Ilustrasi@ |
Upaya pemulihan kondisi di Papua akibat konflik yang sering terjadi
dinilai belum membuahkan hasil. Hal ini terjadi lantaran masyarakat
Papua tidak dapat mempercayai pemerintah karena telah memunculkan
stigmatisasi atau opini negatif.
"Ketidakpercayaan masyarakat Papua timbul karena stigmatisasi yang dibangun selama ini seperti OPM dan masih banyak stigmatisasi lainnya," ujar Direktur Imparsial Al Araf di Jakarta, Kamis (28/2).
Al Araf mengatakan, fakta tersebut juga tidak disadari oleh pemerintah, bahkan sering menyatakan Papua dalam keadaan yang kondusif. Menurut dia, hal itu justru tidak menyelesaikan masalah dan malah menutup ruang dialog yang memungkinkan untuk dijalankan.
Selain itu, kata Al Araf, pemerintah juga terlalu sering bersikap tidak konsisten dalam melihat kondisi Papua. Salah satu indikasinya terlihat dari diberikannya hak otonomi khusus, tetapi justru dipecah dengan membentuk Propinsi Papua Barat sebagai daerah pemekaran.
"Bagaimana masyarakat Papua mau percaya kepada Jakarta? Misalnya saja dengan diberlakukan Otsus, tapi tiba-tiba dipecah lagi dengan adanya Papua Barat. Ini kan menunjukkan pemerintah yang tidak konsisten. Lalu, bagaimana masyarakat Papua mau percaya sementara pemerintah sendiri tidak mau konsisten terhadap janji-janjinya?" tanya Al Araf.
Lebih lanjut, Al Araf mengharapkan pemerintah dapat membuka diri dan tidak menggunakan pendekatan subjektif dalam melihat permasalahan di Papua ke depan.
"Ini semua tergantung presiden, apakah ada willing atau kemauan politik yang kuat dari seorang presiden untuk menyelesaikan masalah Papua sama seperti yang dilakukan di Aceh," pungkas dia.
"Ketidakpercayaan masyarakat Papua timbul karena stigmatisasi yang dibangun selama ini seperti OPM dan masih banyak stigmatisasi lainnya," ujar Direktur Imparsial Al Araf di Jakarta, Kamis (28/2).
Al Araf mengatakan, fakta tersebut juga tidak disadari oleh pemerintah, bahkan sering menyatakan Papua dalam keadaan yang kondusif. Menurut dia, hal itu justru tidak menyelesaikan masalah dan malah menutup ruang dialog yang memungkinkan untuk dijalankan.
Selain itu, kata Al Araf, pemerintah juga terlalu sering bersikap tidak konsisten dalam melihat kondisi Papua. Salah satu indikasinya terlihat dari diberikannya hak otonomi khusus, tetapi justru dipecah dengan membentuk Propinsi Papua Barat sebagai daerah pemekaran.
"Bagaimana masyarakat Papua mau percaya kepada Jakarta? Misalnya saja dengan diberlakukan Otsus, tapi tiba-tiba dipecah lagi dengan adanya Papua Barat. Ini kan menunjukkan pemerintah yang tidak konsisten. Lalu, bagaimana masyarakat Papua mau percaya sementara pemerintah sendiri tidak mau konsisten terhadap janji-janjinya?" tanya Al Araf.
Lebih lanjut, Al Araf mengharapkan pemerintah dapat membuka diri dan tidak menggunakan pendekatan subjektif dalam melihat permasalahan di Papua ke depan.
"Ini semua tergantung presiden, apakah ada willing atau kemauan politik yang kuat dari seorang presiden untuk menyelesaikan masalah Papua sama seperti yang dilakukan di Aceh," pungkas dia.
Sumber: merdeka.com
0 komentar:
Post a Comment