Home » » Menanti Terobosan pada Hubungan Indonesia Belanda

Menanti Terobosan pada Hubungan Indonesia Belanda

Diterbitkan : 12 April 2011 - 12:46pm | Oleh Joss Wibisono (Ranesi/Rina Sitorus) 

Ketika pada akhir 1940an kemerdekaan Indonesia sudah tidak bisa dihalangi lagi, supaya tidak kehilangan pengaruh, Belanda berupaya mencari tempat pada kalangan yang selama ini selalu berpihak padanya. Karena itu Belanda memaksakan bentuk federal supaya kalangan yang pro mereka tetap punya tempat di Indonesia yang merdeka.

Tapi akhirnya bentuk federal dibubarkan dan sejak itu hubungan Belanda Indonesia tidak pernah erat lagi. Sampai sekarang, di abad 21 ini. Akankah dicapai terobosan pada hubungan dua negara? Herman Burgers adalah yuris Belanda yang menulis buku berjudul De Garoeda en de ooievaars (Garuda dan Burung Bangau) tentang terbentuknya Indonesia merdeka. Pertama-tama dia menjelaskan gagasan yang ada di Belanda untuk mendirikan negara federal di Indonesia.


Posisi Belandis
Menurut Herman Burgers, sekelompok orang Belanda yang berpengaruh membohongi diri dengan mengatakan bahwa di Indonesia terdapat dua kelompok yang saling bersaing. Kelompok pertama ingin bekerjasama dengan Belanda dan kelompok lain menolak kerjasama itu. Kalangan yang ingin bekerjasama disebut kalangan federalis. Belanda mendirikan apa yang disebut negara bagian, di wilayah-wilayah yang direbutnya dari Republik. Mereka juga berhasil menemukan orang Indonesia yang bersedia bekerjasama dalam konstruksi melawan Republik ini.

Konperensi Meja Bundar berhasil karena konsesi besar Belanda. Indonesia merdeka di bawah Soekarno Hatta memperoleh pengakuan Belanda. Tapi juga harus ada imbalannya bagi Belanda. Itulah konstruksi federal. Tapi, patut dipertanyakan mengapa Belanda begitu kukuh pada bentuk federal. Bukankah federal atau persatuan sebenarnya tidak terlalu penting bagi Belanda?

Masalahnya, dengan berhasil mendesakkan struktur federal itu, Belanda mengira bisa memberi tempat kepada kalangan Indonesia dalam kacamata Belanda berpihak padanya. Di tengah kekalahan besar dengan kemerdekaan Indonesia, Belanda merasa harus memberi tempat bagi orang Indonesia yang setia padanya. Dengan konstruksi federal, Belanda merasa telah memberi ganti rugi kepada mereka, paling sedikit para Belandis ini tetap bisa mempertahankan posisi mereka.

Bagi orang Belanda yang berpendirian seperti ini, berakhirnya struktur federal pada paruh pertama tahun 1950, merupakan pengingkaran janji yang sangat mereka sesalkan. Mereka anggap struktur federal itu merupakan konsesi Indonesia kepada Belanda. Dan itu untuk orang-orang Indonesia yang memihak Belanda. Jakarta dianggap tidak menepati janji dan mereka akhiri saja bentuk federal.

Jadi perubahan dari negara federal menjadi negara kesatuan dalam waktu delapan bulan telah menyebabkan tersebarnya perasaan anti di Belanda. Itu yang pertama. Kedua, adalah Ambon dan RMS. Gagasannya adalah, orang Maluku yang sejak 1604 selalu seiring sejalan dengan Belanda, masakan harus dibiarkan pergi begitu saja? Jadi pemulihan negara kesatuan dan apa yang disebut didudukinya Ambon menyebabkan hubungan Belanda Indonesia makin sulit saja. Pendudukan Ambon lumayan sulit. Angkatan Laut Indonesia masih belum punya pesawat amfibi. "TNI itu melulu Angkatan Darat. Jadi kesulitan juga untuk mempertahankan Ambon, karena TNI tidak bisa bergerak cepat," demikian Herman Burgers.

Masalah Ambon ini dulu diikuti dengan teliti oleh pers Belanda, seperti pers dunia yang begitu gencar memberitakan pemberontakan rakyat di Mesir. Masalah Ambon dulu juga begitu. Ini menyebabkan makin keruhnya hubungan Belanda Indonesia. Tetapi sebelum masalah Ambon dan sebelum diakhirinya struktur federal, ada insiden pertama yang membuat hubungan Indonesia Belanda jatuh merosot. Itulah aksi Westerling.

Pada bulan Desember 1946 satuan kecil Raymond Westerling memulai aksi teror di Sulawesi Selatan. Bertujuan melumpuhkan perlawanan kalangan Republik, teror Westerling terutama menindak rakyat jelata yang tidak mengangkat senjata. Malam hari mereka mengepung desa-desa, warganya dikumpulkan pada satu tempat, siapa yang melawan atau melarikan diri ditembak mati. Di situ pria dipisahkan dari wanita dan anak-anak. Rumah-rumah mereka juga digeledah.

Siang harinya dimulai apa yang disebut pembersihan, bentuknya adalah eksekusi di depan umum. Menurut Westerling mereka adalah pembunuh, perampok, penyulut kebakaran, pemimpin gerombolan penjahat dan anggota partai ekstrim. Tetapi kenyataannya itu adalah rakyat biasa. Aksi ini kemudian diakhiri dengan pembakaran rumah-rumah mereka yang dibunuh di depan umum.

Tadjoeddin Noor, ketua parlemen Indonesia Timur mengajukan protes pada letnan Gubernur Jenderal Van Mook. Akhirnya Westerling dan satuannya ditarik ke Batavia, karena menurut Van Mook, cara seperti ini tidak lebih dari cara tentara pendudukan Jerman dan Jepang, yang hanya layak diterapkan kalau keadaan benar-benar gawat.

Reaksi orang Belanda
Sebagai orang yang mengikuti upacara penyerahan kedaulatan, Herman Burgers melihat suasana begitu bagusnya. Pada tanggal 1 Desember 1949 sampai tanggal 1 Januari 1950 bisa dilihat betapa akrabnya hubungan tentara Belanda dengan pasukan TNI. Keduanya berhubungan dengan sportif dan saling menghargai. Orang Indonesia hanya sedikit menyimpan dendam terhadap orang Belanda. "Tentu saja," demikian Herman. "Mereka menang, sedangkan kita kalah. Tapi suasana begitu santai, tidak tegang sama sekali."

"Saya pernah jalan-jalan keluar malam hari nonton bioskop. Hanya saya orang Belanda, penonton yang lain orang Indonesia. Saya berseragam tentara. Tidak ada masalah. Kalau kita lihat bagaimana tentara Amerika di Vietnam dulu dan sekarang di Afghanistan, mereka harus mempersenjatai diri dengan lengkap," Herman mengenang perlakuan yang dialaminya di Indonesia.

Waktu itu Herman merasa bebas jalan-jalan ke mana saja, tanpa perlu bawa senjata. Tidak ada masalah apapun. Suasananya begitu bagus. "Tapi akhirnya Westerling beraksi, aksi jahanam itu," suara Herman Burgers menjadi keras. "Tidak ada perlunya. Tahu apa yang menyebabkan suasana jadi buruk? Itulah reaksi orang Belanda, beberapa orang Belanda." Mereka anggap tindakan Westerling itu patut dipuji. Mereka senang Westerling dan pasukannya telah memberi pelajaran kepada orang pribumi. "Bergembira ria atas penderitaan orang lain akibat ulah orang Belanda, itulah yang merusak suasana, sebenarnya bukan aksi Westerling sendiri. Reaksi orang Belanda yang begitu bergembira atas kekalahan TNI pada kaki tangan Westerling. Di situlah awalnya".

Sesudah itu ada pemberontakan di Makassar. Di situ untuk kedua kalinya Herman Burgers mendengar pidato Soekarno. Pemimpin pemberontakan itu adalah kapten Andi Aziz. Dia dipanggil Soekarno ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tetapi dalam waktu yang diberikan, dia tidak datang. Lalu Soekarno berpidato di radio. "Saya dengar pidato itu dengan seksama. Dia selalu berkata, opsir muda yang tidak akan saya sebut namanya. Selalu dia sebut begitu. Saya merasa ngeri mendengar pidato itu. Soekarno bisa membuat orang takut mendengarnya, ancaman yang terdengar dari pidatonya benar-benar menakutkan," kenang Herman Burgers.

Menerobos RMS
Soal saling pengertian, soal RMS, yang ternyata sampai sekarang tetap merupakan masalah, padahal sekarang sudah abad 21. Lalu kunjungan kenegaraan dibatalkan. Herman Burgers menyayangkan ini semua, bahkan baginya sangat patut disayangkan. Mungkin presiden Indonesia tidak terlalu berani membuat masalahnya terjadi saja. Soekarno sendiri tidak berani membawa masalah Papua ke depan pengadilan. "Kalau Presiden Yudhoyono datang, pasti tidak akan terjadi apa-apa. Tidak ada hakim yang akan mengabulkan tuntutan omong kosong RMS," tandas Herman dengan yakinnya.

"Tapi," ia segera memperingatkan, "harus saya tambahkan para hakim itu kadang-kadang juga berbuat hal-hal yang tidak diduga-duga." Herman membeberkan sejarah masalah Maluku pada pengadilan Belanda. Masalah Maluku sebenarnya juga sempat dimulai oleh keputusan seorang hakim Belanda. Keputusan yang kalau tidak salah keluar pada tahun 1950 itu berkisar tentang pengiriman pasukan KNIL. F.A. Aponno, pemimpin delegasi RMS di Belanda, mengajukan masalah ini ke pengadilan. Hakim lalu memutuskan pemerintah Belanda dilarang mengirim prajurit Maluku ke wilayah yang tidak mereka maui. Karena itu Belanda harus menanggung sekitar 4000 pasukan KNIL dan keluarganya.

Ketika turun dari kapal yang membawa mereka ke Belanda, status militer tentara Maluku ini langsung dicabut. Herman Burger menyebut "ini jelas keputusan bodoh, tidak berterima kasih dan secara psikologis tak bisa dipertanggungjawabkan." Mereka kemudian ditempatkan di bekas kamp konsentrasi Jerman. Sungguh kebijakan amburadul. Padahal itu di bawah Perdana Menteri Willem Drees, seorang tokoh sosialis. "Saya banyak menghormati orang ini, tetapi dalam masalah Hindia Belanda dia tidak selalu beroperasi dengan bagus," tandas Herman Burgers.

Jadi, bagimana mencari terobosan supaya hubungan kedua negara baik, berimbang dan berlangsung dengan luwesnya? Herman Burgers angkat tangan. "Wah, saya tidak tahu jawabannya. Saya hanya bisa berharap terobosan itu datang." Dari sini bisa muncul saling pengertian. Juga hubungan dua negara yang lebih erat katimbang hubungan antara Belanda dengan negara-negara Asia lain. Belanda dengan India, misalnya. Hubungan Belanda Indonesia jelas khusus. Ada masa lalu yang sama di antara keduanya. Patut disayangkan kalau sekarang sedikit orang saja yang tahu soal masa lampau yang sama itu.

Menyusul pembatalan kunjungan kenegaraan itu, hubungan Indonesia Belanda jelas butuh terobosan. Entah kapan terobosan hubungan Indonesia Belanda bisa dicapai dan apa pula bentuknya. Yang jelas, seperti dengan adidaya Amerika, Indonesia ingin punya hubungan khusus dengan Belanda, bekas penjajahnya.

http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/
Share this video :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger