Home » , , , » Sorotan PBB Tak pengaruh di Indonesia ?

Sorotan PBB Tak pengaruh di Indonesia ?

Ketua Komisi HAM PBB, Navi Pillay (guardian.co.uk)

Ketua Komisi HAM PBB Navi Pillay berkomentar mengenai isu Papua yang terus terjadi pelanggaran HAM sejak Indonesia masuk ke Tanah Papua. Untuk itu Pillay member rekomendasi agar segera dilakukan investigasi lebih lanjut di Papua.

Tentu ini bukan sekedar  gertak sambal tetapi sebuah kemajuan dalam hal penegakan HAM di Indonesia jika Pemerintah melakukan investigasi lanjut. Namun menjadi sebuah kemunduran jika rekomendasi Ketua Komsisi HAM PBB ini tidak diindahkan Indonesia melalui pemerintahannya.

Tentu PBB memiliki banyak catatan tentang kondisi HAM di Papua yng dilakukan aparatus Indonesia. Semisal catatan HAM Indonesia milik Dewan HAM PBB dalam sidang periodik ke-13 di Jenewa, Swiss. Isu-isu kunci, seperti perlindungan atas kebebasan beragama atau situasi HAM di Papua, diangkat oleh banyak negara anggota PBB yang turut dalam kajian HAM.

Banyak anggota Komisi HAM Asia atau AHRC (Asian Human Rights Commission) dan organisasi-bawahannya ALRC (Asian Legal Research Center) prihatin dengan penegakkan HAM di Indonesia. Atas situasi diskriminatif yang dialami kaum minoritas di Indonesia, Swedia, Jerman dan Swiss menyatakan kekecewaannya. Kelompok minoritas di Indonesia, seperti Ahmadiyah, Syiah, Baha'i dan Kristen. Mereka mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengambil tindakan tegas terhadap mereya yang menindas dan melakukan tindak pidana hingga nyawa yang meregang dari kelompok-kelompok minoritas. 

"Tanggapan oleh pemerintah Indonesia atas isu-isu dan pelanggaran HAM yang dibahas dalam kajian ini adalah sangat mengecewakan, karena (jawaban) mereka sering hanya berisi penolakan dan menunjukkan kurangnya rasa hormat bagi korban dan hak-hak mereka," kata Wong Kai Shing, Direktur Eksekutif AHRC. Hal ini terungkap dalam laporan Situs Asian Human Rights Commission (23/5, AHRC-PRL-016-2012), yang mengikuti kegiatan di Jenewa, Swiss, tanggal 23-26 Mei.

Seperti disindir sejumlah media asing, Menlu RI Marty Natalegawa dianggap berbohong, ketika memimpin delegasi Indonesia mempertanggung-jawabkan tindakan diskriminatif Pemerintah Indonesia terhadap kaum Minoritas. Marty membantah sinyalemen kelambanan pemerintah Indonesia tentang perlindungan dan penghormatan terhadap kebebasan beragama."Pemerintah Indonesia menghormati semua agama sebagai sama." 

Media asing menganggap klaim Marty bertentangan dengan semua laporan lapangan, dan tidak bersesuaian dengan, misalnya, perda-perda diskriminatif di negeri ini.Sejumlah negara, termasuk Perancis, Jepang dan Selandia Baru, mengangkat situasi di Papua, yang mencakup kekerasan yang makin meluas, penangkapan sewenang-wenang dan penahanan, serta pembatasan sah terhadap kebebasan berekspresi dan berkumpul.Prancis menyebut secara langsung perihal kesulitan media asing memperoleh akses untuk masuk ke Papua. 

Sementara itu, AS dan Jerman mengangkat artikel 106 dan 110 KUHP yang digunakan mengkriminalkan para aktivis HAM di Papua.Natalegawa menyatakan bahwa bahwa semua pelaku pelanggaran HAM di Papua sedang bertanggung jawab di 'pengadilan yang transparan dan terbuka'. Sebaliknya, AHRC dan kelompok hak asasi mendokumentasikan kasus-kasus penyiksaan dan kekerasan yang tidak mendapat tanggapan yang memadai dari pemerintah Indonesia. 

