dalam kebersahajaan hidup, ia dan ketujuh saudara saudarinya bisa merampungkan sekolah. “Dengan belajar, kamu bisa mencapai masa depan yang lebih baik,” begitu nasihat bapaknya, kembali terngiang di telinganya.

Nasihat ini pula yang meyakinkan dirinya untuk terus membawa pencerahan bagi wanita dan anak-anak di Papua. Ia banyak membangun taman bacaan di kampung-kampung, dan sebisa mungkin mengawal pendidikan anak-anak di wilayah pelosok, termasuk merawat gedung-gedung sekolah. Suatu kali, ia mengundang salah satu pimpinan dinas pendidikan saat itu untuk menilik salah satu sekolah yang mereka rawat.

“Jalan menuju lokasi sekolah itu penuh dengan lubang, dan jika hujan lumpurnya bisa sampai ke pinggang,” ujar Hana, menceritakan kondisi akses pendidikan yang menyedihkan di tanah Papua. Menghadapi medan yang berat ini, pejabat dinas yang awalnya berpakaian rapi itu  mulai mencopot jasnya. “Kami sengaja mengajaknya melewati ruas jalan itu supaya akses menuju sekolah cepat diaspal,” ujar Hana, tertawa.

Dari yang pernah menjabat Wakil Ketua II di MRP, kini ia dipercaya sebagai Kepala Bapedda Kabupaten Jayapura. Secara garis hierarki birokrasi, maka posisi Hana yang tadinya setingkat dengan Gubernur Papua, kini justru menjadi turun. Tetapi, menjadi bagian rantai birokrasi dengan posisi strategis justru membuatnya punya peluang lebih besar dalam membuat perubahan.

“Saya ubah strategi untuk mendorong perekonomian rakyat, mendorong para wanita yang sering menjadi korban KDRT untuk mandiri secara ekonomi sehingga bisa menyekolahkan anak-anak mereka,” ujar Hana, yang di tahun 2011 ikut mendirikan sebuah koperasi untuk membantu wanita-wanita yang ditinggalkan suaminya. Selain fungsi simpan pinjam, koperasi ini juga dilengkapi toserba yang menjual sembako dengan harga miring.

Bagaimanapun, ia mengakui bahwa menjadi penyambung lidah akar rumput, sekaligus menyirami mereka agar tumbuh menjadi kuat dan berdampak, bukan hal yang mudah. Ketika ia berbicara dengan berpihak kepada rakyat, ia tetap dilihat miring juga oleh pemerintah. Tapi, baginya itu sudah risiko. “Kalau bukan kami, siapa lagi yang mau bicara? Saya harus bisa menjalankan tugas ini dengan tanggung jawab saya kepada negara, Tuhan, dan rakyat. Itu prinsip yang saya pegang. Saya tidak mau terbeli dengan apa pun,” tegas Hana. (f)




Naomi Jayalaksana

Herman Auwe : Letakkan Batu Pertama Gedung Gereja Torsina Botumoma

Ketika Bupati Dogiyai, Herman Auwe, melakukan peletakan batu pertama gedung gereja, Torsina Botumom, Kemarin (HumasFoto)

Dogiyai, rasudofm - Bupati Dogiyai, Herman Auwe, meletakan Batu pertama pada pembangunan Gedung Gereja Torsina Botumoma, Kemarin, di Distrik Kamu Selatan,

Peletakan batu pertama ini pula dihadiri oleh sejumlah pejabat dilingkungan pemerintah Kabupaten Dogiyai,

Sebelum dilakukan peletakan batu pertama dirangkaikan dengan pelayanan ibadah singkat , yang dipimpin oleh. Pdt Jhon Adii, Sm.Th,  dengan Thema : Tuhan mengajak anak-nya untuk mendirikan anak-nya, (Hagai 1:1-14)

Dalam pesan singkatnya, Pdt.Jhon Adii, Sm.Th menjelaskan bahwa Sebagai mitra pemerintah, gereja juga berkewajiban mendorong umat untuk menjadi warga negara yang baik dengan berperan aktif mendukung pembangunan.

 

“Jemaat gereja juga adalah warga masyarakat. Karena itu warga gereja juga harus mendukung pembangunan dengan menerapkan sikap hidup yang baik, menjaga keamanan dan ketertiban, “ kata Pendeta.

Selain itu, Bupati Dogiyai, dalam sambutan singkatnya mengatakan bahwa pembangunan gedung gereja baru merupakan wujud pertumbuhan iman jemaat. Jemaat ingin memberi yang terbaik bagi Tuhan.

“Pembangunan gedung gereja juga sejalan dengan perkembangan Kabupaten Dogiyai, yang sedang dalam proses pembangunan , “ kata Herman (humas/Anou)




Bupati Dogiyai Ditandu Jemaat Torsina Botumoma

DOGIYAI, rasudofm – Bupati Dogiyai, Herman Auwe, merasa terharu dengan jemputan jemaat Torsina Botumoma Distrik Kamu Selatan, dimana sebagai pemimpin di Daerah Kabupaten Dogiyai ini dipandu oleh Jemaat Torsina Botumoma hingga di tempat peletakan Batu pertama Pembangunan Gedung Gereja Torsina Botumoma, Kemarin, Di Dogiyai.
Herman Auwe, mengaku, selama ini, di manapun ia melakuknan Kunjungan kerja ia selalu di tandu oleh masyarakat Kabupaten Dogiyai selama ini,
Ia ditandu diatas kursi oleh jemaat Torsinan Botumoma bersama sejumlah masyarakat, saat melaksanakan kunjungan kerja ke daerah sejak memangku jabatan sebagai Bupati Kabupaten Dogiyai.
Perasaan ini diungkapkan oleh Bupati Dogiyai, Herman Auwe, dihadapan Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida), pejabat eselon I, II dan III di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Dogiyai, Kepala Kampung, Sekretaris Kampung, Bamuskam dan tokoh masyarakat  di pada peletakan Batu Pertama Botumoma, Distrik Kamu Selatan.
Herman merasa terharu karena setelah tiba Di Halaman Kantor Distrik Kamu Selatan, Jemaat Torsina bersama masyarakat Distrik Kamu selatan dijemput oleh Kepala Distrik Kamu Selatan dan jajarannya, diiringan tarian adat, sekaligus Bupati Herman Auwe, ditandu oleh Jemaat dan masyarakat dengan mendudukannya diatas kursi dan dipikul oleh empat (4) orang menuju di halaman Gedung Gereja Torsina Botumoma, jalan kaki sekitar 800 meter dari lokasi penjemputan.
Sementara itu, sejumlah pejabat teras dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Dogiyai dan masyarakat berjalan kaki ke halaman gedung gereja Torsina Botumoma.
Dalam Sambutannya, Herman Auwe  mengungkapkan, sekalipun dirinya juga berasal dari kampung, salah satu kampung di Distrik Kamu Selatan dan menjadi orang pertama dari daerahnya menjabat kursi pimpinan Daerah ini, ia merasa sangat terharu dengan penjemputan masyarakat di Dogiyai.
Akan tetapi, ia menjelaskan bahwa, pada masa reformasi tidak ada perbedaan antara orang kota, anak kaya dan anak orang miskin dan tinggal di daerah terpencil. Sekarang saatnya untuk mengambil peran yang sama baik di bidang pemerintah, politik dan ekonomi di mana saja. Oleh karena itu, saya meminta kepada masyarakat dan Jemaat Torsina Botumoma untuk berjuang mengerjar cita-cita dan ketertinggalan dari pembangunan Kabupaten Dogiyai kedepan, Kata Herman
Selama ini, saya melakukan kunjungan kerja ini meninjau pembangunan dan lebih focus pada pembinaan dan pemberdayaan ekonomi dan pembinaan keimanan bagi masyarakat Kabupaten Dogiyai, salah satunya dengan memberikan bantuan dana bagi gereja di daerah,
Selain melakukan peletakan batu pertama gedung gereja di Jemaat Torsina Botumoma, Bupati Dogiyai Herman Auwe juga memberikan batuan langsung tunai kepada pembangunan Gedung gereja Torsina Botumoma, dan sejumlah Gereja yang ada di Distrik Kamuu Selatan,
“saya mau bantu bagi gereja yang sedang dalam pembangunan gereja,” Kata Herman. (humas/Anou)

