PAPUAN, Manokwari — Perdana Menteri Vanuatu, Moana
Karkas Kalosil, pada 28 Agustus 2013 lalu telah menyerukan agar Majelis
Umum Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) segera mengirimkan Wakil Khusus untuk menyelidiki dugaan
pelanggaran hak asasi manusia di Tanah Papua (Propinsi Papua dan Papua
Barat), termasuk soal status politik.
Di depan podium Debat Umum Majelis Umum PBB tersebut Kalosil berkata, “Bahkan karena act of free choice (PEPERA, Red) yang kontroversial, rakyat Papua Barat hingga hari ini selalu ditolak untuk diakui secara sosial oleh PBB.”
Menurut
Kalosil hal ini disebabkan karena PBB telah secara konsisten membantah
pengakuan untuk Papua Barat (West Papua) selama ini, bahkan dia meminta
agar negara-negara anggota PBB untuk tidak terlalu kuatir dengan
kesalahan sejarah yang menghasilkan act of free choice pada rakyat Papua Barat.
Menurutnya
sekaranglah saatnya untuk memperbaiki kesalahan tersebut, karena dengan
memperbaiki kesalahan, maka solidaritas PBB akan semakin kuat.
Menurut
Direktur Eksekutif LP3BH, Yan CH
Warinussy, pernyataan dan penegasan PM Vanuatui tersebut telah menjadi
sebuah langkah penting dalam konteks penegakan hukum dan keadilan serta
perlindungan terhadap hak asasi manusia di Tanah Papua yang terus
memburuk sejak tahun 1969 hingga kini.
“Saya kira berbagai
bentuk tindakan brutal dan melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia
yang berlaku universal sudah terjadi secara sistematis dan struktural
oleh negara atas rakyat Papua selama ini, sehingga saya sebagai Pembela
HAM sangat sependapat, apabila PBB bisa memainkan peran aktifnya dalam
menghentikan itu semua di Bumi Cenderawasih tercinta ini,” ujar
Warinussy.
Sebagai salah satu Peraih Penghargaan Internasional
di Bidang HAM, “Saya ingin mendesak PBB juga untuk sudah saatnya mau
melihat posisi dan kedudukan hukum dari rakyat Papua sebagai salah satu
komunitas manusia adat sebagaimana diatur di dalam Deklarasi
Internasional tentang masyarakat adat dan bangsa pribumi di
negara-negara merdeka.”
“Dimana rakyat Papua sebagai umat
manusia di dunia juga merupakan sebuah komunitas yang berasal dari
rumpun Ras Melanesia yang patut dilindungi, karena tanah kelahirannya
memiliki sumber daya alam yang kaya dan bisa dimanfaatkan secara baik,
adil dan berkesinambungan bagi masa depan mereka dan dunia internasional
umumnya,” ujarnya.
Soal status politik Papua adalah implikasi
politik dari tinjauan kembali atas status dan hasil serta akibat dari
penyelenggaraan tindakan pilihan bebas (act of free choice) yang tentu memerlukan kajian berdasarkan standar dan mekanisme PBB sendiri.
“Tetapi soal pelanggaran HAM yang
terus berlangsung dari waktu ke waktu di Tanah Papua oleh pemerintahan
yang berkuasa saat ini adalah merupakan hal yang tidak bisa ditoleransi
dengan alasan apapun dan mesti dihentikan segera,” ujar pengacara
senior di tanah Papua
ini.
OKTOVIANUS POGAU/Suarapapua.com
0 komentar:
Post a Comment