Home » , » Kenalkan Budaya Papua, Mahasiswi HI Unpad Raih Young Educators Award 2012

Kenalkan Budaya Papua, Mahasiswi HI Unpad Raih Young Educators Award 2012

Floranesia Lantang, mahasiswi Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unpad peraih Young Educators Award 2012. (Foto: Arief Maulana)


Bandung, [ 04/12/2012] Ada peribahasa ”bagai kacang lupa akan kulitnya” yang bermakna sesorang yang lupa akan tempat asal usulnya setelah sukses merantau di tempat lain. Namun, tidak bagi Floranesia Lantang, mahasiswi Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unpad angkatan 2010. Lahir di Jayapura, lalu pergi menimba ilmu di Unpad tidak menjadikannya lupa akan tanah Papua. Tanah yang menurutnya kaya akan potensi kebudayaan.

“Saya rasakan kebudayaan di Papua kini perlahan menghilang seiring globalisasi. Oleh karena itu, dibutuhkan anak muda yang mampu membangkitkan kembali budaya Papua,” ujarnya saat ditemui di ruang UPT Humas Unpad Gedung Rektorat Kampus Unpad Jatinangor, beberapa hari lalu. Menurutnya, saat ini kebudayaan Papua tengah terpuruk karena kurangnya generasi muda yang peduli. Padahal, kebudayaan Papua termasuk unik dan berbeda dengan kebudayaan lainnya di Indonesia.

“Potensi kebudayaan Papua cukup besar dan unik. Sebab, Papua sendiri berada di wilayah ras Polinesia, bukan termasuk ke dalam rumpun Melayu, sehingga kebudayaannya, seperti tarian dengan gerakan-gerakan yang unik serta seni ukiran kayu yang memiliki nilai tawar yang tinggi,” Flora menjelaskan.

Berbekal tekad untuk membangkitkan kebudayaan nenek moyangnya, Flora pun merangkul anak-anak Papua di kota Bandung dan sekitarnya untuk membentuk Papuan Youth Culture Care, organisasi yang bergerak di bidang pelestarian kebudayaan tradisional Papua. Inisiatif tersebut lahir setelah ia mengikuti “National Future Educator Conference” yang diadakan oleh Sampoerna School of Education pada bulan Juni lalu. Seminar tersebut bertujuan untuk mengumpulkan para generasi muda yang memiliki passion untuk menjadi pendidik, walaupun tidak harus menjadi guru atau dosen.

“Sepulang di sana, kami sempat berikrar untuk menghasilkan sesuatu. Akhirnya saya pun berinisiatif untuk merangkul anak-anak Papua di Bandung untuk membentuk organisasi tersebut,” ujarnya.

Meskipun baru berjalan enam bulan, Flora melalui organisasinya giat mengampanyekan kebudayaan Papua kepada publik. Papuan Youth Culture Care sendiri telah mengadakan kerja sama dengan LPMAK (Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro), sebuah organisasi masyarakat suku Amungme dan Komoro, dua suku asli di wilayah Timika, Papua Tengah.

Flora sendiri ditunjuk oleh Unpad untuk mengenalkan kebudayaan Papua saat program student exchange dengan Ajou University, Korea Selatan. Gayung bersambut, langkah Flora pun mendapat respons positif dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Flora pun ditunjuk untuk menjadi delegasi Papua dalam Kongres Kebudayaan Pemuda Indonesia hingga ia akhirnya meraih penghargaan Young Educators Awards 2012 dari “Youth Educators Sharing Networks” (Youth ESN).

Young Educators Award sendiri merupakan penghargaan yang diberikan oleh Youth ESN kepada pendidik muda namun bukan berstatus sebagai guru. Penghargaan tersebut diberikan untuk memperingati Hari Guru Nasional yang jatuh pada 25 November setiap tahunnya. Ada 4 kategori penghargaan yang diberikan kepada 10 orang, yakni kategori nature, economy, well being, dan society. Adapun acara penganugerahan sendiri digelar pada Sabtu (24/11) lalu di @America Jakarta.

Flora pun terpilih menjadi Young Educators Awards 2012 untuk kategori Society. Pemilihan tersebut didasarkan pada sejauh mana peserta mengembangkan dan mempromosikan organisasi yang dijalaninya. Penghargaan ini tentunya harus menjadi batu loncatan bagi Flora untuk terus mempromosikan kebudayaan Papua secara lebih luas.

“Ke depan, rencananya kita akan menerbitkan sebuah buku tentang Papua. Selain itu, tahun depan kita juga mau buat event budaya internasional dan bekerja sama dengan UNESCO. Dari pihak UNESCO sendiri sudah mau mendanai sekitar 70% untuk event tersebut,” tuturnya.

Flora sendiri berpendapat bahwa apa yang telah ia raih saat ini bukan untuk dinikmati, melainkan untuk dikembangkan secara kontinu. Membangkitkan kembali budaya daerah yang mati suri tergerus zaman jauh lebih penting daripada penghargaan yang ia terima. “Prestasi adalah suatu proses. Sebab, seseorang bisa disebut berprestasi apabila mampu membuat orang lain juga ikut berprestasi,” tutupnya mengakhiri pembicaraan.*

Laporan oleh Arief Maulana/mar/Unpad.ac.id


Share this video :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger