Canberra, (18/6)---Berbagai tindak kekerasan bersenjata yang menelan puluhan korban jiwa diPapua telah mengusik rasa kepedulian mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Australia.
Belum lama ini, sebagaimana disampaikan kepada tabloidjubi.com melalui siaran pers Perhimpunan Pelajar Indonesia – Australia ((PPIA), Senin (18/6), mahasiswa Indonesia di Canberra bertemu di kampus /Australian National University/ (ANU) guna membahas perkembangan terakhir di Papua serta mencoba mengelaborasi saran-saran kebijakan bagi permasalahan di Papua. Dalam pertemuan tersebut, mahasiswa Indonesia di Canberra menyatakan keprihatinan mendalam atas berbagai tindak kekerasan bersenjata yang telah menyebabkan puluhan warga sipil tewas. Mereka juga menyatakan keprihatinan atas ketidakmampuan negara dalam menciptakan rasa aman dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Papua.
Mahasiswa Indonesia di Canberra menuntut agar Pemerintah Indonesia menjadikan perdamaian Papua sebagai salah satu isu prioritas yang harus diciptakan. Menyatakan permasalahan kekerasan bersenjata di Papua hanya berskala kecil jika dibanding dengan konflik di Timur Tengah tidak hanya tidak tepat, namun justru tidak sensitif terhadap permasalahan hak asasi dan ketidakadilan di Papua yang telah berlangsung beberapa dekade.
"Di sisi lain, mahasiswa Indonesia di Canberra mencatat kunjungan Komisi-1 DPR baru-baru ini ke Papua dan meminta lembaga perwakilan rakyat tersebut dapat terus mengawasi kinerja Pemerintah dalam menciptakan rasa aman dan bahkan mengupayakan perdamaian di Papua." kata Rahmad Ibrahim, Ketua PPIA. PPIA juga menilai Otonomi Khusus Papua, ditambah dengan Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), belum berhasil mengatasi permasalahan mendasar di Papua, khususnya ketidakadilan.
Pertemuan mahasiswa Indonesia di Canberra tersebut menghasilkan sejumlah rekomendasi yakni : Pertama, Pemerintah Indonesia harus segera menciptakan rasa aman dengan pendekatan persuasif dan menjunjung tinggi HAM; Kedua, Pemerintah Indonesia harus menciptakan rasa percaya (trust) segenap elemen masyarakat Papua atas niat baik Pemerintah Pusat; Ketiga, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, DPR dan berbagai elemen masyarakat madani harus menggali pendapat masyarakat
Papua mengenai akar permasalahan dan memulai proses dialog guna menemukan solusi terbaik bagi Papua. Proses dialog ini harus terus dikawal dan diawasi agar perdamaian hakiki dapat tercipta di Papua.
Kepedulian Mahasiswa Indonesia di Canberra, menurut Rahmad Ibrahim, juga dilakukan dalam bentuk penggalangan dana guna disumbangkan kepada berbagai LSM kemanusiaan di Papua. Mereka juga bertekad untuk mengawasi proses penciptaan perdamaian di Papua dan akan terus menyuarakan sikap kritis atas berbagai kebijakan Pemerintah di Papua. (Jubi/Eveert Joumilena)
(tabloidjubi )
Belum lama ini, sebagaimana disampaikan kepada tabloidjubi.com melalui siaran pers Perhimpunan Pelajar Indonesia – Australia ((PPIA), Senin (18/6), mahasiswa Indonesia di Canberra bertemu di kampus /Australian National University/ (ANU) guna membahas perkembangan terakhir di Papua serta mencoba mengelaborasi saran-saran kebijakan bagi permasalahan di Papua. Dalam pertemuan tersebut, mahasiswa Indonesia di Canberra menyatakan keprihatinan mendalam atas berbagai tindak kekerasan bersenjata yang telah menyebabkan puluhan warga sipil tewas. Mereka juga menyatakan keprihatinan atas ketidakmampuan negara dalam menciptakan rasa aman dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Papua.
Mahasiswa Indonesia di Canberra menuntut agar Pemerintah Indonesia menjadikan perdamaian Papua sebagai salah satu isu prioritas yang harus diciptakan. Menyatakan permasalahan kekerasan bersenjata di Papua hanya berskala kecil jika dibanding dengan konflik di Timur Tengah tidak hanya tidak tepat, namun justru tidak sensitif terhadap permasalahan hak asasi dan ketidakadilan di Papua yang telah berlangsung beberapa dekade.
"Di sisi lain, mahasiswa Indonesia di Canberra mencatat kunjungan Komisi-1 DPR baru-baru ini ke Papua dan meminta lembaga perwakilan rakyat tersebut dapat terus mengawasi kinerja Pemerintah dalam menciptakan rasa aman dan bahkan mengupayakan perdamaian di Papua." kata Rahmad Ibrahim, Ketua PPIA. PPIA juga menilai Otonomi Khusus Papua, ditambah dengan Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), belum berhasil mengatasi permasalahan mendasar di Papua, khususnya ketidakadilan.
Pertemuan mahasiswa Indonesia di Canberra tersebut menghasilkan sejumlah rekomendasi yakni : Pertama, Pemerintah Indonesia harus segera menciptakan rasa aman dengan pendekatan persuasif dan menjunjung tinggi HAM; Kedua, Pemerintah Indonesia harus menciptakan rasa percaya (trust) segenap elemen masyarakat Papua atas niat baik Pemerintah Pusat; Ketiga, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, DPR dan berbagai elemen masyarakat madani harus menggali pendapat masyarakat
Papua mengenai akar permasalahan dan memulai proses dialog guna menemukan solusi terbaik bagi Papua. Proses dialog ini harus terus dikawal dan diawasi agar perdamaian hakiki dapat tercipta di Papua.
Kepedulian Mahasiswa Indonesia di Canberra, menurut Rahmad Ibrahim, juga dilakukan dalam bentuk penggalangan dana guna disumbangkan kepada berbagai LSM kemanusiaan di Papua. Mereka juga bertekad untuk mengawasi proses penciptaan perdamaian di Papua dan akan terus menyuarakan sikap kritis atas berbagai kebijakan Pemerintah di Papua. (Jubi/Eveert Joumilena)
(tabloidjubi )
0 komentar:
Post a Comment