Home » , , » Yosepha Alomang, Perempuan Perkasa dari Tanah Papua

Yosepha Alomang, Perempuan Perkasa dari Tanah Papua


Mama Yosepha
Telinga dan ingatan banyak orang Indonesia, tak pernah lupa nama Kartini, Cut Nya Dien, Dewi Sertika, Martha Christina Tiahahu, dan lain-lain. Paling tidak, ketika tiba bulan April, banyak sekolah dan instansi pemerintah, semarak dengan Nuansa Kartini. Akan tetapi, kita (anda dan saya), mungkin asing dengan nama yang satu ini, yaitu Yosepha Alomang atau Mama Yosepha, perempuan dari suku Amungme, Papua.
Mama Yosepha,  lahir di Tsinga, Papua, pada tahun 1940-an (tidak catatan tentang tahun dan tanggal pasti kelahirannya); juga tak ada informasi tentang nama ayah dan ibunya. Ketika masih bayi, Yosepha telah menjadi yatim-piatu; dan bertumbuh secara nomad dengan orang tua tiri.  
Hidup berpindah-pindah seperti komunitas sukunya. Dengan bantuan Misi Gereja Katolik, Yosepha sempat menikmati pendidikan, kemudian bekerja sebagai bidan. menikah pada awal 1970-an, setelah beberapa tahun bersekolah. Saat itu, ia telah bekerja sebagai bidan yang cekatan dan, berkat bantuan Gereja Katolik, ia bekerja menolong orang-orang lain. Yosepha, sejak masih belia, telah membangun hidup dan kehidupannya yang menunjukan sebagai perempuan mandiri dan kerja keras. Bahkan, ketika (setelah menikah) suaminya gagal membayar mahar, Yosepah, demi menghindari kemarahan keluarganya, membantu berusaha keras dan menabung ikut membayar.
Dan ketika, maraknya peredaran alkohol di Tanah Papua, suami Yosepha pun terjerumus ke dalamnya (bahkan sampai menjual harta milik mereka, demi membeli alkohol). Yosepha, menjadi salah satu orang yang tampil ke/di depan mengkampanyekan  pelarangan alkohol di Timika.
Tekad untuk merubah dan berjuang untuk sesamanya, sangat nyata dan berani melawan arus orang banyak (pada masa itu, yang cenderung diam; diam terhadap penetrasi kekuasaan dan militer di/ke Tanah Papua).
Ketika era yang lalu, dengan pendekatan kekuasaan, Freeport ada di Tanah Papua; dan bersamaan dengan itu, masyarakat sekitar wilayah operasi Freeport, mengalami kehilangan hak-hak mereka. Mama Yosepha, tampil kedepan, untuk membela hak-hak asasi manusia, khususnya masyarakat di sekitar PT Freeport Indonesia.
Di masa itulah, perjuangan melawan Freeport telah mendominasi atau terus menerus mewarnai hidup dan kehidupan Mama Yosepha. Bahkan, karena perjuangan dan perlawanan tersebut (pada masa itu, di era yang lalu), anak sulung  Yosepha, Johanna (lahir1974), meninggal dunia pada 1977 karena kelaparan; Yohana meninggal, ketika Yosepha bersama seluruh keluarganya bersembunyi di hutan-hutan agar terhindar dari pengejaran militer.
Untuk memperbaiki ekonomi masyarakat, Yosepha (dengan bantuan Gereja Katolik) bersama sejumlah perempuan lainnya membangun koperasi untuk memasarkan buah-buahan dan sayuran hasil tanaman mereka. Menurut Yosepha, seharusnya  Freeport mendukung rakyat setempat dengan membeli bahan-bahan hasil kerja mereka; tetapi justru mendatangkan bahan-bahan tersebut dari luar Papua. Para perempuan itu melakukan protes dengan menghancurkan buah-buah dan sayuran impor.
Pada 1991, Yosepha mengadakan aksi unjuk rasa selama tiga hari di bandar udara di Timika, dengan memasang api di landasan udara, sebagai tanda protes atas penolakan Freeport dan pemerintah Indonesia untuk mendengarkan keprihatinan rakyat setempat dan perlakuan buruk yang berkelanjutan terhadap rakyat Papua.
Tahun 1994, Mama Yosepha ditangkap karena dicurigai menolong tokoh Organisasi Papua Merdeka, Kelly Kwalik. Bersama dengan seorang perempuan Papua lainnya, Mama Yuliana, ia dimasukkan ke sebuah tempat penampungan kotoran manusia. Ia dikeram di tempat itu selama seminggu dengan kotoran manusia setinggi lututnya.
Tahun 1996, Yosepha mengajukan tuntutan perdata terhadap Freeport McMoRan Copper & Gold di Amerika Serikat dan menuntut ganti rugi bagi dirinya dan untuk kerusakan lingkungan yang telah ditimbulkannya. Ketika ia mendengar berita tentang runtuhnya bendungan Wanagon pada Mei 2000, Mama Yosepha segera kembali dari Jayapura ke Timika. Ia berhasil mengunjungi tempat kejadian dan menyaksikan kerusakan yang ditimbulkannya terhadap kebun, rumah, dan ternak rakyat setempat. Yosepha kembali ke Jayapura dengan sejumlah rakyat Amungme lainnya dan mengadakan demonstrasi di depan gedung DPRD.
Pada 2001, Yosepha mendirikan YAHAMAK (Yayasan Hak Asasi Manusia Anti Kekerasan) dengan uang yang diterimanya ketika ia memperoleh Penghargaan Yap Thiam Hien pada 1999.
Kegigihan Mama Yosepha dalam perjuangannya melawan Freeport akhirnya membuahkan hasil. Freeport memutuskan untuk memberikan AS$248.000 kepada Mama Yosepha; tetapi ia tak gunakan untuk membeli harta pribadi. Yosepha gunakan membangun Kompleks Yosepha Alomang. Kompleks ini terdiri dari sebuah klinik, gedung pertemuan, panti asuhan anak yatim, dan monumen pelanggaran hak-hak asasi manusia.
 catatan
 
Abbah Jappy Pellokil



kompasiana.com
Share this video :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger