BIAK – Kementerian Pariwisata (Kemenpar) terus mendukung perkembangan Pariwisata di setiap daerah. Tidak terkecuali Kabupaten Biak, Papua. Buktinya, Kementerian di bawah komando Arief Yahya itu memberikan pembekalan dan paparan dalam acara Lokakarya Pengembangan Pariwisata dan Perikanan Berkelanjutan di Gedung Wanita Biak, Papua, pada 30 Juni.
Hadir sebagai pembicara utama adalah Deputi Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Kemenpar Dadang Rizki Ratman dan Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Esthy Reko Astuti. Selain kedua pembicara dari Kemenpar tersebut, hadir juga Kementrian Kelautan dan Perikanan (Ditjen PRL dan Direktur Investasi Ditjen PRL), Asdep Jasa Kemaritiman Menkomar, Akademisi dan Praktisi dari IPB, UNIPA, LMMA, Usaid dan Ausaid, Pelaku Usaha dari Kab Raja Ampat, Dinas Pariwisata Papua dan para industri serta pelaku usaha di Biak.
Bupati Biak Thomas Alfa Edison mengatakan, pihaknya sangat membutuhkan dukungan dan dorongan dari pusat terutama Kemenpar agar daerahnya bisa mengembangkan pariwisata dan menjadi sektor unggulan. “Lokakarya ini memaparkan konsep, model dan praktek terbaik untuk meningkatkan Pariwisata di Kabupaten Biak Numfor, maka dari itu kami usung acara ini dengan tema menjahit sektor unggulan untuk masa depan, termasuk Pariwisata di Biak,” kata Bupati saat membuka acara tersebut.
Dalam paparannya di depan peserta Lokakarya, Deputi Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Kemenpar Dadang Rizki Ratman mengatakan, Biak harus siap dengan semua faktor terutama akses, amenitas, dan atraksi. “Pariwisata itu harus dilakukan secara pararel, bersamaan, selain wisatawan harus ada, destinasi juga harus siap. Maka dari itu, di Biak harus semakin banyak pelaku pariwisata, destinasi itu akan hidup kalau pelaku pariwisata juga ada dan siap,” kata Dadang.
Kata Dadang, pengembangan destinasi pariwisata itu harus dilakukan secara sistematika yakni dengan analisis situasi strategi, formulasi strategi dan strategi implementasi. “Seperti yang sering diutarakan bapak Menteri kami bahwa untuk Indonesia, Pariwisata sebagai penyumbang PDB, Devisa dan Lapangan Kerja yang paling mudah dan murah. Kami juga yakin ini akan berkembang di Biak,” ujar pria asli Jawa Barat itu.
Dadang juga menghimbau, kepada masyarakat dan seluruh elemen terkait Pariwisata di Biak harus sadar wisata. Terutama kewajiban masyarakat dan para pelaku wisata di daerah untuk menjaga kenyaman para wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. “Yang pertama dilihat adalah keamanan, baru dia akan datang. Selain itu tentunya, kita harus menjaga berbagai fasilitas,” katanya.
Karena wisatawan itu 60 persen ke Indonesia karena culture atau ingin merasakan atmosfer budaya lokal. Sisanya, 35 persen faktor alam atau nature, dan 5 persen man made, atau wisata yang di-create orang atau wisata buatan, seperti sport event, MICE, show music dan lainnya. “Dan Biak sudah punya dan bisa terus digenjot, ayo, Pariwisata itu bukan kerja sendirian, namun kerja untuk bersama. Jika kita kompak, semua target dan sasaran pasti terealisasi. Biak juga sudah harus bisa membuka dan mensasar target, karena target sangat penting untuk mengukur kesuksesan,” ujar Dadang.
Hal senada diungkapkan oleh Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Esthy Reko Astuti. Dalam paparannya, wanita berhijab itu menyampaikan arah dan kebijakan pemasaran pariwisata nusantara. Kata Esthy, Pariwisata Indonesia memiliki banyak keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif yang pertama adalah pariwisata merupakan penghasil devisa terbesar. “Dan dampak pariwisata adalah devisa yang masuk langsung dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat,” kata Esthy.
Selain itu, pariwisata juga terbaik di regional, country branding Wonderful Indonesia yang promosinya semakin mendunia, Indonesia Incoporated, Indonesia Sebagai Tourism Hub Country, alokasi Sumber Daya. ”Dan kita semua harus bersatu untuk target 20 juta Wisman di tahun 2019, dan pergerakan wisatawan nusantara 275 juta,” ujar Esthy.
Esthy membeberkan poin-poin penting seputar aktivitas marketing dan optimisme melalui serentetan program yang telah, sedang dan akan dilakukan selama 2017. “Kemenpar untuk mencapai target stategi pemasaran dan promosi pariwisata terus digencarkan. Untuk marketing strategy menggunakan pendekatan DOT (Destination, Original, dan Time) , promotion strategy dengan BAS (Branding, Advertising, dan Selling), media strategy dengan pendekatan POSE terutama pada pasar utama,” kata dia.
Wanita yang murah senyum itu menjelaskan, strategi pemasaran dengan pendekatan DOT itu akan difokuskan pada 10 Bali Baru yang 3A-nya sudah siap, Akses, Amenitas, Akses. Diantaranya Great Jakarta; Great Bali; Great Kepri; Joglosemar (Yogyakarta,Solo, dan Semarang); Bunaken– Wakatobi RajaAmpat, Medan, Lombok, Makassar, Bandung, dan Banyuwangi. (kmb/balipost)
BALIPOST.com
Hadir sebagai pembicara utama adalah Deputi Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Kemenpar Dadang Rizki Ratman dan Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Esthy Reko Astuti. Selain kedua pembicara dari Kemenpar tersebut, hadir juga Kementrian Kelautan dan Perikanan (Ditjen PRL dan Direktur Investasi Ditjen PRL), Asdep Jasa Kemaritiman Menkomar, Akademisi dan Praktisi dari IPB, UNIPA, LMMA, Usaid dan Ausaid, Pelaku Usaha dari Kab Raja Ampat, Dinas Pariwisata Papua dan para industri serta pelaku usaha di Biak.
Bupati Biak Thomas Alfa Edison mengatakan, pihaknya sangat membutuhkan dukungan dan dorongan dari pusat terutama Kemenpar agar daerahnya bisa mengembangkan pariwisata dan menjadi sektor unggulan. “Lokakarya ini memaparkan konsep, model dan praktek terbaik untuk meningkatkan Pariwisata di Kabupaten Biak Numfor, maka dari itu kami usung acara ini dengan tema menjahit sektor unggulan untuk masa depan, termasuk Pariwisata di Biak,” kata Bupati saat membuka acara tersebut.
Dalam paparannya di depan peserta Lokakarya, Deputi Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Kemenpar Dadang Rizki Ratman mengatakan, Biak harus siap dengan semua faktor terutama akses, amenitas, dan atraksi. “Pariwisata itu harus dilakukan secara pararel, bersamaan, selain wisatawan harus ada, destinasi juga harus siap. Maka dari itu, di Biak harus semakin banyak pelaku pariwisata, destinasi itu akan hidup kalau pelaku pariwisata juga ada dan siap,” kata Dadang.
Kata Dadang, pengembangan destinasi pariwisata itu harus dilakukan secara sistematika yakni dengan analisis situasi strategi, formulasi strategi dan strategi implementasi. “Seperti yang sering diutarakan bapak Menteri kami bahwa untuk Indonesia, Pariwisata sebagai penyumbang PDB, Devisa dan Lapangan Kerja yang paling mudah dan murah. Kami juga yakin ini akan berkembang di Biak,” ujar pria asli Jawa Barat itu.
Dadang juga menghimbau, kepada masyarakat dan seluruh elemen terkait Pariwisata di Biak harus sadar wisata. Terutama kewajiban masyarakat dan para pelaku wisata di daerah untuk menjaga kenyaman para wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. “Yang pertama dilihat adalah keamanan, baru dia akan datang. Selain itu tentunya, kita harus menjaga berbagai fasilitas,” katanya.
Karena wisatawan itu 60 persen ke Indonesia karena culture atau ingin merasakan atmosfer budaya lokal. Sisanya, 35 persen faktor alam atau nature, dan 5 persen man made, atau wisata yang di-create orang atau wisata buatan, seperti sport event, MICE, show music dan lainnya. “Dan Biak sudah punya dan bisa terus digenjot, ayo, Pariwisata itu bukan kerja sendirian, namun kerja untuk bersama. Jika kita kompak, semua target dan sasaran pasti terealisasi. Biak juga sudah harus bisa membuka dan mensasar target, karena target sangat penting untuk mengukur kesuksesan,” ujar Dadang.
Hal senada diungkapkan oleh Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Esthy Reko Astuti. Dalam paparannya, wanita berhijab itu menyampaikan arah dan kebijakan pemasaran pariwisata nusantara. Kata Esthy, Pariwisata Indonesia memiliki banyak keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif yang pertama adalah pariwisata merupakan penghasil devisa terbesar. “Dan dampak pariwisata adalah devisa yang masuk langsung dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat,” kata Esthy.
Selain itu, pariwisata juga terbaik di regional, country branding Wonderful Indonesia yang promosinya semakin mendunia, Indonesia Incoporated, Indonesia Sebagai Tourism Hub Country, alokasi Sumber Daya. ”Dan kita semua harus bersatu untuk target 20 juta Wisman di tahun 2019, dan pergerakan wisatawan nusantara 275 juta,” ujar Esthy.
Esthy membeberkan poin-poin penting seputar aktivitas marketing dan optimisme melalui serentetan program yang telah, sedang dan akan dilakukan selama 2017. “Kemenpar untuk mencapai target stategi pemasaran dan promosi pariwisata terus digencarkan. Untuk marketing strategy menggunakan pendekatan DOT (Destination, Original, dan Time) , promotion strategy dengan BAS (Branding, Advertising, dan Selling), media strategy dengan pendekatan POSE terutama pada pasar utama,” kata dia.
Wanita yang murah senyum itu menjelaskan, strategi pemasaran dengan pendekatan DOT itu akan difokuskan pada 10 Bali Baru yang 3A-nya sudah siap, Akses, Amenitas, Akses. Diantaranya Great Jakarta; Great Bali; Great Kepri; Joglosemar (Yogyakarta,Solo, dan Semarang); Bunaken– Wakatobi RajaAmpat, Medan, Lombok, Makassar, Bandung, dan Banyuwangi. (kmb/balipost)
BALIPOST.com
0 komentar:
Post a Comment