Home » » 41 Tahun Integrasi Papua Masih Adakah Masa Depan Papua di Republik Ini?

41 Tahun Integrasi Papua Masih Adakah Masa Depan Papua di Republik Ini?

 41 Tahun Integrasi Papua

Masih Adakah Masa Depan Papua di Republik Ini?

foto ilusterasi (umaginews)

 Oleh Frans Maniagasi

Tanggal 1 Mei 2004 kemarin tepat 41 tahun (1963-2004) masyarakat dan Tanah Papua integrasi dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selama 40 tahun lebih integrasi itu tampaknya "masalah" Papua tak kunjung tuntas diselesaikan. Bahkan dari satu pemerintahan ke pemerintahan lain dari masa Orde Lama, Orde Baru hingga Orde reformasi di bawah kepimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri, soal Papua tampaknya semakin kabur dan tidak jelas penyelesaiannya.

Pada hal seluruh rakyat Indonesia sama sekali tidak menutup mata atas persoalan Papua, bahkan masyarakat internasional sekalipun. Permasalahan Papua termasuk Aceh bukan hanya bagian masalah sejarah masa lalu. 

Masalah Papua adalah masalah Indonesia yang tidak lepas dari sejarah bangsa ini, tetapi penyelesaiannya selalu saja berlarut-larut, cenderung dapat dikatakan berlari dari satu konflik ke konflik lainnya. Dengan kata lain, Jakarta tampaknya tidak memiliki agenda politik yang jelas dan tepat dalam rangka Menyelesaikan soal Papua. Pada hal sudah 41 tahun masyarakat dan wilayah ini integrasi dengan Republik Indonesia. 

Tragisnya lagi, pelaksanaan UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua yang dipandang merupakan jalan terbaik sebagai pintu masuk (entry point) menuju penyelesaian masalah Papua, justru digergaji oleh pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri dengan menerbitkan Inpres No 1 Tahun 2003 tentang Percepatan Pemekaran Papua berdasarkan UU No 45 Tahun 1999 yang sebenarnya telah kedaluwarsa 

Pertanyaan yang patut diajukan adalah, apakah tidak tuntasnya penyelesaian masalah Papua mengindikasikan adanya unsur kesengajaan oleh pemerintah Indonesia sehingga terjadi pembiaran untuk waktu 40 tahun ke depan agar masalah Papua kembali ke masa lalu tanpa ada penyelesaiannya? Padahal solusi damai melalui Otsus Papua yang lebih kooperatif telah dicanangkan bahkan pada tahap awal telah diimplementasikan.

Persoalan Bangsa

Masalah Papua patut dikemukakan karena soal Papua sebenarnya hanya bagian dari seluruh persoalan yang melilit bangsa ini. Persoalan Papua tidak hanya diselesaikan melalui Otonomi Khusus dengan mengedrop dana pembangunan bermiliar-miliar, bahkan bertriliun rupiah lewat DAK (Dana Alokasi Khusus), DAU (Dana Alokasi Umum), APBD, Dana Dekonsentrasi, Dana Perimbangan, dan lain-lain. Tapi persoalan Papua butuh dialog yang transparan dan demokratis sesuai tuntutan rakyat yang telah dilegitimasikan melalui UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Mengapa begitu penting dialog bagi rakyat Papua?
Pertama, dialog mempunyai makna strategis bagi rakyat Papua bahwa Pemerintah Indonesia mengakui eksistensi mereka sebagai warga bangsa dan warga negara. Sekaligus mengembalikan kepercayaan rakyat Papua kepada Jakarta bahwa mereka tidak punya pilihan lain, tetap harus melaksanakan Otsus dalam konteks NKRI. Oleh sebab itu tuntutan pencabutan Inpres No 1 Tahun 2003 yang didasari pada UU No 45 Tahun 1999 khususnya pasal-pasal yang menyangkut pemekaran propinsi Irian Jaya Tengah dan Irian Jaya Barat patut diakomodasikan 

Kedua, bagi Jakarta dialog secara damai, transparan dan demokratis memiliki arti positif sehingga pemerintah dapat menyelesaikan masalah-masalah lain dalam mengatasi sejumlah krisis yang masih melilit bangsa ini. Selain itu dialog pemerintah dengan rakyat Papua akan menunjukkan kepada masyarakat internasional bahwa Jakarta memang memiliki komitmen yang kuat untuk menyelesaikan masalah Papua, sebagai persoalan dalam negeri. 

Jika masalah Papua diselesaikan hanya bersifat instan maka tidak tertutup kemungkinan persoalan Papua tak kunjung akhir penyelesaiannya. Ini akan membawa Papua jauh lebih buruk dari masa-masa sebelumnya.

Saya kira, pada awal penetapan dan pemberlakuan Otsus Papua oleh pemerintah sebenarnya merupakan "pintu masuk" dalam rangka upaya penyelesaian masalah Papua. Tapi apa yang terjadi kemudian adalah pemerintahan Megawati mengeluarkan Inpres No 1/2003 yang memaksakan percepatan pemekaran provinsi berdasarkan UU No 45/1999. 

Langkah itu menurut pendapat saya bukti kegagalan Jakarta yang tidak berikhtikad baik dan jujur untuk menyelesaikan soal Papua. Itu membuktikan tidak pekanya Jakarta terhadap aspirasi, tuntutan dan kebutuhan rakyat Papua. 

Selain itu, "pemaksaan" itu mengabaikan tiga hal penting:
Pertama, persoalan pemekaran Papua sebenarnya telah diatur dalam Pasal 76 UU No 21/2001 secara jelas dan tegas telah mengakomodasikan persoalan pemekaran. 

Kedua, lahirnya Inpres No 1/2003 yang didasari pada UU No 45/1999 menandakan bahwa pemerintahan Presiden Megawati ingin tetap mempertahankan politik dualisme atau dikotomi di kalangan masyarakat Papua dalam rangka devide et impera (memecah belah dan menguasai) sehingga suburlah konflik horizontal di kalangan masyarakat asli Papua dan antara penduduk asli dengan masyarakat pendatang. Kasus Timika berdarah yang terjadi pada 23 Agustus 2003 pada saat deklarasi Irian Jaya Tengah antara kelompok pro versus kontra pemekaran membuktikan hal itu.

Ketiga, pada tanggal 21 Oktober 2001 sehari sebelum RUU Otsus Papua ditetapkan oleh DPR, telah ada "kesepakatan" politik antara DPR (Pansus RUU Otsus Papua) dan pemerintah yang diwakili oleh Mendagri Hari Sabarno bahwa setelah Otsus Papua dilaksanakan, DPR (Komisi II) dan Mendagri akan bersama-sama melakukan peninjauan atau revisi terhadap pasal-pasal dari UU No 45/ 1999 menyangkut pemekaran provinsi Irian Jaya Barat dan Irian Jaya Tengah. Saya kira hal ini masih teringat dalam ingatan kita termasuk Mendagri Hari Sabarno dan jajarannya Depdagri dan Tim Interdepartemen lainnya. (Baca Risalah Rapat Pansus DPR RI RUU Otsus Papua).

Anehnya lagi, kejutan terbitnya Inpres No 1/2003 tersebut menutup nasib tertundanya pengesahan dan penetapan draf Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Majelis Rakyat Papua (RPP-MRP) yang telah diusulkan oleh Pemerintah Provinsi dan DPR Papua sejak Juli 2002, sampai sekarang tidak jelas pembahasan dan penetapannya oleh Presiden Megawati Sukarnoputri. Pada hal pasal 72 UU No 21/2001 secara tegas telah mengatur bahwa presiden sudah harus mengesahkan PP-MRP selambat-lambatnya satu bulan sejak usulan diterima.

Dari sini terlihat Jakarta tidak ikhlas, tidak jujur, bahkan tidak memiliki kemauan baik terhadap nasib dan masa depan orang Papua di Republik ini. Bahkan Pemerintah tidak percaya kepada orang Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri melalui Otonomi Khusus ( UU RI No 21/2001) dalam kerangka NKRI. Bila seseorang atau sebuah komunitas sosial tidak dipercaya lalu bagaimana kita bicara tentang masa depan mereka. Masih adakah harapan dan cita-cita mereka dalam negara ini? 

Oleh karena itu, berkenan dengan 41 tahun integrasi masyarakat dan tanah Papua dengan NKRI maka pertanyaan-pertanyaan yang patut kita ajukan untuk menjadi bahan perenungan, sungguh-sungguhkah Jakarta mendorong pelaksanaan Otsus Papua sebagai jembatan menuju masa depan yang lebih baik bagi rakyat Papua dan rakyat Indonesia secara keseluruhan. Apakah konsekuensi logis jika nasib dan masa depan rakyat Papua sampai terbengkalai di republik ini bila dikaitkan dengan integrasi dan keutuhan RI?

Persoalan Kompleks

Persoalan Papua amat kompleks. Papua bukan hanya suatu dilema dalam krisis di negeri ini tapi juga menjadi pertaruhan bagi masa depan Indonesia. Karena itu upaya mengusung solusi damai dan demokratis bagi masa depan Papua melalui pelaksanaan Otsus sekurang-kurangnya harus memperhatikan tiga hal.

Pertama, pemerintah pusat, siapa pun yang akan terpilih sebagai Presiden RI (2004 - 2009) harus sepakat menciptakan suasana damai dan meniadakan segala jenis kekerasan, termasuk menghilangkan politik dualisme/dikotomi dalam rangka devide et impera yang pada ujungnya hanya melestarikan konflik horizontal dan vertikal di Papua yang telah menjadi "warisan" selama 41 tahun integrasi itu untuk segera diakhiri. Sesuai dengan kesepakatan yang pernah dikeluarkan oleh para tokoh adat, tokoh agama, Pemda Papua, dan seluruh komponen masyarakat untuk menciptakan Papua sebagai zona damai.

Kedua, pemerintah harus mendorong dan mendukung kerja sama yang lebih jelas, terarah, dan terpadu dalam rangka pelaksanaan Otsus Papua. Oleh karena itu saya usulkan agar dalam kabinet pemerintahan baru pasca-pemilihan presiden agar dibentuk sebuah kementerian khusus yang bertugas penuh dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan Otonomi Khusus Papua dan NAD termasuk DKI Jaya serta Daerah Istimewa Yogyakarta Hadiningrat. 

Ketiga, masyarakat Papua termasuk Aceh haruslah diberikan kebebasan yang seluas-luasnya melalui hak-hak dasar yang telah diatur dalam UU No 21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri dengan supervise dan pengawasan dari pusat melalui Menteri Khusus tersebut.

Hal ini penting ditegaskan karena telah terindikasi bahwa sejak awal pemberlakuan UU Otsus Papua telah berhasil meningkatkan secara perlahan, tapi pasti kepercayaan rakyat Papua terhadap pemerintah pusat, tapi kini sekarang dalam benak orang Papua, setelah keluarnya Inpres No 1/2003, adalah "mengapa Indonesia dorang selalu tipu kitorang".

Selain itu, kredibilitas pemerintah Indonesia di mata masyarakat internasional tentang "masalah" Papua pun akan pulih dengan segera. Sebab sejak Otsus Papua diberlakukan berbagai negara dan masyarakat dunia telah menyatakan komitmen mereka untuk mendukung integritas territorial Indonesia dari Sabang-Merauke.

Kini taruhan masa depan Papua dan masa depan seluruh rakyat Indonesia sepenuhnya berada di tangan pemerintah baru hasil pemilu presiden, jangan-jangan akibat ulah kebijakaan Jakarta (Inpres No 1/2003), justru yang mendorong terjadinya dis-integrasi Papua dari Republik Indonesia. 

Penulis adalah mantan anggota Tim Asistensi RUU Otsus Papua dan anggota Pokja Papua di Jakarta.

Last modified: 4/5/04--------- SUARA PEMBARUAN DAILY

updateby: Rasudo fm sejaah papua
Share this video :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger