Komandan Kompi C Lettu INF SY. Gafur Thalib Assagaf |
Menilik Kehidupan Prajurit di Balik Tirai Kedaulatan NKRI di Perbatasan
Pada hari Jumat (6/4) pekan lalu, wartawan Harian Bintang Papua bersama empat wartawan lokal yang bertugas di wilayah Selatan Papua, berkesempatan melawat ke Distrik Mindiptana, Kabupaten Boven Digoel. Selain meliput momen Paskah yang dirayakan masyarakat setempat, ada beberapa angel menarik yang diambil dari lawatan perdana awak media Koran ini yaitu salah satunya melihat kehidupan para bhayangkari negara dari Yonif 521/DY yang tengah ‘ngepam’ perbatasan RI-PNG di distrik tersebut.Laporan : Lidya Salmah Ahnazsyiah-Mindiptana
Distrik Mindiptana merupakan salah satu distrik yang tertua di Kabupaten Boven Digoel. Keberadaan distrik yang rencananya bakal dimekarkan menjadi daerah otonom baru tingkat kabupaten bernama Kabupaten Muyu Mandobo itu, dapat dijangkau dari Tanah Merah, ibu kota Kabupaten Boven Digoel dengan transportasi darat yaitu dengan menggunakan mobil dan ojek yang jarak tempuhnya sekitar 75 km. Sedangkan untuk transportasi laut harus melewati sungai menggunakan long boat atau kapal kayu.
Distrik Mindiptana sendiri adalah merupakan pusat penyebaran agama
Katolik di suku Muyu dan suku Mandobo. Penduduk yang tinggal di ibu
kota distrik tersebut mayoritas suku Muyu dan suku Mandobo dan penduduk
campuran yang berasal dari berbagai suku di luar Papua. Soal hasil
alam, tidak diragukan lagi karena Distrik Mindiptana merupakan salah
satu distrik penghasil karet di Kabupaten Boven Digoel.
Mengingat Distrik Mindiptama termasuk distrik perbatasan RI-PNG,
sehingga di distrik itu selain ada Pos Polisi, juga terdapat Pos TNI
yang ditempati prajurit dari Yonif 521/DY guna bertugas menjaga keamanan
dan pertahanan wilayah tapal batas.
Pos Satgas itu sendiri merupakan home base Kompi Senapan C yang
membawahi sejumlah Pos di wilayah Mindiptana dan distrik sekitarnya.
Saat bincang-bincang dengan Komandan Kompi C Lettu INF SY. Gafur Thalib
Assagaf, ia begitu tampil sederhana dan familiar. Dalam kesempatan itu
alumni Akmil 2005 ini menceritakan berbagai pengalaman suka dan duka
yang ia rasakan bersama anggotanya selama kurang lebih empat bulan
bertugas di Mindiptana.
“Banyak suka dan duka yang kami petik, tapi lebih banyak sukanya,”ucap Gafur mengulas senyum.
Gafur mewakili anggotanya secara umum mengakui, meski mereka masih
anyar di tempat tugas, namun pihaknya begitu terkesan dengan sambutan
yang diberikan masyarakat di Mindiptana. Menurutnya, antara prajurit dan
warga setempat hidup berbaur, bahkan kerap saling memberikan bantuan.
“Kalau dari kami sendiri yaitu kegiatan pembinaan teritorial tertutup
kepada masyarakat, seperti pelayanan kesehatan dan pengobatan, karya
bhakti, dan pokoknya hidup sebagaimana layaknya antar warga masyarakat.
Namun kalau dari mereka (masyarakat) biasa memberikan hasil alamnya
seperti daging, sayur namun kita juga barter dengan mie instan atau
bapok lainnya karena mereka juga membutuhkan,”ujarnya.
Tidak hanya kegiatan yang bersifat kemanusiaan, Gafur mengakui
masyarakat juga dijejali dengan kegiatan untuk meningkatkan sikap cinta
tanah air melalui program bela negara agar nilai patriotism senantiasa
bertumbuh.
“Karena disini banyak masyarakat yang dulunya sempat menyeberang ke
negara tetangga (PNG) namun mereka sudah kembali ke tanah kelahirannya.
Dan kami berkesempatan melakukan penggalangan, pembinaan agar mereka
tidak kembali meninggalkan tanah airnya justru lebih mencintai
lagi,”akunya.
Gafur pun mengakui selama bertugas belum ada hal-hal negative
terjadi, entah itu pergesekkan personil dengan warga sipil, kejadian
yang berpotensi pada kerawanan kamtibmas maupun mengancam pertahanan
NKRI dan lainnya.
“Alhamdulilah belum ada dan jangan sampai ada lah. Karena pada
dasarnya kehadiran kami ini bukan untuk ditakuti, dianggap musuh oleh
masyarakat atau pobia-pobia negative lainnya. Justru kami disini menjaga
kehormatan negara dengan berdiri tegak di sisi rakyat,”terangnya
solidaritas yang dibangun juga terkait adanya keterlibatan warga dalam
patroli patok perbatasan.
“Ada warga yang tahu arah letak patok, sehingga sering menjadi penunjuk jalan saat kami patroli patok perbatasan,”imbuhnya.
Mindiptana sendiri merupakan salah satu distrik yang terbilang
sempurna, karena sarana dan prasarana di sektor pendidikan dan
kesehatan tidak buruk seperti di sejumlah distrik lainnya. Salah satu
contoh yaitu tenaga kesehatan dan guru yang cukup tersedia sehingga
prajurit yang ngepos tidak perlu aktif membantu mengajar di sekolah
setempat.
“Tapi sebagai empati ketika guru kurang, kami juga ada yang terjun
ngajar. Tetapi tidak seperti di pos lainnya yang rata-rata prajurit
harus gantung senjata sementara dan bantu mengajar,”terangnya prajurit
senantiasa siap membantu asal tidak meninggalkan tugas pokok sesuai yang
diamanatkan dalam UU TNI.
Sementara itu, dengan kondisi harga kebutuhan pokok yang tinggi di
daerah perbatasan, anggota Pos kerap memanfaatkan lahan kosong di
sekitar pos untuk bercocok tanam dan beternak serta memancing. Kegiatan
tersebut selain untuk meminimalkan biaya untuk membeli kebutuhan pokok
juga sebagai sarana untuk menghilangkan rasa jenuh yang acapkali melanda
mereka.
“Kami juga tidak lupa melakukan pembinaan fisik seperti olah raga
agar tubuh selalu sehat. Selain itu pembinaan rohani berdasarkan
keyakinan juga terus digalakkan untuk menciptakan prajurit yang
bermental baik,”tutupnya. (***)
bintangpapua.com
0 komentar:
Post a Comment