OTK di Manokwari, Menikam Mati 2 Mahasiswa Unipa

Fhoto kedua korban. Senin,(31/10) sore, di Pantai Amban,Manokwari. (Fhoto : ND/KM)
Manokwari, (KM) – Berdasarkan informasi sementara yang dihimpun Media ini, dikabarkan dua orang Mahasiswa Unipa, telah ditikam mati oleh Orang Tak Dikenal (OTK), Senin, (31/10) sore, Di Pantai Amban, Manokwari-Papua Barat.
Nama kedua korban diantaranya, Irianike Thanesia Sapulete, (Mahasiswi Unipa, Fakultas Peternakan, Jurusan Peternakan,Tahun angkatan 2015). sedangkan korban kedua adalah Agustinus Aun, (Mahasiswa Unipa, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Listrik, Tahun Angkatan 2015).
Kronologi singkat yang diterima media dimalam ini, kedua korban pergi ke wilayah Amban Pantai, hanya refreshing saja. Lalu sementara kedua korban lagi duduk menikmati keindahan Alam di Amban Pantai, barulah terjadi peristiwa penikaman secara sadis oleh OTK.
Dilaporkankan juga kepada Media ini melalui via Obrolan, ND, bahwa Agustinus Aun  adalah Mahasiswa Papua asal Merauke. 
Kata dia, Agustinus dibunuh terlebih dahulu. Sedangkan pacarnya, yaitu, Irianike Thanesia Sapulete, yang adalah (Peranakan Ambon-Biak) ini, diperkosa oleh OTK tersebut, dan dicabut nyawanya dengan cara memotong dengan alat pemotong mereka,katanya.
Informasi sementara demikian. Mari ikuti info lebih lengkap selanjutnya.
Pewarta : Petrus Yatipai
 

40% Panelnya Dicuri, PLTS di Pelosok Papua Tak Bisa Beroperasi Maksimal

Dogiyai - PT PLN (Persero) menargetkan bisa menerangi semua kabupaten di pegunungan Papua di akhir tahun 2017. Total ada 14 kabupaten yang harus dilistriki. Pada 17 Agustus 2016 lalu, PLN sudah masuk ke Kabupaten Teluk Wondama, Raja Ampat, dan Pegunungan Arfak.

Kemudian di Hari Listrik Nasional tanggal ke-71 pada 27 Oktober 2016 kemarin, giliran 2 kabupaten di pedalaman Papua yang terang benderang berkat PLN, yaitu Kabupaten Deiyai dan Yahukimo.

Berbagai cara dilakukan PLN untuk membuat Papua terang benderang seperti wilayah Indonesia lainnya. Misalnya dengan membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kabupaten Dogiyai.

Tetapi memang banyak masalah tak terduga yang muncul di lapangan. Panel-panel surya PLTS di Dogiyai ini banyak yang dicuri. Para pelaku biasanya bergerombol sekitar 5 orang, membawa senjata seperti panah dan golok, mengambil panel surya di malam hari.

"Ini salah satu kendala kita dalam melistriki Kabupaten Dogiyai, masalah pencurian," kata General Manager PLN Wilayah Papua dan Papua Barat, Yohanes Sukrislismono, kepada detikFinance saat berkunjung ke PLTS di Dogiyai, Jumat (28/10/2016).

40% Panelnya Dicuri, PLTS di Pelosok Papua Tak Bisa Beroperasi MaksimalFoto: Michael Agustinus

Sejak PLTS dioperasikan pada 2013, sudah hampir separuh panel surya yang dicuri. PLTS dengan kapasitas 300 Kilowatt peak (KWp) ini pun tak bisa beroperasi maksimal karena panelnya banyak yang hilang.

"Sekitar 40 persen panel listrik kita dicuri. Akibatnya PLTS yang kapasitas sebenarnya 300 KWp tidak bisa beroperasi penuh," ucapnya.

