DPP PPP Rekomendasikan Freni Anouw Sebagai Anggota DPRD Provinsi Papua

NABIRE (22 Juli 2014) – Pengaduan Caleg DPR Provinsi Papua nomor urut 2 dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Dapil Papua 3, Freni Anouw S.IP, terkait indikasi kecurangan penggelembungan suara yang telah merugikan dirinya, ditanggapi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan (PPP). DPP PPP merekomendasikan kepada KPU Provinsi Papua agar menetapkan Caleg terpilih nomor urut 2 atas nama Freni Anouw, S.IP Dapil Papua 3 untuk mengisi posisi anggota DPRD Provinsi Papua dari PPP.

Surat rekomendasi DPP PPP tertanggal 11 Juli 2014, dengan nomor surat 1317/EX/DPP/VII/2014. Rekomendasi yang ditandatangani wakil ketua umum, H. Emron Pangkapi dan sekretaris jenderal, H. M. Romahurmuziy, ditujukan kepada Ketua KPU Provinsi Papua.

Dalam surat rekomendasi itu dituliskan, DPP PPP telah menerima laporan dan pengaduan tentang adanya indikasi kecurangan dalam memperoleh suara hasil Pemilu Legislatif tahun 2014 dari Freni Anouw S.IP Dapil Papua 3. Pengaduan itu diajukan kepada Ketua Tim Mediasi Sengketa Internal PHPU DPP PPP tertanggal 7 Juni 2014 perihal permohonan perselisihan Hasil Pemilu Legislatif 2014 beserta lampirannya.

Masih seperti yang tertulis dalam surat rekomendasi DPP PPP, etelah meneliti secara seksama dokumen yang disampaikan kepada Tim Mediasi Sengketa Internal PHPU DPP PPP, telah ditemukan fakta-fakta hukum adanya kecurangan dan pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh Caleg PPP nomor urut 1 atas nama Nason Utti, SE Dapil Papua 3. Dengan cara menggelembungkan suara di Kabupaten Mimika dari 5.960 suara menjadi 21.960 suara sebagaimana tercantum pada Model DC-1 DPRD Provinsi.

Berdasarkan fakta yuridis tersebut, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa Caleg PPP nomor urut 1 atas nama Nason Utti, SE telah menciderai azas demokrasi yang Luber dan Jurdil. Oleh karena itu, DPP PPP merekomendasikan kepada KPU Provinsi Papua agar menetapkan Caleg terpilih nomor urut 2 atas nama Freni Anouw, S.IP Dapil Papua 3 untuk mengisi posisi anggota DPRD Provinsi Papua dari Partai Persatuan Pembangunan.

Rekomendasi ini dikeluarkan berdasarkan SK DPP PPP nomor : 1286/KPTS/DPP/V/2014 tentang Pembentukan Tim Mediasi Sengketa Internal Hasil Pemilu Legislatif 2014 DPP PPP dan SK DPP PPP nomor 1299/KPTS/DPP/VI/2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Pedoman Penyelesaian Secara Internal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Legislatif 2014 Caleg PPP.

Sementara itu, dalam surat permohonan perselisian hasil Pemilu  Legislatif 2014 yang ditujukan kepada Ketua Tim Mediasi Sengketa Internal  PHPU DPP PPP, Freni Anouw menuliskan, Dapil Papua 3 DPR Provinsi Papua terdiri dari 6 kabupaten. Yaitu Kabupaten Nabire, Dogiyai, Deiyai, Paniai, Intan Jaya dan Mimika. Masing-masing kabupaten dilakukan pleno penetapan rekapitulasi perhitungan suara, dan membacakan hasil perolehan suara di Jayapura hingga tanggal 7 Mei 2014 jam 2 malam  di Hotel Aston Jayapura.

Untuk Kabupaten Mimika dan Paniai dilakukan pleno penetapan, dan dibacakan hasil rekapitulasi di Jayapura pada tanggal 4 dan 6 Mei 2014 dan Kabupaten Dogiyai melakukan pleno penetapan terakhir pada tangal 7 Mei 2014 jam 2 malam. Sedangkan pleno penetapan KPU Provinsi dilakukan tanggal 7 Mei 2014 jam 4. Hanya jamnya yang beda antara pleno Kabupaten Dogiyai dengan pleno penetapan Provinsi di Hotel Aston Jayapura. Setelah itu KPU Provinsi menetap kursi semetara Dapil Papua 3, nama-nama yang dinaikan tidak sesuai berdasarkan peroleh suara Form Model.C.  Model.C-1.Hologram (Kampung) Model. Model. DA. Model.DA-1. (Kecamatan/Distrik) Model.DB. Model.DB-1. (Kabupaten).

Dituliskan Freni Anouw, ada perubahan terjadi direkapan Provinsi Papua untuk Dapil Papua 3 terdiri dari 6 kabupaten dengan titik pelanggaran di 2  kabupaten yaitu Kabupaten Mimika dan Kabupaten Paniai. Salah satunya yang dijadikan tempat kecurangan dan penggelembungan perolehan suara untuk memenangkan Caleg nomor urut 1 atas nama Nason Utty, SE.

Pada saat pleno perhitungan suara tingkat KPU Kabupaten Paniai dari Caleg PPP mendapatkan jumlah suara antara lain, Yermias Pigome nomor urut 6 memperoleh 2.000 suara, Akulian Mote nomor urut 4 memperoleh 1.110 suara, Naftali Gobai, S.Sos nomor urut 10 memperoleh 500 suara dan Nason  Utty, SE nomor urut 1 memperoleh 11.672 suara. Sehingga suara partai PPP jumlah total 15.282 suara sedangkan teman-teman Caleg Partai PPP nomor urut 2, 3, 5, 7, 8, dan 9 tidak memperoleh suara alias nihill.
Namun pleno KPU Provinsi Papua suara dari ketiga Caleg tersebut diatas tidak disebut direkapan KPU Provinsi. Dirinya menduga ada kerjasama sejumlah oknum untuk mengalikan suara kepada Caleg Nason Utty, SE. Sehinga tadinya hasil rekapitulasi perhitungan suara pleno penetapan Kabupaten Paniai Nason Utty, SE mendapatkan 11.672 membengkak suaranya sehingga pleno KPU Provinsi Papua dibacakan Nason Utty, SE menjadi 15.002 suara sementara ketiga Caleg tersebut diatas dibacakan tidak memperoleh suara.

Sedangkan di Kabupaten Mimika, Caleg atas nama Nurhama Yarinap nomor urut 5 di Distrik Mimika Baru memperoleh 1.743 suara. Namun pleno Kabupaten Mimika berkurang tersisa 140 suara. Dirinya juga menduga ada kerjasama untuk mengalihkan suara ke Nason UttY, SE 1.603 suara yang hilang. Caleg Akulian Mote nomor urut 4 memperoleh suara Kabupaten Mimika Distrik Mimika Baru sebanyak 848 suara, Nason Utty, SE di Distrik Mimika Baru memperoleh 98 suara. Namun pleno Kabupaten Mimika bertambah menjadi 5.950 suara.

Hal yang sama kejadiannya di Kabupaten Mimika. Pleno KPU Provinsi Papua suara dari ketiga Caleg tersebut tidak disebut direkapan KPU Provinsi. Sehinga tadinya hasil rekapitulasi perhitungan suara pleno penetapan Kabupaten Mimika, Nason Utty, SE mendapatkan 5.950 suara membengkak suara sehingga ketiga Caleg tersebut suaranya kosong. (ros)

Papos Nabire


 

Nasihat Untuk Para ISTRI

Saat kau sudah menjadi istri, sesekali pandang wajah suamimu ketika ia terlelap. itulah orang yang ada hubungan darah dengan mu namun tetap terus berusaha mencintaimu.

Sesekali saat suami pulang bekerja atau dari tempat usahanya, pandang wajahnya, cium tangannya. Itulah tangan yang bekerja keras mencari rizki untuk menafkahi dirimu dan anak-anakmu. Padahal, sebelum akad nikah ia tak punya hutang budi terhadapmu. Bahkan ia mempunyai hutang budi terhadap Ibu bapaknya. Ia memilihmu sebelum ia sempat membalas seluruh hutang budi kedua orang tuanya.

Sesekali saat kau berdua dengannya, lihatlah suamimu, pandanglah wajahnya dengan penuh sayang. Itulah peribadi yang boleh jadi selalu menutupi masalah-masalahnya diluar rumah, agar kau tak turut sedih karenanya.

ia berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri agar kau tidak ikut terbebani. Sementara kau sering mengadukan masalahmu kepadanya, berharap ia mau mengerti dan memberi solusi. Padahal bisa jadi saat itu masalahnya lebih besar daripada masalahmu. Namun kau tetap yang diutamakannya.

Ironis, Siswa Kelas 6 di Salah Satu Sekolah Dasar di Nabire, Papua Belum Bisa Baca-Tulis!

Marinus Sondoku, guru honorer di Nabire, Papua
Nabire - Ini harus jadi keprihatinan nasional. Masak ada siswa SD kelas 6 di salah satu sekolah dasar di Nabire, Papua belum bisa baca-tulis!

Pasti bukan salah peserta didiknya. Ini salah sistemnya. Bagaimana tidak, guru di SDN Kampung Sima, Distrik Yaur, Kabupaten Nabire minim, bahkan Kepala Sekolah sudah tiga tahun tak ada!

Marinus Sondoku, guru honorer di sekolah itu, membenarkannya. “Sudah lima tahun SD Negeri Sima proses pendidikanya tidak berjalan dengan baik, bahkan Kepala sekolah sebagai penanggung jawab tidak hadir selama tiga tahun,” keluh Marinus (16/09).

“Ironisnya, anak-anak siswa dari kelas 1 hingga kelas 6, belum mengenal membaca dan menulis hingga sekarang,” tuturnya dengan nada prihatin.

Marinus berharap Dinas Pendidikan setempat segera memperhatikan masalah ini. “Ini tidak boleh dibiarkan terus-menerus,” ujarnya.

Ya iyalah, bagaimana mungkin kurikulum nasional akan berjalan dengan baik jika hal ini tidak segera diperbaiki.

Bisa? Tentu saja. Apalagi potensi sumber daya alam seperti hasil hutan dan sawit Desa Sima dan Suku Besar Yerisiam turut membantu pemasukan buat APBD Kabupaten Nabire.

“Kami harap untuk ke depan ada perubahan yang lebih baik bagi pendidikan masyarakat kampung Sima,” harapnya. Baca berita ini juga: Pelanggan PLN di Nabire Peringkat Satu Nunggak Se-Indonesia


 Sumber: PAPUA.SACOM


Jadwal AFC Cup 2014 dan Prediksi Persipura vs Al Qadsia Semifinal, Live RCTI

Jadwal AFC Cup 2014 Semifinal antara Persipura vs Al Qadsia akan tersaji pada Selasa, tanggal 30 September 2014. Berikut ini prediksi Al Qadsia vs Persipura dalam laga semifinal leg kedua Piala AFC 2014 yang bakal digelar di Stadion Mandala Jayapura, Papua, dan rencananya akan disiarkan live di layar kaca RCTI mulai pukul 13.30 WIB.

Tim Mutiara Hitam harus membalas kekalahan dengan margin gol yang lebih banyak untuk membalikkan keadaan usai kekalahan 2-4 di semifinal leg pertama yang dihelat di kandang wakil Kuwait, Al Qadsia. Pelatih Persipura, Jacksen F. Tiago, yakin skuat asuhannya bisa tampil lebih baik leg kedua nanti dan melaju ke partai puncak AFC Cup 2014.
“Tim yang akan bermain di final bakal ditentukan dalam pertandingan leg kedua. Sekarang, kedua tim sudah saling mengetahui (permainan lawan masing-masing) dengan sangat baik. Kami akan berusaha maksimal untuk mendapatkan hasil bagus, dan lolos ke final,” tandas Jacksen F. Tiago beberapa waktu lalu.
Dari kubu tim tamu, penyerang andalan Al Qadsia, Danijel Subotic, tampaknya benar-benar serius menatap laga leg kedua di Jayapura besok. Striker 25 tahun yang mencetak dua gol di leg pertama ini meyakini bahwa Persipura bukanlah tim yang mudah ditaklukkan di kandang sendiri.
“Al Qadsia dan Persipura punya peluang yang sama, pertandingan nanti (leg kedua) akan jadi penentu tim yang ke final. Bisa menciptakan dua gol di kandang kami adalah bukti bahwa mereka (Persipura) tim yang kuat. Mereka bermain kolektif dan memiliki serangan balik yang sangat cepat, pertandingan nanti akan sangat menarik,” ujar Danijel Subotic.

Mantan Dirut Freeport Diperiksa Terkait Korupsi di Papua

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Mantan Direktur Utama PT Freeport Indonesia Armando Mahler terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan proyek Detailing Engginering Design (DED) Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Sungai Mamberamo, Papua, pada 2009 dan 2010.

"Saksi untuk tersangka JJK (Jannes Johan Karubaba)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di kantor KPK, Jumat (26/9).

Priharsa menjelaskan pemeriksaan terhadap Armando adalah guna mengonfirmasi informasi yang dimiliki penyidik KPK.

KPK telah menetapkan mantan Gubernur Papua Barnabas Suebu sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam proyek tersebut yang nilai anggarannya menggelembung hingga Rp 56 miliar dan ditengarai merugikan negara sampai Rp 36 miliar.

Tak hanya Barnabas yang dijadikan tersangka, KPK pun menetapkan dua orang lainnya dengan status yang sama, yaitu JJK (Jannes Johan Karubaba) selaku Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua tahun 2008-2011, dan Direktur Utama PT Konsultasi Pembangunan Irian Jaya (KPIJ) Lamusu Didi.

Atas kasus korupsi tersebut, ketiganya dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup atau pidana penjara selama 20 tahun.
Penulis: Rizky Amelia/FEB


Anak Papua Bisa Kuliah Gratis di Prasetiya Mulya

Prasetiya Mulya Business School bekerjasama dengan Bank Papua memberikan beasiswa S-1 bagi pelajar Papua. (Foto: Margaret P/Okezone)
JAKARTA - Jumlah pengusaha di Indonesia masih belum mencapai angka ideal. Apalagi jika melihat ke Indonesia bagian timur. Pengetahuan tentang wirausaha saja masih minim, apalagi keinginan menjadi seorang pengusaha.

Keadaan itu yang melatarbelakangi PT Bank Pembangunan Daerah Papua menjalin kerjasama dengan Prasetiya Mulya Business School (PMBS) untuk menumbuhkan iklim kewirausahaan di bagian timur Indonesia itu. Bentuk kerjasama tersebut berupa pemberian beasiswa serta pelatihan kewirausahaan bagi tenaga pengajar maupun Usaha Kecil Menengah (UKM).

"Infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) masih terbatas padahal punya potensi sangat besar untuk berkembang. Salah satu caranya bekerjasama dengan Prasetiya Mulya," ujar Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Papua Johan Kafiar di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2014).

Para penerima beasiswa maupun peserta pelatihan kewirausahaan, kata Johan, dipilih melalui seleksi. Pemilihan tersebut dilakukan oleh kedua belah pihak, baik PMBS maupun Bank Papua.

"Seleksi kami serahkan kepada Prasetiya Mulya karena mereka yang lebih tahu kriteria yang pas seperti apa. Yang pasti para pelajar ini siap jadi wirausaha bukan ingin jadi pegawai negeri sipil (PNS). Untuk tahap awal, kami berikan kepada dua pelajar," tuturnya.

Ketua PMBS Djoko Wintoro menambahkan, untuk program pelatihan kepada tenaga pengajar bidang kewirausahaan dan pengusaha UKM di Papua, narasumber yang dihadirkan terdiri atas akademisi dan praktisi. Sehingga pesan yang disampaikan bisa diterima secara maksimal oleh para peserta.

"Pengajarnya kombinasi antara pelaku bisnis dan akademisi dari Prasmul. Kami ajak pengusaha asal Papua yang sudah sukses untuk berbagi kisah sehingga menjadi motivasi bagi mereka. Terutama yang berada di level bawah, jadi mereka bisa merasakan susah dan senang dalam merintis sebuah bisnis," kata Djoko.

Beasiswa yang diberikan kepada dua pelajar Papua itu mencakup biaya kuliah dan biaya hidup. Bantuan pendidikan itu akan mereka terima hingga meraih gelar sarjana dari PMBS. (rfa)

Okezone


 

DAP: Masyarakat Papua Cari Identitas Di Tengah Kemajuan

“Masyarakat asli Papua hanya bisa protes dan kemudian diam,” kata Ketua Pemerintahan Dewan Adat Papua Sayid Fadhal Alhamid saat membuka pembicaraan terkait kondisi hutan yang mulai rusak akibat maraknya kegiatan perusahaan pertambangan dan perkebunan. Dia bilang, keterbukaan investasi sangat penting untuk meningkatkan pembangunan dan perekonomian masyarakat khususnya daerah yang kaya akan sumber daya alam.

Provinsi Papua merupakan sebuah daerah yang memiliki sumber daya alam melimpah namun juga banyak konflik, salah satunya adalah tuntutan pengakuan hak-hak masyarakat adat yang selama ini merasa seperti tidak diakui keberadaannya oleh pemerintah. Ribuan mata bangsa asing banyak melirik provinsi yang kaya akan sumber daya alam itu, namun karena keterbukaan investasi tersebut masyarakat adat Papua harus membayar mahal mengingat hutan lebat menjadi gundul. Kerusakan hutan terjadi secara besar-besaran oleh aktivitas perusahaan-perusahaan ketika melaksanakan pembukaan lahan untuk kegiatan pertambangan atau perkebunan.

Konflik terjadi diakibatkan maraknya perusakan lingkungan di hutan-hutan Papua yang diakui masyarakat setempat adalah hutan adat milik nenek moyangnya. Masyarakat adat yang selama ini hidup bergantung pada sumber daya alam sekarang hidupnya merasa diasingkan, dimarjinalkan, karena aktivitas bangsa asing dalam mengeksploitasi kekayaan alam provinsi paling Timur di Indonesia itu.
Masyarakat adat Papua saat ini merasa harus mencari jatidiri kembali, sehingga berbagai pemikiran yang juga dicampuri dengan kepentingan tertentu membuat perpecahan di dalam masyarakat adat itu sendiri. Tidak salah ketika ada sebagian rakyat Papua yang ingin provinsinya merdeka dan melepaskan diri dari NKRI karena tidak ada lagi kepercayaan terhadap pemerintahnya.

Ketua Pemerintahan Dewan Adat Papua Sayid Fadhal Alhamid menilai permasalahan kerusakan lingkungan di Papua akibat kesalahan dari pemerintah sendiri yang dengan mudahnya memberikan perizinan kepada investor bahkan tanpa memperhatikan keberadaan masyarakat adat. “Selama ini masyarakat asli Papua hanya bisa protes dan kemudian diam ketika melihat hutan adat yang merupakan hak ulayat mereka dihancurkan, dibabat oleh perusahaan tanpa memberikan kompensasi yang layak,” ucap Fadhal.

Lucunya, kata Fadhal, ketika kerusakan lingkungan sudah terjadi di mana-mana dan mengancam kehidupan umat manusia, khususnya terkait dengan isu perubahan iklim yang terjadi akibat deforestasi dan degradasi hutan, pemerintah baru mulai melakukan kampanye peduli lingkungan dengan berbagai program. Didirikannya Dewan Adat Papua sendiri salah satu pemicunya adalah ingin menjaga hak-hak adat dan melestarikan hutan yang merupakan tempat bergantung hidup masyarakat asli Papua. Masyarakat setempat sudah terbiasa dengan berburu dan memanfaatkan hasil hutan demi memenuhi kebutuhan hidupnya.

Fadhal bersama dengan anggota Dewan Adat Papua lain menilai apabila pemerintah ingin serius memperbaiki dan melestarikan hutan atau alam, akui dulu hak ulayat atas tanah masyarakat adat. “Selama ini hak ulayat atas tanah adat milik rakyat Papua seperti tidak pernah diakui oleh pemerintah, karena ketika perusahaan melakukan pembukaan lahan warga tidak pernah mendapatkan kompensasi atas itu. Ketika warga mulai melakukan aksi baru ada perhatian dari perusahaan, dan nilai yang diberikan sangat tidak sebanding dengan kerugian yang didapat,” ujar Fadhal.

Papua sendiri saat ini sebetulnya memiliki peraturan daerah yang mengatur tentang hak-hak ulayat dan tanah adat, namun dia menilai pemerintah daerah tidak dapat mengimplementasikannya dengan benar. Peraturan Gubernur, Peraturan Wali Kota atau Bupati yang seharusnya menjadi petunjuk teknis atas peraturan daerah tersebut juga tidak pernah dibuat. Senada dengan pernyataan Dewan Adat Papua, Ketua Forum Peduli Port Numbay Green, Andre Liem merasa kondisi warga Papua hanya bisa menerima dan melihat ketika lingkungan adatnya dirusak dan dibabat habis oleh perusahaan tanpa mendapatkan kompensasi apabila tidak membuat kisruh situasi terlebih dahulu.

Kerusakan lingkungan akibat terjadinya eksploitasi sumber daya alam tersebut juga membawa dampak gesekan-gesekan sosial antara suku satu dengan suku yang lain. Akibat tidak ada lagi pengakuan atas tanah adat dan hak ulayat, akhirnya semua orang memiliki kepentingan sendiri-sendiri dengan menggunakan berbagai macam cara untuk dapat merasakan hasil dari investasi yang ada yang sifatnya demi kepentingan kelompok bukan kepentingan bersama suku asli daerah itu.
“Masyarakat asli yang seharusnya mendapatkan keuntungan tiba-tiba termarjinalkan karena seiring dengan waktu banyaknya pendatang dari luar yang juga ingin mendapatkan keuntungan atas keberadaan perusahaan di daerah tersebut,” kata Andre. Semakin bertambahnya kegiatan perusakan sumber daya alam tersebut juga berdampak pada penindasan terhadap warga suku asli yang seharusnya memiliki tanah adat atau hak ulayat itu.
Salah satunya ketika masyarakat berbicara dan melakukan aksi terhadap perusahaan, dengan mudahnya para pengusaha tersebut membayar preman atau aparat untuk mengintimidasi para warga suku asli yang kemudiam diam tidak berkutik. Karena permasalahan-permasalahan itu masyarakat sendiri akhirnya merasa bahwa pemerintah tidak pernah memperhatikan bagaimana akibat dari pengrusakan lingkungan tersebut membawa dampak-dampak negatif untuk warga suku asli Papua.

Berkenaan dengan permasalahan perubahan iklim, warga Papua tentu saja siap untuk menjaga dan melestarikan hutan sepanjang negara atau pemerintah mengakui hak-hak ulayat atas tanas adat dari masyarakat itu sendiri. Selama ini pemerintah tidak bisa memberikan jaminan atau pengakuan atas hak ulayat suku asli Papua, sehingga ia menilai kerusakan lingkungan itu terjadi karena ulah dari pemerintah sendiri yang selama ini kurang perduli terhadap aktivitas yang dilakukan oleh investor. “Masyarakat adat selama ini selalu berjuang sendiri untuk memperjuangkan atas hak-hak ulayat mereka, pemerintah seakan-akan hanya setengah hati membantu mengatasi masalah tersebut,” ujarnya.

Masyarakat pedalaman yang tergabung dalam Forum Peduli Port Numbay Green selama ini selalu mendorong pemerintah untuk mengeluarkan sebuah peraturan yang tegas terkait dengan pengakuan hak ulayat dan tanah adat. Program pemerintah seperti penanaman satu miliar pohon tersebut tidak akan terlihat hasilnya apabila perizinan untuk perkebunan dan pertambangan juga tetap diterbitkan yang kemudian perusahaan tetap melaksanakan perusakan lingkungan.

Solusi bagaimana cara melestarikan hutan di Papua saat ini adalah pemerintah harus memberikan serta mengakui hak-hak ulayat dan tanah adat untuk suku asli. Selain itu juga tidak menerbitkan lagi perizinan pertambangan dan perkebunan, mencabut izin yang sudah habis masa berlaku. “Sudah saatnya pemerintah bertindak tegas terhadap para investor, dan jangan mudah memberikan perizinan. Lakukan penertiban dan denda semua perusahaan yang tidak melaksanakan reklamasi pertambangan karena hal itu sudah diatur undang-undang,” kata Andre.

Apabila rakyat jelata yang melakukan kesalahan, pemerintah selalu menindak tegas dengan efek jera yang luar biasa, namun berbanding terbalik ketika perusahaan yang melakukan pelanggaran seakan-akan paratur negara ini hanya tutup mata. Perhatikan berbagai macam konflik yang terjadi di kawasan PT Freeport, tidak hanya masyarakat adat yang kehilangan hak ulayatnya bahkan sampai merenggut nyawa yang jumlahnya tidak sedikit. Sebetulnya itu baru sedikit yang terpublikasi, masih banyak masalah di perusahaan perkebunan atau pertambangan lain namun tidak mencuat ke tingkat nasional.

“Sekarang saatnya pemerintah mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk menjaga dan mengelola lingkungan demi kepentingan universal, tidak hanya suku tertentu dalam mencegah terjadinya perubahan iklim di muka bumi,” demikian harapan Andre Liem.

http://www.antarakalteng.com/print/234310/masyarakat-papua-cari-identitas-di-tengah-kemajuan

Tidak Konsekuen: Kerusakan Hutan Meluas dan Masyarakat Adat Papua Tersingkir

Pada September 2007, Majelis Umum PBB menerima Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Adat (UNDRIP), yang isinya antara lain memuat hak atas FPIC (Free, Prior, Informed and Consent), hak masyarakat adat secara bebas untuk menentukan dan membuat persetujuan kebijakan dan proyek pembangunan yag berlangsung di wilayah adat mereka dan berdasarkan informasi sejak awal.

Hak atas FPIC tersebut diterima oleh pemerintah Indonesia dan dijadikan sebagai prinsip dalam Strategi Nasional REDD+ di Indonesia. Lembaga-lembaga seperti RSPO, menjadikan hak masyarakat atas FPIC sebagai salah satu prinsip yang harus dipatuhi perusahaan perkebunan kelapa sawit. Perusahaan besar, seperti Wilmar, menerimanya dan menjadi dasar pengembangan kebijakan dalam usaha perkebunan dan bisnis ikutannya.

Ibarat kata jauh panggang dari api. Keberadaan hak masyarakat atas FPIC justeru tidak pernah dipenuhi, tidak dipraktikkan dan hanya sekedar pembicaraan dan teks kebijakan. PUSAKA menerbitkan publikasi bagaimana perusahaan perkebunan besar di Papua tidak peduli dengan hak-hak masyarakat. Silahkan di akses pada Laporan PUSAKA – Kebijakan Wilmar dan Praktik Pengrusakan Hutan di Papua

Sumber: pusaka.or.id

BUCTHAR TABUNI :BANGSA PAPUA TIDAK AKAN PERNAH BAGIAN DARI INDONESIA

Ketua PNWP Bucthar Tabuni
Setelah saya ikuti perbincangan Pangdam XVII/ Cenderawasih, saudara Mayjen TNI, Drs. Cristian Zebua, M.M di bintang papua bagian ke I, II dan III. Dari perbincangan ini membawa saya pada sebuah kesimpulan bahwa. Saudara Pangdam memiliki nafsu yang tinggi untuk memainkan politiknya agar bagaimana memenangkan pikiran orang melanesia di Papua Barat untuk memiliki ideologi merah Putih atau NKRI harga mati. 

Ternyata prakteknya di papua barat adalah jauh dari pikiran beliau yang termuat dalam berbincangan Pangdam yang di dukung oleh Wakapolda Papua, saudara Paulus Waterpau di bintang papua bagian I, II dan III. Politik untuk Memenangkan pikiran orang melanesia di Papua Barat agar memiliki ideologi merah putih atau NKRI harga mati yang dimainkan oleh saudara pangdam dan polda papua adalah dengan unsur paksaan.

 Contohnya adalah mengejar, menangkap, menembak mati, menahan dan menculik kepada aktivis HAM yang berjuang secara damai dan bermartabat. Saya adalah salah satu pemimpin masa rakyat yang memimpin rakyat melanesia di Papua Barat yang selama ini berjuang secara damai dan bermartabat yang menjadi korban pemaksaan untuk mencintai ideologi merah putih (NKRI harga mati). 
 
Dari penjelasan ini saya tegaskan kepada pemerintah Indonesia lebih khusus kepada TNI/POLRI agar mainkalah politik mengambil hati rakyat untuk mencinta ideologi merah putih atau NKRI harg mati di wilayah bangsa melayu dan untuk wilayah bangsa melanesia tidak dan sampai kapanpun tidak akan pernah orang melanesia menjadi orang Indonesia melayu. Saudara Pangdam XVII cenderawasih. Selamat tinggalkan tugas pejajahan dan sampai kita jumpa di neraka atau surga.
 
Sumber:http://nestasuhunfree.blogspot.com
 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger