Papua - Angka kematian ibu dan bayi saat melahirkan masih tinggi di Papua.
(Sinar Harapan)
shnews
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua,
drg Josef Rinto Racdyatmaka, mengakui bahwa saat ini Provinsi Papua
masih kekurangan tenaga bidan 2.565 orang. Bahkan, di hampir sebagian
besar kampung di Papua hingga saat ini tidak ada tenaga kesehatan.
Padahal, tenaga bidan sangat dibutuhkan
untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu yang hendak
melahirkan. Apalagi, di Papua angka kematian ibu dan bayi saat
melahirkan masih tinggi, termasuk penyakit malaria yang menghantui
persalinan karena ibu dan bayi juga terancam jiwanya oleh malaria.
Kepada SH, baru-baru ini, Josef
menjelaskan bahwa malaria menjadi salah satu penyebab komplikasi
kandungan untuk para perempuan. Ibu hamil yang terjangkit penyakit
ini bisa mengalami keguguran kandungan, anemia serta pendarahan. Para
ibu yang tinggal di daerah pedesaan memiliki risiko paling besar
terkena malaria.
Guna mengatasi kekurangan tenaga bidan,
Dinas Kesehatan Papua saat ini memberdayakan dan melatih kader-kader
kesehatan di kampung-kampung. "Ini supaya mereka bisa melakukan
pengobatan sederhana," katanya.
Di samping itu, juga menugaskan
para bidan dan perawat dari kampung ke kampung selama enam bulan,
sekaligus melatih dukun-dukun bersalin guna membantu persalinan di
kampung.
Masalah bidan juga ditekankan Wakil
Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti dalam rangka peringatan Hari
Bidan Indonesia 24 Juni, bahwa angka kematian ibu dan anak merupakan
tantangan utama bagi Indonesia, yang terkait dengan tugas pokok dan
fungsi bidan. Kementerian Kesehatan menaikkan biaya jaminan
persalinan (jampersal) dari Rp 440.000 menjadi Rp 660.000, agar
kualitas kebidanan menjadi lebih baik.
Saat ini angka kesehatan ibu dan anak
menjadi prioritas utama dalam pembangunan kesehatan di Tanah Air.
Indonesia masih 228 per 100.000 kelahiran hidup. Bidan adalah posisi
penting dan strategis dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi;
sehingga kadang-kadang berlebihan, tugasnya banyak sekali hingga
akhirnya tugas yang terkait dengan fungsi pokoknya, lebih sedikit.
Sarana Terbatas
Sementara itu di Papua, selain
kekurangan tenaga bidan juga sarana kesehatannya masih terbatas.
Karena itu, saat ini didorong pembangunan rumah sakit-rumah sakit di
kabupaten pemekaran dan puskesmas-puskesmas pembantu (pustu) di
kampung-kampung. Papua saat ini memiliki 27 rumah sakit, 686
puskesmas, dan 462 pos poliklinik desa (polindes).
Josef Rinto mengakui, sampai saat ini
instansi kesehatan di tingkat provinsi masih terkendala keterbatasan
sumber daya manusia (SDM). Oleh karen itu, masalah ini harus segera
diatasi. “Jadi, kita upayakan ada percepatan penyediaan tenaga
kesehatan lewat program-program pendidikan tingkat diploma kebidanan,
keperawatan, gizi atau kesehatan lingkungan,” ujarnya lagi.
Nantinya para tenaga kesehatan itu
dapat memperkuat pelayanan baik di perkotaan maupun perkampungan.
Dengan demikian, kekurangan pegawai kesehatan sebanyak 6.700 orang
bisa cepat teratasi. Sementara itu, untuk seluruh tenaga medis, Papua
masih kekurangan 2.700 orang.
Untuk mengatasi kekurangan ini, Dinas
Kesehatan akan berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Pendidikan
Pelatihan dan Aparatur Provinsi Papua guna melakukan pendataan
kembali dan mencarikan solusinya.
Di sisi lain, Josef mengingatkan bahwa
tidak ada gunanya memberikan pengobatan kepada masyarakat terutama
bagi pasien tanpa ada perubahan perilaku. Tanpa adanya perubahan
perilaku akan membuat pasien sulit sembuh dari sakitnya.
“Apabila
ada perubahan perilaku, terutama perilaku hidup bersih dan sehat,
angka kesakitan pasti bisa menurun,” ujarnya.
Dia juga mengemukakan adanya program
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Persalinan
(Jampersal) membuat semua orang datang di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Dok II Jayapura dan Rumah Sakit Abepura, sementara pelayanan
promotif berada di puskesmas.
Oleh karena itu, perlu dilakukan
keterpaduan program antara unit pelayanan kesehatan dasar dan
pelayanan kesehatan rujukan.(Natalia Santi)
shnews
0 komentar:
Post a Comment