|
Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai menerima laporan dari anggota
DPRD Papua Barat soal peristiwa Manokwari. (CNN Indonesia/Prima
Gumilang) |
Jakarta
--
Anggota DPR Papua Barat dari fraksi otonomi khusus,
Dominggus Sani menyebut aparat kepolisian diduga menembaki massa saat
terjadi kerusuhan di Manokwari, ibu kota Papua Barat. Sepuluh orang
menjadi korban penembakan, satu di antaranya tewas.
"Sembilan
orang (luka) menjadi korban penembakan dari angkatan bersenjata. Satu
orang meninggal," kata Dominggus saat ditemui di kantor Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia, Jakarta, Jumat (28/10).
Hari ini, Dominggus
bersama 16 orang lainnya dari unsur pimpinan dan anggota DPR Provinsi
Papua Barat mendatangi Komnas HAM. Mereka melaporkan kasus pelanggaran
HAM di Papua, termasuk peristiwa penembakan yang terjadi di Manokwari
Rabu lalu.
Menurutnya, kejadian di Manokwari karena diawali
tindakan kriminal biasa. Seorang anak muda, Vijay Pauspaus, belum mampu
membayar uang makan di warung. Keributan pun terjadi. Vijay
dikejar-kejar dan ditikam dari belakang.
Kasus itu memantik amarah masyarakat hingga kerusuhan disertai penembakan aparat keamanan pun pecah.
"Orang
Papua itu sampai kapan pun pasti dia akan datang (kembali ke warung)
untuk bayar, karena perasaan malu kami lebih besar. Tapi cuma persoalan
itu, terjadi konflik berdarah," ujarnya.
Dominggus mengatakan,
jika saat itu aparat kepolisian segera bertindak menangkap pelaku
penikaman dan melanjutkan proses hukum terhadap pihak yang terlibat
kerusuhan, persoalan tidak akan berbuntut panjang.
Namun sayangnya perlakuan aparat keamanan di Papua Barat dianggap
terlalu berlebihan. Dia menilai sistem pengamanan di Papua Barat berbeda
dengan daerah lain.
"Kalau saya lihat itu kan persoalan
kriminal biasa. Tapi akhirnya jadi luar biasa karena ada penembakan
warga sipil. Ini kan bagian dari pengamanan aparat yang terlalu
berlebihan," katanya.
Onisimus Rumayon, seorang korban yang tewas
ditembak aparat, kata Dominggus, bukan bagian dari pihak yang terlibat
kerusuhan. Onisimus bukan pelaku penikaman.
"Kebetulan dia keluar
dari rumahnya, mau belanja sesuatu. Mungkin karena tiarap (saat terjadi
kerusuhan) dianggap pelaku, lalu ditembak. Sistem pengamanan di Papua
sangat memprihatinkan sekali," katanya.
Meminta Sikap JokowiDominggus
telah membicarakan persoalan ini dengan pimpinan dewan. Pihaknya akan
memanggil pimpinan Kepolisian Daerah Papua Barat untuk mengusut kasus
ini lebih lanjut.
Dia juga meminta kepada Presiden Joko Widodo
mengambil sikap atas kejadian tersebut. Sebab menurutnya, peristiwa
penembakan warga sipil makin melukai warga Papua.
"Saya bilang
untuk presiden, pecat saja pelaku-pelaku (penembakan) di sana, karena
kejadian itu citra negara jadi bulan-bulanan di daerah," kata Dominggus.
Foto: Rusman/Setpres Jokowi saat berada di Papua. (Rusman/Setpres)
|
Selain itu, pihaknya juga berharap kepada Komnas HAM segera melakukan investigasi ke Manokwari.
Menanggapi
laporan tersebut, Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai berjanji akan
menindaklanjuti penyelidikan kasus tersebut. Pihaknya akan membahas
peristiwa Manokwari ini dalam rapat paripurna dan akan mengutus
perwakilan Komnas HAM dari Jakarta ke Manokwari.
"Komnas HAM sudah meminta perwakilannya di Papua Barat turun ke lapangan untuk investigasi," kata Natalius.
Dia menduga, penembakan yang dilakukan aparat kepolisian dalam peristiwa Manokwari dilakukan secara sadar dan disengaja.
"Komnas
HAM menduga, aparat kepolisian secara sadar dan sengaja melakukan
kekerasan dengan menggunakan alat senjata yang dibeli oleh rakyat," ujar
Natalius.
Dia mengatakan aparat kepolisian dalam menangani kasus
kerusuhan atau penanganan massa seringkali tidak sesuai dengan stadar
operasional prosedur yang berlaku.
Padahal kata Natalius,
Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 mengamanatkan agar setiap anggota
kepolisian di dalam melaksanakan tugasnya harus memperhatikan
prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Dia meminta Kapolri melakukan
proses penegakan hukum secara adil atas kasus ini. Pelaksanaan proses
hukum, kata Natalius, harus berbasis kepada tindakan pidana, karena ada
fakta korban meninggal dunia dan luka-luka karena ditembak. Selain itu,
proses pemberian hukum juga harus berorientasi pada penegakan disiplin.
"Jadi
dua-duanya harus berjalan secara simultan. Jangan sampai dilokalisir
pada hukuman disiplin sementara hukuman pidananya tidak dijalankan,"
kata Natalius.
Di pihak lain, Kapolda Papua Barat Brigadir
Jenderal Royke Lumowa menduga, Onisimus meninggal bukan karena tembakan.
Tembakan yang bersarang di tubuh korban dinilai tidak mengenai organ
yang mematikan. Karena itu tidak terjadi pendarahan.
(asa/CNN Indonesia)