Faktor keamanan, penentu izin kunjungan tidak
dikeluarkan.
Jakarta - Sulitnya media dan diplomat asing masuk ke Papua
mendapat sorotan dari sejumlah anggota DPR. Alasan pemerintah menutup izin
warga asing ke Papua menjadi hal yang banyak ditanyakan anggota dewan dalam
rapat kerja (Raker) dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
“Umumnya
kalau diajukan permohonan bisa disetujui, dan kita tidak menutup akses,” tegas
Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa di ruang Komisi I DPR, Senin (11/3).
Sebelumnya,
pada 6 Maret 2013, ketua umum badan pelayan pusat atau pimpinan Persekutuan
Gereja Gereja Baptis Papua (PGGBP) dan ketua sinode Kingmi Papua, mengeluarkan
tujuh rekomendasi terkait kekerasan yang terus meningkat di daerah tersebut.
Rekomendasi keempat meminta pemerintah Indonesia membebaskan seluruh tahanan
politik di Papua tanpa syarat. Lalu membuka akses untuk utusan Persatuan
Bangsa-bangsa (PBB), wartawan asing, pekerja kemanusiaan yang berkunjung ke
daerah tersebut. Serta menghentikan upaya sengaja negara mengkriminalisasi
perjuang politik nasib sendiri rakyat dan bangsa Papua.
Angota
Komisi I, Yoris Raweyai bertanya kepada Menlu dan jajaran Kemenlu, mengapa
media asing dan diplomat asing sulit memasuki tanah Papua. Padahal mereka
memiliki visa kunjungan ke Indonesia. Dia menilai pemerintah Indonesia itu
diskriminatif karena warga negara asing yang sudah mengantongi izin tak boleh
berkunjung ke Papua.
Marty
Natalegawa menjelaskan, ada beberapa aspek yang dijadikan pemerintah sebagai
pertimbangan tak mengizinkan warga negara asing masuk ke Papua. Seperti, aspek
otonomi khusus. Menurutnya, otonomi khusus di tanah Papuabelum berjalan mulus.
Menurut
menlu, aspek otonomi khusus dapat berdampak pada keamanan. Karena itu,
pemberian izin bagi warga negara asing datang ke Papua mendapat perhatian
khusus pemerintah. Tindakan ini dilakukan pemerintah semata-mata untuk
keselamatan warga negara asingtersebut.
Aspek
lain yang menjadi pertimbangan pemerintah adalah aspek pelanggaran hak asasi
manusia(HAM). Menurutnya, persoalan HAM di Papua kerap menjadi sorotan di dalam
negeri maupunisu internasional.
Namun,
menurut Marty, persoalan HAM di Papua bukan alasan untuk menutup akses bagi
siapa saja ke Papua. Dia malah menyatakan persoalan HAM di Papua harus dikelola
sebaik mungkin agar jangan sampai timbul masalah. Pemerintah Indonesia berkewajiban
menjelaskan menjelaskan kondisi di Papua kepada siapa saja. Hal itu penting
dilakukan agar tak ada kecurigaan dari warga negara asing pada pemerintah
Indonesia terkait kondisi Papua.
Menurut
Marty, faktor keamanan menjadi hal utama bagi pemerintah Indonesia memberikan
izin bagi warga asing berkunjung ke Papua. Dia mencontohkan, terkait kasus
tewasnya delapan anggota TNI akibat diberondong peluru penembak, izin
permohonan berkunjung warganegara asing tak dapat diterbitkan. “Kala kondisi
Papua tak kondusif, pemerintah menilai riskan memberikan izin berkunjung warga
asing ke daerah tersebut.”
Media
Asing
Marty menyatakan tak melarang media asing berkunjung ke Papua asalkan telah mendapat izin. Ia meminta pengertian bahwa media asing dilarang berkunjung ke Papua kepada media tertentu, lantaran kondisi keamanan.
Sehingga,
izin tersebut sementara waktu tak diberikan. “Kemenlu berharap akses media
asing dibuka, tetapi pemerintah pertimbangkan ada aspek keselamatan,” katanya.
Marty
menguraikan, periode 2011 sebanyak 61 permohonan dari pihak diplomat asing
berkunjung ke Papua. Dari jumlah permohonan tersebut, pemerintah memberikan
izin sebanyak 59, sisanya tak diberikan. Pada periode 2012, dari 29 permohonan,
26 diantaranya diberikan persetujuan. Pada 2012, hanya ada empat permohonan
dari media asing, dan hanya satu diberikan izin.
Wakil
Ketua Komisi I, TB Hasanuddin berpendapat alasan pemerintah wajar. Dia
mendukung tindakan pemerintah untuk selektif memberikan izin pihak asing
berkunjung ke Papua.
Hukumonline.com
0 komentar:
Post a Comment