Home » » Anggota Kongres AS Kecam Freeport

Anggota Kongres AS Kecam Freeport

Akbar Faizal
Oleh: Akbar Faizal, Anggota Delegasi Kaukus RI-USA
Jadwal angggota Kaukus RI-USA yang saat ini berkunjung ke Washington DC demikian padat dengan berbagai pertemuan dengan para pejabat kunci Amerika Serikat (AS) serasa terbayarkan, terutama oleh penyikapan mereka pada berbagai isu yang menjadi agenda kunjungan kali ini.


Setelah pada hari pertama bertemu Kurt Campbel, pejabat penting Kementerian Luar Negeri AS, yang dengan terbuka menyebut kebijakan penempatan tentara AS di Darwin sebagai sesuatu yang agak “sembrono” sebab tidak mengajak Indonesia berbicara terlebih dahulu, berbagai pertemuan penting pada hari kedua dan ketiga juga mencatatkan hasil yang memuaskan.    


Derek Mitchell,duta besar AS untuk urusan Myanmar, misalnya, berterima kasih pada peran Indonesia yang sangat besar melalui Kaukus Myanmar hingga Aung San Suu Kyi bisa kembali mendapatkan hak-hak politiknya. Dengan Hans G, Klemm, dutabesar AS untuk organisasi APEC, delegasi DPR-RI menekankan pentingnya penerjemahan Fair Trade dalam pembentukan Trade Pacific Partnership (TPP) yang digagas AS, selain melulu menggaungkan free trade.

Saya bahkan menekankan perlunya AS “berhati-hati” dengan positioning Indonesia dengan penduduk 240 juta jiwa yang bisa saja lebih bekerja sama dengan China sebagai kekuatan ekonomi dunia baru, dan meninggalkan AS dan Eropa jika ketidakadilan perdagangan terus terjadi. Saya juga mengusulkan transfer teknologi dan tidak hanya melihat Indonesia sebagai pembeli barang.   

Pertemuan dengan Daniel Russel dan Collin Willet, pejabat National Security Council (Dewan Keamanan Nasional AS) lembaga yang ssngat penting bagi Presiden AS, berkantor di seberang White House dengan pengamanan optimum, membahas tentang kebijakan luar negeri AS khususnya di kawasan ASEAN. Kami juga mempertanyakan rencana pemerintah AS mendeportasi 72 imigram WNI.

Juga pertemuan dengan Maria Otero,Wakil Menteri Bidang Demokrasi dan Global Affairs, yang sangat memahami Indonesia. Wanita sangat cerdas ini dikenal sebagai penulis pidato Obama saat Presiden AS itu mengatakan bahwa proses transformasi di Mesir pascajatuhnya Presiden Mubarak agar mencontoh Indonesia.

Secara khusus saya meminta kepada Maria Otero agar bisa mewarnai kebijakan AS yang lebih “soft” khususnya kepada negara-negara muslim sebab dampaknya bagi Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia sangat signifikan. Kebijakan AS yang sangat keras tersebut menciptakan generasi dengan tingkat antipati terhadap Amerika. Maria Otero tampaknya memahami hal itu.      

Pertemuan dengan senator Jim Webb asal Virginia berlangsung singkat namun padat makna, di mana Jim memahami berbagai hal yang berkembang di Asia Pasifik selaku Ketua Sub Komite Asia Pasifik pada komite Hubungan Luar Negeri Senat.

Jim adalah salah satu dari beberapa senator beken di kongres AS selain Joe Biden (Wapres AS sekarang), Senator Lugar, dan John Kerry (mantan calon Presiden AS), dan Senator Patrick Leahy, yang memberikan perhatian langsung pada Indonesia, khususnya pada berbagai isu HAM, lingkungan hidup, dan lain-lain.           

Kami juga bertemu dengan para staf ahli anggota kongres yang sebenarnya memiliki peran sangat sentral dalam menggiring pengopinian para senator terhadap berbagai isu-isu politik yang mereka lakukan. Mereka sangat profesional, muda dan ahli di bidangnya.

Sekadar perbandingan, Senator Jim Webb punya 45 staf ahli di kantornya di Kongres Washington DC, selain juga 25 orang staf ahli lainnya di daerah pemilihan Virginia yang mengirim Jim Webb ke Kongres.

Kami juga mengunjungi Congressional Research Service (CRS), sebuah lembaga riset terbesar di dunia dengan jumlah staf 650 orang ahli berbagai bidang dan anggaran USD105 juta per tahun. Lembaga kajian ini bekerja khusus untuk Kongres AS saja, terutama pada setiap tahapan proses legislasi, dengar pendapat, floor debate, penyusunan anggaran dan membantu anggota kongres melakukan pengawasan pada pemerintah. Para peneliti CRS ini adalah pegawai negeri yang bekerja secara independen berdasarkan tiga nilai utama penelitian yakni accurate, authoritative, balanced.

Namun pertemuan dengan congressman Eni Faleomavaega asal negara bagian Samoa Amerika cukup istimewa dan menyenangkan. Lelaki unik ini dulunya sangat keras terhadap kebijakan Jakarta pada Papua. Atas berbagai lobi yang dilakukan pemerintah, khususnya Dubes RI sekarang di AS, Dino Patti Djalal, Eni menjadi lebih moderat pada isu Papua.

Dan itu terlihat pada pertemuan yang berlangsung di ruangannya yang penuh dengan foto-foto uniknya dengan berbagai tokoh, mulai dari Elvis Presley, pegolf Jack Nicklaus hingga petinju David Tua yang pernah menantang juara dunia Michael Lewis.

Dengan tegas Eni mengatakan dirinya bukanlah pendukung kemerdekaan Papua. Tapi dia tetap saja keras menagih janji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang pernah menghubunginya secara personal dan menjanjikan otonomi yang lebih besar bagi Papua. Kritikannya yang sangat keras ditujukan kepada PT Freeport yang disebutnya sangat berlebihan karena menggaji karyawannya paling rendah dibanding seluruh operasi perusahaan ini di seluruh dunia.
Dia juga menuding perusahaan asal AS ini merusak lingkungan di Papua tanpa upaya untuk memperbaikinya. Dia meminta kami secara khusus untuk memanggil manajemen Freeport untuk hearing dengan pemerintah di DPR guna mempertanyakan sikap manajemen mereka ini. (*).
 Sumber:
fajar.co.id
Share this video :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger