Penari Cenderawasih asal Papua (Foto:Ist) |
“Kami saat itu dijanjikan dihargai sekitar 8 juta rupiah berupa nota, dan salah satu teman saya sekitar 21 juta rupiah, namun saat pembayaran, saya hanya menerima 2 juta 5 ribu rupiah dan rekan saya hanya 6 juta, selebihnya kami tidak tau dikemanakan tanpa ada penjelasan.”
Hal ini disampaikan Johan Yembise, salah satu seniman Papua, Minggu (09/04) saat suarapapua.com mengunjungi kediamannya yang sekaligus dijadikan sarana untuk memamerkan dan menjual hasil karya seninya di Manokwari, Papua Barat.
Johan Yembise (50 tahun) bersama istrinya, sarce Rumasep (43 tahun) menekuni usaha kerajinan khas papua berupa, baju adat, topi, tas, lukisan yang terbuat daru kulit kayu, dan seni rupa lainya seperti pahatan dan ukiran sejak tahun 2002.
Yembise juga menyampaikan bahwa, ia sangat heran dengan kinerja dinas terkait karena ia beserta beberapa temannya, sesama seniman, tidak diakomodir dengan baik sehingga, mereka tidak dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan dan moment-moment terkait seni budaya namun, ada seniman tertentu yang terus dilibatkan, sehingga tidak ada pemerataan.
Selain itu, Yembise menambahkan, ada pihak tertentu yang sering mengambil hasil karya mereka dengan janji-janji bahwa akan diberikan bantuan atau perhatian khusus namun tidak direalisasikan.
“Padahal hasil karya kami sudah mengangkat budaya Papua, seperti baju dan mahkota kulit kayu, dan hasil karya kami juga sering dipakai grup tari ternama di kabupaten Manokwari pada even-even nasional maupun internasional,” terang Yembise.
Disesalkan juga, kurangnya pengakomodiran dan pengontrolan oleh dinas terkait sehigga, mereka yang sebenarnya tekun menghasilkan karya seni budaya Papua ini, tidak diperhatikan dengan baik namun pihak tertentu yang membuat proposal tanpa ada bukti nyata berupa hasil karya seni dilapangan justru mendapatkan bantuan berupa dana.
Bahan dasar, karyanya berupa kulit kayu, dan juga bahan pelengkap seperti bulu kasuari, kini semakin sulit didapatkan karena dampak pembangunan, sehingga harus mencari ke hutan yang semakin jauh, dan kasuari kini semakin sedikit sehingga diharapkan juga kepada dinas terkait, agar peka dan melakukan budidaya agar bahan dasar karya mereka ini, tetap tersedia dan budaya Papua tetap lestari.
Karya cipta seni budaya bapak beranak 9 ini, tidak terlepas dari keuletan dan dukungan istri dan anak-anak, sehingga melalui usaha ini, seorang anaknya telah berhasil meraih sarjana dan yang lainnya masih kuliah dan bersekolah.
suarapapua.com
0 komentar:
Post a Comment