"Penolakan terhadap sejumlah pelanggaran HAM oleh militer (dan Brimob) di provinsi Papua dengan alasan impunitas (kewajiban keamanan Negara) adalah tidak dapat dipertanggung-jawabkan," kata sindir Wong Kai Shing. "Respon Pemerintah Indonesia terhadap semua tindakan pelanggaran HAM amat mengecewakan. Sikap Pemerintah RI itu merupakan kemunduran besar bagi harapan mereka yang seharusnya mendapat perlindungan yang lebih baik dan menikmati hak asasi manusia di negeri ini," pungkas Wong Kai.

Sejumlah pihak menganjurkan Pemerintah Indonesia untuk melaksanakan rekomendasi Komisi HAM PBB atau Indonesia tidak mendapat tempat terhormat dalam pergaulan internasional. Kekecewaan atas laporan Pemerintah RI dapat berdampak ketidak-percayaan pada elbagai pbidang-bidang lainnya, dalam hubungan bilateral maupun multilateral. Ini lampu kuning untuk Pemerintahan SBY.

Pernyataan Menteri Luar Negeri RI, Marty Natalegawa di hadapan Sidang Hak Asasi Manusia (HAM) PBB di Jenewa mengundang protes dari sejumlah masyarakat Papua di Jakarta.

Adalah Nasional Papua Solidaritas (Napas) yang menanggapi pernyataan Marty dengan menggelar aksi solidaritas di depan Kedutaan Besar (Kedubes) Jerman di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat.

Walaupun perwakilan sekaliber PBB telah memberi catatan buruk kepada Pemerintah Indonesia atas  kondisi HAM di Papua namun terkesan Indonesia seakan beranggapan biasa-biasa saja. Bahkan niat untuk membeli mesin pembunuh manusia seperti Tank-Tank terus diburu Indonesia dari Jerman.

Seperti diketahui, pesanan Indonesia meliputi 40 tank "Leopard 2A4“, 63 tank "Leopard 2 Revolution“, 10 tank penyelamatan Leopard dan 50 tank pengangkut tentara “Marder 1A3“. Pengiriman lewat Rheinmetall diharapkan selesai pada triwulan pertama tahun 2014. Masing-masing satu prototip Leopard 2A4 dan Leopard 2 Revolution sudah dikirim untuk dipresentasikan pada pameran senjata di Kemayoran, Jakarta.

Tank Leopard 2 Revolution adalah model Leopard 2A4 yang dikembangkan pada tahun 1980an dan sekarang dimodernisasi dengan konsep MBT (Main Battle Tank) Revolution. Konsep ini dikembangkan oleh Rheinmetall.

Karena masih  ada kasus-kasus HAM di propinsi-propinsi Papua dan Papua Barat, LSM Aliansi Masyarakat Anti Perdagangan Senjata dengan anggota yang kebanyakan WNI dan LSM Watch Indonesia di Jerman mempertanyakan pemakaian tank pertempuran tersebut.

Menurut berita LSM Jerman Watch Indonesia, dalam buku putih TNI terbaru tidak disebutkan adanya ancaman-ancaman luar negri yang berpotensi menimbulkan pertempuran. Dan pada kunjungan Kanselir Jerman Angela Merkel bulan Juli 2012 lalu, Presiden SBY mengungkapkan "tidak akan perang mengunakan tank atau helikopter pada masyarakat Indonesia.

Dalam pertemuannya dengan Pemerintah Indonesia, mantan hakim itu juga mengangkat isu-isu kemanusiaan seperti halnya penyiksaan dan lainnya. Pillay mendesak Indonesia agar berkomitmen untuk meratifikasi Protokol Tambahan anti-Penyiksaan.

Pillay menambahkan, Papua menjadi salah satu topik diskusi di Jenewa, karena sejumlah negara di Komisi HAM mengajukan pembahasan atas isu tersebut.

CP/John Pakage


Sumber: Cerminpapua.com via Facebook


Share this video :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger