Paniai -
Solidaritas untuk Nifasi (SUN) Nabire menyebutkan PT.Kristalin Eka
Lestari (PT.KEL) sedang memprovokasi warga dan membuat kelompok pro
kontra agar ada legitimasi untuk tetap bertahan bekerja menambang emas
di bantaran Sungai Mosairo.
Kordinator Solidaritas Untuk Nifasi, Roberthino Hanebora mengaku, pihak
yang pro terhadap PT.KEL hanya beberapa orang dan hampir seluruh
masyarakat Nifasi menolak kehadiran PT.KEL dan klaim wilayahnya bantaran
sungai Mosairo .
"Jelasnya hanya sembilan KK (Kepala Keluarga) yang mendukung PT.KEL dari
143 KK. Perlu diketahui dari 143 KK hanya 90 KK suku asli Nifasi dan
pemilik hak ulayat Mosairo. Dari 90 KK suku asli Nifasi hanya 3 KK suku
asli yang mendukung PT.KEL, sisa 6 KK dari 9 KK itu adalah warga
domisili di kampung Nifasi. Artinya bukan pemilik ulayat yang mendukung
PT.KEL," tutur Robertino Hanebora kepada Jubi melalui pesan WhatsApp,
Selasa, (27/6/2017).
Untuk meminimalisir dan menyudahi konflik di Nifasi, menurutnya,
masyarakat Nifasi terutama Kepala Sub Suku Wate Kampung Nifasi bersama
Kepala-Kepala Suku Besar Wate, pihak keamanan dari Polsek Lagari dan
Koramil yang wilayah teritorinya ada di dalamnya Nifasi dan juga
kelompok pro PT.KEL melakukan pembicaraan di Kampung Nifasi pada tanggal
3 Juni 2017.
"Dalam pertemuan tersebut mayarakat Nifasi menyepakati dan memutuskan
beberapa hal penting guna menyudahi polemik berkepanjangan akan
kehadiran PT.KEL," ungkapnya.
Keputusan itu diantaranya PT.KEL dapat bekerja tapi di KM 39 bantaran
sungai Mosairo ke arah bawah bagian utara dan nanti dibuat surat
persetujuan bekerja atau pelepasan adat.
"Karena belum ada persetujuan dan pelepasan adat oleh suku Wate kepada perusahaan itu," katanya.
Seluruh masyarakat memasang tapal batas bagi PT.KEL di KM 39 Bantaran
Sungai Mosairo. Dan kesepakatan tersebut ditandatangani oleh perwakilan
masyarakat Nifasi oleh pemimpin adat dan disaksikan seluruh saksi-saksi.
Kepala suku Wate, Alex Raiki mengatakan, pada 10 Juni 2017 berdasar
kesepakatan tanggal 3 Juni 2017 masyarakat Nifasi menuju bantaran sungai
Mosairo memasang tapal batas PT.KEL KM 39. Lalu, Kepala Sub Suku Wate
Kampung Nifasi Azer Monei mendatangi perusahaan itu yang selama ini
masih bekerja di KM antara 39 dan 40 yang tidak disetujui masyarakat
Nifasi selama ini.
"Kami menyampaikan hasil kesepakatan tanggal 03/06/2017, sehingga PT.KEL
harus mematuhi kesepakatan masyarakat Nifasi dan PT.KEL segera
memberhentikan aktivitasnya serta segera membawa peralatanya ke arah KM
39 bawah (Utara) yang nanti disusul dengan surat pelepasan oleh
masyarakat," jelas Raiki.
Namun PT.KEL melanggar perjanjian tanggal 12/06/2017. Perusahaan ini
masih melakukan pekerjaan di KM 39/40 dan tak membawa turun peralatan
penambanganya.
"Yang terjadi malah PT.KEL kembali memanfaatkan pihak-pihak yang pro
PT.KEL untuk tetap mempertahankan PT.KEL tetap bekerja antara KM 39/40
di bantaran sungai Mosairo," tambahnya.
"Padahal pihak-pihak yang dipakai tersebut sudah menyepakati hasil
pertemuan tanggal 03/06/2017. Hal itu berlanjut hingga hari ini,"
katanya kesal.
Raiki menyampaikan, hingga saat ini pihak aparat keamanan terutama TNI
masih ada di lokasi itu walaupun di media massa disebutkan tidak ada.
"Pos-pos militer yang digunakan untuk membackup PT.KEL sudah dicat
dengan warna lain untuk menghilangkan jejak. Namun dokumentasi kami
untuk membuktikan keterlibatan mereka ada buktinya," ungkapnya.
Pihaknya meminta kepada Presiden Joko Widodo dan semua pihak dapat
menseriusi tapi juga menyelesaikan konflik tambang yang dilakukan PT.KEL
di Nifasi.
"Kami menilai terkesan PT.KEL terlalu kebal hukum, sehingga tak mampu diselesaikan oleh negara ini," katanya.
"Nawacita sebagai pintu kedaulatan rakyat perlu ditegakan, sehingga
kesejahteraan rakyat dengan cara legal dan penegakan HAM bisa tercapai,"
pungkasnya. (*)
Sumber :http://tabloidjubi.com/
0 komentar:
Post a Comment