Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) RI. DR.Amir Syamsudin,SH,MH |
Rasudofm - JAYAPURA
- Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) RI. DR.Amir
Syamsudin,SH,MH mengungkapkan, di Papua ini tidak ada tahanan politik
(Tapol), yang ada adalah warga yang kurang beruntung, karena telah
melakukan perbuatan yang melanggar hukum, sehingga mereka mendapat
pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
"Saya tegaskan di Papua tidak ada yang namanya Tapol. Menyangkut permintaan sebagian kelompok orang yang meminta agar Forkorus Yaboisembut dan teman-temannya dibebaskan, tentunya harus mendapatkan kesepakatan bersama, itu karena mereka melakukan perbuatan makar yang saat ini masih dalam proses pesidangan," tegasnya kepada wartawan usai mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Abepura.
Dalam kunjungannya ke Lapas Abepura ini, sejumlah pejabat eselon satu Kemenkumham ikut mendampingi Amir Syamsudin di antaranya Irjen Kemenkumham Sam L Tobing, Dirjen Imigrasi Bambang Irawan, Dirjen Pemasyarakatan Sihabudin, Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Wicipto Setiadi, Asisten I Setda Papua Drs. Eliezer Renmaur, dan Rektor Uncen Drs. Festus Simbiak,M.Pd.
Menurut Menkumham, bagi warga yang melanggar hukum positif, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme hukum yang berlaku. Yang bisa dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) adalah membantu dan menfasilitasi mereka untuk mendapatkan pelayanan hukum sebaik-baiknya, karena itu merupakan hak setiap warga negara.
Dikatakannya, mengingat perbuatan yang dilakukan para terdakwa itu diduga sebagai perbuatan makar yang tentunya melanggar hukum positif, maka mekanisme hukum positif lah yang harus diberlakukan atau dikedepankan.
Disinggung adanya Nara pidana (Napi) yang enggan menerima remisi dari pemerintah, seperti Filep Karma, menurut Menteri, hal itu menjadi hak setiap Napi, sehingga pemerintah tidak bisa memaksakan, apakah remisi itu harus diterima atau tidak.
Namun yang jelas kata Amir Syamsudin, mendapatkan remisi itu menjadi hak setiap Napi, sehingga pemerintah berkewajiban untuk memberikannya, sepanjang pemberian remisi itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sementara ini, kedatangannya di Jayapura ini, untuk menghadiri sejumlah agenda, di antaranya yakni peresmian pusat pelayanan hukum terpadu di Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Papua yang merupakan agenda utama.
Tujuan dibentuknya pusat pelayanan hukum terpadu ini menurut Amir Syamsudin, sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan pelayanan hukum kepada masyarakat, sehingga masyarakat diharapkan bisa mendapatkan pelayanan hukum yang cepat, akurat serta tidak membutuhkan birokrasi yang panjang.
Selain itu kata dia, pihaknya meresmikan Forum Penegak Lembaga Hukum Dilkumjakpol (Pengadilan, Kanwil Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan dan Kepolisian), serta menghadiri penandatangan MoU pembangunan di bidang hukum di Papua.
Kedatangan rombongan Menkumham ke Lapas Abepura ini, sempat diwarnai dengan aksi demo yang dilakukan puluhan warga yang mengatasnamakan Solidaritas Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Namun, aksi demo yang dilakukan para pendukung terdakwa kasus makar Forkorus Cs ini mendapat simpati Menkumham. Pasalnya, setibanya di Lapas, Menkumham langsung menuju ke para pendemo untuk menyalami satu persatu para pendemo.
Dalam aksinya itu, mereka minta agar Forkorus Cs dibebaskan dari segala persidangan Makar, mengingat perbuatan yang dilakukan Forkorus Cs dalam Kongres Rakyat Papua (KRP) III, bukan sebagai tindakan Makar, tapi upaya pemulihan Kedaulatan Negara Papua Barat.
Sementara itu, usai meresmikan pusat pelayanan hukum terpadu Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Ham Papua, dan peresmian desa dan kelurahan sadar hukum, di ruang sasana Krida Kantor Gubernur Papua, Dok II Jayapura, Senin (5/3), Menkumham kembali menegaskan, tidak ada istilah tahanan politik.
"Maafkan saya, kalau perlu saya katakan bahwa tidak ada istilah terminologi tahapan politik, yang ada adalah saudara-saudara kita yang kemerdekaannya dibatasi," jelasnya.
Lanjut Amir Syamsuddin, alasan istilah tahanan politik itu sering digunakan karena laku dijual oleh lembaga-lembaga swadaya asing yang ingin sekali merusak keharmonisan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bahkan, dalam dua kali rapat dengan anggota DPR-RI, terkait dengan persoalan sejumlah tahanan yang bersebrangan ideologinya ini, dirinya sudah sampaikan bahwa Kemenkumham akan mendukung penuh segala upaya para tahanan ini menggunakan haknya, sama seperti tahanan yang lain, misalnya seperti grasi, bahkan akan diproses dengan cepat. "Bapak presiden sudah membuka pintu untuk itu, jadi jika ada grasi, kita akan proses dengan cepat,"jelasnya.
Sementara itu, terkait dengan belum terbentuknya komisi kebenaran dan rekonsialisasi (KKR) seperti yang diamanatkan dalam undang-undang otonomi khusus Bab XII pasal 45-47, menurut Amir Syamsuddin, semangat untuk membentuk komisi ini sudah ada, kini tinggal implementasinya, yang pasti dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Sementara itu, di tempat terpisah, Wakil Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua Mathius Murib, meminta kepada menteri agar segera menyelenggarakan dialog Hak Asasi Manusia antara Pemerintah Jakarta dan Papua, serta Pemerintah Provinsi Papua untuk segera mendirikan Komisi HAM Daerah Papua yang diatur dengan peraturan daerah khusus. Mengingat status keanggotaan perwakilan Komnas HAM Papua sudah berakhir dalam bulan Maret 2012, dan sudah tidak lagi merekrut anggota Komnas HAM Papua yang baru untuk 3 (tiga) tahun ke depan, serta dalam rangka menghindari konflik berdarah karena pemilukada di tanah Papua untuk daerah tertentu tetap bisa saja diwakili oleh anggota DPR setempat.
"Hentikan semua upaya provokasi atas nama apapun untuk terus menciptakan Papua diperhitungkan sebagai daerah konflik yang bertentangan dengan kampanye para pihak tentang Papua tanah damai," tegasnya.
"Kami juga meminta Menteri Hukum dan HAM RI untuk segera mengganti Kepala Wilayah Kantor Hukum dan HAM RI di Provinsi Papua saat ini, karena dari hasil pemantauan kami, yang bersangkutan tidak mampu membangun relasi kerja yang baik dengan para mitra kerja HAM di tanah Papua," sambungnya.(mud/cak/fud)
0 komentar:
Post a Comment