Di Mapia, Miras dan Togel Dilarang

DOGIYAI — Permainan Toto Gelap (Togel) dan Minuman Keras (Miras) sudah tembus hingga perkampungan di kawasan pedalaman Papua. Dampaknya sangat terasa, khusus di Distrik Mapia Timur, Kabupaten Dogiyai, sehingga sejak beberapa waktu lalu dilarang adanya dua aktivitas ini.
Bonavasius Dogomo bersama Kapolsek dan Danramil. (Foto: Agustinus Dogomo/SP)

Miras dan Togel dilarang karena dianggap sedang hancurkan tatanan hidup masyarakat setempat. Hal ini seperti diungkapkan Bonavasius Dogomo, Kepala Distrik Mapia Timur.

“Kami larang dua hal itu karena sedang menjadi pintu masuk kejahatan dalam kelangsungan hidup masyarakat di wilayah kami ini,” ujarnya saat diwawancarai suarapapua.com, Selasa (5/7/2016) di Bomomani.

Dogomo menyatakan, larangan tersebut sudah merupakan hasil keputusan final. “Pelarangan ini telah menjadi kesepakatan bersama Kapolsek, Danramil dan 7 Kepala Kampung yang ada dalam wilayah Distrik Mapia Timur, tertanggal 27 Juni 2016,” jelasnya.

“Kami buat larangan jual Miras dan Togel karena di empat distrik yang ada di Mapia sudah lama buat larangannya. Jadi, bukan Miras dan Togel saja, kami tegas untuk larang permainan judi lain juga,” ujar Dogomo.

“Soal Miras saya pikir sudah ada larangan yang dibuat oleh Gubernur Provinsi Papua, sehingga kami sebagai bawahan hanya melanjutkan aturan tersebut,” ujarnya.

Ngarifin, Kaposek Mapia Timur, mengatakan, berdasarkan kesepakatan masyarakat distrik Mapia Timur, penjualan Miras dan Togel harus ditutup.

“Kita tidak boleh tunggu atasan, kalau kita mau sadar harus mulai dari kita sendiri, jangan menunggu atasan. Selain itu, harus ada kerjasama antara masyarakat dan pemerintah untuk menjaga agar wilayah distrik ini aman dan terjaga,” tutur Kapolsek.

Alexander Pakage, tokoh intelektual Mapia, menyatakan, penyakit sosial yang berdampak pada tatanan hidup masyarakat harus dihancurkan. “Mulai sekarang tidak boleh ada Miras dan Togel,” ujarnya dengan tegas.

Pakage menyarankan, menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut, harus buat surat pernyataan yang ditandatangani semua pihak. Dengan itu, jika nanti kedapatan oknum tertentu melanggar kesepakatan tertulis, harus diberikan sanksi.

Pewarta: Agustinus Dogomo
Sumber: suarapapua.com

Black Steel asal Indonesia Berlaga di Pentas Internasional

Juara Pro Futsal League (PFL) 2016 (Foto bolalob.com)
Juara Pro Futsal League (PFL) 2016, Black Steel, bakal jadi tim asal Indonesia pertama yang berlaga di pentas internasional, pasca pencabutan saksi dari FIFA. Klub yang diasuh oleh Sayang Karmadi bakal tampil di AFF Futsal Club Championship 2016 yang dihelat di Myanmar pada 10–16 Juli 2016.

Klub asal Manokwari Papua Barat menggelar latihan sebulan terakhir di Jakarta. Mereka berangkat ke Nay Pyi Taw pada Kamis (7/7/2016). Pada Minggu (10/7/2016) Black Steel menjajal kekuatan klub jawara Liga Futsal Myanmar, MIC FC di Sports Complex Indoor Stadium.

Black Steel sendiri tergabung di Grup B, bersama Thaiport FC (Thailand), MIC FC (Myanmar), Thai Son Nam FC (Vietnam), dan Lanexang United (Laos). Walau bersifat invitasi, Sayan Karmadi, menjanjikan Black Steel tidak hanya sekadar jadi penggembira di Myanmar.

Black Steel, terhitung minim jam terbang internasional. Tak ada yang menyangka mereka jadi juara Liga Futsal Indonesia 2016. Selama ini Indonesia selalu diwakili oleh Electric PLN dan IPC Pelindo, dua klub yang jadi pelanggan juara kompetisi futsal profesional Tanah Air.

"Doakan semoga keberuntungan Black Steel berlanjut di Myanmar," ungkap Sayan.
Black Steel mencetak sejarah dengan menjadi juara baru PFL usai mengalahkan Vamos Mataram lewat drama adu penalti 5-3 (3-3) di GOR Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sleman, Minggu (5/6/2016). Hasil ini patut diacungi jempol mengingat Black Steel merupakan tim debutan kompetisi futsal tertinggi Indonesia.

Anak asuh Sayan memang butuh perjuangan keras sebelum merebut gelar juara. Sempat tertinggal 0-1 lewat gol cepat lawan, namun mereka mampu berbalik unggul 3-1. Sempat disamakan jadi 3-3, mereka akhirnya unggul di babak adu penalti berkat kegemilangan kiper, Muhammad Iksan Rahadian.

"Tampil di Kejuaraan Antarklub Futsal AFF akan kami jadikan momen menimba pengalaman. Berkah yang tak terkira bagi kami bisa mewakili Indonesia di ajang internasional," ungkap Sayan Karmadi, yang juga merangkap menjadi pelatih tim futsal PON Papua Barat itu. (RB/BC)

KNPB Pakpak Rayakan Lebaran, Muslim Papua Dukung ULMWP

KNPB Pakpak Merayakan Hari Raya Lebaran bersama Umat Muslim Papua Pakpak yg berada di wilayah  Teluk Patipi sekaligus melakukan Aksi Dukungan kepada United Liberation Movement for West Papua masuk sebagai anggota penuh di Forum MSG. 

Hal ini membuat contoh agar BIN tidak melakukan provokasi kepada Muslim Papua bahwa perjuangan Papua ketika merdeka nanti di jadikan negara kristen oleh sebab itu Komite Nasional Papua Barat tetap mediasi umat Muslim Papua untuk terlibat dalam perjuangan Bangsa Papua salam 

# REVOLUSI,,,!!!
Kita Harus Mengakhiri!




Sumber : KNPBPakpaknews
Terimakasih atas kunjungan anda di www.FAK-FAK.com , Silahkan berbagi :
sumber: http://www.fak-fak.com/2016/07/knpb-pakpak-rayakan-lebaran-muslim.html?utm_source=dlvr.it&utm_medium=facebook

West Papua activists in Solomons ahead of MSG summit

Members of the United Liberation Movement for West Papua have arrived in Solomon Islands ahead of the expected Melanesian Spearhead Group leaders' summit next week.
United Liberation Movement for West Papua members Mama Yosepha Alomang,
Edison Waromi, Andy Ayamiseba and Jacob Rumbiak with the Solomon Islands prime
minister Manasseh Sogavare (centre),
Photo: MSG

The Solomon Star reports the West Papua campaigners arrived in Honiara on separate flights.
The MSG summit was originally scheduled for Port Vila in Vanuatu at the start of May, but moved to Port Moresby towards end of June.

Then it was postponed again because the leaders could not find time to meet during the Asia Caribbean Pacific meeting in Port Moresby.

It was understood the MSG Leaders' Summit will now be held back to back with the Pacific Islands Development Forum which is also scheduled to be held in Honiara next week.

The paper reports that peaceful demonstrations are expected during the MSG Leaders' Summit with West Papuan supporters denouncing human rights violations by by Indonesia in Papua.

radionz.co.nz

ISIS Nyatakan Perang kepada Malaysia dan Indonesia

PETALING JAYA, - Sebuah klip video yang dirilis oleh kelompok ekstremis ISIS, mengungkap pernyataan perang terhadap Indonesia dan Malaysia yang mereka sebut sebagai Nusantara.

Ungkapan serangan itu muncul dari kelompok yang akronimnya merupakan kepanjangan dari Islamic State of Iraq and Syria, di tengah merebaknya pemboman yang diklaim dilakukan oleh kelompok itu di berbagai negara selama Ramadan, mulai dari Turki, Bangladesh, Irak dan Arab Saudi.

Media online Malaysia, thestar.com.my, melaporkan video yang dirilis itu menggambarkan seorang dewasa memanggul senjata dikelilingi oleh anak-anak, dan seorang remaja tampak berdiri jauh dari kelompok itu terlihat memeluk senapan serbu AK-47.

Pria itu mengibaskan jari telunjuk kanannya bolak-balik, dan berbicara dalam campuran bahasa Malaysia dan apa yang terdengar seperti bahasa Arab.
Dia mengungkapkan rasa syukur kepada Allah yang telah "memudahkan perjalanan jihad kami" dan karena telah menunjuk mereka sebagai "tentara Tauhid (Keesaan Allah)".

Dia menyebut pihak berwenang dari Nusantara - khususnya di Malaysia dan Indonesia.
"Tahu ini ... kami tidak lagi warga Anda, dan telah membebaskan diri dari Anda," ujarnya saat kamera menyorot menunjukkan seorang pria berjanggut di dekatnya yang juga memegang paspor Malaysia.
"Dengan izin-Nya dan bantuan-Nya, kami akan datang kepada Anda dengan kekuatan militer yang tidak dapat diatasi," kata dia.

"Ini adalah janji Allah kepada kami," katanya.
Gambar  ini terlihat di salah satu klip video yang dirilis oleh ISIS.
Pria itu juga mengatakan akan menjatuhkan pemerintah dan pemimpin yang tidak mengikuti prinsip-prinsip Islam demi membuka jalan bagi supremasi Islam.

Tak lama kemudian, ia melemparkan paspornya ke tengah lingkaran, dan anak-anak mengikuti.
Seorang anak laki-laki melangkah maju dengan mancis dan mengucapkan Bismillah sebelum menyalakan sepotong kertas terlipat putih.

Dia kemudian menyalakannya dan membakar tumpukan dokumen,  pemandangan yang disambut oleh sorak-sorai parau dan nyanyian oleh anak-anak lain sambil mengangkat tinju mereka ke udara.
Adegan kemudian bergerak ke ruang kelas, yang menggambarkan anak-anak memakai songkok dan bernyanyi selama pelajaran agama yang diawasi oleh orang dewasa, dan menjalani pelatihan tempur di bawah pengawasan mata lain.

Mereka juga  melalui sesi pembelajaran di luar ruangan, di mana seorang pria dalam tutup kepala berwarna merah mengadakan pertanyaan kuis kepada murid-muridnya.

Dalam klip lain di sebuah lahan berpasir di kelilingi pohon-pohon, anak-anak berdiri berbaris dan satu persatu  mereka menembakkan peluru dari pistol semi-otomatis.
thestar.com.my tidak menyebutkan kapan persisnya video ini dirilis pertama kali.

Sumber: SATUHARAPAN.COM

Comeback, Black Brothers Kolaborasi Dengan Keluarga Ayu Azhari

Black Brothers ©KapanLagi.com®/Sahal Fadli
Band legendaris Black Brothers kembali menampakan diri di jagad musik Tanah Air. Band yang digawangi dengan formasi baru sembilan orang itu menggelar showcase bertajuk Konser Malam Kenangan The Legend Black Broters, di Motion Blue, Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta Pusat. 


Aktris senior dan juga penyanyi, Ayu Azhari ikut berkolaborasi dengan Yochie Pattipeiluhu (vokal, keyboard), David R (gitar), Amry MK (saxophone), Marthen Korwa (vokal), Pilatus Daisiu (gitar), Fret Wakum (bas), Michael R (keyboard), David Doom (drum) dan Rendra (terompet) dengan menyumbang beberapa lagu.

Ayu terlihat bisa menyatu dengan band yang aktif di era 70-an tersebut. Di atas panggung, Ayu melantunkan lagu Keroncong Kenangan. Yang menarik, perhelatan musik tersebut digagas oleh putra sulungnya, Axel Djody dan John Kamaru.
Black Brothers kolaborasi dengan keluarga Ayu Azhari ©KapanLagi.com®/Sahal Fadli

"Anak saya Axel sudah beberapa kali buat acara-acara musik seperti ini. Saya hanya mensupport saja. Dia mengingat almarhum papanya kan pemusik, saya ibunya juga penyanyi itu yang mendorong dia untuk terlibat di acara-acara musik," ucap Ayu saat naik ke atas panggung.

Tidak hanya itu, putri Ayu, Isabelle Tramp juga turut berkolaborasi dengan Black Brothers dalam lagu Hari Kiamat dan Sajojo. Ayu dan Black Brothers pun terkejut dengan animo penonton yang melebihi harapan.

"Kita ngundang 150 tapi yang datang 300 orang. Kita ada rencana buat turnya juga lima kota Surabaya, Solo, dan beberapa kota lain," kata Ayu.

Dalam penampilannya malam itu, band legendaris asal Papua itu membawakan lebih dari 20 lagu yang hits pada masanya dulu. Para tamu undangan yang hadir pun tak henti memberikan applause tatkala usai mendengar lagu-lagu kenangan seperti Derita Tiada Akhir, Gadis Lembah Sunyi, Irian Jaya/Papua, Persipura, Kenangan November, Lonceng Kematian, dan juga hits everlasting Kisah Seorang Pramuria.

  (kpl/aal/phi)

 Kapanlagi.com




Air Mata Perempuan Papua Segalanya Bagi Perjuangan Papua Merdeka

air mata perempuan papua
Tanggisan nona-nona papua membasahi pulau cendrawasih, tanggisan Mama-mama papua mengalir bagaikan sunggai mambramo, hatiku ini bimbang dan terharu melihat tanggisan putri-putri melanesya dan mama-mama papua, air mata ibu berharga di mata Tuhan dan bahkan di mata Dunia, air mata menetes di pipi mama-mama dan nona-nona papau, karena melihat derita anak negri chendrawasih, seorang ibu bertannya kepada seorang anaknya,!
Kapan cha derita negeri cendrawasih ini akan berhakir? anak menjawab, " mama air matamu berharga bagi perjuangan menuju kebebasan rakyat papua, mama ku sayang kami tetap merdeka, tinggal selangkah lagi kami bebas dari semua derita, mama...
sayang lihat jauh ke sana Tuhan Sudah Membuka pintu Gerbang Kemerdekaan Bagi Kami rakayat papua, mama.... sayang......Tuhan sedang memakai negara-negara tetangga kami untuk kebebasan anak negri cendrawasih .... jadi mamaku sayang tangisanmu akan berakhir, tangisanmu sudah membasahi seluruh pulau papua akar rumput yang kering-burung-burung yang sedang tidur sudah bangun dari sarannya dan sedang berteriak kebebasan rakyat papua, mama tetap teguh dengan Doa karena doa seorang mama adalah dasar segala perjuangan..... mama ku sayang saya mau buat satu lirik lagu untuk generasih penerus nona-nona papua.
ini mama lirik lagunya : 
Ada satu kata memori tentang kau wanita papua
Ada satu kata memori tentang kau nona melanesya
Di balik Muka Murung mu kau mennyimpang kasih sayang
Di balik kemarahan mu kau mennyimpan kepedulian 
hooo....kau wanita papua
hooo...kau nona melanesya
Mama ku sayang lirik lagu ini singkat saja harapan saya bagaimana laki-laki papua itu bisah mencintai nona-nona papua dengan tulus hati saya tidak mau kami rakyat papua punya agen generasih penerus di rusak dan di permainkan, lagu ini satu kebanggaan kami lelaki papua untuk nona-nona papua.
Salam perjuangan nona-nona melanesya , air mata mu segalahnya bagi perjuangan rakyat papua. (CHEKOPAPUA)
 
 

MAHASISWA FAK FAK PAPUA MEMBERIKAN CONTOH TERTIB BERLALU LINTAS DI YOGYAKARTA

PAGUYUBAN KELUARGA MAHASISWA FAK FAK PAPUA MEMBERIKAN CONTOH TERTIB BERLALU LINTAS DI YOGYAKARTA

Mhasiswa Fakfak memberi contoh
tertib lalin di Yogyakarta
Yogyakarta (facta-news.com) Pemuda Papua Fakfak kembali menggelar aksi simpati kepada masyarakat Yogyakarta dalam rangka mendukung Tertib Undang Undang Lalin dan Wajib Helm di kota Yogyakrta.

Paguyuban Keluarga Mahasiswa Fakfak Papua (PKMFP) se Yogyakarta yang bejumlah sekitar 50 orang ini pada hari Minggu 4 Juli 2016 mengadakan pawai simpatik lalu lintas Orang Papua Asli (OAP) di Yogyakarta.

Pawai yang dipimpin oleh Bapak Bashir sesepuh OAP mahasiswa Fak Fak Papua dimulai pada jam 1600 wib star dari Asrama Fakfak Papua Jln. Wijaya, Melati Wetan, Kelurahan Baciro, Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta dengan berkendaraan sepeda motor lengkap menggunakan helm standar.
Route pawai  PKMFP  adalah Jln. Melati wetan – Melati kulon – Jl. Lempuyangan – Jl. Tunjung – Jl. Andong –  Jl. Kenari  – Jl. Gondosuli – Jl.melati wetan – Jl.  Ipda Tut Harsono – Melati wetan dan Finish di Asrama Fakfak pada jam 1700 wib

 

Selama pawai simpati mahasiswa OAP Fakfak mendapat acungang jempol dari masyarakat

Paguyuban Keluarga Mahasiswa Fakfak Papua
Menurut penjelasan dari bapak Bashir sebagai ketua OAP mahasiswa Fakfak “Kita bersama mahasiswa Fakfak berkumpul pada jam 1530 wib untuk pembagian helm dan pengarahan terlebih dahulu” katanya.

Bashir merasa bangga dan berterima kasih atas dukungan helmnya.
Masih dari bashir “Bahwa untuk masalah tertib lalu lintas memang sangat susah, di Papua sering tidak memakai  helm jika menggunakan sepeda motor. Semoga dengan pawai simpati berlalu lintas dapat menjadi awal pertama warga Papua di Yogyakarta untuk berlalu lintas dengan baik dan mahasiswa Papua dari Fakfak sebagai pemberi contoh dan berharap kepada  mahasiswa Papua asal Kab Fakfak supaya memakai helm dan tertib berlalu lintas” ujarnya memberi penjelasan mahasiswa Fakfak peserta pawai.

Pawai tertib lalin mahasiswa Fakfak
Nampak mahasiswa Fakfak selama pawai motor simpatik oleh OAP di perjalanan routeyang di lewati, terlihat bahwa masyarakat di jalan melambaikan tangan dan mengacungkan jempol kepada peserta pawai yang tertib dan sopan.

Setelah selesai pawai pawai motor simpatik terlihat para OAP asal melanjutkan dengan buka bersama di Asrama mahasiswa OAP Fakfak.

By Markus Adii

(facta-news.com)
 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger