Home » , , , » Gelapnya Kebebasan Pers di Papua

Gelapnya Kebebasan Pers di Papua

Ilustrasi Tertutubnya Kebebasan Pres (istimewa)
 Pers, menurut UU Nomor 40 Bab I Pasal 1 Ayat 1 Tahun 1999 tentang Pers, adalah Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Fungsi pers juga diatur dalam Bab II Pasal 3 Ayat 1 dan 2. Fungsi pers dinyatakan sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol sosial. Pers nasional dapat berfungsi juga sebagai lembaga ekonomi. Pengertian pers dan fungsi pers turut ditunjang oleh hak pers dan peranan pers.

Akhir-akhir ini, kabupaten Asmat, Papua sedang menjadi perbincangan hangat terkait gizi buruk. Masyarakat beramai-ramai menyuarakan suaranya agar pemerintah segera memberi bantuan. Peristiwa ini lantas menjadi tolak ukur keberhasilan kinerja pemerintah di era Joko Widodo.
Pemerintahan yang dipimpin oleh Joko Widodo dinggap belum mampu menyejahterakan rakyat. Terutama setelah berita mengenai gizi buruk di Asmat terekspos. Pembangunan pun turut dianggap kurang memperhatikan kebutuhan rakyat.

Selain kasus gizi buruk, Papua juga menjadi tempat kasus kekerasan kepada jurnalis terjadi. Beberapa saat yang lalu, jurnalis Rebecca dari BBC untuk Indonesia diusir dari Papua setelah mengunggah cuitannya di media sosial Twitter. Mereka dipulangkan ke tempat asalnya setelah diinterogasi petugas.

Para jurnalis ini pada dasarnya memiliki izin untuk meliput kasus gizi buruk di Asmat, Papua. Namun setelah salah satunya mengunggah cuitan di Twitter, para jurnalis langsung dipanggil. Menurut petugas keamanan, cuitan jurnalis ini mencemarkan nama Indonesia dan dapat merusak Indonesia.

Organisasi Wartawan Tanpa Batas (Reporters Sans Frontieres / RSF) mengungkapkan bahwa Indonesia mengalam tren peningkatan kebebasan pers. Indonesia menempati urutan ke 138 pada tahun 2015 dari 180 negara. Kemudian pada tahun 2017, Indonesia menempati urutan ke 124.

Meskipun demikian, jurnalis asing mengalami kesulitan ketika ingin melakukan peliputan di Papua. Sepanjang tahun 2015 hingga awal 2016, hanya ada 15 jurnalis asing yang diizinkan masuk ke Papua menurut AJI. Ini dapat dikatakan bahwa Indonesia belum membebaskan pers secara utuh dan demokrasi, terutama di Papua.

Kehidupan pers di tanah Papua masih sangat dibatasi ruang geraknya. Tidak semua topik dapat diliput dengan leluasa. Sebelum kejadian jurnalis BBC untuk Indonesia dipulangkan, masih ada beberapa kasus yang serupa terjadi. Padahal masyarakat dunia memerlukan informasi yang sesungguhnya mengenai Papua.

Presiden Joko Widodo setelah menghadiri hari peringatan pers pun enggan menjawab ketika disinggung mengenai Papua. Sikap Joko Widodo dapat menuai tanda tanya besar. Namun beliau menegaskan bahwa pemerintah setempat lah yang harus memiliki andil besarmengatasi kejadian luar biasa ini. Mungkin Joko Widodo kurang peduli, atau bisa jadi beliau sedang mempersiapkan pembangunan yang lebih baik.

Ditulis Oleh : Sisilia Novenda


Share this video :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger