JAKARTA – Kepala Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, Navi Pillay
menyatakan keprihatinan mendalam atas tindakan keras polisi Indonesia
terhadap demonstran di Provinsi Papua yang dalam beberapa hari terakhir
dilaporkan telah mengakibatkan beberapa orang tewas.
"Insiden terbaru adalah contoh buruk atas penindasan kebebasan berekspresi dan penggunaan kekuatan yang berlebihan di Papua," kata Pillay dalam sebuah pernyataan, kemarin, seperti dikutip dari globalpost.com.
Laporan media menunjukkan, bahwa polisi menembak dan menewaskan dua pengunjuk rasa di kota Sorong yang sedang menyiapkan acara untuk peringatan 50 tahun Papua menjadi bagian dari Indonesia. “Sementara setidaknya 20 demonstran ditangkap di Biak dan Timika pada 1 Mei,” lanjut pernyataan itu.
"Selama misi saya ke Indonesia pada November tahun lalu, saya menyatakan keprihatinan atas dipenjaranya aktivis Papua selama menyatakan kebebasan berekspresi," kata Pillay. Ia menekankan, bahwa perbedaan pendapat itu bukanlah kejahatan.
"Hal ini mengecewakan, melihat lebih banyak orang ditangkap karena mengekspresikan pandangan mereka dan saya menyerukan kepada pemerintah untuk membebaskan semua tahanan yang ditahan karena kejahatan yang berhubungan dengan kebebasan berekspresi," tambahnya.
Pillay mengatakan, bahwa dalam satu tahun terakhir, kantornya telah menerima 26 laporan tentang dugaan pelanggaran HAM, termasuk 45 pembunuhan dan kasus-kasus penyiksaan yang melibatkan 27 orang di provinsi-provinsi di Indonesia.
“Belum ada transparansi yang memadai dalam menangani pelanggaran berat HAM di Papua," kata Pillay, yang mendesak Indonesia untuk mengizinkan wartawan internasional dan pengamat PBB ke provinsi tersebut.
(dat06/sindonews)
"Insiden terbaru adalah contoh buruk atas penindasan kebebasan berekspresi dan penggunaan kekuatan yang berlebihan di Papua," kata Pillay dalam sebuah pernyataan, kemarin, seperti dikutip dari globalpost.com.
Laporan media menunjukkan, bahwa polisi menembak dan menewaskan dua pengunjuk rasa di kota Sorong yang sedang menyiapkan acara untuk peringatan 50 tahun Papua menjadi bagian dari Indonesia. “Sementara setidaknya 20 demonstran ditangkap di Biak dan Timika pada 1 Mei,” lanjut pernyataan itu.
"Selama misi saya ke Indonesia pada November tahun lalu, saya menyatakan keprihatinan atas dipenjaranya aktivis Papua selama menyatakan kebebasan berekspresi," kata Pillay. Ia menekankan, bahwa perbedaan pendapat itu bukanlah kejahatan.
"Hal ini mengecewakan, melihat lebih banyak orang ditangkap karena mengekspresikan pandangan mereka dan saya menyerukan kepada pemerintah untuk membebaskan semua tahanan yang ditahan karena kejahatan yang berhubungan dengan kebebasan berekspresi," tambahnya.
Pillay mengatakan, bahwa dalam satu tahun terakhir, kantornya telah menerima 26 laporan tentang dugaan pelanggaran HAM, termasuk 45 pembunuhan dan kasus-kasus penyiksaan yang melibatkan 27 orang di provinsi-provinsi di Indonesia.
“Belum ada transparansi yang memadai dalam menangani pelanggaran berat HAM di Papua," kata Pillay, yang mendesak Indonesia untuk mengizinkan wartawan internasional dan pengamat PBB ke provinsi tersebut.
(dat06/sindonews)
0 komentar:
Post a Comment