Jayapura Jadi Target Peredaran Ganja dari Papua Niugini

Ilustrasi ganja
JAYAPURA - Jayapura sebagai ibu kota Papua menjadi target utama peredaran ganja dari Papua Niugini.

Selama awal bulan Februari saja, terjadi lima kasus peredaran ganja yang berhasil digagalkan. Sebanyak 13 pengedar juga telah ditangkap aparat kepolisian.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Bidang Humas Polda Papua, kasus peredaran ganja dari Papua Niugini (PNG) awalnya terjadi pada tanggal 1 Februari 2016.

Saat itu, dua pelaku yang membawa ganja seberat 1 kilogram dari daerah Waris di Kabupaten Keerom, menuju Jayapura berhasil diamankan. Waris termasuk salah satu daerah yang berbatasan langsung dengan PNG.

Kemudian pada 8 Februari sebanyak sembilan pelaku yang diamankan di dua lokasi yang berbeda di Sentani dan Kota Jayapura. Dua di antara sembilan pelaku adalah warga PNG yang tak memiliki dokumen izin tinggal.

Total barang bukti yang disita 32 paket ganja dan sebuah pohon ganja setinggi 40 sentimeter.
Sehari kemudian, tanggal 9 Februari 2016, aparat berhasil menangkap seorang warga PNG berinisial ZPA. Ia pun tak memiliki dokumen izin tinggal.

Total barang bukti yang disita berupa ganja kering seberat 700 gram. Terakhir pada Jumat kemarin (12/2), seorang nelayan di Kelurahan Hamadi diamankan aparat kepolisian.

Dari tangan pelaku, aparat menemukan tujuh bungkus ganja dengan berat mencapai 500 gram.
Perwira urusan Humas Polresta Jayapura Inspektur Satu Jahja Rumra saat ditemui pada Sabtu (13/2) mengatakan, Jayapura menjadi target utama peredaran ganja karena jaraknya yang berdekatan dengan PNG.

"Para pengedar biasa menggunakan jalur darat di Skouw Wutung dan jalur laut melalui Vanimmo di PNG ke Teluk Youtefa untuk menyuplai ganja ke Jayapura," tutur Jahja.

Ia pun menyatakan, aparat Polsek Muara Tami dan Satuan Polisi Perairan Polresta Jayapura akan menggelar patroli secara rutin di kedua jalur tersebut untuk mencegah masuknya ganja ke Jayapura.

Kepala Bidang Rehabilitasi Badan Nasional Narkotika Provinsi Papua Sefnat B Layan mengungkapkan, sebanyak 90 persen dari 335 pemakai yang direhabilitasi pihaknya sepanjang tahun lalu menggunakan ganja dari PNG.

"Maraknya peredaran ganja dari wilayah PNG karena minimnya pengawasan di daerah perbatasan. Akibatnya, banyak generasi muda di Jayapura bebas mendapatkan ganja," ujar Sefnat.

Ia pun mengungkapkan, terdapat delapan jalur yang digunakan para pelaku untuk peredaran ganja dari PNG melalui Waris.

"Biasanya para pelaku menggunakan jasa warga setempat untuk memasarkan ganja," tutur Sefnat.

KOMPAS.com
Penulis: Fabio Maria Lopes Costa
Editor : Bayu Galih       

Wow ! Berwisata Di Papua Dijamin Aman

Teluk Cendrawasih, Wondama-Nabire, Papua (Ist)
JAYAPURA – Pemerintah Provinsi Papua melalui Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Papua mengakui bahwa promosi potensi pariwisata di Papua, terkendala kondisi keamanan Papua. Padahal, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Papua, David Pagawak, S.Sos, ketika ditemui Bergelora.com, di Kantor Gubernur Papua, Kamis (11/3), mengatakan harus diakui potensi pariwisata Papua ini, cukup luar biasa.

“Tetapi untuk mempromosikan pariwisata Papua ini sangat bergantung dengan kondisi keamanan dan keadaan di Papua. Orang di luar Papua sering menganggap bahwa Papua tidak aman, padahal kita lihat sendiri bahwa Papua aman-aman saja,” keluhnya.

Sebab menurutnya, berbicara tentang Papua tidak hanya berbicara tentang satu daerah mengingat secara geografis, Papua sangat luas sehingga ketika tidak terjadi gangguan keamanan di suatu daerah. Maka hal tersebut bisa ditangani dengan baik, sehingga tidak mempengaruhi kondisi Papua, secara keseluruhan.

“Kami merasa Papua, aman-aman saja. Orang yang menjelaskan bahwa Papua ini, tidak aman kita pertanyakan hal tersebut, sebab kami lihat kunjungan wisatawan ke Papua tidak aman bahkan dipending oleh berbagai alasan dan isu oleh orang-orang yang tidak bertangungjawab,” tegasnya.

Pagawak menegaskan saat ini pihaknya tengah gencar-gencar mempromosikan potensi wisata yang ada di berbagai kawasan di Papua.

Menurut Pagawak, pihaknya bahkan sudah merancang Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) yang mana menjadi regulasi bagi pengembangan pariwisata di Papua.

”Dengan adanya regulasi yang telah kami buat diharapkan dapat menjadi harapan baru bagi pengembangan pariwisata di Papua,” tandas Pagawak. (Yohana)


Banyak Penduduk Gelap, Papua Adakan Razia e-KTP

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Kependudukan (Disnakerduk) Provinsi Papua,Yan Piet Rawar (Ist)
JAYAPURA - Dinas Tenaga Kerja dan Kependudukan (Disnakerduk) Provinsi Papua, menghimbau kepada seluruh kabupaten/kota di provinsi ini untuk melakukan razia e-KTP, mengingat hingga kini masih ada penduduk yang belum memiliki e-KTP bahkan ada yang belum melakukan perekaman e-KTP.

“Kami menghimbau kepada Dinas Kependudukan kabupaten/kota untuk melakukan razia e-KTP, hal ini penting dilakukan karena kita tahu bahwa akhir-akhir ini banyak penduduk masuk ke Papua, dengan agenda yang tidak jelas,” tegasnya kepada Bergelora.com di Kantor Gubernur Papua, Kamis (11/3).

Sebab hingga kini baru 20 persen penduduk di Provinsi Papua yang melakukan perekaman e-KTP. Padahal sosialisasi untuk e-KTP telah dilakukan berulang kali.

Hal ini diharapkan menjadi perhatian Dinas Kependudukan kabupaten/kota untuk mendorong warganya untuk melakukan perekaman e-KTP.

“e-KTP ini kan sangat penting bagi setiap penduduk, termasuk kita di Papua, oleh sebab itu kita sudah menginstruksikan untuk kabupaten/kota untuk melakukan pengecekan kepada masyarakat yang belum memiliki e-KTP,”tukasnya.

Sebab terkait tentang regulasi tentang pengendalian penduduk di Papua, Rawar menegaskan merujuk pada regulasi tentang kependudukan yakni Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) Pengendalian Penduduk serta Peraturan Gubernur tentang Pengendalian Penduduk diharapkan diimplementasikan di kabupaten/kota mengingat setiap penduduk yang masuk maupun keluar harus didata secara efektif.

“Memang kita harus akui, bahwa implementasi perdasi maupun pergub ini belum dilakukan secara baik, sehingga dalam waktu dekat kami perlu melakukan pemanduan kepada aparatur sehingga kita mempunyai satu persepsi dalam rangka implementasi pergub tersebut,”tutupnya. (Yohana)

 bergelora.com


Komnas HAM Tanggapi Foto Pria Papua Yang Ditelanjangi Dan Dianiaya

PAPUA - Beredarnya foto yang menggambarkan pria Papua yang ditelanjangi dan dianiaya oleh polisi, di media sosial, akhirnya mendapat tanggapan dari Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Sejak kemarin, foto itu kian menyebarluas dan menjadi perbincangan di kalangan para pengguna media sosial, terutama para aktivis HAM.

Tubuh telanjang pria Papua itu tampak dililit tali, yang ujungnya dipegang seorang pria berpakaian polisi. Sedangkan pria satunya lagi, juga berpakaian polisi, menendang pria itu dari belakangnya. Pria tersebut tampak berdarah-darah.

Didiuga, adegan sadis dalam foto itu baru terjadi beberapa hari lalu. Di berbagai pemberitaan disebutkan bahwa pria yang dianiaya itu adalah pelaku pemerkosaan.

Namun, bagi Anggota Komnas HAM yang juga putra daerah Papua, Natalius Pigai, peristiwa yang terjadi di Timika Papua itu dapat dikategorikan sebagai suatu tindakan penganiayaan dan penyiksaan, mengandung unsur kekerasan fisik dan patut diduga kuat juga kekerasan verbal.

"Inilah potret kejahatan kemanusiaan oleh negara di tanah Papua. Sudah berlangsung lama dan makin terus terjadi secara sistemik," tegas Pigai dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan.

Komnas HAM, lanjut Pigai, menegaskan tidak ada alasan bagi kepolisian untuk melakukan tindakan sadistis itu. Tindakan tersebut jelas bertentangan dengan peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang implementasi pelaksanaan tugas kepolisian berbasis hak asasi manusia, dan tentu menyimpang dari SOP penangkapan dan penahanan.

"Kami akan terus memantau proses hukum yang adil, impersial dan nondiskriminatif. Mulai saat ini kami minta pemerintah pusat, dalam hal ini presiden, harus mempu memutus mata rantai kejahatan kemanusiaan di Papua sebagai akar persoalan utama ketidakpercayaan rakyat Papua kepada pemerintah," pinta Pigai. [ald]

 RMOL

Papua Butuh Dokter Dan Guru Indonesia Malah Kirim Tentara

Ekspedisi NKRI yang diprakarsai oleh Puan Maharani, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), kembali dipertanyakan.

Aroma militerisme terasa dalam Ekspedisi NKRI yang awalnya dikatakan untuk melakukan pemetaan kekayaan alam dan sumber daya manusia tersebut namun dalam Ekspedisi NKRI tersebut bukanlah didominasi oleh para peneliti melainkan anggota militer.

“Sejak kapan TNI/Polri bisa jadi peneliti? Kalau benar ini tujuannya semata-mata penelitian kok yang dikirimkan lebih banyak personel TNI/Polri dibanding tim peneliti? Ini sangat militeristik” kata Veronica Koman, Pengacara publik LBH Jakarta dilansir via Rimanews, Selasa (9/2/2016).

Papua dikatakan Veronica lebih membutuhkan Guru dan Dokter namun apa daya Indonesia hanya mampu untuk terus-terusan mengirimkan tentara militernya sehingga Papua dibuat tak berdaya oleh negaranya sendiri.

“Kami orang Papua tidak butuh ekspedisi NKRI. Kami butuh dokter dan guru” kata salah seorang mahasiswa Papua, Vicky Tebay, dalam aksi penolakan ekspedisi NKRI yang dilakukan di depan istana negara, Selasa (9/2/2016) kemarin.

 FOKUSPAPUA

Mahasiswa Papua Bicara Soal Festival Lamaran Hingga Barapen

Stevany, Efraim, dan Yando berbagi cerita tentang Papua di Radio UNAIR (Foto: UNAIR NEWS)
UNAIR NEWS - Tiga mahasiswa asal Papua diundang sebagai narasumber dalam program Cross Culture di Radio UNAIR kamis (11/2). Mereka adalah Muram Yando (FEB), Efraim Makanuai (FKG), dan Stevany Rumbobiar  (FK). Putra-putri Papua ini berbicara tentang budaya di daerah asal masing-masing.
Dalam kesempatan tersebut, disampaikan sejumlah keunikan kota-kota tertentu. Misalnya, Manokwari yang terkenal dengan buah-buahan, Jayapura yang relatif lebih terkenal karena menjadi salah satu Ibukota provinsi, Nabire yang disebut sebagai kota jeruk, dan Sorong yang kaya akan minyak. Juga, Kaimana yang populer dengan keindahan senjanya serta Fak-fak yang merupakan kota pala.

Efraim bercerita tentang prosesi lamaran di Papua yang mirip festival. Semua anggota keluarga mulai anak-anak hingga dewasa ikut serta. Mereka mengantarkan calon mempelai pria dengan cara berjalan kaki ke tempat calon mempelai perempuan. Di perjalanan, ada sejumlah aktifitas budaya seperti nyanyian dan tarian.

"Anak-anak dilibatkan biar mereka selalu ingat dengan adat nenek moyang," kata Efraim. "Yang selalu ada dalam rangkaian hantaran adalah piring-piring batu. Kalau di sini kan umumnya cincin," tambahnya.
Salah satu yang juga mereka ceritakan adalah teknik memasak khas Papua. Namanya, Barapen. Jadi, makanan yang akan dimasak (biasanya daging), "dikepung" dengan batu-batu panas.

Teknisnya, kata Yando, di sebuah tempat ditaruh dedaunan, di atasnya diberi batu-batu yang lebih dulu dibakar. Nah, di atasnya lagi, baru diletakkan bahan makanan atau daging yang juga sudah diberi alas dedaunan. Di lapisan teratas, atau sebagai penutupnya, akan ditaruh batu panas lagi. "Susunan dikreasi sedemikian rupa. Sehingga rapat benar dan bahan makanan bisa mendapat suhu panas yang maksimal. Rasa makanannya, enak sekali," ujar dia.

Sementara itu, Stevany dan kawan-kawannya merasa bahagia bisa kuliah di UNAIR. Terlebih, pihak kampus menaruh perhatian besar pada mahasiswa asal Papua. "Kami merasa UNAIR punya kepedulian yang luar biasa pada Papua. Sejauh yang kami tahu, tidak semua kampus bersikap seperti ini," kata Stevany.(*)

Penulis: Rio F. Rachman

 http://news.unair.ac.id

Selama Militerisme Dipraktekan di Tanah Papua, Selama Itu Juga Demokrasi Tak Pernah Terwujud

JAKARTA – Aliansi Mahasiswa Papua (KK-AMP) Komite Kota Jakarta mengecam keras praktek militerisme terhadap rakyat Papua Barat.

Disebutkan Ketua Pengurus KK-AMP Jakarta Frans Nawipa, militerisme itu adalah pandangan dan cara yang digunakan oleh individu maupun institusi untuk mempertahankan dan merebut kekuasaan dengan jalan kekerasan.

“Jadi militerisme itu juga bisa berarti tindakan represif, arogan dan atau reaksioner dalam menyikapi dan menyelesaikan sebuah persoalan,” tegas Frans saat diskusi bertema ‘Represi Militerisme lndonesia terhadap Rakyat Papua’ di Gedung YLBHI Jakarta, Kamis (11/2/2016).

Lebih lanjut, Frans menceritakan sejarah gelap militerisme di Tanah Papua. Dimulai dari tanggal 19 Desember 1961 yang biasa disebut peringatan Tri Komando Rakyat (Trikora). Kala itu, walaupun Papua Barat telah mendeklarasikan diri sebagai negara yang merdeka dan berdaulat pada 1 Desember 1961, tetapi kemerdekaan itu hanya berumur 19 hari, karena tanggal 19 Desember 1961 Presiden Soekarno mengeluarkan Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta.

“Realisasi dari isi Trikora ini, maka Presiden Soekarno sebagai Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat mengeluarkan Keputusan Presiden No.1 Tahun 1962 yang memerintahkan kepada Pangiima Komando Mandala, Mayor Jendral Soeharto untuk melakukan Operasi Militer ke wiiayah Irian Barat untuk merebut wilayah itu dari tangan Belanda. Melalui operasi ini wilayah Papua Barat diduduki, dan dicurigai banyak orang Papua yang telah dibantai pada waktu itu,” beber dia.

Selanjutnya, kata Frans, praktek militerisme yang terakhir adalah pada tahun 2015 pembubaran pasca aksi mahasiswa Papua yang tergabung dalam gerakan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Jakarta 1 Desember 2015 sekaligus penangkapan 306 Mahasiswa Papua oleh Kapolda Metro Jaya dan Polres Jakarta Pusat.

Dan pada tanggal 19 Desember 2015, AMP dalam menyikapi momen Trikora itu, lagi-lagi secara tiba-tiba dibubarkan secara paksa dan menangkap 23 massa aksi yang tergabung dalam Gerakan AMP.

Selain itu, lanjut Frans, tindakan militerisme yang selalu di gunakan oleh lndonesia dan Corporasi (perusahaan asing-Freeport dkk) dalam menangani berbagai persoalan di Papua menunjukkan wajah sesungguhnya dari Indonesia yang represif, arogan dan reaksioner.

“Maka penting perlawan terhadap militerisme dilakukan oleh rakyat papua yang menghendaki terciptanya demokratisasi di Tanah Papua. Karena selama militerisme masih dipraktekan di Tanah Papua selama itu juga demokratisasi di Tanah Papua tidak akan pernah terwujud. Justru yang akan tercipta adalah kekerasan demi kekerasan yang akan terus melahirkan pelanggaran HAM dan ketidakadilan,” pungkasnya. (Rep. Antok)
redaksikota.com




Heboh, Foto Warga Papua Diikat dan Ditelanjangi Polisi Beredar

Foto warga Papua diikat, ditelanjangi dan ditusuk dengan kayu, beredar di media sosial. Pria dalam foto itu terlihat babak belur. Wajahnya berdarah, tangannya diikat, dan ditendang dari belakang.
 

Diduga, pria yang menurut status Marko Meepagoo Pekei ini , ditelanjangi polisi itu memang merupakan pelaku kriminal. Namun, cara polisi memperlakukan pelaku kejahatan itu dianggap berlebihan dan tidak manusiawi.
Foto warga Papua diikat dan ditelanjangi polisi diunggah di media sosial Facebook bernama Marko Meepagoo Pekei. Ada dua buah foto diunggah di akun tersebut.
Di keterangan foto pertama, pemilik akun Facebook Marko Meepagoo Pekei menulis:

Dibawah ini memang tidak sopan karna memang tindakan aparat keamanan sudah diluar kontrol rasio alias biadab. Seharusnya aparat sadar bahwa orang yang memperlakukannya secara tidak manusiawi-pun memiliki martabat yang sama.
Semua orang tentu tahu hukuman paling berat ialah para narapidana yang terjerat dengan kasus narkoba yang dieksekusi mati, tetapi perlakuan terhadap mereka pun biasanya jelas menghindari tindakan yang menyakiti alias menyiksa, apalagi masyarakat sipil yang hanya ditangkap tapi penyiksaannya sungguh menyerihkan. (NiCk)

Kongres Anak Papua akan Digelar di Timika

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise disambut anak-anak dalam kunjugannya ke Manokwari. Selain mengunjungi sejumlah sekolah beberapa waktu lalu. Doc. CP
MANOKWARI - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) akan menggelar kongres Anak Papua di Timika, Papua pada Juni mendatang. Ketua KPAI Aris Merdeka Sirait mengundang anak-anak di kabupaten/kota se-Papua Barat hadir pada kongres tersebut.

Arist saat pada acara penutupan lomba menulis bagi pelajar tingkat SMA/SMK di Aula RRI Manokwari, Kamis (11/2/2016), berharap agar anak-anak yang ada di Papua dan Papua Barat dapat terlibat secara langsung dalam arena kongres. Partisipasi mereka sangat penting untuk menyalurkan pendapat tentang tantangan perubahan zaman dan dinamika sosial yang dihadapi anak-anak saat ini dan yang akan datang.

“Mudah-mudahan adik-adik bisa terlibat didalam kongres yang akan melibatkan seluruh anak-anak Papua dari seluruh kabupaten kota yang ada di Papua dan Papua Barat itu”

Kongres ini, lanjut Aris, merupakan ajang pertemuan anak-anak Papua untuk memikirkan dan membicarakan masa depan anak-anak Papua Barat dan Papua dalam rangka mengakhiri kekerasan terhadap anak di dua provinsi ini.

“Kongres ini untuk membicarakan tentang diri dan masa depan anak-anak Papua, apapun yang dibicarakan pada kongres itu tanpa diintervensi oleh orang luar,” ujarnya 

Selain isu kekerasan terhadap anak, pada kongres yang akan dibuka oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise itu akan membahas tentang pendidikan, kesehatan serta perlindungan khusus bagi anak-anak Papua. |MUHAMMAD RIZALDY | EDITOR : TOYIBAN
CAHAYAPAPUA.com
 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger