Pemerintah dinilai telah menggelembungkan penghitungan subsidi BBM. Penghitungan versi LSM anti-korupsi ICW pemerintah menggelembungkan angka hingga Rp 30 triliun. Sebenarnya bagaimana penghitungannya versi pemerintah? Apa yang menjadi landasan penghitungan subsidi BBM? Direktur Jenderal Minyak dan Gas, Dirjen Migas, ESDM, Evita Legowo membahasnya dalam perbincangan berikut ini.
ICW menyatakan ada keganjilan dalam penghitungan subsidi BBM. Lalu bagaimana versi dari pemerintah?
Yang digunakan dikalikan dengan selisih
antara harga patokan dan harga jual eceran. Sedangkan harga volume kita
tahu berapa, harga patokan sendiri kita bersama-sama pemerintah dengan
DPR sudah menyetujui menggunakan rumus “MOPS plus alfa”. MOPS itu adalah
harga rata-rata bahan bakar yang diperjualbelikan di Singapura, kenapa
kita menggunakan MOPS karena itu adalah sudah refresh yang terbaik yang
diakui seluruh dunia. Kalau kita menggunakan harga yang dipakai di
Pertamina sendiri, Pertamina itu kilangnya tidak sama kondisinya, jadi
ada yang sudah cukup efisien ada yang tidak. Sedangkan kalau MOPS itu
sudah harga yang betul-betul sangat efisien, alfa sendiri adalah biaya
distribusi dan margin, untuk tahun ini ada empat badan usaha yang
mendapat penunjukan dari BPH migas untuk mendistribusikan BBM
bersubsidi, jadi tidak hanya Pertamina. Walaupun memang mostly hampir 99
persen itu Pertamina, tapi tetap saja ada yang diluar Pertamina.
Artinya, jadi formula penghitungan subsidi BBM itu dibicarakan sangat
rinci bersama dengan DPR, itu pertama.
Kedua, didalam menghitung pemberian
subsidi kepada Pertamina atau badan usaha lain itu dilakukan verifikasi
pertama oleh BPH Migas dan dilakukan lagi audit oleh BPK. Jadi tidak
sembarangan pemerintah memberikan pembayaran subsidi, jadi memang ada
mekanisme yang harus dipatuhi. Kemudian alfa itu apa? tadi saya
sampaikan rumusnya adalah volume kalikan selisih harga patokan dan harga
jual eceran, alfa itu terdiri dari biaya pengangkutan bahan baku
misalnya kalau dalam negeri ya kilang kalau yang impor itu biaya impor,
kemudian ada biaya penyimpanan itu ada di operasi depo, kemudian ada
biaya distribusi dan handling sendiri ada angkutan laut, transportasi
darat, biaya angkut ke SPBU, dan biaya operasi distribusi, kemudian ada
margin badan usaha.
Untuk tahun 2012 ini kita menggunakan
alfa itu dengan formula, jadi kita pernah dulu menggunakan alfa yang
persentase terhadap MOPS saja. Kemudian pada waktu terjadi kenaikan
harga minyak dunia ini menjadi mengganggu, jadi terlalu besar tapi
begitu harga sempat turun jauh sekali tahun 2008 ini mengganggu lagi.
Akhirnya, kami mulai tahun 2012 ini kita menggunakan formula untuk alfa,
jadi tidak fix dan tidak persentase.
Formulanya bagaimana?
Formula alfa itu adalah “A x MOPS + B”, A
itu adalah biaya distribusi yang terkait dengan MOPS misalnya biaya
angkutnya, tangkernya, truknya. Kemudian ditambah B, B itu adalah biaya
tetap, jadi kalau yang terhadap MOPS itu tadi adalah dalam bentuk dolar,
sedangkan kalau yang B itu dalam bentuk rupiah. Jadi yang sekarang ini
adalah alfa= A x MOPS + B dan itu untuk masing-masing bahan bakar
premium, minyak tanah, dan solar itu tidak sama. Kami bersama DPR sudah
menyetujui untuk tahun ini kita gunakan formulanya untuk premium itu
3,32 % MOPS + Rp 454 /liter, minyak tanah itu 2,49 % MOPS + Rp 263
/liter, dan solar itu 2,17 % MOPS + Rp 491 /liter. Menentukan formula
ini kita tidak sendiri, kita bersama-sama dengan DPR.
Kalau mengikuti acuan penghitungan MOPS yang lama apakah pemerintah akan rugi besar atau bagaimana?
Ini bukan rugi atau tidak, yang rugi
Pertamina mungkin. Karena sebagian besar yang mendistribusikan adalah
Pertamina, jadi kalau menggunakan hanya formula kepada persen saja itu
bisa terlalu besar atau terlalu kecil untuk Pertamina. Kalau dengan
rupiah fix juga demikian, jadi ini kita mencoba mencari yang terefisien.
Dari ICW mengatakan bahwa hitung-hitungan ini tidak transparan, bagaimana?
Sebetulnya tidak bisa dikatakan
demikian, karena kalau kita menghitung alfa itu dalam kondisi sidang
terbuka di DPR, Komisi VII. Jadi semua orang bisa mengikuti sidang
tersebut untuk penentuan alfa, jadi kalau untuk kami namanya sidang
terbuka semua orang bisa meliput, semua orang boleh bertanya.
Isu BBM lagi sensitif dan ICW
melansir bahwa ada selisih Rp 30 triliun antara hitungan pemerintah
dengan ICW, sudah ada klarifikasi dari pemerintah atau sebaliknya dari
ICW?
Jadi dari hitungan kami kelihatannya
teman-teman ICW belum memperhitungkan dengan hati-hati distribusi atau
alfa tadi dan kita menggunakan ini dalam rangka untuk mencapai
efisiensi.
Kalau penggunaan dengan rumusan
alfa tadi, apakah ini juga bisa nantinya menjaga supaya harga BBM kita
kelak tidak naik turun yang sangat sensitif dengan harga minyak dunia?
Kalau itu susah, sudah saya sampaikan
harga BBM sendiri sudah sangat terkait dengan harga minyak dunia. Karena
kita tahu bahwa BBM itu berasal dari minyak bumi, kalau bahan bakunya
naik ya ikut naik kalau turun ya ikut turun, tidak bisa dilepas karena
BBM itu dibuat dari minyak bumi.
Ada niat mencocokkan hitungan ICW dengan pemerintah?
Sedang kami siapkan, ada tim yang ingin mengklarifikasi bedanya di mana.
Soal besok paripurna bagaimana?
Kita lihat besok pagi, jadi pada
dasarnya pemerintah dengan DPR sudah menyiapkan RUU APBN-P dan besok
kita menunggu mengenai persetujuan DPR bersama pemerintah mengenai RUU
APBN-P.
KBR68H
0 komentar:
Post a Comment