Menurut Stev, sebanyak 97 ekor sapi yang ada di dalam dokumen sudah diperiksa di Ambon, namun sebanyak lima ekor tidak memenuhi syarat sehingga hanya 92 ekor yang dimuat ke dalam kapal menuju Nabire.
Nabire – Dicurigai dokumen tak lengkap, Satuan
Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Nabire, menghentikan
pembongkaran 92 ekor sapi.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Nabire, Stev saat ditemui Jubi, Selasa, (31/5/17) mengaku mendapat informasi langsung terkait aktivitas bongkar muat sapi tersebut dari Bupati Nabire, Isaias Douw, melalui sambungan telpon. “Saya dengar soal sapi dari bupati melalui telepon, dan memerintahkan agar kami memeriksa dan menghentikan kegiatan mereka sebab tidak ada izin yang diberikan oleh pemkab melalui dinas terkait,” ujar Stev.
Menurut Stev, sebanyak 97 ekor sapi yang ada di dalam dokumen sudah diperiksa di Ambon, namun sebanyak lima ekor tidak memenuhi syarat sehingga hanya 92 ekor yang dimuat ke dalam kapal menuju Nabire.
Kapal LCT Manusela Permai 06 Banjarmasin yang datang dari Seram/Ambon itu bersandar di pantai Kalibobo dan terpaksa dihentikan karena, menurut Stev, dokumen (pasokan) hewan ternak tersebut tidak pernah dikeluarkan oleh Pemkab Nabire.
“Yang juga perlu diketahui bahwa daerah Ambon, khususnya Seram adalah daerah larangan pasokan sapi. Karena pernah pasokan dari sana itu ternyata ternak sapi terjangkit virus antraks,” kata Stev.
Stev juga mengatakan hal itu sudah diselidiki dan pemasok sementara sudah dimintai keterangan oleh pihajk POL PP dan Dinas Peternakan setempat.
“Untuk jumlah sapi sementara 67 ekor sudah diangkut ke pemasok dan 25 masih di dalam kapal,” kata Stev lagi sambil menegaskan sapi-sapi yang sudah dikeluarkan tidak boleh diperjualbelikan terlebih dahulu sebelum dicek kebenaran dokumen dan diperiksah oleh karantina.
Masih menurut Stev, aktivitas tersebut bisa dikatakan ilegal karena instansi yang berkewenangan memberikan rekomendasi hanya dinas peternakan, sementara pihak pemasok mengatakan telah mendapat izin dari karantina, “padahal itu izin dari karantina Seram dan karantina (Seram) tidak punya hak memberikan izin masik barang (ke Nabire),” lanjut Stev.
“Pemberian izin masuk ternak adalah dinas peternakan, kalau sudah ada (izin) baru karantina yang periksa, bukan dia (karantina) yang memberikan izin masuk,” kata dia.
Stev menghimbau kepada para pengusaha ternak agar mengikuti prosedur, aturan dan ketentuan yang berlaku karena pada prinsipnya pemerintah tidak akan mempersulit.
Terpisah, Nakoda kapal LCT Manusela Permain, La Maju saat dimintai keterangan mengatakan tidak tahu menahu terkait perizinan. “Saya tidak tahu ada surat izin atau tidak, itu bukan urusan saya, karena saya hanya disuruh muat oleh agen. Setelah sampai disini (Nabire) saya sudah hubungi syahbandar dan mereka bilang suruh bongkar disini,” ujar La Maju.
Terkait pemilik 92 ekor sapi itu, La Maju mengaku tidak tahu pasti. “Saya muat dari Seram, katanya yang punya Pak Budi, tapi saya belum tahu orangnya,” kata dia.
Hingga berita ini diturunkan, pihak dinas peternakan dan karantina terkait belum bisa dikonfirmasi.(*)
Jubi
Nakoda kapal, La Maju saat memberikan keterangan kepada Jubi di atas kapalnya – Jubi/ Titus Ruban |
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Nabire, Stev saat ditemui Jubi, Selasa, (31/5/17) mengaku mendapat informasi langsung terkait aktivitas bongkar muat sapi tersebut dari Bupati Nabire, Isaias Douw, melalui sambungan telpon. “Saya dengar soal sapi dari bupati melalui telepon, dan memerintahkan agar kami memeriksa dan menghentikan kegiatan mereka sebab tidak ada izin yang diberikan oleh pemkab melalui dinas terkait,” ujar Stev.
Menurut Stev, sebanyak 97 ekor sapi yang ada di dalam dokumen sudah diperiksa di Ambon, namun sebanyak lima ekor tidak memenuhi syarat sehingga hanya 92 ekor yang dimuat ke dalam kapal menuju Nabire.
Kapal LCT Manusela Permai 06 Banjarmasin yang datang dari Seram/Ambon itu bersandar di pantai Kalibobo dan terpaksa dihentikan karena, menurut Stev, dokumen (pasokan) hewan ternak tersebut tidak pernah dikeluarkan oleh Pemkab Nabire.
“Yang juga perlu diketahui bahwa daerah Ambon, khususnya Seram adalah daerah larangan pasokan sapi. Karena pernah pasokan dari sana itu ternyata ternak sapi terjangkit virus antraks,” kata Stev.
Stev juga mengatakan hal itu sudah diselidiki dan pemasok sementara sudah dimintai keterangan oleh pihajk POL PP dan Dinas Peternakan setempat.
“Untuk jumlah sapi sementara 67 ekor sudah diangkut ke pemasok dan 25 masih di dalam kapal,” kata Stev lagi sambil menegaskan sapi-sapi yang sudah dikeluarkan tidak boleh diperjualbelikan terlebih dahulu sebelum dicek kebenaran dokumen dan diperiksah oleh karantina.
Masih menurut Stev, aktivitas tersebut bisa dikatakan ilegal karena instansi yang berkewenangan memberikan rekomendasi hanya dinas peternakan, sementara pihak pemasok mengatakan telah mendapat izin dari karantina, “padahal itu izin dari karantina Seram dan karantina (Seram) tidak punya hak memberikan izin masik barang (ke Nabire),” lanjut Stev.
“Pemberian izin masuk ternak adalah dinas peternakan, kalau sudah ada (izin) baru karantina yang periksa, bukan dia (karantina) yang memberikan izin masuk,” kata dia.
Stev menghimbau kepada para pengusaha ternak agar mengikuti prosedur, aturan dan ketentuan yang berlaku karena pada prinsipnya pemerintah tidak akan mempersulit.
Terpisah, Nakoda kapal LCT Manusela Permain, La Maju saat dimintai keterangan mengatakan tidak tahu menahu terkait perizinan. “Saya tidak tahu ada surat izin atau tidak, itu bukan urusan saya, karena saya hanya disuruh muat oleh agen. Setelah sampai disini (Nabire) saya sudah hubungi syahbandar dan mereka bilang suruh bongkar disini,” ujar La Maju.
Terkait pemilik 92 ekor sapi itu, La Maju mengaku tidak tahu pasti. “Saya muat dari Seram, katanya yang punya Pak Budi, tapi saya belum tahu orangnya,” kata dia.
Hingga berita ini diturunkan, pihak dinas peternakan dan karantina terkait belum bisa dikonfirmasi.(*)
Jubi
0 komentar:
Post a Comment