Yohanes sangat menyayangkan hal ini. Sebab, penduduk Kabupaten Dogiyai sebenarnya sangat membutuhkan listrik, masih banyak desa di kabupaten ini yang belum terlistriki, yang sudah terlistriki pun baru mendapat listrik sekitar 6 jam per hari. Pencurian panel surya ini membuat pasokan listrik makin sedikit.

Pencurian panel surya memang berkurang belakangan ini setelah adanya pencuri yang meninggal karena tersetrum saat berusaha melepas panel. Yohanes juga meminta pemerintah daerah setempat untuk membantu pengamanan PLTS. Ini demi masyarakat juga, supaya pasokan listrik tidak terganggu.

40% Panelnya Dicuri, PLTS di Pelosok Papua Tak Bisa Beroperasi MaksimalFoto: Michael Agustinus

"Pencurian agak sedikit berkurang karena baru-baru ini ada yang meninggal tersetrum saat mencuri panel. Kami meminta kerja sama dari pemda untuk pengamanan aset kami," pungkasnya. (ang/ang) 


 Sumber: detik.com

Anggota DPRD Sebut Polisi Menembaki Massa di Manokwari

Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai menerima laporan dari anggota DPRD Papua Barat soal peristiwa Manokwari. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)
Jakarta -- Anggota DPR Papua Barat dari fraksi otonomi khusus, Dominggus Sani menyebut aparat kepolisian diduga menembaki massa saat terjadi kerusuhan di Manokwari, ibu kota Papua Barat. Sepuluh orang menjadi korban penembakan, satu di antaranya tewas.

"Sembilan orang (luka) menjadi korban penembakan dari angkatan bersenjata. Satu orang meninggal," kata Dominggus saat ditemui di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, Jumat (28/10).

Hari ini, Dominggus bersama 16 orang lainnya dari unsur pimpinan dan anggota DPR Provinsi Papua Barat mendatangi Komnas HAM. Mereka melaporkan kasus pelanggaran HAM di Papua, termasuk peristiwa penembakan yang terjadi di Manokwari Rabu lalu.

Menurutnya, kejadian di Manokwari karena diawali tindakan kriminal biasa. Seorang anak muda, Vijay Pauspaus, belum mampu membayar uang makan di warung. Keributan pun terjadi. Vijay dikejar-kejar dan ditikam dari belakang.

Kasus itu memantik amarah masyarakat hingga kerusuhan disertai penembakan aparat keamanan pun pecah.

"Orang Papua itu sampai kapan pun pasti dia akan datang (kembali ke warung) untuk bayar, karena perasaan malu kami lebih besar. Tapi cuma persoalan itu, terjadi konflik berdarah," ujarnya.

Dominggus mengatakan, jika saat itu aparat kepolisian segera bertindak menangkap pelaku penikaman dan melanjutkan proses hukum terhadap pihak yang terlibat kerusuhan, persoalan tidak akan berbuntut panjang.

Namun sayangnya perlakuan aparat keamanan di Papua Barat dianggap terlalu berlebihan. Dia menilai sistem pengamanan di Papua Barat berbeda dengan daerah lain.

"Kalau saya lihat itu kan persoalan kriminal biasa. Tapi akhirnya jadi luar biasa karena ada penembakan warga sipil. Ini kan bagian dari pengamanan aparat yang terlalu berlebihan," katanya.

Onisimus Rumayon, seorang korban yang tewas ditembak aparat, kata Dominggus, bukan bagian dari pihak yang terlibat kerusuhan. Onisimus bukan pelaku penikaman.

"Kebetulan dia keluar dari rumahnya, mau belanja sesuatu. Mungkin karena tiarap (saat terjadi kerusuhan) dianggap pelaku, lalu ditembak. Sistem pengamanan di Papua sangat memprihatinkan sekali," katanya.

Meminta Sikap Jokowi

Dominggus telah membicarakan persoalan ini dengan pimpinan dewan. Pihaknya akan memanggil pimpinan Kepolisian Daerah Papua Barat untuk mengusut kasus ini lebih lanjut.

Dia juga meminta kepada Presiden Joko Widodo mengambil sikap atas kejadian tersebut. Sebab menurutnya, peristiwa penembakan warga sipil makin melukai warga Papua.

"Saya bilang untuk presiden, pecat saja pelaku-pelaku (penembakan) di sana, karena kejadian itu citra negara jadi bulan-bulanan di daerah," kata Dominggus.

Jokowi saat berada di Papua. (Rusman/Setpres)Foto: Rusman/Setpres
Jokowi saat berada di Papua. (Rusman/Setpres)
 
Selain itu, pihaknya juga berharap kepada Komnas HAM segera melakukan investigasi ke Manokwari.

Menanggapi laporan tersebut, Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai berjanji akan menindaklanjuti penyelidikan kasus tersebut. Pihaknya akan membahas peristiwa Manokwari ini dalam rapat paripurna dan akan mengutus perwakilan Komnas HAM dari Jakarta ke Manokwari.

"Komnas HAM sudah meminta perwakilannya di Papua Barat turun ke lapangan untuk investigasi," kata Natalius.

Dia menduga, penembakan yang dilakukan aparat kepolisian dalam peristiwa Manokwari dilakukan secara sadar dan disengaja.

"Komnas HAM menduga, aparat kepolisian secara sadar dan sengaja melakukan kekerasan dengan menggunakan alat senjata yang dibeli oleh rakyat," ujar Natalius.

Dia mengatakan aparat kepolisian dalam menangani kasus kerusuhan atau penanganan massa seringkali tidak sesuai dengan stadar operasional prosedur yang berlaku.

Padahal kata Natalius, Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 mengamanatkan agar setiap anggota kepolisian di dalam melaksanakan tugasnya harus memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Dia meminta Kapolri melakukan proses penegakan hukum secara adil atas kasus ini. Pelaksanaan proses hukum, kata Natalius, harus berbasis kepada tindakan pidana, karena ada fakta korban meninggal dunia dan luka-luka karena ditembak. Selain itu, proses pemberian hukum juga harus berorientasi pada penegakan disiplin.

"Jadi dua-duanya harus berjalan secara simultan. Jangan sampai dilokalisir pada hukuman disiplin sementara hukuman pidananya tidak dijalankan," kata Natalius.

Di pihak lain, Kapolda Papua Barat Brigadir Jenderal Royke Lumowa menduga, Onisimus meninggal bukan karena tembakan. Tembakan yang bersarang di tubuh korban dinilai tidak mengenai organ yang mematikan. Karena itu tidak terjadi pendarahan. (asa/CNN Indonesia)

Mahasiswa Papua Tak Boleh Numpang Lagi

sejumlah mahasiswa Universitas Bengkulu (Unib) asal Provinsi Papua
BENGKULU – Dunia pendidikan di Provinsi Bengkulu belakangan ini sempat heboh. Pasalnya beredar informasi sejumlah mahasiswa Universitas Bengkulu (Unib) asal Provinsi Papua tidak diperbolehkan lagi oleh pihak kampus tinggal di Mess Unib yang terletak di Jalan Budi Utomo Kelurahan Beringin Raya Kecamatan Muara Bangkahulu Kota Bengkulu.

Para mahasiswa tersebut adalah penerima beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) dari Kemenristek dan Dirjen Dikti, saat ini untuk penempatan di Unib berjumlah sebanyak 24 orang yang terdiri dari 8 perempuan dan 16 laki-laki.

Venus Belau (21) mahasiswa semester V Fakultas Pertanian Unib asal Kabupaten Intan Jaya menuturkan, sebelumnya dalam pembekalan penerima beasiswa mereka dijanjikan mendapatkan tempat tinggal dan biaya hidup selama menempuh pendidikan.

“Kami dijanjikan akan mendapatkan tempat tinggal dan biaya hidup dari pemerintah. Namun setelah kami di Bengkulu, kami tidak ada tempat tinggal. Jadi kami menumpang di Mess Unib,” ungkap Venus kepada RB, kemarin (26/10).

Namun baru sekitar 1,5 tahun tinggal di Mess Unib, para mahasiswa ini terpaksa harus keluar dan mencari kost-kostan. Alasannya dikarenakan bahwa mess tersebut hanya bisa digunakan oleh mahasiswa yang mengikuti program pertukaran mahasiswa. Jadi dengan terpaksa para mahasiswa Papua ini mencari tempat kost untuk tetap tinggal dan berkuliah.

“Selama disini kami hanya diberi biaya hidup saja oleh pemerintah dalam program beasiswa ini. Namun untuk tempat tinggal tidak ada. Berbeda dengan provinsi lain yang disediakan tempat tinggalnya. Jadi untuk ngekost, kami haru membayar sebesar Rp 2,5 juta per tahun,” ujar Venus.

Hal yang sama juga diungkapkan George Nawipa (20) asal Wamena. Ia mengaku kecewa dengan program dan kebijakan pemerintah yang justru malah mempersulit para mahasiswa yang mengikuti program beasiswa tersebut. “Tidak ada kami dapat uang untuk tempat tinggal. Jadi untuk kost ini, kami terpaksa menggunakan uang biaya hidup yang ada,” katanya.

Diakui George, mereka beberapa kali sudah menghadap pihak rektorat Unib. Namun tetap saja hasilnya mereka tidak diperbolehkan tinggal di Mess Unib tersebut. Bahkan saat ini mereka kost menyebar di beberapa lokasi, mulai dari Unib depan, Unib belakang dan Gang 3 Kelurahan Kandang Limun.

“Jadi saat ini yang bisa kami lakukan adalah menjalani apa yang saat ini terjadi. Yang jelas kami harus tetap kuliah dan menamatkan pendidikan disini,” terangnya.

Terpisah, Wakil Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Unib Alimansyah mengungkapkan, tidak benar pihak Unib mengusir para mahasiswa asal Papua tersebut. Bahkan seluruh mahasiswa di Unib mendapatkan perlakuan yang sama dan tidak ada pembedaan. Hanya saja memang untuk Mess Unib tidak bisa digunakan sebagai kost-kostan mahasiswa karena sudah diatur peruntukannya.

Ia mengungkapkan, para mahasiswa Papua tersebut mendapatkan biaya tempat tinggal dari pemerintah, jadi mereka bebas untuk memilih kost dimanapun mereka mau.

“Jadi tidak ada kita pernah mengusir mahasiswa kita. Malahan kita membantu mereka pertama kali tiba di Bengkulu. Dan setelah itu, karena mereka mendapatkan biaya untuk tempat tinggal, maka kita sarankan mereka untuk mencari tempat tinggal,” jelasnya.

Hal senada juga diungkapkan Rektor Unib Dr. Ridwan Nurazi, SE, M.Sc, AK yang dengan tegas mengatakan bahwa Mess Unib bukan tempat kost. “Mereka kan dapat biaya hidup dari negara. Lagian juga Mess Unib bukan tempat kost,” singkat Ridwan. (sly)

 Sumber:harianrakyatbengkulu.com

LP3BH Telah Mengirim Laporan Jatuhnya Korban Sipil di Manokwari ke PBB

Aparat kepolisian dan Brimob membersihkan blokade Jalan Yos Sudarso pasca bentrok warga dengan aparat yang dipicu insiden penikaman Rabu malam.
LP3BH Kirim Laporan Bentrok Manokwari ke PBB

MANOKWARI, —  LP3BH Manokwari menyatakan telah mengirim laporan jatuhnya korban sipil yang tertembak polisi dalam bentrok Sanggeng, Rabu malam (26/10), ke Dewan Hak Asasi Manusia PBB.

Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari Yan Christian Warinussy Kamis (27/10) mengatakan laporan tersebut dikirim melalui jaringan advokasi HAM internasional untuk Papua Barat di Jenewa – Swiss dan London – Inggris Raya.

“Kami mengirim laporan lengkap dengan kronologis kejadian dan data foto para korban yang mengalami luka tembak,” kata Warinussy dalam siaran pers yang diterima Cahaya Papua Kamis.

Dalam laporan itu LP3BH mendesak investigasi independen oleh KOMNAS HAM dengan pantauan pihak internasional termasuk mendesak kehadiran pelapor khusus Sekjen PBB urusan anti penyiksaan untuk masuk ke Manokwari.

Selain itu, LP3BH juga mendesak KOMNAS HAM meminta keterangan langsung dari Kapolres Manokwari (AKBP Christian Roni Putra) beserta Kasat Brimob Polda Papua Barat (Kombes Desman Tarigan) maupun Kapolda Papua Barat, Brigjen Pol. Royke Lumowa.
 
Menurut Warinussy, para pihak tersebut diduga bertanggungjawab atas peristiwa kekerasan tersebut.
LP3BH juga mencatat peristiwa ini yang paling terburuk pasca Manokwari Berdarah September 1999 yang menewaskan John Wamafma dan belum pernah diselesaikan secara hukum hingga saat ini.
“LP3BH juga mendesak Kapolri segera memberhentikan dengan tidak hormat ketiga petinggi polisi di Papua Barat tersebut dari jabatannya dan menyerahkannya untuk mempertanggung-jawabkan tindakannya secara hukum hak asasi manusia yang adil, independen dan imparsial,” tandasnya.
Bentrok ini meletus akibat ditikamnya seorang warga Manokwari Vijay Paus Paus disebuah warung makan pada Rabu (27/10) malam sekitar pukul 22.00 WIT. Peristiwa itu memicu bentrok antar warga. Pos polisi Sanggeng menjadi sasaran amukan massa, dibakar.

Belakangan polisi yang tiba di lapangan untuk melerai bentrok melepaskan gas air mata dan sejumlah tembakan. 9 warga dilaporkan terluka, satu diantaranya meninggal dunia setelah terkena peluru.
Berikut adalah sembilan warga yang diduga menjadi korban tembak dan pemukulan yang dirilis LP3BH: Agus Wakum (17), Ruben Eppa (32), Antonius Rumbruren (25), Orgenes Asaribab (25), Paskal Mayor Sroyer (19), Martinus Urbinas (44), Kiki Suabey (35), Erikson Inggabouw-Yomaki yang identitas pastinya masih ditelusuri. Seorang lagi bernama Onesimus Rumayom (40) yang diduga meninggal setelah terkena peluru.


“9 (sembilan) warga sipil ini diduga keras telah mengalami luka tembak dari senjata api milik aparat keamanan Polda Papua Barat, Polres Manokwari dan Satuan Brimob Polda Papua Barat,” kata Warinussy.

Secara terpisah Kapolres Manokwari, AKBP Christian Roni Putra mengatakan, bentrokan antar polisi dan warga terjadi dipicu perlawanan warga. Menurut dia karena alasan itu aparat terpaksa memberikan tembakan peringatan. Kapolres mengaku, saat tiba di TKP bentrokan sudah reda dan korban kena tembak sudah dievakuasi ke rumah sakit.

“Pos polisi hancur dan terbakar, enam unit sepeda motor dinas juga ikut terbakar. Anggota juga melarikan diri karena terkepung. Kalau tidak lari mungkin jadi debu karena mereka menggunakan bom Molotov. Situasi ini, kami meminta bantuan brimob,” katanya. (ALF)

Sumber: CAHAYAPAPUA.com

 

Nelayan Merugi, Bupati Merauke Larang Menteri Susi Datang

Merauke -- Moratorium kapal eks asing, yakni larangan beroperasi sementara bagi kapal-kapal produksi luar negeri di Indonesia, membuat industri perikanan di Papua lesu. Sejumlah perusahaan berhenti beroperasi, menyebabkan perekonomian warga setempat merosot drastis.

Pemerintah Merauke berharap agar kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait moratorium kapal eks asing itu bisa ditinjau ulang demi mengembalikan kesejahteraan nelayan.

Bupati Merauke Frederikus Gebze bahkan menyatakan tanah Merauke terlarang untuk diinjak Menteri Susi sebelum kehidupan nelayan di sana membaik.

"Saya minta kepada Menteri Kelautan dan Perikanan yang namanya Susi untuk mengerti kehidupan kami di tanah Papua. Dia tidak boleh datang ke Merauke sebelum masyarakat kami sejahtera. Itu pesan saya sebagai Bupati Merauke," kata Frederikus.

Pemda Dogiyai : Masyarakat jangan lupah bekerja diladang, Bukan urus politik jelang pemilukada Dogiyai

Dogiyai, (rasudofm) : Kepala Bagian Humas dan Protokol Setda Kabupaten Dogiyai, Herman Anou.S.sos meminta kepada Masyarakat Dogiyai untuk tidak jangan melupakan pekerja sehari harinya sebagai petani, dan jangan hanya memikirkan masalah politik pemilihan kepala daerah (Pemilukada).

Selain karena pertimbangan waktunya masih lama, Herman Anou, juga menyayangkan masyarakat jika dalam sehari-harinya hanya memikirkan politik sehingga malas bekerja dan tidak kreatif mengolah lahan pekerjaannya.

Dia bahkan mengungkap bahwa jika saatnya telah tiba, Bupati sendiri akan menunjukkan calon yang baik untuk masyarakat dan pembangunan daerah, dan yang akan terpilih adalah pemimpin masyarakat Dogiyai selama 5 Tahun Kedepan

Karena itu, mnenurut Herman Anou, Setiap pasangan calon yang telah terdaftar di KPU Kabupaten Dogiyai adalah para yang berasal dari Kabupaten Dogiyai.

“Jangan terlalu dini memikirkan politik, waktunya masih lama. Tapi ingat, masyarakat jangan hanya memikirkan politik, tapi lupah dengan pekerjaan sehari harinya sebagai petani lading,

“coba kita bayangkan, satu hari kita tidak bekerja pasti satu hari kedepan kita lapar, karena kita tidak bekerja, itu filosofinya,” Kata Anou, diruang Kerjanya, Senin, 17/10

Yang tepat bagi masyarakat, sambung Anou, adalah bagaimana memikirkan agar pekerjaan dan pendapatannya bisa meningkat, khususnya masyarakat yang bekerja sebagai seorang petani.

 “Jika kita bekerja, maka yang akan menikmati adalah masyarakat sendiri, dan jika kita tidak bekerja pasti kita sendiri yang lapar, untuk itu saya mengajak seluruh masyarakat untuk saya mengajak kita semua untuk agar tetap bekerja,” Ujar Anou. (Nick/rsdofm)

Mabuk Bukan Budaya Asli Papua

MERAUKE — Ketua Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Laut Merauke, Provinsi Papua, Yohanes Puer, mengajak pemuda setempat menjauhkan diri dari minuman beralkohol. Minuman tersebut disebutnya menimbulkan banyak hal negatif.

"Sebagai orang asli Papua, saya mengajak tinggalkan minuman beralkohol karena kita sendiri yang menjadi korban jika terus-menerus mengonsumsinya," kata Yohanes di Merauke, Senin (10/10).

Mengonsumsi minuman beralkohol dan mabuk di tempat-tempat umum, seperti yang terjadi sekarang, tidak mencirikan budaya orang asli Papua. Dia mengatakan, harga diri sebagai orang Papua diinjak bukan oleh orang lain. Dia menasihati, bagaimana akan maju kalau hanya mabuk - mabukan.

Persoalan lain yang muncul jika menjadi orang yang sering sekali mengonsumi minuman beralkohol adalah suka menunda pekerjaan, termasuk menghabiskan uang hanya untuk membeli minuman tersebut. Kalau terus mabuk-mabukan, untuk makan keluarga atau membangun rumah tangga saja tidak bisa dilakukan karena uang sudah habis.    antara, ed: Erdy Nasrul
 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger