Home »
Dogiyai
 » Pemerintah Diharapkan Fasilitasi Pemetaan dan Penataan Tanah Adat
 
Posted by Admin RASUDO FM
 Posted on 06:34:00
 with No comments
 
| .jpg) | 
| 
Marga pemilik Tanah Adat, Para Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, Tokoh 
Agama, Tokoh Perempuan, serta Masyarakat dan Para Pemuda di Kabupaten 
Dogiyai dan Anggota Fokja Majelis Rakyat Papua, Yakobus Dumupa, Ketika 
menggelar acara sosialisasi pemetaan dan penataan Tanah Adat di Aula 
Koteka Moge Dogiyai, kemarin. (foto : Herman Anouw/rsdfm). | 
Dogiyai, (rasudofm) : Seiring munculnya konflik masalah kepemilikan tanah 
ditengah-tengah masyarakat adat salah satunya dengan saling klaim mengklaim 
soal kepemilikan tanah adat di Tanah Papua, maka melalui Fokja Adat, 
Majelis Rakyat Papua ( MRP), Kemarin, bertempat di Aula Koteka-Moge, 
di Dogiyai  menggelar sosialisasi pemetaan dan penataan tanah adat 
papua di Kabupaten Dogiyai, Sosialisasi Pemetaan dan Penataan Tanah 
adat ini menghadirkan sejumlah unsur masyarakat, diantaranya para marga 
pemilik Tanah Adat, Para Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, 
Tokoh Perempuan, serta Masyarakat dan Para Pemuda di Kabupaten Dogiyai, 
Usai pelaksanaan acara sosialisasi, Anggota Fokja 
Adat Majelis Rakyat Papua, Yakobus Dumupa, Ketika ditemui wartawan media 
ini, menjelaskan bahwa, selama ini, hampir separuh dari orang Papua 
menghadapi persoalan tanah, walaupun hak kepemilikan tanah adat ada 
pada orang Papua itu sendiri, maka dalam hal ini Pemerintah Daerah setempat 
agar menjaga perdamaian soal kepemilikan tanah adat di Papua dengan 
cara memmfalitasi membuat hak kepemilikkan tanah adat dimasyarakat tersebut. 
Ia menjelaskan bahwa konflik kepemilikkan Tanah sering 
terjadi antar suku walaupun skalanya masih kecil, tetapi harus dijaga 
dengan baik agar konflik tidak meluas.
Menurutnya bahwa, status kepemilikkan tanah adat 
apabila dikatakan pemilik tanah adat kalau sejak keberadaan leluhur 
masyarakat adat membuat batas-batas tanah dengan berpatokan pada pohon 
besar atau kali(sungai).
“Mereka tahu kalau pohon besar  atau gunung pastinya adanya kali 
(sungai) atau gunung pasti batas tanah adat, jadi masyarakat sudang 
mengerti hal itu”, ungkapnya.
Kenyataannya kadang-batas tersebut kadang masih menimbulkan 
konflik. Banyak penyebabnya, antara lain ada suku tertentu yang mengambil 
hasil hutan seperti kayu pada bukan wilayah adat. Ada juga suku lain 
yang berkebun bukan pada hak wilayah  adatnya.
Kadangkala dengan adanya tuntutan ekonomi menyebabkan 
orang harus berkebun atau mencari kayu di daerah yang lebih jauh dari 
tempat biasanya,
Selain itu, itu dengan adanya kepentingan pemerintah 
menyebabkan banyak tanah adat dirampas tanpa ada koordinasi dengan pemilik 
tanah adat yang sebenarnya ini menyebabkan konflik antar suku, atau 
marga di masyarakat,
Selain itu, sebaiknya batas tanah adat ini harus 
dibakukan dengan suatu peraturan Pemerintah Daerah setempat agar terhindar 
dari konflik kepemilikkan tanah adat,” katanya.
Ia mengharapkan pihak pemerintah tidak boleh tinggal 
diam namun agar membuat suatu peraturan dengan cara memfasilitasi pembuatan 
peta adat batas tanah secara jelas dan benar.
Sayangnya, hak masyarakat adat yang sebagian besar 
terabaikan, namun hak-hak mereka diambil paksa, termasuk dengan soal 
pengelolaan hutan dan sumber daya alam lain. Untuk itu, penting penguatan 
hak mereka, salah satunya dengan melalakukan pemetaan dan penataan wilayah 
tanah adat, 
Proses pemetaan dan penataan ini dilakukan dengan 
cara sosialisasi, lokakarya, untuk menggambil data secara langsung dari 
masyarakat, dan hasilnya dirembukkan dalam komunitas itu sebelum disahkan 
komunitas dan diajukan ke Pemerintah Daerah dan  selanjutnya diintegrasikan 
dalam kebijakan tata ruang pemerintah daerah.
“Pemetaan dan penataan tanah adat ini penting untuk dilakukan agar 
batas-batas wilayah tanah adat menjadi jelas. 
Menurut dia, mengapa pemetaan dan penataan tanah 
adat ini penting karena banyak konflik keruangan, penyerobotan lahan, 
tumpang tindih pengelolaan, konflik batas, konflik penguasaan dan pengaturan 
sumber daya alam.
Selain itu, Menurut Dumupa bahwa posisi tawar masyarakat 
lemah akibat tidak ada bukti tertulis wilayah kelola mereka, dan keterlibatan 
pemilik tanah adat dalam proses pembangunan daerah itu lemah, Tukar 
Jack Dumupa.
Selain itu, Ketua Lembaga Masyarakat Adat Kabupaten 
Dogiyai wilayah Mapia, Germanus Goo menjelaskan bahwa dirinya sebagai 
Ketua Lembaga Masyarakat Adat di Kabupaten Dogiyai Wilayah Lembah Kamu 
akan menggugat pengguna tanah yang tidak mengantongi surat ijin dari 
lembaga masyarakat adat khususnya di wilayah adatnya.
“Tanah yang telah dimiliki oleh pemerintah Kabupaten 
Dogiyai, atau suatu perusahaan tertentu yang tidak memiliki surat pelepasan 
tanah adat maka saya siap untuk menggugat pengguna tanah tersebut,” 
Tegas Goo. 
Selain itu, Ketua Lembaga Masyarakat Adat Kabupaten 
Dogiyai wilayah Mapia, Yoppy Degei, menjelaskan bahwa kegiatan pemetaan 
dan penataan tanah adat akan disamakan dengan lembaga masyarakat adat 
tingkat provinsi dengan tidak mengesampingkan sejumlah norma aturan 
yang ada pada masyarakat,
“prinsipnya aturan penggunaan tanah adat akan disamakan aturan penggunaan 
tanah adat yang telah dibuat oleh lembaga masyarakat adat tingkat Provinsi 
Maupun Lembaga Majelais Rakyat Papua dengan tanpa mengesampingkan hak 
pengguna tanah adat oleh masyarakat Kabupaten Dogiyai,” Ujarnya.(rsdfn/Herman Anouw)
 
 
  
 
 
 
 
0 komentar:
Post a Comment