Home » , , » Kalangan Gereja di Papua Prihatin dengan HIV/AIDS

Kalangan Gereja di Papua Prihatin dengan HIV/AIDS


Jakarta —Kalangan Gereja di Papua dan Papua Barat menyatakan prihatin terhadap penderita Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) di daerah itu. Sebab, selain penyebarannya sudah demikian Luas, kesadaran warga akan bahaya penyakit tersebut juga masih rendah.

“Kalangan gereja di sana merasa perhatian terhadap penyakit itu. Karena itu, di berbagai kesempatan, para penyuluh agama berada di barisan terdepan bersama para relawan memerangi penyakit tersebut,” kata Setditjen Bimas Kristen, Oditha Rintana Hutabarat, kepada wartawan dalam kesempatan jumpa pers di Gedung Kementerian Agama, Jl. MH. Thamrin, Jakarta, Selasa (12/02).

Menurut Oditha, berkembangnya penyakit AIDS di daerah itu, selain karena masih rendahnya budaya bersih, juga banyaknya pekerja seks komersial yang masih ke daerah itu melalui kapal-kapal pengakut kayu. Ketika kapal singgah, di kapal bersangkutan mereka beroperasi melayani warga. Lantas, karena ketidaktahuannya, secara tak sadar telah membawa penyakit ke lingkungan rumah tangga.

Seperti diketahui, penderita akibat terserang virus yang melemahkan daya tahan tubuh manusia, HIV/AIDS, di Provinsi Papua ini menembus angka 10.522 kasus pada 2011. Jumlah ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2010 yang hanya mencapai sekitar 7.000 kasus.

Ketua Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Papua, Constant Karma, pernah mengatakan, peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS di provinsi paling timur ini sangat cepat bahkan sudah merambah sampai ke daerah pedalaman.
“Sebelumnya, saya sudah memastikan jumlah kasus terus meningkat. Makanya saya selalu mensosialisasikan tentang HIV/AIDS, bahaya dan pencegahannya,” terangnya.

Karma juga menjelaskan, semakin tingginya jumlah penderita HIV/AIDS di Papua seiring dengan banyaknya pemekaran yang dibarengi mobilitasi penduduk yang cukup tinggi. Masalah HIV/AIDS di Papua adalah masalah serius. Sebab, selain belum ditemukan obatnya, juga mengancam generasi muda sebagai garda terdepan bangsa ini.

Diakuinya, gerakan yang dilakukan terus-menerus, seperti kampanye, bukan berarti akan menurunkan jumlah penderita. Untuk itu, perlu ada upaya sistematis tentang bagaimana menekan penyebaran penyakit tersebut sekecil mungkin.

Sementara itu, lanjut Karma, bagi penderita agar selalu melakukan pemeriksaan sambil minum obat ARV. Artinya jika sesorang sudah terinfeksi, jangan sampai menyebar. “Dengan kata lain, penderita tidak melakukan hubungan yang berisiko,” terangnya.

Selain itu, kampanye kondom di awal Tahun 2001 lalu oleh Pemerintah Provinsi Papua serta sosialisasi perlunya sirkumsisi (sunat) bagi kaum lelaki, juga terus ditingkatkan.

“Alkitab tidak melarang untuk sunat. Sebab mulai dari perjanjian lama sampai perjanjian baru itu ada soal sunat. Hal inilah yang harus disosialisasikan kepada orang Papua,” jelasnya.

Untuk menekan berkembangnya penyakit tersebut, pihak Bimas Kristen dalam berbagai kesempatan bersama para relawan, melakukan koordinasi melakukan kampanye anti-Aids melalui penyulu agama, penyebaran brosur dan pemasangan spanduk di berbagai tempat.

Oditha Rintana Hutabarat juga menjelaskan, peran penyuluh agama memegang peran penting, bukan hanya dalam upaya menekan angka penderita penyakit Aids, juga berbagai hal lainnya, seperti: pelayanan umat di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang secara geografis penduduk umat Kristen bertebaran di beberapa pulau.
“Pihaknya tak bisa mengandalkan dana pemerintah untuk mendukung tugas penyuluh agama di beberapa daerah. Pasalnya, dana untuk operasional sangat terbatas. Karena itu, bantuan dari para donator sangat diharapkan,” kata Direktur Urusan Agama Kristen, Edison Pasaribu.

Edison berharap, ke depan keterbatasan dana untuk pembinaan umat dapat ditingkatkan. Pasalnya, pelayanan umat ternyata bukan terbatas pada pendidikan agama dan keagamaan saja, termasuk juga di dalamnya pendidikan informal.

RUU Kerukunan
Pada kesempatan yang sama, Edison juga menjelaskan bahwa pihaknya menginginkan Rancangan Undang-Undang Kerukunan Umat Beragama (RUU-KUB) bisa segera diselesaikan pembahasannya di legislatif. “Indonesia butuh undang-undang itu, karena kita hidup dalam keberagaman,” terang Edison.

Sampai saat ini, proses pembahasan RUU-KUB masih menimbulkan pro dan kontra. Dari judulnya saja masih diperdebatkan, apakah menggunakan kerukunan atau kebebasan beragama. “Ada yang menghendaki kebebasan beragama,” katanya.

Bagi umat Kristen, idealnya judulnya tetap menggunakan kerukunan. “Kita memerlukan kerukunan karena ada perebedaan. Perbedaan ada karena kita hidup dalam keberagaman. Karena ada perbedaan itu pula perlu ada kerukunan,” jelas Edison.

Edison juga menegaskan, Indonesia jelas membutuhkan kerukunan. “Kerukunan itu bagi kita mutlak. Perlu rukun karena ada perbedaan,” kata Edison.


Sumber: kemenag.go.id



Share this video :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger