Mama-mama pengrajin penjual noken di pinggir jalan raya Yos Sudarso, tepatnya di depan taman Gizi depan pertokoan laut Oyehe, Nabire. |
“Bisa dibangun di depan bekas kantor DPRD, atau samping kiri pintu masuk terminal Oyehe,” kata seorang Pengrajin Noken, mama Albertina Waine, Senin, (6/11/2017).
Ia menilai selama ini pemerintah tidak melihat usaha kerajinan noken sebagai peluang usaha kerakyatan di Nabire.
“Padahal permintaan kami cukup sederhana, hanya kasih bangun pondok,” kata Albertina menambahkan.
Mama Waine telah berjualan noken berbagai jenis sejak tahun 2013. Sebelumnya ia bersama pengrajin dan penjual noken lain berjualan di dalam pasar Oyehe, namun mereka diusir karena sengketa lapak di dalam pasar.
“Kalau kami mau jual di tempat lain itu kami selalu diusir. Jadi, pilihan terakhir kami jual di sini,” katanya
Seorang mama penjual noken lain, Fredrika Douw, mengatakan hampir setiap saat selalu mendapat pesanan noken dari para pejabat. “Mereka mendatangi membeli noken atau saat jalan santai,” kata Fredrida.
Menurut dia, keberadaan pondok noken sangat penting membantu kenyamanan para pembeli dan penjual sendiri.
Mama Gerfasia Waine pedagang noken di depan pertokoan laut juga mendukung pentingnya pondok sebagai fasilitas pendukung. Karena menurut dia, payung yang digunakan saat jualan hasil bantuan mahasiswa Papua yang sedang mengenyam pendidikan di Jawa dan Bali, sudah rusak.
Pemilik toko Mega Baru di pertokoan Oyehe, Amrin, 44, tahun, menilai penjual noken yang dilakukan mama-mama Papua di depan tokonya justru membuat kumuh . “Hampir tiap hari banyak orang yang kunjungi sering biarkan sampah tanpa dibersihkan,” kata Amrin.
Ia mengaku masih mentolerir, tapi mama-mama Papua yang jualan kadang abai, sehingga perlu tempat khusus buat jualan. “ Baiknya mereka jualan di tempat khusus,” katanya. (jubi)
0 komentar:
Post a Comment