JAKARTA - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, kepala
daerah atau wakil kepala daerah yang turut serta dalam aksi unjuk rasa
menentang kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi
bisa dihentikan.
Penentangan kepala daerah atau
wakil kepala baik, baik itu gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil
bupati, wali kota dan wakil wali kota, dianggap melanggar sumpah jabatan
yang termaktub dalam UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
"Sumpah jabatan kepala daerah, antara lain, patuh pada peraturan dan
perundang-undangan. Kalau ada undang-undang, keppres, peraturan
pemerintah yang mengatur soal itu (kenaikan BBM), apa boleh mereka tidak
setuju? Kalau melanggar sumpah, bisa diberhentikan," kata Gamawan di
Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, hari ini.
Menurut Gamawan, kebijakan kenaikan harga BBM
bersubsidi, ketika telah diundang-undangkan, seluruh kepala daerah dan
wakil kepala daerah harus mendukungnya. Hal ini terlepas apakah mereka
anggota partai politik atau tidak. "Ketika sudah menjadi kepala daerah,
dia menjadi bagian dari sistem penyelenggaraan pemerintahan nasional.
Dengan demikian, dia harus tunduk pada keputusan-keputusan tingkat
nasional," kata Gamawan.
"Jadi, jangan ada
perbedaan antara kebijakan nasional dengan kebijakan kepala daerah.
Kebijakan nasional harus ditaati oleh semua kepala daerah. Saya sudah
membuat edaran tentang hal ini kepada seluruh daerah," kata Gamawan.
Gamawan
juga mengatakan, dirinya telah mendengar adanya wakil kepala daerah
yang ikut aksi unjuk rasa. Terkait hal ini, dirinya telah memberikan
peringatan kepada yang bersangkutan. Ketika ditanya siapa wakil kepala
daerah itu, Gamawan enggan mengungkapkannya.
Seperti
diwartakan, Wakil Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo, dengan masih
berbaju dinas, ikut pada aksi unjuk rasa penolakan rencana kenaikan
harga bahan bakar minyak yang berlangsung tak jauh dari Gedung Balaikota
Solo. Tak hanya menyaksikan demo, Hadi pun sempat menyampaikan orasi.
Hadi menegaskan dirinya turut menolak kenaikan harga BBM. "Aksi menolak
BBM diharapkan tidak menjadi ajang mencari popularitas, dan kami yakin
kenaikan BBM akan menyengsarakan rakyat," katanya.
Pengamat
politik dari Puskapol Universitas Indonesia, Irwansyah menyebutkan,
tidak ada alasan bagi Presiden dan Mendagri memecat kepala daerah yang
menolak penaikan harga BBM. Pasalnya, UU APBN hanya mengatakan bahwa
defisit anggaran maksimal 3%. "Jadi defisit bisa ditutupi dari pos lain
selain memotong subsidi BBM," katanya di Jakarta.
Selain
tidak relevan, Ia menambahkan, tidak ada satu pun UU yang bisa
memberikan sanksi kepada kepala daerah jika berbeda pendapat mengenai
kebijakan. "Menjadi aneh, kepala daerah yang dipilih langsung dipecat
karena berbeda pandangan terhadap kebijakan pembangunan," pungkasnya.
sumber |
(dat03/kompas/media/wol)
0 komentar:
Post a Comment