MAMA PAPUA MENGUSUI ANAK MANUSIA DAN ANAK BABI UNTUK MASA DEPAN MEREKA (FOTO: ILST) |
“Ya!!
Tuhan, kami mengandung, melahirkan dan membesarkan mereka bukan untuk
ditangkap, disiksa, dihukum dan dibunuh. Anak-anak kami bukan binatang
yang harus dibantai seenaknya, mereka adalah manusia buah karyaMu. Yang
kami mau Engkau menjaga, melindungi dan menyelamatkan anak-anak kami
dari tangan aparat negara yang jahat dan tak berperikemanusiaan ini”. Amin (doa mama Papua)
Mengawali
tulisan ini saya mau katakan bahwa paparan cerita singkat di bawah ini
saya buat setelah membaca buku dari Pdt.Benny Giay tentang Hidup dan
Karya John Rumbiak[1]. Saya merasa terharu tapi juga terbangkit spirit
ketika membaca kisah mama Priskila Jakadewa, mama Josephin Gewab, mama
Yosepa Alomang, dll yang berjuang membela nilai-nilai kemanusiaan orang
Papua. Mereka adalah perempuan yang selama ini melalui pengaruh budaya
kita menjadikan mereka sebagai kaum yang lemah tapi mereka justru lebih
berani dan kokoh dalam pembelaan nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Mereka bahkan lebih berani dari kaum lelaki. Sehingga mereka pantas
diberi gelar pahlawan. Itulah sebabnya saya ingin anda pun tahu tentang
cerita ini.
Dalam
banyak literatur, terutama tentang perempuan dan kekerasan kita akan
menemukan wanita-wanita yang tak berdaya akibat konflik dan kekerasan
yang dialaminya. Sebagian besar dari mereka, mendapati diri mereka dalam
kesunyian dan kekosongan hidup. Itu terjadi lantaran orang-orang yang
mereka kasihi direbut dan direnggut pelor dan pedang negara yang tirani.
Dalam situasi itu sebagian dari mereka meninggal tapi ada juga yang
bertahan menghadapi beratnya hidup. Gangguan psikologi adalah hal yang
tidak bisa dihindari.
Kondisi
itu pula yang telah dialami oleh perempuan-perempuan Papua sejak lama.
Untuk melawan penguasa dengan praktek kekerasannya, ada sebagian dari
mereka yang memilih untuk berlutut dan berdoa dan sebagiannya lagi
memilih berdoa dan ikut terlibat dalam aksi-aksi penentangan. Kalimat di
awal tulisan di atas adalah doa dari mama-mama Papua yang belum
berhenti dikeluhkan kepada Tuhan (Ugatame, Manseren, dll) sejak abad ke
12 hingga hari ini. Keluh kesah ini lahir dari pengalaman penderitaan
akibat penindasan yang dilihat dan dialaminya. Mereka membawa derita
mereka dalam ketidakberdayaan kepada Tuhan, yang diyakini mampu menjawab
mereka. Bagi mereka Tuhan adalah tempat untuk mengaduh sebab suami dan
saudara laki-laki yang menjadi sandaran hidup telah direnggut bedil
negara.
Kita
tahu bahwa orang Papua telah mengalami kekerasan dalam kurun waktu yang
sangat panjang. Sejarah kekerasan yang telah dan sedang dilaminya
hingga kini telah terjadi jauh sebelum peristiwa Pepera 1969. Kerajaan
Majaphit dan Sriwijaya yang berkuasa di Nusantara pada abad ke 12 telah
membangun kontak dengan orang Papua melalui kerajaan Ternate dan Tidore.
Saat itu mereka mengayau, menangkap dan merampok orang Papua
(laki-laki, perempuan, tua dan mudah) untuk dijual dan dijadikan budak
bahkan dipersembahkan sebagai upeti. Pada masa itu Papua (yang hitam dan
keriting) telah benar-benar diperbudak. Kurang lebih 300an orang Papua
pun pernah dijual ke Cina, sehingga orang Papua disebut Jengki atau
Tungki oleh orang Cina. Penguasa kerajaan (nenek moyang Indonesia) saat
itu tidak melihat orang Papua sebagai manusia yang harus dihargai -----
penghancuran terhadap harkat dan martabat orang Papua mulai terjadi
semenjak abad-abad itu. Dan yang paling banyak menderita adalah
perempuan Papua.
Sejarah
kekerasan yang panjang dan cerita tentang akan datangnya dunia baru
yang berkeadilan dan damai yang tumbuh dalam budaya suku-suku di Papua,
memotivasi perempuan-perempuan Papua ikut terlibat dalam gerakan Papua
Merdeka. Mereka masing-masing mengambil peran untuk berjuang dari posisi
mereka. Bagi mereka perjuangan untuk bebas dari tirani negara Indonesia
bukan saja tugas kaum lelaki. Doa dan aksi mereka bahwa penindasan,
kekerasan dan ketidakadilan di tanah ini harus diakhiri ----cepat atau
pun lambat.
Priscila
Jakadewa dan 5 orang perempuan Papua lainnya yang mengibarkan bendera
Bintang Kejora pada 4 Agustus 1980 di depan kantor Gubernur Propinsi
Papua adalah bukti bahwa perempuan Papua pun tidak tinggal diam dalam
memperjuangkan masa depan hidup bangsanya yakni mengusir penjajah
Indonesia menuju Papua Merdeka. Penjara seumur hidup atau mati ditembak
ditempat adalah hukum yang diberlakukan pemerintah Indonesia saat itu.
Namun, demi masa depan anak-cucu, mereka mengambil resiko itu. Akhirnya
mereka ditangkap dan ditahan selama 3 tahun oleh aparat keamanan
Indonesia dan diajukan ke pengadilan negeri di Jayapura. Ke 5 perempuan
itu yakni; Barbarina Ikari, Vonny Jakadewa, Mery Yarona, Reny Jakadewa,
dan Minggas Fisrewa yang semuanya berasal dari Ormu, Tanah Merah
Jayapura.
Perempuan
Papua lainnya yang terlibat dalam perjuangan mengusir penjajah
Indonesia adalah Josephin Gewab. Perempuan asal Fak-Fak yang ikut
terlibat dalam pergerakan ini awalnya bertugas sebagai Guru SMP Negeri
Abepura. Josephin adalah perempuan yang menjahit bendera bintang kejorak
yang dikibarkan pada 3 Juli 1982 bersama kawan-kawannya. Ia
mengorbankan kebahagiaan dan apa yang dia miliki dan sayangi demi
kebahagiaan banyak orang. Di Paniai ada seorang Perempuan bernama Ester
Nawipa. Ia telah banyak kali menyelamatkan orang Mee dari ancaman
kekerasan aparat negara dengan mengorbankan harga dirinya. Dari Timika
ada mama Josepa Alomang yang pernah mengalami kekerasan aparat negara.
Ia bangkit berjuang membela suku Amugme dan Kamoro atau suku-suku di
Papua secara umum melawan segala bentuk kekerasan tentara Indonesia dan
PT.Freeport. dll.
Karya
dan keterlibatan mereka ini mengikuti perempuan-perempuan di jaman
duluh seperti Ester dari cerita Alkitab, dll. Ester memiliki peran yang
sangat besar dalam menyelamatkan bangsa Israel dari rencana pemusnahan
yang dirancang penguasa saat itu. Tindakan Ester adalah mengajak seluruh
orang Israel berdoa puasa dan menghadap raja untuk memintanya
membatalkan rencana itu. Dan tindakan Ester ini berhasil menyelamatkan
bangsanya.
Ada
juga cerita tentang Serafina dari Afrika Selatan. Perempuan ini ikut
terlibat aktif dalam perjuangan oranng-orang Afrika dalam menentang
Apartheid. Perjuangan yang ia titih akhirnya telah berhasil menghapus
kebijakan yang tidak berperikemanusiaan itu. Tokoh perempuan lainnya
yakni Angela Davids dari Amerika Serikat. Ia perempuan yang terlibat
aktif dalam gerakan menentang kebijakan Segregasi (pemisahan berdasarkan
warna kulit dan ras). Sistem yang tidak adil, rasis dan kekerasan yang
dipraktekkan pemerintah Amerika dibawah hukum Jim Crow ini telah
benar-benar menghacurkan kehidupan kaum Afrika Amerika (Afro Amerika).
Kelompok radikal kulit putih yang menamakan diri “Ku Klux Klan” telah
banyak menyerang, membunuh, menculik dan membom banyak orang Afrika
Amerika. Dan disitu Agela Davids tidak tinggal diam, ia memilih berada
di barisan kelompok Afrika Amerika memperjuangkan hak-hak mereka sebagai
manusia tapi juga sebagai warga negara. Aug San Si Kyu adalah perempuan
asal Birma yang menentang kebijakan negara yang menindas rakyat Birma.
Ia dengan berani dan lantang memprotes penguasa yang menjalankan
pemerintahan dengan tangan besi. Ia akhirnya ditangkap dan dipenjarakan,
namun akhirnya dibebaskan setahun yang lalu.
Perempuan-perempuan
di atas telah mengabdikan diri dalam perjuangan demi nilai kemanusiaan.
Mereka telah mempraktekkan ajaran Kristus tentang ”......kasihilah sesamamu manusia.....”. Mereka telah benar-benar melayani Kristus yang menderita, yang pernah berkata “ apa pun yang kamu lakukan untuk saudaraku yang paling hina ini kamu telah melakukannya untuk Aku”.
Mereka telah membiarkan diri mereka menderita demi kemanusiaan dan
kebaikan hidup bagi semua orang. Mereka telah mewariskan jejak-jejak
kebenaran, merintis jalan bagi perjuangan kemanusiaan dan membangkitkan
spirit kita. Mereka adalah perempuan-perempuan tangguh yang patut
dihargai dan dicontohi oleh kita semua.
Selamat berjuang.......!!!! (EDOWAY N)
[1]Pdt. Dr.Benny Giay, “
Hidup dan Karya John Rumbiak: Gereja, LSM dan Perjuangan HAM dalam
tahun 1980an di tanah Papua”. Deiyai Papua, 2011
Artikel ini dapat di baca juga di:
0 komentar:
Post a Comment