Jokowi juga mengambil kebijakan berani dengan menetapkan harga BBM di Papua sama dengan harga yang berlaku di pulau Jawa.
Meskipun
demikian pembangunan sumber daya manusia di Papua, terutama di bidang
kesehatan serta pendidikan, dan penyelesaian beragam kasus pelanggaran
hak asasi manusia (HAM), masih menjadi sorotan dalam tiga tahun
pemerintahan Jokowi.
Ketua Kelompok Kerja Papua Universitas Gadjah
Mada, Bambang Purwoko, mengatakan cukup banyak masalah muncul di Papua,
terutama pada 2008 karena berbagai aksi kekerasan. Meski kekerasan itu
mulai berkurang dibandingkan pada masa Orde Baru,tetapi kesan bahwa aksi
kekerasan masih terus terjadi menyulitkan tumbuhnya kepercayaan warga
pada pemerintah.
Bambang mengusulkan desain pembangunan Papua baru berbasis lokalitas.
“Salah
satunya juga karena tidak kompatibelnya desentralisasi pemerintahan
dengan desentralisasi politik. Contoh kongkretnya, mengapa di Papua
harus pilkada langsung seperti di Jakarta, Yogya, yang tingkat
kedewasaan politiknya jelas berbeda,” kata Bambang dalam diskusi
bertajuk “Papua dalam Sorotan : Pendekatan Holistik untuk Papua” yang
dilangsungkan di Jakarta, Kamis (28/12).
Bambang menekankan salah
satu dampak pemilihan kepala daerah secara langsung adalah rusaknya
pemerintahan daerah. Ia mencontohkan konflik berdarah di Tolikara,
Puncak Jaya, dan Intan Jaya sehabis putusan Mahkamah Konstitusi tentang
hasil pilkada.
Bambang juga menyoroti pembangunan ekonomi berbasis
lokal yang sedianya menciptakan keamanan, keadilan, dan harus
berkelanjutan. Ini dimulai dengan membangun kapasitas sumber daya
manusianya.
Dalam kesempatan yang sama, mantan Ketua Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia, Ifdhal Kasim, mengatakan target
menyelesaikan pelanggaran HAM di Papua sebenarnya terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi
Papua. Aturan hukum mengenai otonomi khususitu merupakan konsensus baru
untuk menjawab beragam persoalan di Papua. Di dalam undang-undang
tersebut ada tiga jalan untuk menyelesaikan masalah HAM di Papua.
“Yang
pertama, jalan pengadilan dalam menyelesaikan kasus-kasus
pelanggaranHAM. Yang kedua,melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Untuk memperkuat perbaikan ke depan situasi HAM di Papua, maka
diamanatkan untuk membentuk Komisi Hak Asasi Manusia Daerah di Papua,”
ujar Ifdhal.
Ifdhal menjelaskan ketika Menteri Koordinator Bidang
Politik, Hukum dan Keamanan dijabat oleh Luhut Binsar Panjaitan, ia
telah membentuk sebuah tim untuk mempercepat penyelesaian kasus-kasus
pelanggaranHAM di Papua. Tim ini kemudian menyepakati ada sebelas
perkara yangperlu segera dituntaskan, ada yang melalui pengadilan pidana
dan lewat pengadilan HAM.
Menurut Ifdhal, yang akan diselesaikan
melalui pengadilan hak asasi manusia HAM ada tiga kasus, yakni Wasior,
Wamena, dan Paniai. Sejauh ini kasus Wasior dan Wamena masih dalam tahap
penyelidikanoleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia serta pendalaman di
Kejaksaan Agung. Jika kedua perkara ini sudah sampai tahap penyidikan di
Kejaksaan Agung, Presiden Joko Widodo menyatakan akan mengeluarkan
kepres pembentukan pengadilan HAM bagi kedua kasus itu.
Sementara
untuk kasus Paniai, menurut Ifdhal, proses penyelidikan oleh Komisi
Nasional HAM belum rampung dan masih berjalan sehingga belum bisa
diputuskan apakah terjadi pelanggaran HAM dalam kasus Paniai.
Mengenai
pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, lanjut Ifdhal, belum
mengalami kemajuan karena sampai sekarang belum ada peraturan daerah di
Papua yang mengamanatkan pembentukan komisi tersebut. Komisi Kebenaran
dan Rekonsiliasi merupakan upaya penyelesaian seluruh kasus
pelanggaranHAM di Papua pada masa lalu.
George Sea dari Lingkar
Studi Papua di Inggris mengatakan ada tiga tantangan terkait dengan
generasi muda Papua. Pertama, mereka kritis terhadap narasi sejarah
tentang Papua. Kedua, ada stigma buruk tentang anak-anak muda Papua.
Ketiga, besarnya arus migrasi orang non-Papua ke Papua yang membuat
generasi muda Papua khawatir akan masa depan mereka.
“Kita
membutuhkan bagaimana kita harusmenyiapkan pemuda Papua ini sehingga
mereka bisa berkompetisi. Betul-betul disiapkan mampu berkompetisi,”
kata George Sea.
Jaleswari Pramodhawardani, Deputi V Kantor Staf
Presiden, mengatakan Presiden Joko Widodo dalam Instruksi Presiden Nomor
17 yang dikeluarkan pekan lalu menegaskan perlunya percepatan
pembangunan kesejahteraan di provinsi Papua dan Papua Barat, termasuk
bidang kesehatan dan pendidikan, ekonomi lokal, infrastruktur.
“Presiden
sudah meletakkan pondasi. Justru yang paling penting bagi kami adalah
bagaimana kita mengisi pondasi yang sudah ada ini di mana kita sudah
tahu bahwa presiden ini sebenarnya sudah pas hatinya untuk Papua,” kata
Jaleswari.
Sementara Profesor Bambang Shergi Laksmono dari Papua
Center FISIP Universitas Indonesia mengatakan warga negara Indonesia
harus memiliki kepedulian terhadap nasib rakyat Papua karena tidak ada
Indonesia tanpa Papua.(Gencil News/)
0 komentar:
Post a Comment