Direktur Eksekutif YPKM Papua, Tahi G. Butarbutar di ruang kerjanya - Jubi/Abeth You |
Direktur Eksekutif Yayasan Pengembangan Kesehatan (YPKM) Papua, Tahi G. Butarbutar mengatakan, data yang akan diberikan itu merupakan berbagai kasus yang tak asing lagi di Papua, yakni HIV/Aids, malaria, TBC dan sejenisnya.
“Kami ini lembaga yang berdiri sejak tahun 1996 jadi telah siapkan berbagai data dan bukti yang berkaitan dengan kesehatan kepada pelapor khusus PBB untuk hak atas kesehatan itu,” ungkap Direktur Eksekutif YPKM Papua, Tahi G. Butarbutar kepada Jubi di ruang kerjanya, Selasa, (7/3/2017).
Dia menegaskan lembaganya siap membeberkan semua data yang mereka punya selama mendampingi masyarakat akar rumput di lapangan.
“Ya, kami dari YPKM Papua siap berikan kepada Pelapor Khusus PBB yang akan datang itu. Sebab, visi dari lembaga tersebut adalah mewujudkan pola hidup sehat masyarakat baik secara jasmani dan rohani. Memang sudah ada yang kordinasikan dengan kami agar siapkan data supaya nanti saat tim dari PBB itu tiba kami tinggal serahkan saja. Jadi data itu selain HIV/Aids juga soal kesehatan anak dan ibu di Papua,” tuturnya.
Walaupun demikian, ia belum mengetahui untuk kedatangan tim pelapor khusus PBB itu siapa yang fasilitator. “Apakah dinas Kesehatan Papua atau dari LSM lain kami belum tahu. Tapi intinya kami bekerja untuk masyarakat Papua,” ujar dia.
“Inikan pelapor khusus PBB yang mau datang ini khusus bidang kesehatan. Jadi, kasus utama yang kami akan berikan adalah meningkatnya penyebaran HIV/Aids di Papua, terutama di wilayah pegunungan tengah. Lalu, penyakit lain seperti malaria, TBC dan lainnya,” katanya.
Data HIV/AIDS di Papua pada Desember 2016 menunjukan terdapat 25.233 penderita HIV/AIDS. Dinas Kesehatan Provinsi Papua penderita AIDS yang meninggal mencapai 1.836 orang. Sedangkan yang menderita AIDS sebanyak 15.871, dan orang dengan HIV sebanyak 9.362.
Ada kecenderungan bahwa penderita HIV/AIDS di Papua tersebar pada berbagai usia, dari nol tahun (terinfeksi sejak dalam kandungan), hingga usia di atas 50 tahun. Populasi tertinggi penderita HIV/AIDS ada pada usia produktif (25 -59 tahun), sebanyak 14.544 atau lebih dari separoh penderita.
Berdasarkan daerah, wilayah dengan penderita terbanyak ada di Kabupaten Jaya Wijaya, (5.293), Kabupaten Mimika (4.162), Kabupaten Nabire (4.162), Kota Jayapura (3.762), Kabiupaten Jayapura (1.813) dan Merauke (1.807).
Ketua P3W GKI Tanah Papua, Hermina Rumbrar, yang bersama Awon belum lama ini di Salatiga, mengatakan bahwa data yang memperlihatkan peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS di Papua adalah karena kesadaran yang meningkat untuk memeriksakan diri. ‘’Sebelumnya orang takut periksa, karena hanya ditakut-takuti bahwa pengidap HIV sudah bisa dikatakan mati,’’ katanya.
Sementara itu Sekretaris Dinas Kesehatan Papua Silvanus Sumule menyebutkan sejak 2013 pencapaian program pengendalian TBC sebanyak 7.327 kasus per 100 ribu penduduk, dan pada 2014 tercatat sebanyak 5.550 kasus.
"Data kita (Dinas Kesehatan) di 2013 pencapaian program pengendalian TBC sebanyak 7.327 kasus per 100 ribu penduduk, dan pada 2014 tercatat sebanyak 5.550 kasus," kata Sekretaris Dinas Kesehatan Papua dr Silvanus Sumule sebagaimana dilansir Antara.
Ia mengatakan, hal itu menunjukkan bahwa walaupun ada penurunan namun masih banyak kasus TBC di masyarakat yang belum mendapatkan akses pelayanan.
Hari TBC sedunia diperingati pada setiap tanggal 24 Maret sebagai momentum untuk meningkatkan komitmen dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengendalian TBC.
Asisten pelapor khusus bidang kesehatan PBB, Dolores Infante kepada Jubi pekan lalu di Jenewa mengatakan, pihaknya akan mendatangi pusat kesehatan masyarakat (PKM) dan rumah sakit umum (RSU). “Kesehatan ibu dan neomaternal, kesehatan anak-anak, sistem imunisasi, kesehatan mental dan emosional merupakan bagian yang penting dalam kunjungan kami nanti,” kata Doroles.
Anggota Komisi I DPR Papua, Laurenzus Kadepa meminta kepada Pemerintah Pusat (Pempus) harus memberikan akses yang leluasa kepada pelapor khusus bidang kesehatan PBB itu agar bekerja dengan bebas.
“Ini demi nama baik negara Indonesia ini di mata dunia, maka Pemerintah Pusat harus berikan kebebasan kepada Dainius Puras, pelapor khusus bidang kesehatan PBB ini melakukan kunjungannya di tempat-tempat ia hendak datangi supaya bisa ambil data dengan terinci,” ungkap Kadepa. ,(Jubi)
0 komentar:
Post a Comment