Bintangpapua, Sentani.
Kawasan sagu di Papua saat ini sudah mulai banyak berkurang karena
telah beralih fungsi menjadi jalan, jembatan, pemukinam ataupun mall.
Kawasan Sagu di Papua Masih Eksis
Yang Tergusur Hanya di Perkotaan
SENTANI—Kawasan lahan sagu di wilayah Papua hingga saat
ini masih eksis. Meskipun menurut penelitian LIPI, sebanyak 60 persen
perkebunan sagu di Indonesia sudah tidak ada.
Hal ini ditegaskan Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan
Pangan Provinsi Papua Leo A. Rumbarar kepada Bintang Papua Kamis malam
(29/03) ketika ditemui dalam sebuah kegiatan di Hotel Travellers
Sentani.
“Kalau di Papua, kawasan sagu masih eksis, tetapi untuk
di kawasan perkotaan seperti di Kota Sentani sudah banyak yang tergusur
karena sudah beralih fungsi menjadi pembangunan jalan, jembatan,
pemukiman ataupun mall-mall,” urainya.
Dipaparkannya, beberapa wilayah di Papua yang masih
eksis perkebunan sagunya diantaranya Mamberamo, Waropen bawah, Merauke,
Asmat dan beberapa lainnya.
“Lahan-lahan di beberapa wilayah tersebut masih eksis
dan itu yang harus kita jaga juga lestarikan agar tidak bergeser atau
beralih fungsi sehingga tidak akan ada perubahan,” ujarnya.
Dikatakannya, bolehlah jika ada industri pengolahannya
serta bisa dilaksanakan tetapi harus dibijaksanai seperti misalnya jika
ditebang maka harus juga menanam kembali. “Secara umum, cadangan hutan
sagu di Papua sangat besar dibandingkan dengan wilayah lain di
Indonesia,” tandasnya.
Hingga saat ini, lanjut Leo, ketahanan pangan lokal di
Papua masih jadi perhatian, diantaranya sagu yang masih difasilitasi
dengan peralatan pengelolaan sagu di tingkat rumah tangga.
“Pemerintah tidak intervensi di bidang dana karena
pengelolaan perkebunan sagu ini masih bersifat bansos (bantuan sosial)
dari Kementrian Pertanian RI,” imbuhnya.
Leo menuturkan bahwa pihaknya bekerja keras agar tetap
mengawal pangan lokal dan mengutamakan pangan lokal karena penyebarannya
luas di Papua.
“Karena beras hanya ada di beberapa wilayah Papua saja
bukan secara keseluruhan sehingga pangan lokal harus diperhatikan,”
tukasnya.
Untuk itu, beberapa waktu belakangan ini, tambah Leo,
dilaksanakan rapat kerja dan koordinasi untuk pelaksanaan program di
bidang pertanian dan ketahanan pangan di tahun 2012. Dimana pesertanya
terdiri dari semua kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Papua
diantaranya kepala dinas pertanian, kepala badan pelaksana penyuluhan
pertanian, kepala kantor ketahanan pangan karena dinas pertanian dan
ketahanan pangan Provinsi Papua ini membawahi unit-unit kerja ini di
daerah.
“Jadi ada kegiatan-kegiatan strategis yang kami
koordinasikan untuk mempercepat kegiatan tersebut dimana kebetulan
seluruh unit kerja di kabupaten dan kota ini mendapat dana tugas
pembantuan dari APBN yaitu dari Kementrian Pertanian dengan jumlah yang
cukup besar sehingga kami koordinasikan supaya pelaksanaan kegiatan ini
benar-benar dilakukan dengan koordinasi yang baik,” jelasnya.
Kegiatan strategis tersebut diantaranya pencetakan sawah
seluas 4200 hektar yang mana tahun ini terdiri dari 2000 hektar di
Merauke dan sisanya di Kabupaten Nabire, Kabupaten Keerom, Kabupaten
Jayapura, Kota Jayapura, Kabupaten Waropen, Kabupaten Jayawijaya dan
Kabupaten Pegunungan Bintang.
“Lalu ada kegiatan-kegiatan sekolah lapang pengelolahan
tanaman terpadu seperti padi, jagung, ubi jalar dan ini kegiatan yang
sifatnya bansos jadi dananya langsung ke masyarakat bukan dipegang oleh
dinas, tidak dikontrakan dan langsung melalui nomor rekening yang
jumlahnya cukup besar,” tuturnya.
Leo mengatakan bahwa jumlahnya belum bisa disebutkan
secara pasti, tetapi katakanlah seperti padi untuk pencetakan sawah satu
hektarnya mencapai hingga Rp. 10 juta, sehingga jika 4200 hektar,
jumlahnya tidak bisa dibayangkan.
“Tapi yang jelas dana-dana ini untuk bansos dan tidak
diintervensi oleh pemerintah langsung saja disalurkan kemudian juga
dikoordinasikan kegiatan untuk desa mandiri pangan dimana tahun ini ada
15 desa mandiri pangan dan itu juga bersifat bansos,” ungkapnya.
Jadi, sebutnya, desa mandiri pangan tersebut beberapa
diantaranya Nabire, Biak, Keerom, Jayawijaya, Merauke dan Waropen
disertai dengan paket-paket seperti bibit, tanaman pangan, buah-buahan,
peralatan pengolahan dan didalamnya ada kegiatan-kegiatan seperti PUAP
yang telah dilaksanakan sejak tahun 2008.
“Gapoktan atau gabungan kelompok tani mendapat bantuan
dana Rp. 100 juta perkelompok dan itu masih jadi tanggung jawab kami
agar dana tersebut benar-benar sampai di tangan masyarakat dimana
sifatnya bansos juga,” paparnya.
Ditambahkannya lagi, sebanyak 80 persen bansos langsung ke masyarakat. (dee/aj/lo2)
0 komentar:
Post a Comment