Natalius Pigai: Pernyataan Ketua DPR Membuat Rakyat Papua Takut

Tokoh nasional asal Papua Natalius Pigai
Tokoh nasional asal Papua Natalius Pigai tidak sepakat dengan pernyataan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo tentang operasi militer selain perang di Papua. 

"Saya harus respons bahwa pernyataan tersebut adalah pernyataan sampah. Karena itu pernyataan di luar mekanisme ketatanegaraan atau extra parlementary," kata Pigai, Jumat (14/12).

Menurutnya, ada mekanisme untuk pernyataan perang dan operasi militer, yaitu Presiden mengirimkan surat ke DPR, dibahas di Komisi I selanjutnya persetujuan operasi militer di sidang paripurna dan presiden keluarkan Kepres.

"Kalau operasi militer selain perang itu sudah dijalankan sejak orde baru melalui sistem binomial yaitu militer sebagai panglima dalam perang dan militer sebagai panglima dalam pembangunan, jadi bukan hal baru dan tidak akan ada berpengaruh pernyataan ketua DPR RI," tutur Pigai.

Jelas dia, ketua DPR hanya membuat rasa ketakutan publik yaitu rakyat Papua baik orang asli maupun pendatang dan bertentangan dengan hak asasi manusia yaitu freedom of fears.

"Ketua DPR dianggap melakukan ancaman kekerasan verbal terhadap rakyatnya sendiri yaitu menciptakan rasa ketakutan publik," ujar Pigai.

Ditambahkan mantan komisioner Komnas HAM ini, ketua DPR boleh berbicara demi kepentingan nasional tetapi tidak berarti nalar publik tergiring dalam opini yang jauh dari akal sehat dan esensi bernegara.

Papua hari ini tersorot mata dunia sebagai daerah tragedi terlupa yang masih tersisah di abad ini. Karena itu akan berpotensi memancing intervensi kemanusiaan (humanitarian intervention), merugikan bangsa.

"DPR justru menekan Presiden Jokowi karena kebijakan pembangunan integrasi politik di Papua melalui politik pendudukan dan tingginya ekskalasi kejahatan negara di Papua telah mengurasi rasa kebangsaan dan simpati rakyat Papua terhadap Indonesia. Itulah yang membuat kami semua meminta Presiden Jokowi harus diganti di 2019," tutu Pigai. [rus/
RMOL]

Mahasiswa Papua di Makassar Tak Nyaman 'Dibayangi' Polisi

Suasana sepi terlihat dari depan asrama papua di Makassar yang berada di kawasan Jalan Lanto Dg. Pasewang, 8 Desember 2018. (CNNIndonesia/Ancha
Sejumlah mahasiswa yang mendiami asrama mahasiswa Papua di Kota Makassar mengaku tak nyaman dengan tindakan polisi membayang-bayangi mereka.

Salah satunya yang dialami sejumlah pelajar di Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Lanto Dg. Pasewang, Makassar pada Sabtu (8/12). Polisi bersenjata lengkap setidaknya dua kali mendatangi asrama tersebut.

"Pertama mereka datang pagi, lalu kedua sore," kata Faisal, seorang penjual bakso di sekitar Asrama Mahasiswa Papua kepada CNNIndonesia.com.


Minus Lambrau, salah seorang penghuni asrama, mengatakan bukan hari itu saja polisi bersenjata lengkap mendatangi tempat mereka. Itu, kata dia, sering dilakukan apalagi semenjak 1 Desember dan teror kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Nduga, Papua.

"Terus terang kami tidak nyaman," katanya.


Sambil setengah berbisik, Minus yang tak ingin dicurigai mengatakan meski tidak melakukan apa-apa, kedatangan polisi cukup mengganggu aktivitas penghuni asrama. Para penghuni asrama pun diimbau untuk tidak bepergian lebih jauh. Minus mengatakan, situasi itu membuat saling curiga antarsesama penghuni asrama.

Sekretaris Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Makassar Martinus Go mengatakan kedatangan polisi ke asrama mahasiswa bukan hanya terjadi di Jalan Lanto. Nyaris semua asrama ikut diintai polisi. Mereka baik dalam seragam lengkap hingga pakaian biasa sering menunggui asrama-asrama mahasiswa Papua.

"Saya dengar soal kejadian hari ini di Jalan Lanto, tapi saya belum bisa bercerita lebih banyak," katanya.

Salah seorang penghuni asrama mahasiswa Kabupaten Gogiyai Papua di Jalan Hertasning Makassar, Agus Wensiwor, juga mengaku tempat mereka mendapati hal yang sama. Ia bahkan keberatan dengan kedatangan polisi 1 Desember 2018 lalu. Saat itu polisi datang ditemani Ketua RT/RW di lingkungannya.

"Saya tanya surat izinnya, tapi mereka bilang tidak ada, cukup RT/RW saja," kata Agus menirukan ucapan polisi.

Tidak jelas apa maksud kedatangan polisi itu kata Agus. Mereka biasanya datang menanyakan apakah ada acara di dalam asrama atau tidak. Beberapa kali juga meminta data, mulai dari nama lengkap, alamat asal, hingga kuliah di mana di Makassar.

Sejak 1 Desember lalu, kata Agus, polisi-polisi itu selalu datang. Ia sempat menanyakan ke salah satu polisi yang selalu menungguinya di depan asrama.

"Katanya, Kami mengawasi kalian," tutur Agus.

Tapi ia tidak habis pikir. Diawasi dari apa dan siapa? Ia dan kawan-kawannya mengaku tidak tenang, karena sebelum tanggal 1 Desember tidak pernah ada polisi yang selalu datang.

Saat dikonfirmasi, Kabid Humas Polda Sulawesi Selatan Kombes Pol Dicky Sondani membenarkan perihal polisi yang sering datang ke asrama Papua di kota Makassar. Tapi ia berdalih hal itu sebagai bentuk patroli biasa saja.

"Antisipasi jangan sampai terjadi apa-apa," katanya.

Dicky tidak menjelaskan lebih rinci bentuk gesekan apa yang diantisipasi. Ia hanya mengatakan, korban penembakan pekerja konstruksi di Kabupaten Nduga, Papua baru-baru ini banyak orang dari Sulawesi Selatan. Sehingga ditakutkan risiko 'aksi balas dendam' dari penembakan di Nduga tersebut.

Abdul Azis Dumpa dari Lembaga Bantuan Hukum Makassar mengatakan, intimidasi dan diskriminasi kepada mahasiswa Papua di kota tersebut merupakan bentuk pembatasan kebebasan berekspresi, berpendapat, berserikat dan berkumpul.

"Pembatasan dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran atas Hak Asasi Manusia," tegasnya.


Minggu, 09/12/2018 00:57 WIB  (anc/kid) CNN Indonesia

FRI-WP dan KMP: Pak Jokowi, Tolong Selesaikan Kasus HAM di Tanah Papua

Peta Papua
Ternate - Siang itu terik dan Aula STIKIP Kie Raha menjadi saksi bisu mahasiswa yang menyuarakan HAM di tanah Papua melalui pemutaran film sejarah West Papua dan diskusi bertema Perjuangan Self Determination West Papua dan Kewajiban Solidaritas Kemanusiaan Rakyat Indonesia, Selasa (13/11/2018).

“Kami mengharapkan pemerintahan Jokowi menyoroti kasus HAM di Papua. Kami tidak mau lagi diperlakukan seperti setengah binatang, dihina, dicaci, dan dianggap seperti pembawa bangkai.” Terang Daniel Korwa, anggota Komunitas Mahasiswa Papua (KMP), di tengah-tengah diskusi.

Keluh-kesah kesah tersebut tidak hanya disuarakan oleh anggota KMP, tetapi juga dari seluruh peserta diskusi. Perwakilan Front Rakyat Indonesia-West Papua (FRI-WP) juga menyinggung bahwa pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah sebelumnya lebih buruk ketimbang kolonialisasi Belanda.

Menurutnya, telah terjadi transmigrasi yang membuat hutan Papua sebagai tempat tinggal rakyat Papua berkurang karena dikonversi menjadi permukiman. Lalu upah yang diterima oleh rakyat papua dalam pembangunan bendungan dan irigasi juga minim.
“Pernah terjadi transmigrasi besar-besaran ke Papua yang mengakibatkan hutan  dibongkar dan dijadikan permukiman. Warga Papua juga mendapat upah minim bahkan tidak dibayar dalam pekerjaan membuat bendungan dan irigasi untuk sawah dan perkebunan.” Ucap Arbi M. Nur mewakili FRI-WP dalam diskusi.
Selain itu, diskusi ini juga mengundang para mahasiswa dan organisasi-organisasi di Kota Ternate untuk mendiskusikan persoalan Papua.

“Kawan-kawan mahasiswa maupun Papua dan organisasi setidaknya bisa berjuang untuk menyelesaikan persoalan hak asasi manusia di Papua. Semoga jua bisa mendukung masyarakat Papua untuk melaksanakan referendum.” terang Isra selaku moderator diskusi yang juga aktif dalam organisasi Pembebasan.

Penentuan Pendapat Rakyat
Sejarah mencatat, banyak kontroversi dalam referendum Papua ikut Indonesia atau merdeka. Sebagian pihak menganggap bahwa Pepera merupakan langkah yang tepat dan harus dilakukan agar kekayaan alam Papua tidak jatuh ke tangan Amerika. Sebaliknya, langkah Presiden Soekarno pada waktu itu dianggap sebagai bentuk persekongkolan antara Indonesia dengan Amerika.

 
Perjanjian New York yang menyatakan bahwa Papua ikut Indonesia.



Namun dalam Perjanjian New York atau New York Agreement yang ditandatangani oleh Subandrio selaku perwakilan Indonesia serta J. H. van Roijen dan C. Schurmann dari pihak Kerajaan Belanda menandaskan bahwa Papua menjadi milik Indonesia. Namun yang menjadi permasalahan adalah proses pelaksanaan referendum yang dinilai sarat akan pelanggaran.
Langkah Pemerintah
Masalah HAM di Papua merupakan hal yang kompleks, tetapi disadari atau tidak pemerintah Jokowi telah melakukan beberapa upaya advokasi HAM di Papua. Di lain sisi masyarakat juga harus melihat permasalahan dari sisi positif dan negatif.

Hal tersebut diwujudkan dalam proker Perhimpunan Advokasi dan Kebijakan HAM Papua (PAK HAM Papua). Proker ini memiliki motto “hentikan kekejaman” dan menyasar konflik vertikal di mana warga negara berseteru dengan pemerintah dan horizontal yaitu warga antar warga. Sejauh ini PAK HAM Papua telah melakukan beberapa hal diantaranya kampanye #Savekakabas.

Kami mengharap pemerintah menanggapi kegiatan kami, kalau tidak kami akan melaksanakan aksi besar. “Kami akan melakukan demonstrasi besar di seluruh Indonesia saat ulang tahun kemerdekaan Papua Barat.” Saat Daniel Korwa dimintai keterangan pasca diskusi. (MDZ)


Semarak.news

Stadion Papua Bangkit Mirip dengan Venue Terbesar Kedua di Dunia

Stadion Papua Bangkit mirip dengan stadion terbesar kedua di dunia, Salt Lake di India. © Internet
Stadion Papua Bangkit yang akan menjadi Stadion utama perhelatan PON XX di Papua pada 2020 mendatang, disebut-sebut memiliki kemiripan dengan stadion sepak bola terbesar kedua di dunia, Salt Lake di India.

Stadion Salt Lake yang berkapasitas 120.000 penonton itu adalah markas dua klub sepak bola elite India asal Kota Kolkata, East Bengal FC dan Mohun Bagan AC.

Jika dilihat dari tampak atasnya, atap Stadion Salt Lake nyaris mirip dengan atap lingkar yang terpasang di Stadion Papua Bangkit, begitupun dengan desain tribunnya.

Stadion Salt Lake di India. © Internet
Dua stadion ini juga sangat mirip jika dilihat dari pola desain tiang penyangganya tanpa menggunakan cangkang. Kemiripan itu bahkan diiyakan oleh salah seorang sumber dalam pengerjaan proyek Stadion Papua Bangkit.

 "Kalau dilihat dari sudut luar tanpa menggunakan cangkang, stadion Papua Bangkit ini mirip dengan Stadion Olympia Berlin. Namun lebih mirip sekali dengan Stadion Salt Lake di India," ujarnya saat dihubungi INDOSPORT, Kamis (15/11/18).


Stadion Papua Bangkit dalam proses pembangunan. © Internet

Stadion Papua Bangkit sendiri sudah memasuki tahap 85 persen pembangunannya. Meski memiliki daya tampung yang tidak sebesar Gelora Bung Karno, namun stadion yang berkapasitas 40.000-45.000 penonton ini adalah stadion terbesar di kawasan Indonesia Timur.

Stadion yang akan menjadi ikon Papua ini juga sudah bertaraf internasional dengan standar FIFA dan dilengkapi dengan lapangan pendamping untuk menggelar latihan yang juga menggunakan rumput berjenis Zoysia Matrella.

"Iya, untuk rumput lapangan latihannya juga menggunakan jenis Zoysia Matrella. Lokasinya tepat berada disamping Stadion," jelasnya.

Stadion yang terletak di bawah kaki pegunungan Cycloop ini direncanakan bakal rampung pada Maret 2019 mendatang.







Penulis: Sudjarwo | Editor: Cosmas Bayu Agung Sadhewo INDOSPORT.COM

Ke Papua, Presiden Jokowi Akan Resmikan Monumen Kapsul Waktu

KOMPAS/ALIF ICHWAN Presiden Joko Widodo didampingi Ny Iriana Joko Widodo memasuki pesawat kepresidenan untuk bertolak ke Amerika Serikat dari Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Minggu (14/2/2016).
SINGAPURA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo bertolak ke Papua dalam rangka kunjungan kerja, Jumat (16/11/2018.

Mengawali kunjungan kerjanya, Presiden Jokowi akan meresmikan Monumen Kapsul Waktu di Kabupaten Merauke.

Presiden didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo diagendakan menyaksikan peletakan kapsul waktu ke dalam cangkang oleh 36 orang anak-anak.

Setelah itu, Presiden akan menuju Masjid Raya di Merauke untuk menunaikan shalat Jumat yang kemudian dilanjutkan dengan santap siang di salah satu rumah makan.

Selepas itu, Kepala Negara dijadwalkan menuju ruas Jalan Merauke-Sota Kilometer 23, Kabupaten Merauke, untuk meninjau pembangunan drainase/culvert box.

Pada sore harinya, Presiden akan meninjau Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu Sota. Setelahnya, Presiden akan kembali ke hotel tempatnya beristirahat untuk bermalam dan melanjutkan agenda kerja keesokan harinya.

Diketahui, Presiden akan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC di Port Morresby, Papua Niugini, pada Sabtu (17/11/2018).

Kompas TV Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence menggelar pertemuan mendadak dengan Presiden Indonesia Joko Widodo di sela-sela KTT Asean di Singapura. Dari pertemuan itu Amerika Serikat dan Indonesia sepakat untuk mempererat kerja sama.


Editor   Krisiandi
Kompas.com - 16/11/2018

5 Danau Ini Ga Kalah Keren Sama Pantai Dalam Urusan Main Air

Biasanya kalau mau jalan, ga jauh-jauh ujung-ujungnya yang terlintas dibenak adalah gunung atau pantai. Ga masalah si, tapi ga bosen tuh? Selain gunung, pantai, dan kota-kota besar, Indonesia juga punya yang ga kalah keren, danau misalnya.

Bila berbicara soal danau mungkin nama danau Toba akan muncul dibenak lu sekarang. Danau yang terletak di Sumatra Utara ini memiliki keindahan yang sudah terkenal disegala penjuru Indonesia. Ditengahnya juga ada pulau yang terkenal yaitu pulau Samosir. Lu juga bisa nginep disana, karena ada banyak penginapan dari harga ratusan sampai jutaan.

Tapi, perlu lu ketahui sekalipun ia dinobatkan sebagai danau paling besar di Indonesia, masih banyak danau-danau lainnya yang juga ga kalah keren dari danau ini.

1. Danau Kaco – Sumatra Tengah

  Danau Kaco, begitulah warga Jambi memanggilnya, Kaco sendiri memiliki arti kaca dalam bahasa Indonesia. Luas danau ini memang hanya sekitar 30x30 meter namun ia memiliki kedalaman yang masih menjadi misteri. Tapi tenang saja, pemandangan disana tidak akan mengecewakan, karena warna danau ini sangatlah terang, apa lagi bila lu datang saat malam bulan purnama, beuh naksir pisan. Tidak perlu pencahayaan tambahan, warna danau akan jadi sumber cahaya yang indah buat menemani malam lu.

2. Danau Paniai - Provinsi Papua

Tanah Papua, pulau paling timur Indonesia ini seakan tidak pernah kehabisan keindahan alamnya. Rumah bagi Jayawijaya,  gunung tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 4.884 mdpl, serta tempat bernaung keindahan laut Raja Ampat. Namun selain kedua tempat itu, Papua juga memiliki Danau Paniai. Kecantikannya juga sudah di akui oleh 157 negara saat melakukan konferensi danau se-dunia, 2007 lalu.

3. Danau Poso - Provinsi Sulawesi Tengah

Merupakan danau terbesar ketiga di Indonesia danau ini terlihat layaknya pantai. Bagaimana tidak? Pasir biasanya terdapat di pantai tapi danau ini mematahkan pola fikir tersebut. Danau yang terletak di Kota Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah danau ini memiliki pasir pantai berwarnakan kuning keemasan. Warna airnya pun tidak kalah menarik, dibagian pinggir danau air berwarna hijau sedangkan semkain ketengah warnanya terlihat biru.

Untuk mencapai danau ini, diperlukan waktu kurang – lebih 8 jam dari Palu dan 1.5 jam dari Poso. Merasa letih untuk melanjutkan perjalanan lu juga ga usah khhawatir karena sudah terdapat penginapan di pinggiran pantai. Jika sudah sampai danau Poso kalian harus coba ikan yang katanya cuma ada di Poso, ikan Sogili namanya.

4. Danau Labuan Cermin -  Kalimantan Timur

Pernah dengar danau yang satu ini? Danau ini merupakan danau yang berada di desa Labuan Kelambu di Kecamatan Biduk-biduk, Kalimantan Timur. Danau ini juga memiliki julukan danau dua rasa, dikarenakan air di danau ini merupakan perpaduan antara air danau dan air laut. Tidak benar-benar menyatu, air laut dengan air yang tampak jernih berada di permukaan, sedangkan air laut yang terlihat putih cenderung keruh berada di bawahnya. Pembatas antara air laut dan air tawar adalah sebuah (layer). Biarpun terdapat dua jenis air, biota air laut maupun air tawar tetap tinggal dihabitat masing-masing.

5. Danau Telaga Warna - Jawa Tengah


Terletak di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah danau ini bertetanggaan dengan telaga Pengilon. Berada di ketinggian 2000 mdpl, pemandangan di telaga ini sangatlah asri dan sejuk. Lu bakal ngerasain nikmatnya melihat danau lengkap dengan gunung disekitarnya, serta pohon yang lebat.


 |   | 

7 Kasus Pelanggaran HAM Bisa Jadi Ancaman Jokowi di Pilpres 2019?

Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai
JAKARTA, NNC - Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai menyatakan, jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki catatan kelam atau catatan buram sebagai seorang yang dapat diindikasikan sebagai pelaku pelanggar HAM berat selama 3 tahun kepemimpinannya.
Catatan buram inilah menurut Natalius yang dapat menjadi batu sandungan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 nanti.
 
Menurutnya, Jokowi terpilih sebagai Presiden karena kapitalisasi dugaan pelanggaran HAM berat oleh Prabowo yang ditunjang oleh media massa dan para aktivis HAM.

"Selain itu, persoalan HAM yang dirumuskan secara tegas oleh Jokowi dalam butir cita-cita NAWACITA telah memberi harapan animo massa untuk dongkrak elektabilitasnya," kata Natalius dalam keterangan tertulis, Kamis (4/1/2018).

Dari semua pemberitaan terkait pelanggaran HAM, Prabowo tersudut di 2014 karena memang memiliki catatan hasil penyelidikan Komnas HAM meskipun belum pernah dinyatakan dalam putusan peradilan Hak Asasi Manusia.

Sementara jika dilihat dari kebijakan dan tindakannya dalam memimpin negeri ini selama 3 tahun, apakah Jokowi bisa diduga sebagai pelaku pelanggar HAM jika dilakukan penyelidikan oleh Komnas HAM atau penyelidik Internasional?

Berikut adalah sederet kasus pelanggaran yang secara langsung maupun tidak langsung memiliki keterkaitan dengan Jokowi jika dilihat dari perspektif hukum HAM:

1. Kasus Paniai tercatat sebagai kejahatan kemanusiaan (gross violation of human right) termasuk  dalam kategori pelanggaran HAM berat yang berkasnya sedang diproses dan terhenti di Komnas HAM. Kasus Paniai adalah salah satu hasil produk rezim kepemimpinan Joko Widodo. Jokowi menitipkan peristiwa kelam baru bagi bangsa ini. Sebagai kepala negara, Jokowi tidak bisa lepas tanggung jawab (commander resposibilities). Bagaimana pun juga Jokowi menambah 1 berkas pelanggaran HAM berat di Komnas HAM.

2. Adanya penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang, penyiksaan/penganiayaan (torture) dan pembunuhan (kilings) terhadap lebih dari 6 ribu orang Papua selama 3 tahun merupakan catatan negatif rezim Jokowi. Jokowi tidak bisa menghindari sebagai kepala negara/kepala pemerintahan sebagai penanggungjawab komando (commander resposibilities).

3. Dugaan terjadinya genocida secara perlahan melalui berbagai kebijakan (slow motion genocide) di Papua berdasarkan hasil penyelidikan beberapa lembaga internasional, menguatkan dugaan Jokowi sebagai kepala negara, dengan sadar atau sengaja (by commision) melakukan pembiaran (by ommision).

Tindakan 1 dan 3 ini mengancam integritas nasional karena itu selain bertanggungjawab melalui proses penyelidikan, Jokowi harus bertanggungjawab juga secara politis dengan mengurungkan niatnya untuk maju sebagai capres di 2019.

4. Pernyataan Penolakan grasi dan eksekusi mati kasus narkoba awal tahun 2015. Ini kasus paling serius dibanding eksekusi tahap-tahap berikutnya. Jika dilakukan penyelidikan, Jokowi tidak hanya diduga sebagai commander responsibilities tetapi juga pelaku (mens rea). Harus bertanggungjawab melalui proses penyelidikan hukum HAM.

5. Pengekangan kebebasan sipil (civil liberties) dan hak untuk menjalankan agama dan kepercayaan khususnya bagi umat Islam melalui Perppu Ormas. Membiarkan adanya labilitas integrasi sosial dan politik sejak Jokowi berkuasa merupakan perusakan terhadap tatanan dan upaya destruktif terhadap pilar demokrasi, hak asasi dan perdamaian.

6. Ketidakmampuan melaksanakan proses penyelesaian persoalan pelanggaran HAM berat oleh Jokowi bertentangan dan menunjukkan inkonsistensi Jokowi terhadap cita-cita NAWACITA yang justru ditulis dengan tangannya sendiri. Apabila sampai tahun 2019 Jokowi tidak bisa melaksanakan NAWACITA, maka Jokowi telah melakukan kebohongan publik dan harus dipertangungjawabkan. Penunjukan pejabat kabinet yang berindikasi melanggar HAM adalah secara sadar menenggelamkan asa (ketajaman) untuk menyelesaikan pelanggaran HAM. Disitulah Jokowi terlihat tidak memiliki sensivitas kemanusiaan dan keadilan.

7. Belum adanya tindakan pengungkapan keberadaan Wiji Tukul dan pengungkakan kasus Munir sesuai janji Jokowi dan ekspektasi keluarga korban telah menjadi memori buruk (memoria passionis). Sangat disayangkan bahwa selama kepemimpinan Jokowi, jangankan soal penyelesaian, memulai proses saja sama sekali tidak ada.

Tujuh persoalan tersebutlah yang membingkai Jokowi berada dalam pusaran pelanggaran HAM. Apalagi, dari ketujuh kasus itu, jika dilakukan penyelidikan oleh Komnas HAM atau lembaga penyelidik internaional, Jokowi patut diduga tidak hanya sebagai penanggungjawab komando (commander resposibilities), tetapi pelaku (mens rea) sebagai pelanggar HAM Berat.

Dengan demikian, pada tahun 2019, saya yakin persoalan HAM akan mengganjal karier politik Jokowi. Selain tidak mendapat dukungan dari keluarga korban, juga aktivis kemanusiaan, NGO kemanusiaan dan juga Komnas HAM, Jokowi juga tidak akan mendapat dukungan dan simpati internasional juga rakyat Indonesia.

Reporter : Wahyu Praditya Purnomo
Editor : Nazaruli

www.netralnews.com

Catatan dari Papua: Konflik Agraria Belum Usai, Bagi-bagi Hutan kepada Pemodal Jalan Terus

oleh di 1 January 2018

Gabungan organisasi masyarakat sipil di Papua antara lain Yayasan Pusaka, Walhi Papua, Jerat Papua, KPKC GKI Tanah Papua, SKPKC Fransiskan Papua dan SKP Keuskupan Agung Merauke, mengeluarkan catatan akhir tahun mengenai perampasan tanah, kekerasan dan deforestasi di Papua selama 2017.

Salah satu bagian penting dalam catatan akhir tahun ini, adalah peran negara melalui kebijakan memperparah perampasan dan deforestasi di Papua.

Kebijakan-kebijakan itu seperti pemberian izin baru untuk perkebunan dan pertambangan, alih fungsi hutan dan implementasi reforma agraria tanpa musyawarah dan kesepakatan dengan masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat.

“Di Tanah Papua, negara mempunyai otoritas luas mengkontrol dan menentukan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam,” kata Franky Simparante, Direktur Yayasan Pusaka.

Negara, katanya, sedemikian rupa mengatur dan mengkonstruksi pola dan struktur ruang, fungsi dan peruntukan kawasan hutan, berdasarkan pengetahuan formal dan kepentingan ekonomi, yang terkadang kontradiktif dengan nilai dan pengetahuan masyarakat adat.

Sepanjang 2017, katanya, pemerintah menerbitkan izin-izin baru untuk perkebunan dan pertambangan. Untuk perkebunan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) memberikan izin pelepasan kawasan hutan kepada tiga perusahaan perkebunan sawit dan industri pangan, yakni: PT. Bangun Mappi Mandiri di Kabupaten Mappi Juli 2017 seluas 18.006 hektar, PT. Agriprima Cipta Persada di Kabupaten Merauke Juli 2017 sebanyak 6.200 hektar dan PT Menara Wasior di Kabupaten Teluk Wondama pada September 2017 dengan luasan 28.880 hektar. Jadi, total izin baru perkebunan sawit pada 2017 untuk tiga perusahaan 53.806 hektar.

Buat pertambangan, pemerintah menerbitkan izin baru kepada enam perusahaan pada 2017, yakni empat pertambangan di Papua, yakni, PT Wira Emas Persada di Nabire seluas 1.242 hektar, PT Aurum Wira Persada di Nabire luas 13.880 hektar dan PT Trident Global Garmindo dengan 17. 830 hektar, PT Madinah Qurrata’ain di Dogiyai 23.340 hektar. Keempat perusahaan eksplorasi emas.

Dua perusahaan di Papua Barat, yakni, PT Bayu Khatulistiwa Sejahtera di Manokwari, eskplorasi emas, 7.741 hektar dan PT Dharma Nusa Persada seluas 20.805 hektar.

Pada Maret 2017, Menteri LHK juga membuat keputusan Nomor SK.172/Menlhk/Setjen/PLA.2/3/ 2017, tentang perubahan alih fungsi hutan lindung Momi Anggi di Gunung Botak, Manokwari Selatan, seluas 2.318 hektar. Peruntukannya, antara lain, jadi hutan produksi konversi (HPK) 231 hektar dan hutan produksi terbatas (HPT) 2.100 hektar. Keputusan ini, katanya, diduga mengakomodasikan kepentingan perusahaan tambang pasir kuarsa PT SDIC.

Selain itu, pembongkaran dan penggusuran hutan untuk kepentingan perusahaan sawit dalam jumlah cukup luas juga terjadi selama 2017. Perusahaan yang membongkar dan penggusuran hutan untuk kebun sawit antara lain, PT Agriprima Persada Mulia di Merauke, PT Kartika Cipta Pratama di Boven Digoel dan PT Permata Putera Mandiri di Sorong Selatan.

Warga adat menolak lahan jadi kebun sawit. Foto: SKP Merauke


Bagaimana lahan kelola rakyat?

Hal lain, katanya, soal tanah obyek reforma agraria (Tora). Kebijakan ini terbit sebagai bagian amanat Nawacita dan program jangka menengah pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Di Papua, pemerintah menetapkan hutan obyek Tora sekitar 1.729.175 hektar atau 43% luas Tora nasional (4,1 juta hektar). Kebanyakan, katanya, Tora diperoleh dari pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sawit seluas 1.174.804 hektar dan HPK tak produktif 391.506 hektar.

“Penetapan ini dipastikan melanggar hak-hak konstitusional dan hak-hak hukum orang asli Papua, karena semena-mena, tanpa ada konsultasi, sosialisasi, musyawarah dan mufakat bersama masyarakat adat, sebagai penguasa dan pemilik tanah adat.“

Dalam konteks misi reforma agraria di Papua, kata Angky, sapaan akrabnya, seharusnya program reforma agraria diarahkan pada pengakuan perlindungan terhadap hak-hak atas tanah dan penyelesaian konflik agraria. “Orang Papua bukan masyarakat tanpa tanah, mereka bermasalah dengan perampasan dan penyingkiran akses atas tanah.

Abai UU Otonomi Khusus 

Di Papua berlaku UU Nomor 21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Pasal 43, ayat (4) dan penjelasan mengatur, penyediaan tanah ulayat untuk keperluan apapun melalui musyawarah dengan masyarakat adat guna dapatkan kesepakatan.

Musyawarah itu, katanya, mendahului penerbitan surat izin perolehan dan pemberian hak oleh instansi berwenang. Kesepakatan , katanya, jadi syarat penerbitan izin dan keputusan pemberian hak.
Sayangnya, implementasi ketentuan ini sengaja tak pernah dilaksanakan. “Negara maupun korporasi yang didukung negara mencaplok dan merampas tanah-tanah tanpa persetujuan masyarakat adat Papua.”

Sementara itu, kebijakan dan pemberian izin baru dalam 2017 bertentangan dengan kebijakan Presiden tentang moratorium izin baru atau Inpres Nomor 6/2017 tentang penundaan dan penyempurnaan tata kelola pemberian izin baru hutan alam primer dan gambut.

Seharusnya, kebijakan ini dapat memberikan kesempatan kepada negara mengevaluasi, dan mengendalikan izin-izin pemanfaatan hasil hutan maupun lahan yang bertentangan dengan UU, cacat hukum serta merugikan hak masyarakat adat.

Pemerintah berulang-ulang menyebutkan strategi pendekatan pembangunan dan pengembangan wilayah mengutamakan keunggulan komparatif, berbasis budaya dan wilayah adat.
Namun, katanya, paradigma pembangunan negara masih mengutamakan pertumbuhan ekonomi sentralistik dan berbasis modal besar.



Protes perampasan lahan

Bagi-bagi izin pada pemodal menciptakan perampasan lahan warga ulayat meluas sepanjang 2017. Tercatat aksi oleh Front Aksi Masyarakat Adat Independen (MAI) Timika, terdiri dari perwakilan masyarakat adat Kamoro dan Amungme terkait PT. Freeport Indonesia.

Kemudian, Masyarakat adat Yimnawai Gir di Arso, Kabupaten Keerom kala konflik dan protes ke PTPN II, dan
Suku Yerisiam dari Kampung Sima Distrik Yaur, Nabire soal PT. Pasific Mining Jaya. Organisasi mahasiswa dan pemuda Papua di Kota Jayapura protes peradilan atas PT. Pasific Mining Jaya, 
 Front Pembela Peduli Lembah Kebar di Manokwari, dan Aliansi Mahasiswa Papua Selatan di Merauke terkait Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE).

Aksi-aksi protes ini sering berujung kekerasan. “Negara dan perusahaan gunakan pendekatan keamanan dengan cara kekerasan fisik dan verbal untuk menggembosi, meredam dan menaklukkan aksi-aksi masyarakat maupun buruh,” katanya.

Perusahaan, juga diduga terlibat provokasi kelompok tertentu dan bertindak main hakim sendiri menyerang aktivis pembela masyarakat adat dan lingkungan, maupun keluarga mereka.

Kasus-kasus kekerasan ini, katanya, menambah panjang daftar pelanggaran HAM di Papua yang hingga kini belum terselesaikan.

Ke depan?

Berbagai organisasi ini mendesak, pemerintah menghentikan perampasan tanah masyarakat adat Papua karena bertentangan dengan konstitusi dan melanggar hak asasi manusia.

Kebijakan pembangunan, katanya, yang mengutamakan kepentingan pertumbuhan ekonomi dan berbasis modal besar harus diubah. “Jadikan kebijakan pembangunan menjunjung tinggi HAM, mengutamakan keadilan, pengetahuan dan kepentingan masyarakat adat Papua, serta keberlanjutan lingkungan,” ucap Franky.

Mereka juga mendesak pemerintah menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu dan menghentikan pendekatan keamanan dalam berbagai kegiatan sosial ekonomi, hukum dan politik.

“Kami juga mendesak pemerintah sungguh-sungguh memenuhi, mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak konstitusional masyarakat adat Papua, termasuk hak atas tanah.”

 www.mongabay.co.id


Pemusnahan Miras Tutup Tahun 2017 Teluk Wondama

Wakil Bupati Teluk Wondama Paulus Y Indubri pada pemusnahan miras di
Wasior Minggu (31/12/2017) (Foto Antaranews Papua Barat/Zack T Bala)
Wasior - Ratusan Botol minuman beralkohol berbagai merk termasuk minuman lokal dimusnahkan menjelang tutup tahun, Minggu petang di halaman Mapolres Teluk Wondama Papua Barat di Wasior.

Minuman beralkohol tersebut merupakan hasil sitaan jajaran Polres Teluk Wondama juga Koramil Wasior sepanjang tahun 2017. Sebagian besar merupakan minuman lokal jenis Cap Tikus yang diproduksi oleh masyarakat setempat yang dikena dengan sebutan 'Mita' alias Minuman Tandia.

Pemusnahan dilakukan bersama oleh Wakil Bupati Teluk Wondama Paulus Indubri, Kapolres AKBP Mathias Krey, Sekda Denny Simbar, Danramil Mayor Inf Andri Risnawan juga sejumlah tokoh masyarakat.

Minuman beralkohol sudah menjadi momok yang selama ini sering menjadi pemicu utama berbagai tindak kejahatan termasuk kecelakaan lalulintas yang merenggut korban jiwa. Karena itu Kapolres menegaskan peredaran minuman keras akan menjadi salah satu fokus pengawasan jajarannya di tahun 2018.

"Minuman keras ini memang masih menjadi PR kami. Untuk itu tahun depan kita akan perketat pengawasan agar minuman keras ini bisa kita batasi,"ujar Krey.

Wabup Paul Indubri menyatakan Pemkab Teluk Wondama mendukung langkah tegas aparat kepolisian dalam memberantas peredaran minuman beralkohol.

"Minuman keras selama ini sudah merusak kehidupan masyarakat. Terjadi kekerasan dalam keluarga karena suami suka mabuk-mabuk. Juga orang kecelakaan karena kebiasaan minum -minum jadi tahun 2018 saya ajak kita semua bahu membahu kita sadarkan masyarakat untuk berprilaku hidup sehat dengan menjauhi minuman beralkohol," ujar Indubri. (*)  

Pewarta : Zack Tonu Bala
Editor:
COPYRIGHT © ANTARA 2018 



Umat Katolik Papua Berduka Atas Kepergian Pastor Yang Sederhana dan Penolong

Kuberdoa dan menanti semoga esok kita berjumpa lagi, dalam tempat dambaan asri yang penuh dengan arti, surga yang dinanti
 
Almarhum Pastor Trismadi/Istimewa

JAYAPURA,-Usai Misa penutupan tahun 2017, Minggu (31/12) malam di Gereja Kristus Terang Dunia Waena berlangsung dengan khidmat yang dipimpin  pastor Paroki Pastor Bas. Seperti  biasa umat selalu berjabat tangan sebelum baik dalam gereja maupun dihalaman.

Namun, suasana agak berbeda malam itu, kabar datang begitu cepat ketika sejumlah umat mendapat kabar meninggalnya mantan Pastor Paroki Gereja Kristus Terang Dunia Waena Pastor Trismadi yang dirawat di RS Dian Harapan sekitar pukul 20.00 WIT. Suara tangis terdengar  beberapa umat,  suasana  kegembiraan tiba-tiba berubah dihalaman gereja, jadi berita  kesedihan.

Umat pun  mulai beramai-ramai  menuju RS Dian Harapan tempat dimana Pastor Trismadi yang merupakan Pastor Paroki Gembala baik Abepura dirawat hampir sebulan lamanya. Pastor Bas yang merupakan adik dari Pastor Trismadi pun sudah duluan menuju RS Dian Harapan.

Pastor Trismadi nama yang tidak asing dikalangan umat Katolik  Jayapura maupun Papua  juga masyarakat yang lain. Kesederhanaan, kebaikan dan penolong adalah jiwa dari kehidupannya. Ia punya karunia yang diberikan ‘Sang Pencipta’ dan tak dimilik semua orang.

Dengan karunia yang dimilikinya tak terhitung jumlah orang yang ditolongnya baik umat Katolik maupun dari agama yang lain. Dari informasi yang diperoleh wartaplus.com Pastor Trismadi  mulai masuk rumah sakit sejak bulan November 2017.

Suara tangisan dimana-mana ketika almarhum tiba di Gereja Gembala Baik Abepura, anak kecil hingga orang dewasa tak tahan mengeluarkan air mata, tampak juga Uskup Jayapura Uskup Jayapura Leo  Laba Ladjar OFM.

Almarhum disemayamkan ditengah-tengah umatnya, tempat terakhir dirinya berkarya dan mengabdi sebagai pelayan umat.

Jurnalis senior Papua Nety Dharma Somba  yang juga wartawan The Jakarta Pos merasa kehilangan  sosok panutannya yang rendah hati dan sederhana.

 “Ia begitu baik kepada keluarga kami, juga tempat dimana saya sering berbagi cerita. Kami keluarga punya kenangan yang terbaik dan terindah dengan beliau,”ujarnya.

Sejumlah jurnalis nasional maupun lokal tampak di Gereja Gembala Baik memberi penghormatan kepada sosok yang  ramah, sederhana bila para jurnalis meminta nasehat atau bercerita bila bertemu almarhum.

Artis dan pengacara Pieter Ell dalam pesan pendeknya mengatakan, dirinya dan umat  Katolik  merasa kehilangan dan kesedihan atas kepergian  almarhum. “Sosok yang jadi panutan umat Katolik dimana saja dan pengabdiannya di Papua sungguh luar biasa,”ujarnya.

Sementara itu  Senin (1/1)  pagi sekitar pukul 8.00 WIR akan dilakukan  Misa Arwah, kemudian  Misa Awal Tahun bersama Almarhun  pukul 18.00 WIT di Gereja Gembala Baik Abepura. 

Sedangkan Misa Requem, Selasa (2/1) siang  pukul 12.00 WIT yang akan dipimpin Uskup Jayapura Leo  Laba Ladjar OFM, dilanjutkan pemakaman di Bukit Youtefa Graha Waena (Belakang Hospis).
Kuberdoa dan menanti semoga esok kita berjumpa lagi, dalam tempat dambaan asri yang penuh dengan arti, surga  yang dinanti. Selamat jalan  Pastor Trismadi. [Roberth/wartaplus]

Asrama Mahasiswa Tidak Layak Huni, Alumni Papua Bandung Desak Pemerintah!

Usai Kunjungan Alumni Bandung didampingi Sekjen IMASEPA JABAR
Leonardus O. Magai di Cilaki No. 59 Cihapit Kota Bandung (Foto: William J. Sondakh)
Bandung - Usai Perayaan Natal dan Reuni Akbar Alumni Bandung meminta kepada Pemerintah Provinsi Papua untuk segera merenovasi Asrama Mahasiswa Papua Kamasan II yang terletak di Jalan Cilaki No. 59 Cihapit, Kota Bandung.
 
Perasaan prihatin membekas di hati para Alumni Papua Bandung melihat kondisi asrama mahasiswa yang telah menjadikan mereka manusia namun dibiarkan terlantar.

“Kami menangis ketika melihat tempat tinggal dan belajar saat kami menempuh perkuliahan di Bandung,” lirih Yehuda Majar, Senin (01/12/2018)

Dalam kunjungan ke asrama mahasiswa tersebut, para Alumni Bandung menyepakati untuk mendesak Pemerintah Provinsi Papua supaya fokus pada pemeliharaan gedungnya.
Selain itu pihaknya juga mendesak Pemerintah Provinsi Papua untuk segera merenovasi asrama tersebut.

Ikatan Alumni Bandung sepakat untuk menyurati Pemerintah Provinsi Papua Barat, Wali Kota Bandung, Kementerian Ristek dan Dikti serta Presiden Republik Indonesia.
“Dalam mensukseskan rencana tersebut kami akan membentuk tim internal untuk mengawal rehabilitasi asrama,” ujar Johana.

Sekretaris Jenderal Ikatan Mahasiswa Papua se-Tanah Papua Jawa Barat, Leonardus O Magai berharap, agar asrama segera direnovasi. “Supaya kami, pihak mahasiswa dapat mengembangkan potensi kami,” ungkapnya.

Leonardus O Magai mengatakan, pihaknya punya banyak kegiatan seakan mati tanpa program kerja. Berkaitan tempat perkumpulan yang tidak layak huni dalam melaksanakan rapat pun dalam kondisi gelap dan hanya menggunakan penerangan seadanya.

“Saya ucapkan terimakasih kepada alumni yang berkenan mengunjungi sekretariat kami.  Dan terimakasih atas kepeduliannya untuk melakukan aksi sosial dengan membuka Dompet Cilaki 59 Bandung,” pungkas Leonarsus O Magai.

Pewarta: Barnabas Subagio/wartapriangan.com


Natal IMASEPA JABAR Dan Reuni Akbar Dilaksanakan Bersama Ridwan Kamil

 Bandung, "Bandung Panggil Pulang" menjadi tema Reuni dan Natal Akbar alumni Bandung asal Papua dan Papua Barat bagi para mahasiswa dan alumninya bersama keluarga berbondong-bondong menuju Paris Van Java untuk bernostalgia bersama Walikota Bandung di Pendopo Walikota, Alun-Alun Bandung.

Natal dan Reuni Akbar alumni Bandung Papua tahun 2017 berbeda dengan Reuni dan Natal tahun-tahun sebelumnya yang biasanya digelar di tiap kota di Tanah Papua. Tahun 2017 atas undangan Walikota Bandung Ridwan Kamil, Natal dan Reuni Akbar alumni Bandung dilaksanakan dari 29 Desember 2017 hingga 1 Januari 2018 di Kota Bandung.     

Ketua Panitia Jesaya Ch. Waromi menjelaskan perjalanan Natal IMASEPA JABAR dan Alumni Bandung pertama digelar di Kota Jayapura tahun 2014 dan tahun berikutnya dilanjutkan ke Kota Sorong, pada perayaan ke tiga diadakan di Timika yang dihadiri oleh Bapak Walikota Bandung Ridwan Kamil. "katanya.     

Ia melanjutkan, Saat itu Ridwan Kamil secara resmi meminta untuk Natal dan Reuni Akbar tahun 2017 dilaksanakan di Kota Bandung tempat dimana para alumni pernah mengenyam pendidikan. "ungkapnya. Senin, 1 Januari 2018 di Asrama Mahasiswa Papua Kamasan II Jl. Cilaki No. 59 Cihapit, Kota Bandung.     

Lebih lanjut, Jesaya menyampaikan bahwa Sejak tanggal 27 dan 28 Desember 2017 para alumni beserta keluarga telah berdatangan dengan pesawat maupun kapal laut melalui Jakarta dan Surabaya dengan mengenakan pakaian "Bandung Panggil Pulang" yang berwarna Merah abu-abu. "paparnya.     

Natal IMASEPA JABAR dan Alumni diadakan pada tanggal 29 Desember 2017 bertempat di GOR Pajajaran selanjutnya keesokan harinya dilaksanakan Reuni Akbar bersama mahasiswa, pelajar dan keluarga besar Papua di seluruh Jawa Barat di Pendopo Kota Bandung. "ujarnya, sambil menunjukkan tempat kegiatan.     

Pantauan dari Media ini, Reuni Akbar dilaksanakan atas Dukungan penuh Bapak Walikota Bandung Ridwan Kamil sebagai Tuan Rumah di Pendopo Kota Bandung pada tanggal 30 Desember 2017 dari Pukul, 12:00-15:00 WIB, yang juga dihadiri Bupati Kabupaten Sorong sebagai alumni Bandung.   

Ketua IMASEPA JABAR, Jack Peyon yang dalam sambutannya memuji Kang Emil yang telah menciptakan sejarah telah mengumpulkan alumni dan mahasiwa  Papua Bandung dalam Reuni Akbar di Bandung merasa bahagia karena telah berbagi sukacita Natal bersama senior dan alumni serta seluruh masyarakat Papua. "ungkapnya.     

"Reuni Akbar ini juga lebih mengakrabkan mahasiswa dan alumni, yang tadinya tidak kenal menjadi kenal". Jelasnya, dengan penuh haru.     

Lebih lanjut, Jack Peyon selaku Presiden Mahasiswa ini menyampaikan ucapan terima kasih kepada Alumni Bandung yang hadir dari berbagai elemen diantaranya Aparat Sipil Negara, pengusaha, legislatif dan bekerja di sektor lainnya memanfaatkan Natal dan Reuni Akbar ini untuk berkunjung ke objek-objek wisata yang ada di Kota Bandung bersama keluarga       

Ridwan Kamil dalam sambutannya menyampaikan ucapan selamat datang dalam bahasa sunda "Wilujeng Sumping" kepada para alumni dan warga Papua dengan tema "Bandung Panggil Pulang" menarik perhatian Walikota Bandung ini, yang katanya dapat menjadi judul sinetron dan disambut gelak tawa dan applause yang meriah.      

Kang Emil menangkap suasana bahagia di hati setiap alumni yang hadir karena pada saat masyarakat Bandung sedang berbahagia menyambut Tahun Baru namun lebih dari itu, semua alumni sedang bernostalgia di Bandung dengan mengenang masa-masa kuliah yakni masih ada utang angkot yang belum dibayar atau cinta lama yang belum kelar. katanya, dengan senyum serta tawa.       

Sebagai Walikota Bandung, Kang Emil mengucapkan terima kasih atas dipilihnya Bandung sebagai Kota Studi oleh setiap alumni. kata Kang Emil, sambil berpesan agar setiap alumni jadilah individu yang bermanfaat setelah menimba ilmu di Bandung dan sumbangkanlah energi yang baik bagi sisi kemanusiaan.     

Walikota yang sangat cinta Papua ini, memaparkan bahwa kemjauan Kota Bandung yang menjadi nomor 1 di Indonesia dalam berbagai aspek, terutama berfokus pada sisi kemanusiaan. "ungkapnya.      

"kami memiliki 400 software yang siap menyumbangkan kepada Papua secara cuma-cuma". Kata, Kang Emil.     

Hal ini, telah ditangkap oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sorong dalam pembangunan Alun-Alun Aimas yang sudah di Design oleh Kang Emil atas permintaan Bupati Kabupaten Sorong wujud karya nyatanya saya sumbangkan untuk Papua umumnya maka bagi Pemerintah Daerah dari Papua kami akan utamakan karena kami punya Ilmu, SDM dan lainnya. "pintanya, sambil menutup sambutannya.      

Reuni Akbar bersama Walikota Bandung diakhiri dengan penyerahan cinderamata dari Ikatan Mahasiswa Se-Tanah Papua Jawa Barat yang diserahkan oleh Sekjen IMASEPA JABAR Leonardus O. Magai berupa Noken yang dikenakan langsung kepada Ridwan Kamil sebagai simbol Jembatan kami Warga Papua Jawa Barat kepada Bapak secara person maupun komunitas. "kata, Leonardus.     

Lebih lanjut, Leonardus O. Magai menjelaskan secara adat dan filosofis Orang Papua, Noken bukan tas namun Noken mempunyai manfaat yang multifungsi untuk dapat dipergunakan sebagai mengisi hasil kebun, binatang peliharaan, bahkan manusia. "katanya, sambil senyum.     

Tak hanya memberikan Noken kosong, organisasi mahasiswa Se-Tanah Papua Jawa Barat menitipkan sebuah pesan tertulis di dalam Noken kepada Walikota Bandung untuk mengunjungi Asrama mahasiswa Papua Kamasan II Kota Bandung dan mempermudah pengurusan KTP sebagai warga Kota Bandung. "ungkap magai, saat dimintai keterangan oleh para awak media.      


Ketika ditanya, mengapa harus diutamakan? Ia mengatakan bahwa saya sebagai Pengurus Warga Papua di Jawa Barat sudah ketahui persis apa yang menjadi masalah utama selama ini maka saya sampaikan kedua aspek diatas kepada Bapak walikota untuk dipertimbangkan. "tutupnya. (*)


Pewarta: Barnabas Subagio/kabarindonesia,com


Kabar Baik, Puskesmas Wamena Sudah Bisa Layani Pasien Bersalin

Puskesmas Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua. (Foto: Istimewa/Antara)
Puskesmas Wamena Kota Kabupaten Jayawijaya, Papua mulai melayani pasien bersalin. Para ibu hamil kini bisa mendapat pertolongan persalinan di puskesmas tanpa harus pergi ke RSUD.

“Kurang lebih sudah ada 10 orang pasien bersalin yang kami tangani di sini, karena sejak September kami sudah buka pelayanan rawat gabung dengan bayi,” kata Kepala Puskemas Wamena Kota dokter Deri Maria Sihombing, di Wamena, Senin (1/1/2018).

Saat melahirkan di puskesmas, 10 pasien itu tidak membutuhkan peralatan canggih sehingga mereka tidak dirujuk ke RSUD Wamena.

“Jadi nanti kita pantau, kalau tidak ada pendarahaan maka dapat melakukan persalinan di puskesmas,” kata dokter Deri Maria Sihombing, dikutip dari Antara.

Manajemen puskesmas juga menjalankan program baru yaitu menempatkan petugas jaga malam, guna mengantisipasi adanya pasien gawat darurat pada malam hari.

“Termasuk penyediaan ambulan, sehingga jika ada hal-hal yang memang perlu dirujuk maka dapat segera dilakukan,” kata Deri.

Pelayanan di Puskesmas

Berdasarkan data puskesmas setempat, kunjungan pasien dalam sehari bisa mencapai 100 orang. Mereka tiba dengan diagnosis berbeda-beda misalnya batuk, pilek, nyeri sendi, sakit kepala, diare, kencing manis, dan darah tinggi.

“Pengobatan di puskesmas memang tidak bayar. Kami memang mengikuti kebijakan pemerintah daerah dalam hal ini bupati dan wakil bupati yang menggratiskan pelayanan kepada warga,” katanya.

Ia menjelaskan bahwa masih ada sebagian pasien belum memiliki kartu pelayanan sosial yang diberikan oleh pemerintah seperti BPJS atau Kartu Papua Sehat. 

(Penulis: Yohanes Indra-infonawacita.com -)




Resolusi Tahun Baru ala Sukarno: "Rebut Papua dari Belanda"

Ilustrasi pidato Soekarno menjelang pertempuran Trikora di Papua Barat. FOTO/Istimewa

.Dalam sebuah pidato di Istana Negara pada 19 Mei 1962, Presiden Sukarno berkata kepada hadirin upacara pelantikan penerbang Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Isinya tidak jauh soal kebanggan terhadap militer yang dimiliki Indonesia dan kampanye “pembebasan Irian Barat”.

Menurut Sukarno, meski terdapat beberapa kekurangan, angkatan perang yang dibangun pemerintah Indonesia sejak merdeka, 17 Agustus 1945, semakin sempurna dan kuat. Capaian tersebut, bagi Sukarno, amat penting guna menjadikan Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), termasuk AURI di dalamnya, sebagai alat untuk merebut Irian Barat – yang dikenal juga dengan sebutan Papua – dari kuasa Belanda.

Pidato berjudul “Kita: Angkatan Perang yang Kuat” itu termuat dalam buku Bung Karno: Masalah Pertahanan-Keamanan (2010) yang disunting Iman Toto K. Rahardjo dan Suko Sudarso.

Dalam pidato itu tersurat Sukarno punya tekad merebut Papua sebelum tahun 1962 berakhir. Laiknya menyatakan resolusi tahun baru, presiden Indonesia pertama itu berkata, “Irian Barat harus merdeka, bebas masuk ke dalam wilayah kekuasaan Republik sebelum ayam jantan berkokok pada tanggal 1 Januari 1963.”

Kata-kata “ayam jantan berkokok pada tanggal 1 Januari 1963” itu pun tidak hanya disebut sekali. Ia muncul juga dalam pidato "Menghadapi Saat-saat yang Menentukan" yang disampaikan Sukarno pada Pelantikan Perwira-perwira Remaja Akademi Angkatan Laut (AAL) di Surabaya, 17 Juni 1962.

“Kehendak rakyat ialah bahwa pemerintah Republik Indonesia telah tertanam, tertanam di Irian Barat sebelum ayam jantan berkokok pada tanggal 1 Januari 1963,” sebut Sukarno.


Konfrontasi Sebelum Ayam Jantan Berkokok

Ambisi itu ingin digapai Bung Karno sejak lama. Segala upaya pun dikerahkan. Salah satunya tergambar dalam tindakannya terhadap Papua semasa menjabat presiden dari 1945 hingga 1966.

Ulf Sundhaussen, dalam Politik Militer Indonesia 1945-1967 (1986, hlm. 274-277) menyatakan ada tiga hal yang menjadi program jangka pendek Kabinet Kerja tahun 1959, yakni penyediaan sandang dan pangan bagi rakyat, pemulihan keamanan dalam negeri, "pengembalian" Irian Barat.

Sundhaussen juga mencatat, pada 1960 Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda. Kemudian, pada awal 1961, Sukarno mengimbau para kepala staf angkatan perang mempersiapkan diri untuk melancarkan aksi militer perebutan wilayah Papua.

“Bagi Presiden, masalah Irian Barat mempunyai prioritas paling tinggi,” sebut Sundhaussen. Ini berpuncak kala Sukarno menyatakan konfrontasi terhadap Belanda dalam pidatonya di peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1961.

“Kita tidak akan membuang-buang kata lagi dengan Belanda sekarang! Irian Barat harus secepatnya dikembalikan ke dalam wilayah kekuasaan Republik. Pada waktu ini kebijaksanaan kita terhadap Belanda adalah kebijaksanaan konfrontasi di segala bidang – bidang politik ekonomi ya bahkan dalam bidang militer!” sebut Sukarno.

Di sisi lain, Belanda juga semakin memperuncing. Ester Yambeyapdi, dalam artikel berjudul “Papua Barat dalam Perundingan”, yang dimuat di Jurnal Sejarah (Vol. 6, No. 1, Agustus 2004) membeberkan, pada Sidang Umum PBB September 1961 delegasi Belanda mengajukan "Usulan Luns". Kata Luns diambil dari nama Menteri Luar Negeri Belanda saat itu, Joseph Marie Antoine Hubert Luns.

Isi usulannya agar Papua berada di bawah perwakilan PBB dan kemudian diberikan "penentuan nasib sendiri" menuju kemerdekaan.

Sikap Belanda tersebut dibalas Menteri Luar Negeri Indonesia saat itu, Subandrio. Menurutnya, jika PBB menerima usulan Belanda, itu membenarkan hak Indonesia untuk mengusir Belanda dengan kekerasan. Pada akhirnya, usulan Belanda tersebut ditolak Majelis Umum PBB.
 Berselang tiga bulan kemudian, pada 19 Desember 1961, Presiden Sukarno mengumumkan kampanye Tri Komando Rakyat. Dia menyerukan, pertama, untuk menggagalkan pembentukan negara boneka Papua. Kedua, untuk mengibarkan bendera merah putih di Irian Barat. Dan ketiga, untuk bersiap-siap bagi mobilisasi umum.

Nugroho Notosusanto, dalam Sedjarah Operasi2 Pembebasan Irian Barat (1971), menyebutkan pada 2 Januari 1962, melalui, Keputusan Presiden Nomor 1/1962, Sukarno membentuk Komando Mandala yang bertugas melancarkan operasi militer untuk merebut Papua. Komandan operasi tersebut adalah Seoharto yang saat itu berpangkat mayor jenderal.

“Ini dilakukan sementara Indonesia masih dalam proses merundingkan pengembalian Papua. Dengan Demikian Indonesia menggunakan tekanan militer untuk memperoleh persyaratan yang menguntungkan baginya,” sebut Sundhaussen.

Karena Perjanjian New York

Dua bulan selepas pidato Sukarno di AAL, Indonesia tampak berhasil mendepak Belanda dari Papua.

Pada 15 Agustus 1962, Indonesia dan Belanda menandatangani Perjanjian New York. Isinya menyatakan bahwa Belanda akan menyerahkan kekuasaannya atas Papua kepada United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA). Lembaga tersebut yang bakal menyerahkan kekuasaan atas Papua kepada Indonesia.

Perjanjian itu mengatur bahwa Indonesia harus melaksanakan suatu Act of Free Choice atau penentuan pendapat orang Papua mengenai kesediannya menjadi bagian dari Indonesia atau tidak sebelum akhir tahun 1969. Kegiatan tersebut berada dalam pengawasan PBB.

Akhirnya, pada 1 Oktober 1962 Belanda menyerahkan otoritas administrasi Papua kepada UNTEA. Lalu, sebagaimana dicatat Nugroho, pada 31 Desember 1962, bendera merah-putih-biru Belanda resmi diturunkan, diganti bendera merah-putih Indonesia, sebagai tanda dimulainya kekuasaan de jure Indonesia, di bawah pengawasan PBB, atas Papua.

Mimpi Sukarno untuk menjadikan Papua masuk dalam wilayah Indonesia semakin dekat realisasinya sebelum ayam jantan berkokok 1 Januari 1963. Namun, dia tidak lagi menjabat presiden saat Act of Free Choice yang digelar pada 1969 karena kadung lengser pada 1966 digantikan Soeharto.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan menarik lainnya Husein Abdulsalam

 
 
 
 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger