JAKARTA - National Papua Solidarity (Napas)
mengungkapkan kondisi Papua saat ini masih kental dengan militerisme.
Heni, salah satu anggota Napas, mencatat per tanggal 1 Mei kemarin, ada
16 orang di Timika yang ditangkap oleh polisi, di Sorong ada dua orang
ditembak mati.
"Setiap rakyat mencari ruang, selalu dijawab dengan tindakan militerisme. Tidak ada ruang demokrasi bagi rakyat papua. Bahkan aksi penggalangan dana untuk tahanan politik untuk berobat ke Jakarta pun di sana dibubarkan," ungkap Heni kepada Okezone di Kantor Konferensi Wali Gereja Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/9/2013).
Menurut wanita kelahiran Papua itu, akan sulit Indonesia berdialog secara damai di Papua karena sejarah yang membuat mengapa Papua ingin merdeka. "Kembali ke sejarah awal Papua, itulah alasan kenapa Papua harus lepas atau tidak," terangnya.
Sementara itu, anggota Napas lainnya, Elyas Petege, mengungkapkan, kondisi masyarakat Papua masih terpecah dan mengerucut menjadi gerakan sipil dan gerakan militer. "Ada negara federal deklarasi kongres dan koalisi nasional untuk pembebasan. Itu dua organisasi yang manjadi payung di papua," ungkap Elyas.
Elyas menerangkan, selain gerakan sipil, di Papua juga ada gerakan militer yang dinamakan Tentara Nasional Papua Barat. Elyas juga menyebutkan, sebenarnya rakyat Papua terutama yang ingin merdeka dari Indonesia, khawatir jika mereka melakukan dialog dengan pemerintah, maka output yang mereka inginkan atas tuntutan mereka tidak seperti yang diharapkan.
"Mereka menginginkan pihak ketiga sebagai pihak netral. Bayangkan, misalnya Jusuf Kalla membawa bendera merah putih dan yang satu membawa bendera bintang Kejora," kata Elyas.
(ful/Okezone)
"Setiap rakyat mencari ruang, selalu dijawab dengan tindakan militerisme. Tidak ada ruang demokrasi bagi rakyat papua. Bahkan aksi penggalangan dana untuk tahanan politik untuk berobat ke Jakarta pun di sana dibubarkan," ungkap Heni kepada Okezone di Kantor Konferensi Wali Gereja Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/9/2013).
Menurut wanita kelahiran Papua itu, akan sulit Indonesia berdialog secara damai di Papua karena sejarah yang membuat mengapa Papua ingin merdeka. "Kembali ke sejarah awal Papua, itulah alasan kenapa Papua harus lepas atau tidak," terangnya.
Sementara itu, anggota Napas lainnya, Elyas Petege, mengungkapkan, kondisi masyarakat Papua masih terpecah dan mengerucut menjadi gerakan sipil dan gerakan militer. "Ada negara federal deklarasi kongres dan koalisi nasional untuk pembebasan. Itu dua organisasi yang manjadi payung di papua," ungkap Elyas.
Elyas menerangkan, selain gerakan sipil, di Papua juga ada gerakan militer yang dinamakan Tentara Nasional Papua Barat. Elyas juga menyebutkan, sebenarnya rakyat Papua terutama yang ingin merdeka dari Indonesia, khawatir jika mereka melakukan dialog dengan pemerintah, maka output yang mereka inginkan atas tuntutan mereka tidak seperti yang diharapkan.
"Mereka menginginkan pihak ketiga sebagai pihak netral. Bayangkan, misalnya Jusuf Kalla membawa bendera merah putih dan yang satu membawa bendera bintang Kejora," kata Elyas.
(ful/Okezone)
0 komentar:
Post a Comment