Belasan Penduduk Papua Barat Derita Tumor Misterius

sxc.hu
Manokwari - Ketua Aliansi Mahasiswa Pemuda Papua (AMPP) Hugo Asrouw mengeluhkan adanya penyakit benjolan jenis tumor yang diderita 19 warga Kampung Kensi, Distrik Arguni Atas, Kabupaten Kaimana, Papua Barat. “Selama ini, belum ada pemeriksaan tim medis yang dapat mendiagnosis jenis penyakit yang diderita 19 warga Kampung Kensi,” katanya di Manokwari, Jumat, 23 Desember 2016. 

Dia mengklaim pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Kampung Kensi sangat memprihatinkan. Pasalnya, penyakit yang diderita belasan warga ini sudah terjadi belasan tahun. Bahkan ada penduduk yang menderita penyakit serupa hingga 20 tahun lamanya.

Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat Arnold Tiniap membeberkan jatah APBD, termasuk dana otonomi khusus (otsus), yang digelontorkan untuk keperluan pelayanan kesehatan masyarakat tidak pernah lebih dari 5 persen. Kondisi itu ia alami sejak bergabung dengan Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat tahun 2007 hingga saat ini.

“Padahal, menurut undang-undang, seharusnya untuk kesehatan itu dianggarkan minimal 10 persen dari APBD Provinsi atau 15 persen dari dana otsus sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Otsus Nomor 21 Tahun 2001 bagi Papua dan Papua Barat," ujarnya, Jumat, 23 Desember 2016.

Ironisnya, di wilayah Distrik Arguni Atas, tempat para penderita tumor itu, terdapat sebuah klinik milik salah satu perusahaan kayu. Namun masyarakat Kampung Kensi harus menukar biaya pengobatan untuk kesehatan mereka dengan hak ulayat kepada pihak perusahaan. 

“Menurut pengakuan masyarakat Kensi, di sekitar wilayah itu ada puskesmas pembantu (pustu), tapi tidak ada petugas kesehatan. Jika warga berobat ke klinik tersebut, ongkosnya dipotong melalui pembayaran hak ulayat,” tutur Arnold.

Hal ini juga mendapat sorotan aktivis pembela HAM di Papua Barat, Yan Christian Warinussy. Dia mengusulkan Bupati Kaimana dan Gubernur Papua Barat mengintervensi kondisi kesehatan masyarakat itu dengan segera membentuk tim. Tim ini harus turun langsung ke lapangan. 

“Kalau tidak ditindaklanjuti, ini fakta yang mengindikasikan ada satu pelanggaran serius terhadap HAM, khususnya hak atas kesehatan yang dijamin di dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM,” ucapnya. Warinussy menambahkan, undang-undang mengamanatkan 15 dana otsus harus dialokasikan untuk perbaikan gizi dan kesehatan.

HANS ARNOLD/TEMPO.CO

Dua Orang Ini Dianiaya Aparat Pada Aksi 19 Desember 2016

Eddy Yalak (22) Korban kekerasan aparat yang mengakibatkan tangan kanan patah saat aksi pada 19 Desember 2016. (Arnold Belau - SP))
JAYAPURA — Edy Yalak (22) dan Jack Mote (24), aktivis KNPB Pusat mengalami luka serius akibat dipukul aparat keamanan Indonesia, Senin (19/12/2016) di Waena, Kota Jayapura, Papua.

Edy Yalak mengalami patah tulang, tangan bagian kanan. Sedangkan, Jack Mote luka serius di uluh hati dan kepala bagian belakang bocor karena dipukul dan ditarik dengan kasar gabungan polisi dan TNI pada 19 Desember 2016.

Keduanya ditangkap aparat keamanan pada pagi hari sekitar pukul 09:30 WP. Mulanya Edy bersama rekan lainnya ditangkap di jembatan Ekspo Waena. Sementara, Jack Mote ditangkap di depan jalan masuk sekretariat KNPB pusat di Vietnam, Perumnas 3 Waena.

Usai keduanya dianiaya hingga luka yang serius, pihak aparat keamanan tak segera melarikan ke rumah saki terdekat. Edy dan Jack bersama rekan-rekan lainnya malah dibawa ke Polresta Jayapura.

Mendekam di ruang tahanan selama beberapa jam dengan harus menahan derita, selanjutnya keduanya dikawal ketat pihak aparat, berobat di RSUD Dok 2 Jayapura. Pada tengah malam, kedua korban dipulangkan atas permintaan pengurus KNPB Pusat.

Edy dan Jack kepada wartawan mengaku mengalami perlakuan yang tidak manusiawi dari aparat keamanan.
“Tangan saya patah karena saya tadah karet mati yang digunakan oleh polisi saat memukul massa aksi, termasuk saya,” kata Edy ketika diwawancarai di sekretariat KNPB pusat, Selasa (20/12/2016).

Di tempat yang sama, Jack Mote juga mengaku mendapat perlakuan buruk dari aparat gabungan. Ia saat itu mengamankan massa aksi yang rencananya akan menuju ke kantor DPR Papua.

Karena masih menderita, keduanya harus menjalani perawatan di sekretariat KNPB Pusat.

Perlakuan sama juga dialami sejumlah massa dari berbagai kabupaten/kota saat aksi damai. Tindakan intimidasi, penangkapan hingga penyiksaan terjadi pada aksi gugat Trikora 55 tahun silam dan mendukung ULMWP menjadi anggota full member di MSG, Senin (19/12/2016).

Setidaknya 511 orang ditangkap di berbagai daerah.

Ones Suhuniap, sekretaris umum KNPB Pusat, dalam keterangannya menjelaskan, di hari itu banyak aktivis yang ditangkap dan dipulangkan. Namun dua orang anggota KNPB atas nama Hosea Yeimo dan Mael Alua ditetapkan sebagai tersangka.

Alasan penahanan kedua aktivis itu, menurut Ones, belum jelas.

“Pihak kepolisian menetapkan keduanya sebagai tersangka karena menolak menandatangani BAP yang diminta penyidik,” katanya.

Ones klaim keduanya tak bersalah karena aksi tersebut tak anarkis. “Mereka dua dikenakan pasal makar dan pasal penghasutan. Bahkan sampai saat ini masih ditahan di Polresta Jayapura.”

Ironisnya, beber dia, di Wamena, beberapa anak kecil dibawah umur juga ditangkap aparat gabungan. Anak-anak kecil itu menjalani proses penahanan di Polres Jayawijaya.

Pewarta: Mary Monireng/ SUARAPAPUA.com



Pertumbuhan Ekonomi dan Penegakan HAM di Papua

Oleh: Ardian Wiwaha

MENARIK untuk dibahas bahwa pada hari ini 10 Desember 2016 merupakan peringatan hari Hak Asasi Manusia (HAM) sedunia. Terlebih apabila pembahasan hal tersebut, dikombinasikan dengan pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan kesejahteraan di bumi cenderawasih yang hingga detik ini memperlihatkan peningkatan yang signifikan.

Metamorfosis hingga transformasi dari berbagai aspek dan lini kehidupan di Papua yang kian membaik, seolah mematahkan sekaligus membatah beberapa pernyataan berbagai macam media provokatif yang seolah secara terus menerus mengintimidasi pemerintah Indonesia yang dieluh-eluhkan tidak pernah peduli atau bahkan menganaktirikan wilayah-wilayah di luar pulau Jawa.

Publik dikejutkan dengan prestasi yang diraih oleh bumi Cenderawasih, ditengah perlambatan ekonomi yang melanda nasional maupun global dewasa ini, Papua semakin menunjukan jati dirinya tatkala Pemerintah Provinsi Papua mengklaim bahwa pertumbuhan perekonomian daerahnya berada dikisiran angka 8,76 persen di periode Desember atau akhir tahun 2016.

Sehingga hal tersebut seolah mematahkan stigma negatif masyarakat yang selalu menempatkan Papua sebagai daerah yang terbelakang dan kurang sukses dalam mengelola kewenangan khususnya sebagai wilayah otonomi khusus di Indonesia.

Senada dengan penjelasan Gubernur Papua Lukas Enembe yang mengatakan bahwa laju pertumbuhan ekonomi Papua kian membaik dapat diukur dari data statistik yang menggambarkan bahwa telah terjadi penurunan tingkat kemiskinan di Provinsi Papua pada tahun kemarin sebesar 1,88 persen.

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, pemerintah Papua juga mengklaim bahwa tingkat kesejahteraan dan kehidupan masyarakatnnya mulai membaik. Hal ini dapat digambarkan melalui tren perubahan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan perhitungan baru, yakni adanya peningkatan dari 56,25 di tahun 2013 menjadi 56,75 pada tahun 2014.

Bahkan menurut data Badan Pusat Statistik Papua (BPS), dalam kurun periode 2010 hingga 2014, Pemprov Papua berhasil meningkatkan capaian pertumbuhan IPM sebesar 4,22 persen dan menempatkan Papua sebagai provinsi dengan peringkat delapan dari 34 provinsi seluruh Indonesia.

Keseriusan pemerintahan Presiden Jokowi dalam memperbaiki penegakan hukum dan HAM di ibu pertiwi seolah telah mematahkan statemen negatif media-media provokatif yang seolah selalu memandang Papua sebagai pulau yang krisis akan penghormatan HAM.

Keseriusan Presiden Jokowi dalam menegakan HAM diperlihatkan melalui komitmen dan jaminan kebebasan serta upaya pelindungan hak-hak asasi masyarakat Indonesia melalui instrumen-instrumen yang mendorong dan melindungi penegakan HAM.

Selain itu, keseriusan pemerintah dalam menegakan HAM juga dibuktikan dengan semakin membaiknya indeks penegakan HAM di Papua yang ditandai dengan berkurangnya bentuk dan berbagai macam pelanggaran HAM dan pengakuan Indonesia sebagai salah satu negara dari 47 negara didunia yang termasuk kedalam Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Dapat dibayangkan bahwa bumi cenderawasih saat ini telah mengalami perubahan yang semakin meyakinkan. Komitmen dan janji pemerintah perihal perbaikan ekonomi, kesejahteraan hingga penegakan HAM perlahan mulai ditepati dengan berbagai macam bukti yang tak dapat dipungkiri.

Namun perlu disadari dan dipilah secara seksama bahwa pemberitaan positif terkait Papua seolah terus diupayakan tenggelam oleh beberapa media dalam maupun luar negeri yang terus menggencarkan aksinya untuk mendeskreditkan peran pemerintah di bumi Papua. Hal ini dapat dilihat dari gencarnya media-media provokatif dalam menyebarkan berbagai isu dan polemik yang seolah tidak menggambarkan perbaikan di wilayah timur Indonesia tersebut.

Tidak bermaksud untuk mendukung pemerintah Presiden Jokowi apalagi mengatakan bahwa pemerintahan kali ini lebih baik dari pemerintahan sebelumnya. Namun sudah waktunya kita masyarakat Indonesia untuk bijak dan dewasa dalam membaca sekaligus menyeleksi pemberitaan yang tersebar dibeberapa media terkait Papua.

Karena antara informasi dan provokasi, seolah media kini rawan akan kepentingan dan kekuasaan terselubung. *

Penulis adalah Mahasiswa FISIP Universitas Indonesia

Batamtoday.com

 

Mahasiswa Papua di Bandung Rayakan Natal Ipmanapandode

Ketika Fr. Hubertus R. Magai Pr. Memimpin doa makan. (Foto: Mateus Tekege)
Bandung -- Mahasiswa Papua yang tergabung dalam wadah Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Nabire, Paniai, Dogiyai, dan Deiyai "Ipmanapandode kota studi Bandung Jawa barat" merayakan perayaan Natal di lokantara Auditorium RRI, Jl diponegoro no. 61 di kota Bandung. (Kamis 22/10).

Momentum Natal adalah hari raya umat Kristen yang diperingati setiap tahun oleh umat Kristiani pada tanggal 25 Desember untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus.

Dimana Tuhan Yesus Kristus di lahirkan di kota Betlehem yang penuh dengan simak duri demi melahirkan diri kita agar memperbaruhi dalam sikap, perilaku, dan tindakan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Perayaan Natal Ipmanapandode tersebut ini juga diundang dan mengikut serta dari berbagai paguyuban, komunitas, kombas serta lintas universitas di seluruh jawa barat terlihat sangat antusias.

Thema nasional yang mereka angkat adalah "Hari ini telah lahir bagimu Juru selamat yaitu Kristus Tuhan di kota Daud. dan sub thema adalah, Mari kita nyatakan kemurahan Allah dalam kebersamaan kami sebagai satu keluarga orang Papua di Bandung.

Dalam kotbah yang disampaikan oleh Fr.Hubertus R. Magai Pr. bahwa marilah kita menyambut raja damai Natal dalam hati kita masing-masing karena bayi Natal telah lahir dan hadir dalam diri pribadi soudara-soudari, keluarga dan dalam komunitas kita. ajak Fr. Magai.

Tuhan Yesus telah lahir di tengah-tengah kita dengan tujuan, maksud, dan Penghaarapan-Nya yang lain untuk menperbarui dalam kehidupan kita sehari-hari.

Penyampaian yang sangat terkesan disampaikan oleh Pr. Magai adalah "Mengajak kepada Pelajar dan Mahasiswa Papua untuk belajar dan menimbah ilmu sebanyak-banyaknya ditanah rantauan untuk kembali menyelamatkan umat Tuhan yang selalu saja menginjak-injak oleh para pengusaha karena kita adalah terpilih dan diutus oleh umat/masyarakat kita di seluruh tanah Papua, Kesan Pr. Magai.

Kemudian pantauan media ini, mereka melangsungkan evaluasi yang dimediasi oleh Badan Pengurus Harian "BPH" lalu kemudian ketua panitia dan jajarannya membuka ruang untuk memberi kritik dari senioritas yang ada.

Berbagai kritik dan masukan yang membangun sebagai rujukan oleh senioritas kepada para yunioritas terutama kepada para panitia Natal.

Posted by: Mateus Tekege
 Copyright ©Tabloid WANI 




YKI: Kesadaran Perempuan Papua Memeriksakan Diri Meningkat

Yayasan Kanker Indonesia (lst)
Jayapura – Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Cabang Papua menyatakan kesadaran perempuan di wilayahnya memeriksakan diri dari tahun ke tahun meningkat.

Ketua YKI Cabang Papua Regina Karma di Jayapura, Kamis, mengatakan peningkatan itu ditunjukkan dengan presentase yaitu pada Desember 2016 sekitar 80-90 persen perempuan Bumi Cenderawasih datang ke kantornya untuk memeriksakan diri.

“Jika di 2015 hanya sekitar 60 persen saja perempuan yang datang untuk memeriksakan diri hingga di-papsmear, kini di 2016 angkanya sudah naik lebih tinggi,” katanya.

Menurut Regina, peningkatan itu juga disebabkan oleh seringnya sosialisasi yang dilakukan oleh pihaknya mengenai kanker serviks.

    “Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kebanyakan penyebab kanker serviks adalah pola hidup hingga pola makan yang salah, kebersihan daerah kewanitaan hingga virus Human Papilloma Virus (HPV),” ujarnya.

Dia menuturkan belum lama ini di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, sekitar 90 wanita akar rumput (perempuan asli Papua) datang memeriksakan diri setelah mengikuti sosialisasi dari YKI.

“Dari 90 wanita tersebut, 75 di antaranya bersedia dan meminta untuk diperiksa melalui papsmear,” katanya lagi.

Dia menambahkan sedangkan sisanya takut, tidak mau dan sedang berhalangan seperti sedang mengalami haid atau hamil sehingga tidak bisa diperiksa.(anjas/jurnalsumatra.com)

Siaran Pers: Pemblokiran Suarapapua.com

Suara Papua hadir dengan harapan untuk mampu mengangkat “suara lain” dari masyarakat akar rumput tanpa diintervensi pihak manapun.

Kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers semakin nyata direpresi di tanah Papua. Pembubaran dan pelarangan aksi damai menyuarakan pendapat, intimidasi dan penangkapan terhadap aktivis juga jurnalis dan kali ini Pemerintah melalui Kominfo telah memblokir/memredel salah satu media siber yang kritis memberitakan kondisi real di Papua. Hal inipun diduga sebagai aksi yang melanggar dan membatasi ruang gerak dan hak asasi masyarakat Papua.

Sekitar tanggal 4 November 2016, kami mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa telah terjadi pemutusan akses internet terhadap situs klien kami (suarapapua.com). Dan hal ini diakui oleh Dirjen Aplikasi dan Informatika Kominfo telah memblokir sedikitnya 11 website yang dianggap mengandung SARA. Berkaitan dengan pemutusan akses internet tersebut, pihak dari suarapapua.com  tidak mendapatkan sedikitpun informasi atau pemberitahuan resmi apa yang telah terjadi dengan situs suarapapua.com. Tanggal 07 November 2016, website tersebut telah bisa diakses kembali, kecuali mengakses dari provider Telkomsel.

Pada tanggal 7 November 2016, suarapapua.com melalui kuasa hukumnya yaitu Lembaga Bantuan Hukum Pers mengirimkan surat protes dan meminta klarifikasi kepada Kominfo, Telkomsel dan ditembuskan ke Dewan Pers yang kemudian pada tanggal 21 November 2016, Dirjen Aptika Kominfo membalas surat tersebut dengan menyebutkan dasar pemblokiran adalah Pasal 40 ayat 2 UU ITE dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif dan pemblokiran website suarapapua.com dilakukan karena permintaan Kementrian/Lembaga. Sebagai catatan penting bahwa berlakunya undang-undang ITE yang baru / UU no 19 Tahun 2016 tentang ITE, baru berlaku pada tanggal 28 November 2016.Pada tanggal 29 November 2016, Kuasa hukum suarapapua.com membalas surat Kominfo dengan perihal meminta informasi yang jelas, terkait konten spesifik berita yang dianggap melanggar ketentuan perundang-perundangan.

Informasi terakhir pada tanggal 20 Desember 2016 sekitar pukul 13.00 wib, Menteri Komunikasi dan Informatika Bapak Rudiantara menyampaikan melalui lisan kepada LBH Pers tentang akan dibukanya blokir website pada 20 Desember malam.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, kami menilai Kominfo melalui Dirjen Aplikasi dan Informatika melakukan tindakan sewenang-wenang dan melanggar kemerdekaan pers juga kebebasan berekspresi. Dugaan tersebut menguat karena alasan-alasan berikut:

Pertama, Kominfo memblokir web atau portal berita yang dilindungi oleh UU Pers. Suarapapua adalah situs web berita resmi yang mempunyai badan hukum dan terdaftar dengan Surat Keputusan (SK) dari Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia yang ditandatangani oleh Dirjen AHU dengan nama “Perkumpulan Suara Papua”. Selain itu suarapapua.com juga sudah memenuhi standar media siber/perusahaan pers sebagaimana UU Pers dan peraturan dewan pers terkait media siber, seperti berbadan hukum, mencantumkan pedoman pemberitaan media siber dan pencantuman penanggung jawab di laman susunan redaksi. Seharusnya web suarapapua.com mendapatkan hak sebagaimana di atur di dalam Pasal 4 ayat 2 UU Pers “Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran”.

Namun faktanya, Pemerintah tidak melaksanakan amanat UU Pers tersebut, sehingga aksi Pemblokiran ini patut diduga sebagai aksi pembredelan sebagaimana Pasal 1 poin 9 UU Pers “Pembredelan adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.” Tak adanya dasar hukum yang jelas atas pemblokiran ini tenggarai adalah salah satu bentuk pembukaman kemerdekaan pers. Dan aksi pembredelan tersebut mempunyai ancaman pidana pers sebagaimana Pasal 18 UU Pers “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).”

Kedua, Suarapapua.com adalah salah satu situs yang aktif dan kritis menyuarakan fakta kekerasan, dan pelanggaran HAM yang terjadi di Papua yang selama ini kurang mendapatkan perhatian dan porsi pemberitaan di media mainstrem di Indonesia, oleh karena itu pemblokiran terhadap situs suarapapua.com adalah salah satu bentuk pemutusan hak atas informasi masyarakat khususnya masyarakat Papua.

Kami mengingatkan bahwa berdasarkan Pasal 28 J UUD 1945 dan juga Pasal 19 ayat (3) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, segala pembatasan hak asasi manusia harus dinyatakan dengan tegas dalam sebuah undang – undang (UU). Tindakan pemblokiran adalah tindakan membatasi akses pengguna internet karena itu pengaturannya harus diatur dengan UU. Sampai saat ini tidak ada satupun UU yang mengatur pemblokiran atas akses sebuah situs internet. UU ini seharusnya memuat secara rinci tentang mekanisme pemblokiran termasuk untuk menentukan siapa yang memutuskan sengketa dan juga siapa yang melakukan eksekusi terhadap pemblokiran sebuah situs internet.

Permen Blokir sarana yang bertentangan dengan apa yang dimaksud dalam UUD 1945 dan juga bertentangan dengan seluruh kewajiban – kewajiban internasional Indonesia yang termuat dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik utamanya terkait dengan tindakan blokir terhadap sebuah situs yang dianggap melawan hukum. Tanpa indikasi sebuah situs telah melanggar hukum yang berlaku maka tindakan pemblokiran bukanlah tindakan hukum namun tindakan politik yang rentan untuk disalah gunakan. Permen Blokir dapat dengan mudah disalahgunakan untuk tindakan – tindakan pemblokiran yang tidak ada hubungannya dengan penegakkan hukum seperti yang saat ini sedang terjadi dan dilakukan oleh pemerintah.

Ketiga, Suara Papua adalah media alternatif yang didirikan dan dikelola oleh sekelompok anak-anak muda Papua atas keprihatianannya melihat pemberitaan di Papua dan Indonesia yang tidak melakukan cover both side dalam pemberitaanya. Sehingga cenderung menempatkan orang Papua sebagai korban. Perlu diketahui juga bahwa jurnalis-jurnalis di Suara Papua merupakan anak-anak muda Papua yang rata-rata berumur 20-25 tahun. Maka dengan pembredelan terhadap situs Suara Papua ini dipandang sebagai upaya untuk mematikan karakter generasi muda Papua.

Sebab Suara Papua hadir dalam peliknya persoalan tersebut, media di Papua juga dituntut untuk memberitakan apa yang terjadi secara berimbang, objektif, dan dengan standar-standar jurnalisme yang baku. Suara Papua hadir dengan harapan untuk mampu mengangkat “suara lain” dari masyarakat akar rumput tanpa diintervensi pihak manapun.

Dalam rumitnya persoalan di Tanah Papua, Suara Papua diharapkan mampu berperan dalam mengabarkan dan memberitakan berbagai persoalan di Tanah Papua sesuai dengan fakta yang terjadi. Selain itu, diharapkan juga lahir wartawan-wartawan muda, yang mampu mengamati persoalan di Tanah Papua, dan melaporkan secara baik dan benar dengan tujuan agar dapat diketahui publik.

Oleh karena itu, kami mendesak:
  1. Bapak Rudiantara selaku Menteri Komunikasi dan Informatika untuk memberikan klarifikasi tertulis serta memulihkan semua hak-hak dari kerugian yang telah dialami suarapapua.com. (Termasuk menjelaskan siapa yang melaporkan situs Suara Papua dan alasan mengapa Suara Papua diblokir kepada publik secara terbuka)
  2. Pemerintah beserta DPR untuk merumuskan atau membuat regulasi mekanisme tranparan terkait pemblokiran website.
  3. Dewan Pers untuk pro aktif membela suarapapua.com yang saat ini berposisi sebagai perusahaan pers yang diduga dibredel.
  4. Kepolisian RI untuk menyelediki tindak pidana pembatasan atau penghalangan aktifitas jurnalistik sebagaimana Pasal 4 ayat 2 jo Pasal 18 ayat 1 UU Pers yang diduga dilakukan oleh Kominfo.
Jakarta, 21 Desember 2016

Lembaga Bantuan Hukum Pers, Perkumpulan Jubi, Yayasan Satu Keadilan, PapuaItuKita, Gema Demokrasi, Safenet, AJI Indonesia

Narahubung:
Nawawi Bahrudin, SH (LBH Pers): 08118881141
Asep Komarudin, SH (LBH Pers)  : 081310728770
Iman D Nugroho (AJI Indonesia) : 08165443718
Damar Juniarto (Safenet)            : 08990066000
Syamsul Alam Agus (YSK)           : 08118889083
Veronica K: (Papua Itu Kita)        : 08170941833
Victor Mambor (Perkumpulan Jubi): 08114800982


 papuaitukita.net

Jokowi: Banyak yang tak senang bensin Papua murah

JAKARTA. Presiden Joko Widodo mengakui bahwa tidak mudah untuk mengubah harga bahan bakar minyak di Papua untuk setara dengan daerah lainnya di Indonesia.

Pemerintah sudah mulai berupaya untuk menurunkan harga BBM di Papua ke sejak awal pemerintahan, atau satu setengah tahun yang lalu. Namun upaya pemerintah baru terwujud pada Oktober 2016 lalu.
Harga BBM di sejumlah kabupaten terpencil di Papua yang semula mencapai Rp 60.000 - Rp 100.000, kini bisa sama dengan Pulau Jawa, yakni Rp 6.450 rupiah.

"Karena banyak yang enggak senang juga harga bensin ini murah. Karena sudah banyak yang menikmati enaknya hidup bertahun-tahun. Tidak mudah," kata Jokowi saat membuka Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Hanura, di Kantor DPP Hanura, Jakarta, Rabu (21/12).

Salah satu cara pemerintah menurunkan harga BBM di Papua adalah dengan membeli sejumlah pesawat angkut BBM. Dengan begitu, BBM yang selama ini sulit disalurkan lewat jalur darat dan laut, bisa disalurkan melalui udara.

Pertamina menghabiskan dana Rp 800 Miliar untuk membeli pesawat angkut BBM itu. Namun Jokowi memastikan Pertamina tidak akan merugi.

"Tahun ini justru saya perkiraan untungnya berlipat, lebih dari Rp 40 triliun," ucap Jokowi.
Setelah BBM, lanjut Jokowi, pemerintah juga akan berupaya menurunkan harga semen. Satu sak semen di Pulau Jawa saat ini hanya Rp 70.000 per sak. Namun di daerah terpencil di Papua bisa mencapai Rp 700.000 hingga Rp 2,5 Juta. 
"Nanti kita selesaikan urusan semen," ucap Jokowi. (Ihsanuddin)
 
Editor : Sanny Cicilia
Sumber : Kompas.com

Legislator menduga ada yang disembunyikan dibalik rekomendasi HAM PBB

Ia mempertanyakan, mengapa empat rekomendasi lainnya yang berkaitan dengan HAM Papua seakan ditutup-tutupi. Apakah rekomendasi itu tak diakui oleh Kementerian Luar Negeri atau karena alasan lain.
Ilustrasi - Dok. Jubi
Jayapura, Jubi - Legislator Papua, Laurenzus Kadepa menduga ada sesuatu yang disembunyikan pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI mengenai rekomendasi terkait HAM di Papua yang dibuat oleh PBB untuk Indonesia dalam Universal Periodic Review (UPR) sesi dua, 2012 lalu.

Hal itu dikatakan anggota Komisi I DPR Papua bidang Pemerintahan, Politik, Hukum, HAM dan Hubungan Luar Negeri itu menanggapi pernyataan Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri Indonesia Dicky Komar di salah satu media online yang menyebut dari 150 rekomendasi yang diterima dibawah mekanisme UPR, rekomendasi tentang Papua dari PBB hanya lima.

"Saya menduga ada sesuatu yang disembunyikan. Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan hanya lima rekomendasi. Tapi rekomendasi PBB untuk Indonesia yang tercatat dalam dokumen Report of the Working Group on the Universal Periodic Review Indonesia ada sembilan," kata Kadepa ketika menghubungi Jubi, Selasa (20/12/2016).

Ia mempertanyakan, mengapa empat rekomendasi lainnya yang berkaitan dengan HAM Papua seakan ditutup-tutupi. Apakah rekomendasi itu tak diakui oleh Kementerian Luar Negeri atau karena alasan lain.
"Dari pemberitaan Jubi disebutkan, dalam dokumen Report of the Working Group on the Universal Periodic Review, tercatat dua kategori rekomendasi. Kategori pertama rekomendasi yang didukung oleh Indonesia dan kategori kedua, rekomendasi yang masih perlu ditinjau oleh Indonesia. Apakah empat rekomendasi lainnya itu bisa menyudutkan Indonesia sehingga seakan disembunyikan?" ucapnya.

Dikutip dari merdeka.com, Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri Indonesia, Dicky Komar menyebutkan, dari 150 rekomendasi yang diterima melalui mekanisme UPR, rekomendasi tentang Papua dari PBB hanya lima.

"Lima rekomendasi yang diberikan PBB dilihat secara proporsional. Perlu dipahami, bukan mengecilkan tetapi kita lihat secara proporsional, bahwa betul ada permasalahan," ujar Dicky pekan lalu.

Katanya, pemerintah Indonesia dibawah Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan sedang mengupayakan penghentian pelanggaran HAM di Papua. Untuk laporan yang diajukan negara-negara Pasifik mengenai isu HAM Papua, menurutnya, Kemlu melakukan berbagai upaya untuk menjelaskan secara proporsional.

"Pelanggaran HAM di Papua Barat dan upaya menentukan diri sendiri di Papua Barat adalah dua sisi berbeda," ucapnya. (*)


 http://tabloidjubi.com


Arjuna Pademme
harjuna@tabloidjubi.com
Editor : Kyoshi Rasiey


PNG Opposition Leader says that West Papuan calls for self-determination process cannot be ignored

Papua New Guinea’s Opposition Leader, Hon. Don Polye (From Radio New Zealand, supplied)
Papua New Guinea’s Opposition Leader Hon. Don Polye says that West Papuan calls for a legitimate self-determination process could no longer be ignored and that his country and Australia need to play a greater role in responding to human rights abuses in neighbouring West Papua.

Speaking just after thousands of West Papuan people rallied on Human Rights Day to call for a referendum on self-determination, Hon. Polye said the example of France in granting a self-determination referendum to its Melanesian territory of New Caledonia shows that the Papua question could be solved peacefully.

He said the problem had a set of direct consequences for PNG, yet its government continued to turn a blind eye to what was going on.

Radio New Zealand reports Hon. Polye as saying that basic human rights of West Papuans continue to be repressed by Indonesian authorities and security forces, requiring a more “honest” approach from neighbouring countries. A need for meaningful dialogue at both international and bilateral level, he said, also required leadership from the Melanesian Spearhead Group.

Mr Polye said recent remarks by Australia’s Foreign Minister Julie Bishop playing down reports of rights abuses in Papua were unfortunate.

“She said that there is not enough justification or evidence to show if there is any human rights abuse along the border between Papua New Guinea and Indonesia. I believe that Australia should assess the situation more closely, in partnership with Indonesia as well as with Papua New Guinea, to be honest about it and to look at the issues more carefully,” he said.

Growing momentum of support for West Papua from Papua New Guinea

Hon. Don Polye’s supportive statement comes amid a growing surge of support and Melanesian solidarity from across Papua New Guinea for their wantoks on the other side of the border in occupied West Papua.

On 1st December, the Free West Papua music collective Rize of the Morning Star released a breathtaking new music video, “Sorong Samarai” by PNG artists Airileke and Twintribe. The song calls for PNG and West Papua solidarity as ONE PEOPLE, ONE SOUL with ONE DESTINY. It’s having a profound impact across Papua New Guinea and heralds the strong, growing and unstoppable momentum from the young generation of Papua New Guinea and West Papua to actively campaign for a Free West Papua.

 nformation and the photo in this post come from an original article published by Radio New Zealand and freewestpapua.org

Jokowi didesak lindungi hak-hak demonstran, aktivis, dan jurnalis di Papua

“Saya sangat menyayangkan insiden ini. Wens tidak dikasih kesempatan bicara, Polisi terus tarik dan gelandang dia,” ujar Marrisan kepada Jubi melalui pernyataan pers bersama ELSAM Jakarta, Senin (19/12/2016) malam.
Ilustrasi - IST
Jayapura, Jubi – Otoritas ELSAM Jakarta dan ELSHAM Papua angkat bicara terkait pemukulan dan penahanan  Wens Tebay di Jayapura (19/12) yang sedang melakukan monitoring aksi demonstrasi rakyat Papua memrotes Trikora 19 Desember 2016 di Expo Waena, Kota Jayapura. Wens Tebay adalah aktivis ELSHAM (Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia) Papua di Jayapura sekaligus mitra peneliti dan kontributor majalah Asasi yang diterbitkan ELSAM (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat) Jakarta.

Ferdinand Marrisan, Direktur ELSHAM Papua di Jayapura mengatakan pihaknya telah membuatkan surat tugas kepada Wens guna melakukan pemantauan situasi aksi demo di lokasi Ekspo.

“Saya sangat menyayangkan insiden ini. Wens tidak dikasih kesempatan bicara, Polisi terus tarik dan gelandang dia,” ujar Marrisan kepada Jubi melalui pernyataan pers bersama ELSAM Jakarta, Senin (19/12/2016) malam.

Pernyataan senada disampaikan Adiani Viviana, Peneliti ELSAM yang menekankan bahwa tugas tiap anggota polisi seharusnya menggunakan pendekatan persuasif dan tidak melakukan kekerasan.

Anggota Kepolisian, lanjutnya, harus menjadikan Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai pedoman dalam menangani aksi-aksi demonstrasi, khususnya Pasal 11 yang menyatakan ‘setiap petugas/ anggota Polri dilarang menggunakan kekerasan dan/atau senjata api yang berlebihan’.

“Sayang sekali dalam peristiwa ini, Satuan Polisi Polresta Jayapura telah mengingkari aturan tugas profesionalitasnya sebagai penegak hukum yang memiliki fungsi ganda (Penyidik dan Pengayom).
Meskipun ini telah menjadi persitiwa yang mungkin keseribu kali terhadap aktivis Papua, namun setidaknya Polisi dapat menahan nafsu ‘keanarkisannya’, seperti yang menimpa Wens: merampas kamera dan menghapus semua foto serta bertindak kekerasan fisik lainnya”, ungkap Adiani Viviana.

Demi penghargaan dan perlindungan terhadap demonstran, aktivis dan jurnalis, ELSHAM Papua  dan ELSAM Jakarta mendesak presiden Jokowi mengintruksikan aparat keamanan di Papua agar memperhatikan hal-hal ini:

Pertama, Presiden Jokowi memberikan instruksi kepada Menkopolhukam untuk menciptakan situasi yang kondusif dalam pengamanan aksi-aksi demonstrasi di Papua maupun di kota-kota lain yang mendukung Papua damai;

Kedua, Presiden Jokowi menginstruksikan Kapolri agar memerintahkan seluruh jajarannya, khususnya di wilayah hukum Polda Papua dan Papua Barat, untuk menghormati dan melindungi hak-hak para demonstran, aktivis, dan jurnalis;

Ketiga, Kapolri memerintahkan seluruh anggotanya untuk menggunakan cara-cara persuasif dalam penanganan aksi-aksi demonstrasi;

Keempat, kapolda Papua dan Papua Barat menginstruksikan seluruh jajarannya di wilayah hukum Papua dan Papua Barat untuk taat pada kode etik POLRI, tak terkecuali dalam mengemban tugasnya wajib menghormati nilai-nilai hak asasi manusia tiap orang Papua.(*)

http://tabloidjubi.com/
Benny Mawel
frans@tabloidjubi.com
Editor : Zely Ariane





Arema Minta Maaf ke Persipura dan Masyarakat Papua

Jakarta Manajemen Arema Cronus melalui surat resmi tertanggal 20 Desember 2016, menyampaikan permohonan maaf kepada Persipura Jayapura dan seluruh Masyarakat Papua atas beberapa komentar atau statemen yang dilontarkan mantan pelatih Arema, Milomir Seslija kepada media, bahwa Persipura adalah juara palsu.

Dalam surat bernomor 030/ARM/XII/2016 yang ditandatangani Manejer tim, Rudy Widodo tersebut, terdapat 2 (poin) penting, yang pertama adalah ucapan selamat dari Manajemen Arema Cronus kepada Persipura Jayapura atas pencapaian Persipura menjadi juara TSC 2016, serta poin kedua, yakni permohonan maaf atas penyampaian Milomir Seslija.

Niat baik Manajemen Arema menyampaikan penjelasan dan permohonan maaf tersebut ditanggapi dengan sangat baik oleh Ketua Umum Persipura Jayapura, Benhur Tomi Mano.

"Dua orang kami sudah dihubungi langsung oleh CEO Arema Cronus Bapak Iwan Budianto, yaitu Sekretaris umum, Rocky Bebena, dan Media Officer, Bento Madubun. Persipura dan Arema pada dasarnya tidak ada masalah, kami mengapresiasi langkah manajemen Arema melalui surat resmi tersebut, kami menerima permintaan maaf tersebut, sejak awal media memblow up pernyataan pelatih itu kami yakin bahwa itu bukan suara manajemen Arema, dan ternyata betul, Persipura dan Arema tetap bersahabat dan bersaudara, untuk itu saya sampaikan kepada seluruh Persipuramania dan masyarakat Papua untuk tidak menanggapi pernyataan pelatih itu karena itu pernyataan dia pribadi yang mungkin frustrasi, kita abaikan saja, saya dengar juga kalau dia sudah tidak dikontrak lagi oleh Arema," ujar Benhur Tomi Mano (BTM), Rabu (21/12) kemarin.

Ditambahkan BTM, Sejauh yang dirinya kenal, baik Iwan Budianto maupun Rudy Widodo adalah sosok yang fair, sportif dan profesional.

"Saya kenal Pak Iwan dan Pak Rudy kan bukan baru, kita sudah lama berteman, dan mereka bukan orang yang seperti pelatih itu, saya tahu mereka itu baik, sportif dan profesional, makanya sejak awal saya yakin itu bukan pernyataan Arema secara institusi atau klub, tetapi pernyataan pribadi si pelatih itu. Saya juga sepakat dengan apa yang disampaikan Pak Iwan Budianto kepada Pak Rocky dan Pak Bento, bahwa suasana dan situasi sepakbola tanah air saat ini sedang bagus dan sangat kondusif, sehingga jangan sampai tergerus hanya karena komentar serta sikap unfair dari orang atau pribadi, mari kita bangun sepakbola Indonesia lebih baik lagi kedepannya," tutup BTM.

 Liputan6.com

Boaz Solossa, Mutiara dari Papua yang Harumkan Indonesia

Hingga kini tak ada satupun klub yang dibela Boaz Solossa, selain Persipura Jayapura.
Boaz Solossa (bola.net).
Siapa yang tidak kenal dengan bintang sepakbola yang satu ini. Dia adalah Boaz Theofilius Erwin Solossa atau kerap dipanggil Boaz Solossa, pemain paling senior di timnas Indonesia saat ini. Maka tak heran, ban kapten pun melekat erat di lengan kirinya.

Pemain yang lahir 16 maret 1986 ini merupakan ujung tombak andalan Tim Nasional Indonesia. Maka tak heran, harapan pun kini berada di tangannya.

Mengawali karier sebagai pemain amatir di PS Putra Yohan yang berlokasi di Sorong, Papua. Bakatnya mulai tercium dan pemain yang kala itu masih berusia 18 tahun hijrah ke klub yang lebih besar di Perseru Serui. Lahir dan besar di kota kelahirannya sendiri yakni, Sorong. Boaz mewariskan sikap pantang menyerah dan berlari cepat ciri khas "mutiara hitam".

Setelah bermain bagus namanya mulai dilirik oleh Tim PON Papua. Dan tak lama setelah itu kariernya terus menanjak hingga mendapat panggilan untuk memperkuat tim nasional di 2004. Pelatih Timnas saat itu, Peter White menemukan bakatnya kala ia bermain untuk tim PON Papua. Dan klub terbesar di Papua yakni Persipura Jayapura pun langsung merekrut Boaz Solossa.

Hingga kini tak ada satupun klub yang dibela Boaz Solossa (sempat dipinjamkan ke PBFC saat Piala Presiden 2015) selain Persipura Jayapura. Suatu wujud kecintaannya kepada Klub tempat ia dilahirkan, karena jarang sekali pemain Indonesia yang hanya stay dalam satu klub saja. Sepanjang membela tim Persipura Jayapura dia telah mempersembahkan Gelar Juara Indonesian Super League (ISL) Indonesia. Untuk gelar individu, ia pernah dinobatkan sebagai Top Skor liga Indonesia 2008-2009 dan Pemain terbaik ISL 2009-2010 dan 2010-2011

Berkarakter cepat, Boaz pun digadang-gadang akan menjadi pemain masa depan Tim nasional Indonesia. Dan terbukti saat ini ia didaulat sebagai kapten Tim Nasional Indonesia, Pada turnamen tahun ini ia bersaing dengan Bomber Thailand, Teerasil Dangda untuk meraih gelar topskor.

Boaz sendiri telah mencetak tiga gol di sepanjang turnamen ini. Semoga sang mutiara papua mampu bersinar terang kembali apalagi tahun ini kemungkinan besar adalah tahun terakhirnya di AFF karena sang Boaz telah berusia 30 tahun. Bawa Garuda terbang selalu, Boaz! (Rikko Ramadhana/dwq)
(berbagai sumber) 

Otonomi.co.id
 Editor : Dwifantya Aquina
(DA)

WWF Masih Fokus Teliti Habitat Cenderawasih di Jayapura

logo wwf.foto/shutterstock
World Wildlife Fund (WWF) Program Indonesia Region Papua hingga kini masih melakukan penelitian pelestarian habitat Burung Cenderawasih di Distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura. Tahapannya saat ini masih dalam proses pemetaan bekerja sama dengan perguruan tinggi dan masyarakat adat. Hal itu disampaikan oleh Direktur WWF Program Indonesia Region Papua Benja Victor Mambai di Jayapura, Minggu (13/11/2016) sebagaimana dilaporkan oleh Antara.

"Lokasi pelestarian habitat Burung Cenderawasih ini sangat strategis karena terletak di pinggir jalan utama sehingga tidak sulit untuk dikunjungi," katanya.

Benja menjelaskan pihaknya berharap semakin banyak jenis Burung Cenderawasih yang dapat ditemui dan dilindungi populasinya sehingga keanekaragaman hewan di Papua tetap ada.

Sebelumnya, WWF Program Indonesia Region Papua mendorong kawasan hutan pada wilayah 10 suku di Distrik Nimbokrang khususnya Kampung Repong Muaf, Kabupaten Jayapura menjadi taman nasional.

Piter Roki Aloysius, Koordinator Pengelolaan Hutan Berkelanjutan WWF Program Indonesia Region Papua, mengatakan pihaknya telah melakukan studi keanekaragaman hayati, ekologi, pemanfaatan ekonomi dan sosial budaya.

"Hal ini dilakukan sebagai bentuk dukungan WWF terhadap warga kampung Distrik Nimbokrang yang menginginkan daerahnya menjadi kawasan taman nasional," katanya.

Sekadar diketahui, 10 wilayah suku di Distrik Nimbokrang yang didorong menjadi kawasan taman nasional yakni suku Baay, Wouw, Waisimon, Waipon, Demogreng, Kekri, Kasmando, Bano, Tecuari dan Bernifu.

(mut/mut/tirto.id )

OTK di Manokwari, Menikam Mati 2 Mahasiswa Unipa

Fhoto kedua korban. Senin,(31/10) sore, di Pantai Amban,Manokwari. (Fhoto : ND/KM)
Manokwari, (KM) – Berdasarkan informasi sementara yang dihimpun Media ini, dikabarkan dua orang Mahasiswa Unipa, telah ditikam mati oleh Orang Tak Dikenal (OTK), Senin, (31/10) sore, Di Pantai Amban, Manokwari-Papua Barat.
Nama kedua korban diantaranya, Irianike Thanesia Sapulete, (Mahasiswi Unipa, Fakultas Peternakan, Jurusan Peternakan,Tahun angkatan 2015). sedangkan korban kedua adalah Agustinus Aun, (Mahasiswa Unipa, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Listrik, Tahun Angkatan 2015).
Kronologi singkat yang diterima media dimalam ini, kedua korban pergi ke wilayah Amban Pantai, hanya refreshing saja. Lalu sementara kedua korban lagi duduk menikmati keindahan Alam di Amban Pantai, barulah terjadi peristiwa penikaman secara sadis oleh OTK.
Dilaporkankan juga kepada Media ini melalui via Obrolan, ND, bahwa Agustinus Aun  adalah Mahasiswa Papua asal Merauke. 
Kata dia, Agustinus dibunuh terlebih dahulu. Sedangkan pacarnya, yaitu, Irianike Thanesia Sapulete, yang adalah (Peranakan Ambon-Biak) ini, diperkosa oleh OTK tersebut, dan dicabut nyawanya dengan cara memotong dengan alat pemotong mereka,katanya.
Informasi sementara demikian. Mari ikuti info lebih lengkap selanjutnya.
Pewarta : Petrus Yatipai
 

40% Panelnya Dicuri, PLTS di Pelosok Papua Tak Bisa Beroperasi Maksimal

Dogiyai - PT PLN (Persero) menargetkan bisa menerangi semua kabupaten di pegunungan Papua di akhir tahun 2017. Total ada 14 kabupaten yang harus dilistriki. Pada 17 Agustus 2016 lalu, PLN sudah masuk ke Kabupaten Teluk Wondama, Raja Ampat, dan Pegunungan Arfak.

Kemudian di Hari Listrik Nasional tanggal ke-71 pada 27 Oktober 2016 kemarin, giliran 2 kabupaten di pedalaman Papua yang terang benderang berkat PLN, yaitu Kabupaten Deiyai dan Yahukimo.

Berbagai cara dilakukan PLN untuk membuat Papua terang benderang seperti wilayah Indonesia lainnya. Misalnya dengan membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kabupaten Dogiyai.

Tetapi memang banyak masalah tak terduga yang muncul di lapangan. Panel-panel surya PLTS di Dogiyai ini banyak yang dicuri. Para pelaku biasanya bergerombol sekitar 5 orang, membawa senjata seperti panah dan golok, mengambil panel surya di malam hari.

"Ini salah satu kendala kita dalam melistriki Kabupaten Dogiyai, masalah pencurian," kata General Manager PLN Wilayah Papua dan Papua Barat, Yohanes Sukrislismono, kepada detikFinance saat berkunjung ke PLTS di Dogiyai, Jumat (28/10/2016).

40% Panelnya Dicuri, PLTS di Pelosok Papua Tak Bisa Beroperasi MaksimalFoto: Michael Agustinus

Sejak PLTS dioperasikan pada 2013, sudah hampir separuh panel surya yang dicuri. PLTS dengan kapasitas 300 Kilowatt peak (KWp) ini pun tak bisa beroperasi maksimal karena panelnya banyak yang hilang.

"Sekitar 40 persen panel listrik kita dicuri. Akibatnya PLTS yang kapasitas sebenarnya 300 KWp tidak bisa beroperasi penuh," ucapnya.

Yohanes sangat menyayangkan hal ini. Sebab, penduduk Kabupaten Dogiyai sebenarnya sangat membutuhkan listrik, masih banyak desa di kabupaten ini yang belum terlistriki, yang sudah terlistriki pun baru mendapat listrik sekitar 6 jam per hari. Pencurian panel surya ini membuat pasokan listrik makin sedikit.

Pencurian panel surya memang berkurang belakangan ini setelah adanya pencuri yang meninggal karena tersetrum saat berusaha melepas panel. Yohanes juga meminta pemerintah daerah setempat untuk membantu pengamanan PLTS. Ini demi masyarakat juga, supaya pasokan listrik tidak terganggu.

40% Panelnya Dicuri, PLTS di Pelosok Papua Tak Bisa Beroperasi MaksimalFoto: Michael Agustinus

"Pencurian agak sedikit berkurang karena baru-baru ini ada yang meninggal tersetrum saat mencuri panel. Kami meminta kerja sama dari pemda untuk pengamanan aset kami," pungkasnya. (ang/ang) 


 Sumber: detik.com

Anggota DPRD Sebut Polisi Menembaki Massa di Manokwari

Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai menerima laporan dari anggota DPRD Papua Barat soal peristiwa Manokwari. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)
Jakarta -- Anggota DPR Papua Barat dari fraksi otonomi khusus, Dominggus Sani menyebut aparat kepolisian diduga menembaki massa saat terjadi kerusuhan di Manokwari, ibu kota Papua Barat. Sepuluh orang menjadi korban penembakan, satu di antaranya tewas.

"Sembilan orang (luka) menjadi korban penembakan dari angkatan bersenjata. Satu orang meninggal," kata Dominggus saat ditemui di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, Jumat (28/10).

Hari ini, Dominggus bersama 16 orang lainnya dari unsur pimpinan dan anggota DPR Provinsi Papua Barat mendatangi Komnas HAM. Mereka melaporkan kasus pelanggaran HAM di Papua, termasuk peristiwa penembakan yang terjadi di Manokwari Rabu lalu.

Menurutnya, kejadian di Manokwari karena diawali tindakan kriminal biasa. Seorang anak muda, Vijay Pauspaus, belum mampu membayar uang makan di warung. Keributan pun terjadi. Vijay dikejar-kejar dan ditikam dari belakang.

Kasus itu memantik amarah masyarakat hingga kerusuhan disertai penembakan aparat keamanan pun pecah.

"Orang Papua itu sampai kapan pun pasti dia akan datang (kembali ke warung) untuk bayar, karena perasaan malu kami lebih besar. Tapi cuma persoalan itu, terjadi konflik berdarah," ujarnya.

Dominggus mengatakan, jika saat itu aparat kepolisian segera bertindak menangkap pelaku penikaman dan melanjutkan proses hukum terhadap pihak yang terlibat kerusuhan, persoalan tidak akan berbuntut panjang.

Namun sayangnya perlakuan aparat keamanan di Papua Barat dianggap terlalu berlebihan. Dia menilai sistem pengamanan di Papua Barat berbeda dengan daerah lain.

"Kalau saya lihat itu kan persoalan kriminal biasa. Tapi akhirnya jadi luar biasa karena ada penembakan warga sipil. Ini kan bagian dari pengamanan aparat yang terlalu berlebihan," katanya.

Onisimus Rumayon, seorang korban yang tewas ditembak aparat, kata Dominggus, bukan bagian dari pihak yang terlibat kerusuhan. Onisimus bukan pelaku penikaman.

"Kebetulan dia keluar dari rumahnya, mau belanja sesuatu. Mungkin karena tiarap (saat terjadi kerusuhan) dianggap pelaku, lalu ditembak. Sistem pengamanan di Papua sangat memprihatinkan sekali," katanya.

Meminta Sikap Jokowi

Dominggus telah membicarakan persoalan ini dengan pimpinan dewan. Pihaknya akan memanggil pimpinan Kepolisian Daerah Papua Barat untuk mengusut kasus ini lebih lanjut.

Dia juga meminta kepada Presiden Joko Widodo mengambil sikap atas kejadian tersebut. Sebab menurutnya, peristiwa penembakan warga sipil makin melukai warga Papua.

"Saya bilang untuk presiden, pecat saja pelaku-pelaku (penembakan) di sana, karena kejadian itu citra negara jadi bulan-bulanan di daerah," kata Dominggus.

Jokowi saat berada di Papua. (Rusman/Setpres)Foto: Rusman/Setpres
Jokowi saat berada di Papua. (Rusman/Setpres)
 
Selain itu, pihaknya juga berharap kepada Komnas HAM segera melakukan investigasi ke Manokwari.

Menanggapi laporan tersebut, Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai berjanji akan menindaklanjuti penyelidikan kasus tersebut. Pihaknya akan membahas peristiwa Manokwari ini dalam rapat paripurna dan akan mengutus perwakilan Komnas HAM dari Jakarta ke Manokwari.

"Komnas HAM sudah meminta perwakilannya di Papua Barat turun ke lapangan untuk investigasi," kata Natalius.

Dia menduga, penembakan yang dilakukan aparat kepolisian dalam peristiwa Manokwari dilakukan secara sadar dan disengaja.

"Komnas HAM menduga, aparat kepolisian secara sadar dan sengaja melakukan kekerasan dengan menggunakan alat senjata yang dibeli oleh rakyat," ujar Natalius.

Dia mengatakan aparat kepolisian dalam menangani kasus kerusuhan atau penanganan massa seringkali tidak sesuai dengan stadar operasional prosedur yang berlaku.

Padahal kata Natalius, Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 mengamanatkan agar setiap anggota kepolisian di dalam melaksanakan tugasnya harus memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Dia meminta Kapolri melakukan proses penegakan hukum secara adil atas kasus ini. Pelaksanaan proses hukum, kata Natalius, harus berbasis kepada tindakan pidana, karena ada fakta korban meninggal dunia dan luka-luka karena ditembak. Selain itu, proses pemberian hukum juga harus berorientasi pada penegakan disiplin.

"Jadi dua-duanya harus berjalan secara simultan. Jangan sampai dilokalisir pada hukuman disiplin sementara hukuman pidananya tidak dijalankan," kata Natalius.

Di pihak lain, Kapolda Papua Barat Brigadir Jenderal Royke Lumowa menduga, Onisimus meninggal bukan karena tembakan. Tembakan yang bersarang di tubuh korban dinilai tidak mengenai organ yang mematikan. Karena itu tidak terjadi pendarahan. (asa/CNN Indonesia)

Mahasiswa Papua Tak Boleh Numpang Lagi

sejumlah mahasiswa Universitas Bengkulu (Unib) asal Provinsi Papua
BENGKULU – Dunia pendidikan di Provinsi Bengkulu belakangan ini sempat heboh. Pasalnya beredar informasi sejumlah mahasiswa Universitas Bengkulu (Unib) asal Provinsi Papua tidak diperbolehkan lagi oleh pihak kampus tinggal di Mess Unib yang terletak di Jalan Budi Utomo Kelurahan Beringin Raya Kecamatan Muara Bangkahulu Kota Bengkulu.

Para mahasiswa tersebut adalah penerima beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) dari Kemenristek dan Dirjen Dikti, saat ini untuk penempatan di Unib berjumlah sebanyak 24 orang yang terdiri dari 8 perempuan dan 16 laki-laki.

Venus Belau (21) mahasiswa semester V Fakultas Pertanian Unib asal Kabupaten Intan Jaya menuturkan, sebelumnya dalam pembekalan penerima beasiswa mereka dijanjikan mendapatkan tempat tinggal dan biaya hidup selama menempuh pendidikan.

“Kami dijanjikan akan mendapatkan tempat tinggal dan biaya hidup dari pemerintah. Namun setelah kami di Bengkulu, kami tidak ada tempat tinggal. Jadi kami menumpang di Mess Unib,” ungkap Venus kepada RB, kemarin (26/10).

Namun baru sekitar 1,5 tahun tinggal di Mess Unib, para mahasiswa ini terpaksa harus keluar dan mencari kost-kostan. Alasannya dikarenakan bahwa mess tersebut hanya bisa digunakan oleh mahasiswa yang mengikuti program pertukaran mahasiswa. Jadi dengan terpaksa para mahasiswa Papua ini mencari tempat kost untuk tetap tinggal dan berkuliah.

“Selama disini kami hanya diberi biaya hidup saja oleh pemerintah dalam program beasiswa ini. Namun untuk tempat tinggal tidak ada. Berbeda dengan provinsi lain yang disediakan tempat tinggalnya. Jadi untuk ngekost, kami haru membayar sebesar Rp 2,5 juta per tahun,” ujar Venus.

Hal yang sama juga diungkapkan George Nawipa (20) asal Wamena. Ia mengaku kecewa dengan program dan kebijakan pemerintah yang justru malah mempersulit para mahasiswa yang mengikuti program beasiswa tersebut. “Tidak ada kami dapat uang untuk tempat tinggal. Jadi untuk kost ini, kami terpaksa menggunakan uang biaya hidup yang ada,” katanya.

Diakui George, mereka beberapa kali sudah menghadap pihak rektorat Unib. Namun tetap saja hasilnya mereka tidak diperbolehkan tinggal di Mess Unib tersebut. Bahkan saat ini mereka kost menyebar di beberapa lokasi, mulai dari Unib depan, Unib belakang dan Gang 3 Kelurahan Kandang Limun.

“Jadi saat ini yang bisa kami lakukan adalah menjalani apa yang saat ini terjadi. Yang jelas kami harus tetap kuliah dan menamatkan pendidikan disini,” terangnya.

Terpisah, Wakil Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Unib Alimansyah mengungkapkan, tidak benar pihak Unib mengusir para mahasiswa asal Papua tersebut. Bahkan seluruh mahasiswa di Unib mendapatkan perlakuan yang sama dan tidak ada pembedaan. Hanya saja memang untuk Mess Unib tidak bisa digunakan sebagai kost-kostan mahasiswa karena sudah diatur peruntukannya.

Ia mengungkapkan, para mahasiswa Papua tersebut mendapatkan biaya tempat tinggal dari pemerintah, jadi mereka bebas untuk memilih kost dimanapun mereka mau.

“Jadi tidak ada kita pernah mengusir mahasiswa kita. Malahan kita membantu mereka pertama kali tiba di Bengkulu. Dan setelah itu, karena mereka mendapatkan biaya untuk tempat tinggal, maka kita sarankan mereka untuk mencari tempat tinggal,” jelasnya.

Hal senada juga diungkapkan Rektor Unib Dr. Ridwan Nurazi, SE, M.Sc, AK yang dengan tegas mengatakan bahwa Mess Unib bukan tempat kost. “Mereka kan dapat biaya hidup dari negara. Lagian juga Mess Unib bukan tempat kost,” singkat Ridwan. (sly)

 Sumber:harianrakyatbengkulu.com

LP3BH Telah Mengirim Laporan Jatuhnya Korban Sipil di Manokwari ke PBB

Aparat kepolisian dan Brimob membersihkan blokade Jalan Yos Sudarso pasca bentrok warga dengan aparat yang dipicu insiden penikaman Rabu malam.
LP3BH Kirim Laporan Bentrok Manokwari ke PBB

MANOKWARI, —  LP3BH Manokwari menyatakan telah mengirim laporan jatuhnya korban sipil yang tertembak polisi dalam bentrok Sanggeng, Rabu malam (26/10), ke Dewan Hak Asasi Manusia PBB.

Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari Yan Christian Warinussy Kamis (27/10) mengatakan laporan tersebut dikirim melalui jaringan advokasi HAM internasional untuk Papua Barat di Jenewa – Swiss dan London – Inggris Raya.

“Kami mengirim laporan lengkap dengan kronologis kejadian dan data foto para korban yang mengalami luka tembak,” kata Warinussy dalam siaran pers yang diterima Cahaya Papua Kamis.

Dalam laporan itu LP3BH mendesak investigasi independen oleh KOMNAS HAM dengan pantauan pihak internasional termasuk mendesak kehadiran pelapor khusus Sekjen PBB urusan anti penyiksaan untuk masuk ke Manokwari.

Selain itu, LP3BH juga mendesak KOMNAS HAM meminta keterangan langsung dari Kapolres Manokwari (AKBP Christian Roni Putra) beserta Kasat Brimob Polda Papua Barat (Kombes Desman Tarigan) maupun Kapolda Papua Barat, Brigjen Pol. Royke Lumowa.
 
Menurut Warinussy, para pihak tersebut diduga bertanggungjawab atas peristiwa kekerasan tersebut.
LP3BH juga mencatat peristiwa ini yang paling terburuk pasca Manokwari Berdarah September 1999 yang menewaskan John Wamafma dan belum pernah diselesaikan secara hukum hingga saat ini.
“LP3BH juga mendesak Kapolri segera memberhentikan dengan tidak hormat ketiga petinggi polisi di Papua Barat tersebut dari jabatannya dan menyerahkannya untuk mempertanggung-jawabkan tindakannya secara hukum hak asasi manusia yang adil, independen dan imparsial,” tandasnya.
Bentrok ini meletus akibat ditikamnya seorang warga Manokwari Vijay Paus Paus disebuah warung makan pada Rabu (27/10) malam sekitar pukul 22.00 WIT. Peristiwa itu memicu bentrok antar warga. Pos polisi Sanggeng menjadi sasaran amukan massa, dibakar.

Belakangan polisi yang tiba di lapangan untuk melerai bentrok melepaskan gas air mata dan sejumlah tembakan. 9 warga dilaporkan terluka, satu diantaranya meninggal dunia setelah terkena peluru.
Berikut adalah sembilan warga yang diduga menjadi korban tembak dan pemukulan yang dirilis LP3BH: Agus Wakum (17), Ruben Eppa (32), Antonius Rumbruren (25), Orgenes Asaribab (25), Paskal Mayor Sroyer (19), Martinus Urbinas (44), Kiki Suabey (35), Erikson Inggabouw-Yomaki yang identitas pastinya masih ditelusuri. Seorang lagi bernama Onesimus Rumayom (40) yang diduga meninggal setelah terkena peluru.


“9 (sembilan) warga sipil ini diduga keras telah mengalami luka tembak dari senjata api milik aparat keamanan Polda Papua Barat, Polres Manokwari dan Satuan Brimob Polda Papua Barat,” kata Warinussy.

Secara terpisah Kapolres Manokwari, AKBP Christian Roni Putra mengatakan, bentrokan antar polisi dan warga terjadi dipicu perlawanan warga. Menurut dia karena alasan itu aparat terpaksa memberikan tembakan peringatan. Kapolres mengaku, saat tiba di TKP bentrokan sudah reda dan korban kena tembak sudah dievakuasi ke rumah sakit.

“Pos polisi hancur dan terbakar, enam unit sepeda motor dinas juga ikut terbakar. Anggota juga melarikan diri karena terkepung. Kalau tidak lari mungkin jadi debu karena mereka menggunakan bom Molotov. Situasi ini, kami meminta bantuan brimob,” katanya. (ALF)

Sumber: CAHAYAPAPUA.com

 

Nelayan Merugi, Bupati Merauke Larang Menteri Susi Datang

Merauke -- Moratorium kapal eks asing, yakni larangan beroperasi sementara bagi kapal-kapal produksi luar negeri di Indonesia, membuat industri perikanan di Papua lesu. Sejumlah perusahaan berhenti beroperasi, menyebabkan perekonomian warga setempat merosot drastis.

Pemerintah Merauke berharap agar kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait moratorium kapal eks asing itu bisa ditinjau ulang demi mengembalikan kesejahteraan nelayan.

Bupati Merauke Frederikus Gebze bahkan menyatakan tanah Merauke terlarang untuk diinjak Menteri Susi sebelum kehidupan nelayan di sana membaik.

"Saya minta kepada Menteri Kelautan dan Perikanan yang namanya Susi untuk mengerti kehidupan kami di tanah Papua. Dia tidak boleh datang ke Merauke sebelum masyarakat kami sejahtera. Itu pesan saya sebagai Bupati Merauke," kata Frederikus.

Pemda Dogiyai : Masyarakat jangan lupah bekerja diladang, Bukan urus politik jelang pemilukada Dogiyai

Dogiyai, (rasudofm) : Kepala Bagian Humas dan Protokol Setda Kabupaten Dogiyai, Herman Anou.S.sos meminta kepada Masyarakat Dogiyai untuk tidak jangan melupakan pekerja sehari harinya sebagai petani, dan jangan hanya memikirkan masalah politik pemilihan kepala daerah (Pemilukada).

Selain karena pertimbangan waktunya masih lama, Herman Anou, juga menyayangkan masyarakat jika dalam sehari-harinya hanya memikirkan politik sehingga malas bekerja dan tidak kreatif mengolah lahan pekerjaannya.

Dia bahkan mengungkap bahwa jika saatnya telah tiba, Bupati sendiri akan menunjukkan calon yang baik untuk masyarakat dan pembangunan daerah, dan yang akan terpilih adalah pemimpin masyarakat Dogiyai selama 5 Tahun Kedepan

Karena itu, mnenurut Herman Anou, Setiap pasangan calon yang telah terdaftar di KPU Kabupaten Dogiyai adalah para yang berasal dari Kabupaten Dogiyai.

“Jangan terlalu dini memikirkan politik, waktunya masih lama. Tapi ingat, masyarakat jangan hanya memikirkan politik, tapi lupah dengan pekerjaan sehari harinya sebagai petani lading,

“coba kita bayangkan, satu hari kita tidak bekerja pasti satu hari kedepan kita lapar, karena kita tidak bekerja, itu filosofinya,” Kata Anou, diruang Kerjanya, Senin, 17/10

Yang tepat bagi masyarakat, sambung Anou, adalah bagaimana memikirkan agar pekerjaan dan pendapatannya bisa meningkat, khususnya masyarakat yang bekerja sebagai seorang petani.

 “Jika kita bekerja, maka yang akan menikmati adalah masyarakat sendiri, dan jika kita tidak bekerja pasti kita sendiri yang lapar, untuk itu saya mengajak seluruh masyarakat untuk saya mengajak kita semua untuk agar tetap bekerja,” Ujar Anou. (Nick/rsdofm)

Mabuk Bukan Budaya Asli Papua

MERAUKE — Ketua Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Laut Merauke, Provinsi Papua, Yohanes Puer, mengajak pemuda setempat menjauhkan diri dari minuman beralkohol. Minuman tersebut disebutnya menimbulkan banyak hal negatif.

"Sebagai orang asli Papua, saya mengajak tinggalkan minuman beralkohol karena kita sendiri yang menjadi korban jika terus-menerus mengonsumsinya," kata Yohanes di Merauke, Senin (10/10).

Mengonsumsi minuman beralkohol dan mabuk di tempat-tempat umum, seperti yang terjadi sekarang, tidak mencirikan budaya orang asli Papua. Dia mengatakan, harga diri sebagai orang Papua diinjak bukan oleh orang lain. Dia menasihati, bagaimana akan maju kalau hanya mabuk - mabukan.

Persoalan lain yang muncul jika menjadi orang yang sering sekali mengonsumi minuman beralkohol adalah suka menunda pekerjaan, termasuk menghabiskan uang hanya untuk membeli minuman tersebut. Kalau terus mabuk-mabukan, untuk makan keluarga atau membangun rumah tangga saja tidak bisa dilakukan karena uang sudah habis.    antara, ed: Erdy Nasrul

Moncong Senjata Tanamkan Nasionalisme?

Foto anak-anak SD yang berbaris dan hormat dua anggota TNI yang dimuar di Kompas cetak edisi 19 Agustus 2016. (Benny Mawel - SP)

Oleh: Benny Mawel

Situasi pagi itu lain dari hari biasa. Halaman utama Koran kompas cetak edisi 19 agustus 2016 menurunkan sebuah foto anak-anak Papua. Orang Papua yang melihat saja, termasuk saya, sudah bangga dan juga penasaran. Banga karena koran sebesar Kompas menampilkan wajah orang Papua di halaman utama yang menjadi perhatian 20-an juta orang Indonesia dan tidak sabar inggin membaca ulasannya.

Saya mengambil Koran kompas. Perhatikan judul tulisan ke judul lain tidak ada topik yang fokus mengulas soal Papua. Fokus ulasannya, pertama, wawancara menteri keuangan tentang membangun dan memperkuat fondasi Indonesia. Kedua, Nasib 22 Juta penduduk Indonesia yang terancam tidak bisa akses layanan publik lantaran tidak mengurus e-KTP dan ketiga, perlunya reaktualisasi nasionalisme Indonesia.

Kompas tidak mengulas Papua mengikuti foto karya mantan wartawan Kompas di Papua yang kini menjadi redaktur Kompas di Jakarta, Josie Susilo Hardianto itu. Namun, menurut saya, foto itu menceritakan realitas Papua yang sebenarnya. Kompas nampak tidak mau mengambil resiko, namun foto yang berukuran kurang lebih 4×6 itu terlihat jelas ada sejumlah anak-anak perempuan siswa sekolah dasar berbaris. Mereka mengenakan seragam merah putih.

Mereka memberikan hormat kepada anggota TNI yang melintas di depan barisan. Dua anggota TNI dengan atribut militer lengkap: serangam loreng, senjata M16 dipalang di dada si anggota TNI itu. Pisau sangkur tergantung di piggang. Mereka pun memberikan hormat dan melemparkan senyuman kepada anak-anak. Senyum, mungkin anak-anak itu yang lucu atau pura-pura senyum.

Ketika perhatikan foto itu secara serius, ada dua hal menarik. Pertama, ekspresi wajah dari anak-anak itu. Kebanyakan anak-anak bermimik senyum seolah ada yang lucu. Padangan mereka tidak fokus ke dua anggota TNI. Ada yang nampak memperhatikan cameramen foto. Ada yang nampak melihat objek dibelakang dua anggota TNI itu.

Kedua, atribut sekolah yang mereka gunakan. Mayoritas anak-anak tidak mengenakan alas kaki. Hanya dua siswi yang mengenakan alas kaki. Masing-masing ada yang pakai sandal jepit dan ada yang sepatu hitam. Mayoritas siswi itu berseragam merah putih, Ada 6 siswi yang mengenakan kaos oblong. Dua dari mereka yang baju kaos oblong itu berwarna unggu dan putih berbaris di depan.

Sangat jelas terlihat gambar dan tulisan di baju kedua anak itu. Siswi yang baju unggu, di bagian depan bajunya, persisnya di dada terlihat bergambar peta pulau Papua. Peta itu diukir dengan tiga warna. Warna merah, putih dan biru. Warna merah memerahkan semua bagian dari garis perbatasan peta Papua New Guinea dan Papua (Indonesia) ke dalam peta hingg wilayah Sarmi sampai turun ke Asmat. Di tegah-tegah cat merah itu ada sebuah lukisan bintang dengan cat warna putih.

Sementara, cat biru dan putih ditarik horizontal dari batas merah ke kepala wilayah kepala burung dari batas warnah merah. Garis putih ada enam dan garis biru ada tujuh. Orang yang melihat dan tahu dengan gerakan Papua merdeka akan berkesimpulan ukiran itu gambar Pulau Papua bergambar bendera Bintang Fajar.

Bintang Fajar adalah Labang perlawanan rakyat Papua terhadap pendudukan Indonesia di Papua sejak 1961. Gara-gara bendera Bintang Fajar ribuan orang mengalami kekerasan fisik, mental dan bahkan riabuan orang telah mati. Puluhan orang terpenjara dan terbunuh dengan penganiayaan maupun penembakan mengunakan tima panas. Wanita-wanita menjadi pelampisan nafsu birahi militer.

Misalnya, gara-gara mengibarkan bendera Bintang Fajar, puluhan orang menjadi korban Biak Berdarah 1998. Gara-gara mengibarkan bendera Bintang Fajar di lapangan Trikora pada 2004 silam, Filep Karma dan Yusak Pakage divonis 15 tahun penjara. Gara-gara mengibakan bendera Opinus Tabuni ditembak mati di lapangan Sinapuk Wamena pada 9 Agustus 2008. Ada banyak orang lain yang menjadi sama nasibnya dengan Karma dan Opinus Cs.

Kita kembali ke siswi baju unggu. Nampak, wajah anak perempuan pemilik peta Papua bergambar bendera Bintang Fajar itu tidak peduli dengan anggota TNI yang membawa senjata. Moncong senjata dalam upaya Negara menghapus Ideologi Papua Merdeka dan menanamkan nasionalisme Indonesia.
Ia namak berani memperlihatkan simbol perlawanan. Satu perlawanan bisu kepada anggota TNI yang membawa senjata. Ia hendak mengatakan isi hatinya bintang kejora dalam bisu, bukan merah putih yang membungkus tubuh dengan ancaman moncong sejata itu. Ia mau mengatakan dirinya ingin bebas dalam bisu, bukan inggin bebas dalam kebencian dan kekerasan.

Perlawanan bisu itu muncul dalam diri seorang anak sekolah dasar, bukan anak pasca sekolah dasar. Anak-anak yang masih berada di tingkat sekolah yang gencar dengan pendidikan nasionalisme Indonesia melalui seragam merah putih yang identik dengan benderah merah putih. Upacara bendera setiap hari senin dengan membacakan Pancasila dan Pembukaan UU 1945. Kurikulum pendidikan Kewarga Negaraan dan memperkenalkan sejarah kerajaan-kerajaan dan sejarah perlawanan kemerdekaan Indonesia di Jawa.

Di sela-sela upaya itu, pembangkangan sudah tumbuh jauh sebelum bergerak ke pedidikan lebih. Pendidikan lebih lanjut, kiranya bagi anak perempuan ini, menjadi proses pemantapan berfikir dan puncak dari pebangkangan nyata. Pembangkangan nyata dengan terlibat dalam kamampane penentuan nasib sendiri secara terbuka.

Apakah itulah yang sedang terjadi dengan perlawanan damai rakyat Papua yang didominasi anak-anak mahasiswa yang sedang berlangsung di kota-kota di Papua dan luar Papua sejak 2008? Kalau itu yang sedang terjadi, apakah Indonesia akan terus mamaksakan nasionalisme dengan moncong sejata? Berapa lamakah nasionalisme dengan moncong senjata itu bertahan?

Penulis adalah wartawan di Koran Jubi dan Jubi Online.


 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger