SKP HAM Ancam Gugat Kapolres
Ditegaskan juga bahwa pihaknya tidak akan menyerah atas upaya pihak kepolisian menghentikan kegiatan penggalangan dana tersebut. “Kami tidak akan menyerah dengan situasi ini, kami tetap akan jalan galang dana. Tujuan kami jelas untuk aksi kemanusiaan,” tegasnya lagi.
Dikatakan, aksi galang dana yang dilakukan selama dua hari telah dikoordinasikan dengan Lapas Abepura dan Kementerian Hukum dan HAM, Mereka juga sudah bertemu dengan Gubernur dan pemerintah daerah, namun sama sekali tak mendapatkan respon positif. Adapun jawaban didapat adalah pemerintah/gubernur kekurangan pendanaan untuk biaya biaya pengobatan tersebut, padahal para Tapol Napol yang diupayakan biaya pengobatnnya, segera perlu mendapatkan biaya perawatan medis. Adapun Tapol Napol yang perlu mendapatkan perawatan medis adalah, Filep Karma, Ferdinand Pakage, Jafray Murib dan Kanius Murib. Keempat Tapol Napol ini sedang mejalani penahanan di Lapas Abepura dalam keadaan sakit. Berdasarkan kondisi itu, kami dari Solidaritas bersama pihak keluarga berinisiatif mengumpulkan dana dijalan melalui sumbangan sukarela warga masyarakat yang punya hati dan perhatian untuk kemanusiaan.
Peneas Lokbere mengatakan, saat ini pihaknya bersama keluarga fokus pada biaya pengobatan Filep Karma di RS Cikini Jakarta. Filep Karma membutuhkan Rp 110 juta untuk pengobatannya. Dana yang sudah terkumpul saat ini Rp 75 juta, masih ada sisa yang harus ditutupi. Jafray Murib sejak Mei – Juli ditangani oleh Rumah Sakit Pemerintah, namun tidak ada perkembangan. Hal itu disampaikan Peneas Lokbere kepada Wartawan usai jumpa persnya sebagaimana isi press releasenya. Karena tak ada perkembangan, Peneas Lokbere bersama rekan rekannya yang terhimpun dalam SKP HAM Papua mau agar Jafray Murib dipindahkan berobat ke RS Dian Harapan saja. Untuk biaya pengobatan bagi Jafray Murib sendiri, adalah Rp 70 juta. Jafray Murib mengalami stroke berat dan dia adalah tahanan Politik kasus pembobolan gudang senjata di Wamena, saat ini usianya 25 tahun dan dia ditahan seumur hidup.
Tapol Napol lainnya yaitu ferdinand Pakage, dia adalah tahanan kasus Uncen berdarah 2006, dia mengalami kebutaan, berikut Kanius Murib. Keduanya juga butuh biaya pengobatan. Menurut Peneas, Pihaknya saat ini fokus pada pengobatan Filep Karma dan Jafray Murib. Ia mengatakan, “Kalau Pemerintah atau Gubernur tak memberikan bantuan kepada mereka, kepada siapa kami harus sampaikan aspirasi kam. Hanya sebatas untuk mendapatkan biaya pengobatan saja, kami turun kejalan untuk galang dana”, kata Peneas.
“Itupun kami lakukan melalui sumbangan sukarela warga yang punya hati dan perhatianu ntuk kemanusiaan,”katanya. Menurut Peneas, aksi galang dana selama dua hari yang dilakukan kelompok korban pelanggaran HAM Papua di Abepura dan Taman Imbi Jayapura, telah dibubarkan Kapolresta Jayapura. Menurut mereka, Kapolresta melakukan pembubaran aksi galang dana, tidak berdasarkan hukum, apalagi tindakan ini merupakan tindakan kemanusian untuk menolong Tapol Napol yang sakit. Kapolresta sebagai orang Papua menurut mereka, tidak paham situasi ril di Papua, karena dalam hal ini, Polisi yang melanggar hukum.
Tentang kegiatan penggalangan dana selanjutnya, menurutnya masih akan melakukan koordinasi secara internal. “Langkah selanjutnya kami akan berkoordinasi internal kami baik, baru nanti akan bertemu Kapolda,” jelasnya.
Sekedar diketahui, bahwa aksinya yang pertama di Lingkaran Abepura (Kamis 19/7) sempat diminta bubar oleh Wakapolsek Abepura, Iptu Lintong Simanjuntak. Dan aksi hari kedua di sekitar Taman Imbi juga dibubarkan dan bahkan diminta berhenti dengan digiring ke Mapolres Kota Jayapura.
Hal itu, menurutnya adalah terkait masalah legalitas SKP HAM yang tidak terdaftar di badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Provinsi Papua.
Dan terkait masalah legalitas tersebut ditegaskan bahwa SKP HAM adalah bukan organisasi, melainkan front atau gabungan dari sejumlah organisasi yang melakukan aksi yang sama yang sifatnya situasional.
Sedangkan Mathius Murib yang mantan anggota perwakilan Komnas HAM Papua menambahkan bahwa apa yang dialami SKP HAM dapat dikaitkan dengan berbagai peristiwa teror sms, pembunuhan, termasuk penembakan terhadap Mako Tabuni dan Kepala Kampung Sawiyatami, Kabupaten Keerom beberapa waktu lalu.
“Ini situasi yang kita tidak bisa lihat hanya peristiwa kemarin, tapi peristiwa dua bulan terakhir,” jelasnya.
Dijelaskan, bisa saja sebagai suatu kebijakan terstruktur dari Jakarta untuk membuat, maupun menakut-nakuti, untuk membubarkan seluruh pergerakan aktifis di Papua. “Bisa kita artikan di situ karena sejumlah peristiwa itu mendukung dugaan itu,” tegasnya. (aj/ven/don/l03)
BINPA
Bila Terus Melarang Kegiatan Penggalangan Dana
JAYAPURA – Solidaritas Kemanusiaan dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP HAM) yang dikoordinir Pneas Lokbere yang juga koordinator Bersatu untuk Keadilan (BUK) mengancam akan mempraperadilan (baca: gugat) Kapolres Kota Jayapura. Hal itu bila nantinya terus berupaya menghalangi aksi penggalangan dana untuk membantu pengobatan Filep Karma dkk yang dikabarkan sedang sakit. “Kami akan menggugat Kapolres Kota Jayapura, kalau terjadi lagi kemudian,” tegas Pneas Lokbere saat menggelar jumpa pers di Kantor Kontras, Padang Bulan, Sabtu (21/7).Ditegaskan juga bahwa pihaknya tidak akan menyerah atas upaya pihak kepolisian menghentikan kegiatan penggalangan dana tersebut. “Kami tidak akan menyerah dengan situasi ini, kami tetap akan jalan galang dana. Tujuan kami jelas untuk aksi kemanusiaan,” tegasnya lagi.
Dikatakan, aksi galang dana yang dilakukan selama dua hari telah dikoordinasikan dengan Lapas Abepura dan Kementerian Hukum dan HAM, Mereka juga sudah bertemu dengan Gubernur dan pemerintah daerah, namun sama sekali tak mendapatkan respon positif. Adapun jawaban didapat adalah pemerintah/gubernur kekurangan pendanaan untuk biaya biaya pengobatan tersebut, padahal para Tapol Napol yang diupayakan biaya pengobatnnya, segera perlu mendapatkan biaya perawatan medis. Adapun Tapol Napol yang perlu mendapatkan perawatan medis adalah, Filep Karma, Ferdinand Pakage, Jafray Murib dan Kanius Murib. Keempat Tapol Napol ini sedang mejalani penahanan di Lapas Abepura dalam keadaan sakit. Berdasarkan kondisi itu, kami dari Solidaritas bersama pihak keluarga berinisiatif mengumpulkan dana dijalan melalui sumbangan sukarela warga masyarakat yang punya hati dan perhatian untuk kemanusiaan.
Peneas Lokbere mengatakan, saat ini pihaknya bersama keluarga fokus pada biaya pengobatan Filep Karma di RS Cikini Jakarta. Filep Karma membutuhkan Rp 110 juta untuk pengobatannya. Dana yang sudah terkumpul saat ini Rp 75 juta, masih ada sisa yang harus ditutupi. Jafray Murib sejak Mei – Juli ditangani oleh Rumah Sakit Pemerintah, namun tidak ada perkembangan. Hal itu disampaikan Peneas Lokbere kepada Wartawan usai jumpa persnya sebagaimana isi press releasenya. Karena tak ada perkembangan, Peneas Lokbere bersama rekan rekannya yang terhimpun dalam SKP HAM Papua mau agar Jafray Murib dipindahkan berobat ke RS Dian Harapan saja. Untuk biaya pengobatan bagi Jafray Murib sendiri, adalah Rp 70 juta. Jafray Murib mengalami stroke berat dan dia adalah tahanan Politik kasus pembobolan gudang senjata di Wamena, saat ini usianya 25 tahun dan dia ditahan seumur hidup.
Tapol Napol lainnya yaitu ferdinand Pakage, dia adalah tahanan kasus Uncen berdarah 2006, dia mengalami kebutaan, berikut Kanius Murib. Keduanya juga butuh biaya pengobatan. Menurut Peneas, Pihaknya saat ini fokus pada pengobatan Filep Karma dan Jafray Murib. Ia mengatakan, “Kalau Pemerintah atau Gubernur tak memberikan bantuan kepada mereka, kepada siapa kami harus sampaikan aspirasi kam. Hanya sebatas untuk mendapatkan biaya pengobatan saja, kami turun kejalan untuk galang dana”, kata Peneas.
“Itupun kami lakukan melalui sumbangan sukarela warga yang punya hati dan perhatianu ntuk kemanusiaan,”katanya. Menurut Peneas, aksi galang dana selama dua hari yang dilakukan kelompok korban pelanggaran HAM Papua di Abepura dan Taman Imbi Jayapura, telah dibubarkan Kapolresta Jayapura. Menurut mereka, Kapolresta melakukan pembubaran aksi galang dana, tidak berdasarkan hukum, apalagi tindakan ini merupakan tindakan kemanusian untuk menolong Tapol Napol yang sakit. Kapolresta sebagai orang Papua menurut mereka, tidak paham situasi ril di Papua, karena dalam hal ini, Polisi yang melanggar hukum.
Tentang kegiatan penggalangan dana selanjutnya, menurutnya masih akan melakukan koordinasi secara internal. “Langkah selanjutnya kami akan berkoordinasi internal kami baik, baru nanti akan bertemu Kapolda,” jelasnya.
Sekedar diketahui, bahwa aksinya yang pertama di Lingkaran Abepura (Kamis 19/7) sempat diminta bubar oleh Wakapolsek Abepura, Iptu Lintong Simanjuntak. Dan aksi hari kedua di sekitar Taman Imbi juga dibubarkan dan bahkan diminta berhenti dengan digiring ke Mapolres Kota Jayapura.
Hal itu, menurutnya adalah terkait masalah legalitas SKP HAM yang tidak terdaftar di badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Provinsi Papua.
Dan terkait masalah legalitas tersebut ditegaskan bahwa SKP HAM adalah bukan organisasi, melainkan front atau gabungan dari sejumlah organisasi yang melakukan aksi yang sama yang sifatnya situasional.
Sedangkan Mathius Murib yang mantan anggota perwakilan Komnas HAM Papua menambahkan bahwa apa yang dialami SKP HAM dapat dikaitkan dengan berbagai peristiwa teror sms, pembunuhan, termasuk penembakan terhadap Mako Tabuni dan Kepala Kampung Sawiyatami, Kabupaten Keerom beberapa waktu lalu.
“Ini situasi yang kita tidak bisa lihat hanya peristiwa kemarin, tapi peristiwa dua bulan terakhir,” jelasnya.
Dijelaskan, bisa saja sebagai suatu kebijakan terstruktur dari Jakarta untuk membuat, maupun menakut-nakuti, untuk membubarkan seluruh pergerakan aktifis di Papua. “Bisa kita artikan di situ karena sejumlah peristiwa itu mendukung dugaan itu,” tegasnya. (aj/ven/don/l03)
BINPA
0 komentar:
Post a Comment