Perseman Manokwari Berharap Dukungan Warga Papua Di Bandung dan Jakarta

Skuad PERSEMAN Manokwari di Stadion Si Jalak Harupat Bandung.
(Foto : IPL/Rizki Daniarto)
Perseman Manokwari memang harus jauh dari para pendukungnya yang biasa memberikan dukungan fanatik kepada itm berjuluk Hino Cafu ini. Namun dalam pertandingan Babak Final Divisi Utama 2011-2012 ini Perseman juga berharap dukungan dari masyarakat Papua.

“Biasanya memang ada dukungan dari warga Papua,” ungkap Manajer Perseman Manokwari Aristoteles Wamafma. Namun ia belum mendapat kabar apakah akan ada dukungan tersebut. Menurut Aris, demikian panggilannya, biasanya bila mereka mendengar Perseman main di Bandung, tentu ada dukungan sendiri dari warga Papua.
“Kami berharap warga Papua di Jakarta, Bandung, dan sekitarnya bisa memberikan dukungan kepada Perseman Manokwari,” ungkap Aris. Biasanya, lanjutnya, mereka datang ke Soreang dengan kendaraannya masing-masing.
Menurutnya, dengan dukungan warga Papua, tim Perseman akan bermain lebih semangat. Apalagi biasanya warga Papua cukup fanatik dalam memberikan dukungan kepada timnya. “Kami memang berharap sih ada dukungan,” jelas Aris. (DU)

TNI Menambah Pasukan di Kwamki Lama

TNI (foto list)
Papua - TNI menambah pasukan di Kwamki Lama, Timika, Papua untuk mengamankan dua kelompok warga yang masih bersiaga. Komandan Kodim 1710 Mimika, Christian Tehuteru mengatakan, jumlah pasukan TNI yang berjaga saat ini sebanyak 100 personil. Mereka ditempatkan di antara dua kubu yang bertikai untuk melerai apabila kembali terjadi aksi saling serang bersama pihak kepolisian. Ia mengklaim, personil TNI hanya membantu kepolisian untuk mengamankan dua kelompok tersebut.

"Masih dikwamki sampai dengan penandatanganan dan mungkin setelah penandatangananpun kita akan tetap menduduki disini sesuai dengan koordinasi dengan polres untuk meyakinkan bahwa setelah nanti perdamaianpun situasi tetap tenang sampai kita akan meninggalkan tempat ini.”

Komandan Kodim 1710 Mimika, Christian Tehuteru. Upaya damai masih terus dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan Kepolisian. Pertikaian dua kelompok warga di Kwamki Lama, Timika, Papua telah berlangsung hampir sebulan. Kasus ini dipicu meninggalnya Roni Ongomang yang tewas setelah ditabrak kendaraan. Pertikaian ini telah menewaskan enam orang dan ratusan luka-luka.
(KBR68H)

KNPB Akan Temui Pimpinan Gereja Sebelum Serahkan Diri ke Polda Papua

JAYAPURA - Juru bicara  KNPB Viktor Yeimo menegaskan, rencana   semua anggota KNPB menyerahkan diri ke Polda Papua seperti yang diberitakan sebelumnya, akan dilaksanakan setelah KNPB secara internal melakukan konsolidasi internal organisasi. Sebab setelah melakukan konsolidasi internal KNPB akan melakukan kunjungan ke semua pimpinan  gereja yang ada di Kota Jayapura.  “Perlu kami tegaskan  bahwa maksud KNPB menyerahkan diri ke Polda bukan untuk menunjukkan  kepada Kapolda Papua bahwa  kami menyerah,  bahwa kamilah pelaku dari semua rentetan kasus penembakan  yang terjadi selama dua bulan terakhir, tidak,” ujar Yeimo.
Lanjutnya,”Kami datang  menyerahkan diri kepolda Papua untuk menyatakan sebuah maksud, yakni  hukum  tidak pernah berpihak pada orang Papua, itu maksud pertama kami datang ke Polda Papua,” kata dia.
Hal ini dinyatakan  secara terbuka, menyusul adanya tudingan berbagai pihak yang menuduh KNPB  sebagai pelaku penembakan yang terjadi selama  ini di Kota Jayapura. “Entah penembakan oleh OTK maupun Petrus,” ungkap Viktor kepada Bintang papua,  Kamis (28/6/2012) malam kemarin.
Viktor Yeimo mengatakan, “KNPB mau menyampaikan kepada semua pimpinan gereja  bahwa KNPB, mempunyai visi misi perjuangan yakni menuntut Referendum atau  kemerdekaan dengan cara cara bermartabat sekalipun dinilai  semua pihak sebagai kelompok radikal dan hal itu akan kami sampaikan kepada pimpinan gereja yang ada di Kota Jayapura sebelum  kami- menyerahkan diri ke Polda Papua,” ungkapnya via telepon selular Jumat siang.  Sementara itu Olga Hamadi dari Kontras Papua menyatakan, pihaknya belum dikabari oleh KNPB untuk mendampingi KNPB terkait rencana  penyerahan diri nanti, sebab Kontras saat ini hanya mendampingi Buctar Tabuni yang sementara ditahan di Polda Papua terkait pengrusakan LP Abepura tanggal 13 Desember 2010 lalu. Olga mengatakan, Buctar Tabuni ditahan, memang tidak terkait  kasus kasus penembakan yang terjadi. “Dia ditangkap karena kasus lain yaitu melakukan pengrusakan dan diberi warning sama penyidik dari kepolisian Polda Papua bila dia membuat masalah  lagi,  segera dia ditangkap,”kata Olga kepada Bintang Papua. Jumat (28/6). ( Ven/don/l03 )
(BINPA)

Saksi dan Korban Pelanggaran HAM di Papua Trauma

Rakya masih menyimpan trauma panjang akibak pelanggaran HAM ( foto: AP)
PAPUA - Dorus Wakum mengatakan bahwa saudara-saudaranya warga Papua sudah merasa tidak aman hidup di tanahnya sendiri, bahkan untuk pergi ke kebun saja sudah takut.

Wakil masyarakat Papua yang saat ini sedang berada di Jakarta itu  menambahkan bahwa memancing, yang merupakan penghidupan orang Biak, jika dilakukan malam hari dapat berujung kematian.

“Hentikan kekerasan di tanah Papua, kami perlu hidup nyaman. Dulu kami ke kebun tidak takut, sekarang takut. Memancing di laut lalu kemudian dibunuh Brimob. Ini persoalan yang mendasar, orang merasa tidak nyaman,” ujar Doris pada Jumat (29/6) di sebuah restoran di Jakarta Pusat.


“Saya di Jakarta sini duduk, lihat polisi lewat, tentara lewat nanti saya ditembak juga. Saya mau sembunyi di mana, pak, kulit saya hitam,” tambahnya.


Doris berbicara pada acara peluncuran hasil penelitian dua lembaga swadaya masyarakat, International Center for Transitional Justice bersama dengan Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (ELSAM), mengenai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua, sebelum dan sesudah reformasi.


Direktur International Center for Transitional Justice di Indonesia, Galuh Wandita, mengatakan hasil penelitian menyebutkan sebelum reformasi bergulir terdapat sekitar 749 dugaan pelanggaran HAM terhadap lebih dari 300 korban.


Kekerasan yang teridentifikasi, kata Galuh, terdiri dari pembunuhan warga sipil, penangkapan sewenang-wenang, penahanan, penyiksaan, pemerkosaan dan bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya.


Ia menambahkan bahwa banyak korban tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk menceritakan kisah mereka, sehingga mengalami trauma panjang dan dibayangi oleh ingatan tentang peristiwa-peristiwa kekerasan, yang menimbulkan rasa tidak percaya yang tinggi terhadap pemerintah.


“Selama penelitian ini berjalan, setidaknya ada 30 kasus kekerasan baru yang memakan korban dari masyarakat sipil maupun pasukan keamanan dan kelompok bersenjata,” tutur Galuh.

International Center for Transitional Justice merupakan LSM yang berpusat di New York. Penelitian bersama ELSAM tersebut dilakukan di Sorong, Monokwari, Biak dan Paniai dari Januari sampai September 2011. Keempat daerah tersebut dipilih karena tingginya tingkat konflik dan pelanggaran HAM masa lalu.

Para peneliti melakukan wawancara dengan  korban, saksi dan sumber data lain untuk menggali fakta dan konteks mengenai peristiwa-peristiwa di masa lalu. Mereka kemudian mengolah 108 kesaksian dari periode 1960an, sebelum diadakan referendum Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) hingga pasca reformasi 1998.


Galuh menyayangkan batalnya Unit Percepatan Pembangunan di Papua dan Papua Barat (UP4B) menangani masalah konflik  dan hak asasi manusia. Saat ini UP4B hanya menanganani isu-isu pembangunan seperti kemiskinan, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.


Upaya untuk meningkatkan standar hidup orang Papua merupakan hal yang patut disambut baik, namun persoalan ekonomi kata Galuh hanyalah satu dari sekian banyak sumber ketidakpuasan dan ketidakamanan di Papua. 


“Undang-undang Otonomi Khusus (Otsus) juga punya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, ada pengadilan HAM yang seharusnya dibentuk di Papua, ini semua belum dijalankan. Ini ada persoalan yang sangat besar dan mendasar di Papua yang harus menjadi bagian dari kita mencari solusi damai untuk Papua,” tambahnya.


Anggota Komisi Pertahanan DPR Lili Wahid menyatakan pihaknya akan berusaha memberikan fakta lapangan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar beliau benar-benar mendapatkan informasi yang sesungguh tentang kondisi Papua.


“[Kami akan] memberikan fakta lapangan ini kepada Presiden tidak secara formal. Kalau formal bentuknya seperti yang diterima presiden hari ini dari pembantu-pembantunya. Dan ini yang menjadi jarak antara pemerintah dengan teman-teman di Papua,” kata Lili.

 Sumber: Kepriterkini.com

VOA untuk Kepriterkini.com

Ranesi Kurangi Ketegangan dan Konflik Papua

Akhirnya, sesudah 65 tahun setia menemani pendengar dan pembaca, Radio Nederland Siaran Indonesia dengan berat hati mohon diri. Kali ini untuk waktu tak terbatas. Menandai berakhirnya era Ranesi, kami siapkan berbagai artikel khusus tentang Ranesi, mitra, dan tentu saja pendengar. Kali ini giliran suara dari Papua.

Radio Nederland dan media asing merupakan jendela bagi Papua agar didengar dunia, tapi juga agar melaporkan fakta-fakta yang terjadi sehingga dapat meminimalisir ketegangan dan konflik di wilayaj tersebut. Demikian kesimpulan dua suara dari Papua.

“Demokrasi di Indonesia itu minus Papua, tak ada kebebasan pers di sini. Ini mirip nasib orang Jawa di bawah Belanda tahun 1900an atau orang Afrika Selatan tahun 1950an,” demikian keluh Pendeta Benny Giay senada dengan Marten Goo dari kelompok NAPAS, National Papuan Solidarity.

“Kalau bisa bantulah kami, dunia perlu bantu kami. Gereja kami punya peralatan radio tapi tak mampu membiayai program program radio komunitas,” ujar Pendeta Benny Giay. Menurut pendeta Papua ini, selama tahun-tahun belakangan, Ranesi dan media luar lainnya itu penting. “Kita bisa bilang itu semacam jendela melalui mana kita bisa lihat dunia luar, kita bisa rasakan suara orang Papua bisa didengar disana.”


Dipanah dua kali
“Dengan tutupnya Ranesi, maka itu menjadi tragedi. Kita sudah diserang habis-habisan. Masyarakat sipil tak punya ruang hidup, jadi kita dipanah dua kali, satu dari Indonesia karena tak ada kebebasan pers. Satu lagi dari Radio Nederland. Ini tikaman dua kali.”

Baik Pendeta Benny Giay mau pun aktivis Jakarta dari Papua, Marten Goo, berpendapat alasan menutup Ranesi itu “aneh”. “Media asing seperti Radio Nederland kan kanal yang harus dibuka karena menjalankan peran ini mengangkat suara Papua yang dibungkam. Orang-orang Papua setia mendengar, mereka tidak takut dengar radio. Dengan begitu, ini memberi semacam kekuatan ini solidaritas, memberi kekuatan psikologis.”

Bebas minus Papua
Kedua tokoh Papua tersebut membenarkan bahwa Indonesia memang sudah demokratis tetapi  sebenarnya minus Papua. Kalau Papua termasuk Indonesia, maka pers di Papua belum bebas. Media massa di Papua kadang diserang, diteror, termasuk dalam kasus pembunuhan mutakhir terhadap Mako Tabuni. Dia itu pernah memukul seorang tentara yang menyamar mengaku wartawan. Jadi, pers di Indonesia itu bebas dalam arti Indonesia minus Papua, tuturnya. 

Menurut Benny Giay, praktek penguasa di Papua masih seperti di masa Orde Baru. “Pemilik suratkabar masih sering ditelpon, wartawan dikejar-kejar, dipecat, tentara juga punya saham di koran-koran. Ini kita bisa lihat, maka saya bilang ini sama dengan nasib orang Jawa di tahun 1900 an, atau orang Afrika Selatan tahun 1950 an dimana semua koran dikuasai negara demi menjaga keamanan. Nah ini kita tidak bisa keluar dari bingkai-bingkai ideologis (NKRI) ini,” tambahnya.
Tentang ditutupnya Ranesi, “dat is jammer omdat ik denk Radio Nederland geeft ons een stem, veel Papuans luisterden naar Radio Nederland!” (Sayang sekali, sebab Radio Nederland memberi suara kepada kami, banyak orang Papua mendengarkan Radio Nederland), demikian keluh Pendeta B. Giay, jebolan fakultas theologi Vrije Universiteit di Amsterdam tersebut.
Aktivis National Papuan Solidarity (NAPAS) Marten Goo senada. “Kalau Freeport aman, aparat tidak mendapat dana keamanan, maka harus dipastikan ada konflik. Di Puncak Jaya minimal setiap tahun harus ada konflik sebab APBD (Anggaran Pembangunan & Belanja Daerah) sebesar Rp 3 milyar itu, kalau tidak ada konflik, maka dana itu harus dikembalikan.”

Dilarang sebarkan hasil investigasi
Dalam kerangka itulah, “kami melihat misalnya teman-teman yang mengasuh Jubi online melaporkan diri mereka terancam. Mereka dilarang menyebarkan hasil investigasi kasus penembakan Mako Tabuni. Lihat juga wartawan asing susah masuk Papua, jangankan wartawan, advokasi internasional juga susah masuk.

"Ini berarti Papua diisolir. Kalau sudah begitu, ini itu dilarang, itu artinya Papua belum demokratis. Orang mendoa (di makam pemimpin Papua alm. Theys Eluay) saja dilarang. Jadi media luar itu dapat membantu kami. Kami senang kalau media luar (Indonesia dan asing) masuk, karena mereka akan menyampaikan apa-apa yang terjadi. Kalau mereka tidak bisa masuk, justru kami bingung, kemana lagi kami akan menyalurkan fakta. Penyiaran fakta-fakta yang terjadi – itu dapat meminimalisir konflik,” demikian ungkap Marten Goo.






  Sumber:  Radio Nederlad

Rakyat Papua sudah tidak percaya Jakarta

Pendeta Socrates Sofyan Yoman.(akrockefeller.com)
Meski otonomi khusus telah berjalan lebih dari sepuluh tahun, kehidupan rakyat Papua belum juga meningkat. Kesenjangan sosial masih tinggi di provinsi paling timur Indonesia itu.

Mestinya penerapan otonomi khusus berlandaskan Undang-undang Nomor 21 tentang Otonomi Khusus Papua mampu menciptakan Papua lebih sejahtera sekaligus aman. Padahal pemerintah menggelontorkan triliunan rupiah buat mempercepat pembangunan di sana.

Berikut penjelasan salah satu tokoh agama Papua, Pendeta Socrates Sofyan Yoman, saat dihubungi Islahuddin dari merdeka.com, Selasa (12/6):

Apakah ada dampak penerapan otonomi khusus terhadap Papua?

Otonomi Khusus telah berjalan sepuluh tahun lebih, gagal total. Masih banyak ketimpangan sosial. Belum lagi penembakan dan kekerasan terus meningkat tajam. Pemberlakuan otonomi khusus itu malapetaka, selimut pembungkus kejahatan kemanusiaan. Kami dengar dari media, dana otonomi khusus Papua jumlahnya hingga triliun. Dananya ke mana, saya tidak tahu.

Dana sebanyak itu tidak ada bentuk dan hasilnya?

Setelah penerapan otonomi khusus, saya lihat pos-pos militer makin bagus. Bahkan, pos-pos penjagaannya sudah masuk ke kampung-kampung. Mungkin saja, jika ada masalah mereka cepat mencari orang dicurigai.

Apakah masih ada kesenjangan sosial di Papua dan seperti apa?

Kesenjangan sosial di sini sangat tinggi. Sumber ekonomi untuk masyarakat tidak ada, mereka terpinggirkan di kampungnya sendiri. Sedangkan dalam acara-acara tertentu, para pejabat datang langsung ke masyarakat membagi-bagikan uang dan membawa serta para wartawan agar kegiatannya diberitakan lewat media. Cara itu tidak mendidik masyarakat, pejabatnya hanya cari sensasi saja. Mestinya pejabat memperbaiki pelayanan kesehatan dan pendidikan untuk masyarakat Papua.

Apakah masyarakat Papua puas dengan otonomi khusus?

Otonomi Khusus di Papua tidak ada sangkutnya puas atau tidak puas. Namun, pelaksanaan otonomi khusus itu tidak bisa dinikmati oleh seluruh warga Papua. Meski sudah berjalan sepuluh tahun lebih, kekerasan masih saja terjadi.

Apakah Anda masih percaya kepada pemerintah?

Pemerintah telah gagal melindungi rakyat di Papua. Kami sudah tidak percaya. Masalah Papua kini sudah bukan lagi menjadi perhatian pemerintah Indonesia, isu Papua sudah menjadi perhatian Internasional. Kami meminta dialog jujur, damai, dan bermartabat, serta mengikutsertakan pihak ketiga. Harus ada pihak ketiga mengawasi tiap hasil kesepakatan.

{merdeka.com)







Segelintir Dokter Setia Bertugas di Tengah Rimba

Dokter dan tenaga medis mencatat jumlah pasien dan stok obat-obatan setelah imunisasi di Kampung Yaleskomo, Distrik Asolokobal, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Rabu (2/5). Tenaga medis harus berjuang dengan berjalan kaki selama tiga jam dan mendaki perbukitan untuk sampai di kampung tersebut.
PAPUA - Dokter I Wayan Putra (40) tergopoh-gopoh menenteng tas peralatan medis. Tak lupa ia mengenakan bot dan jaket tebal untuk mengimbangi medan di Pegunungan Arfak, Manokwari, Papua Barat.

Rumput yang masih basah berembun memenuhi jalan setapak dari tempat tinggalnya. Di dalam rumah panggung tradisional—biasa disebut rumah kaki seribu (karena tiang penyangganya sangat banyak)—telah menanti Irsye Mandacan (28), warga yang sedang menahan sakit persalinan anak keduanya.

Wayan mampir sebentar untuk mengambil peralatan yang masih tertinggal di puskesmas di samping rumah dinasnya. Tak lupa ia mengajak istrinya, Vera Yuanita, yang juga seorang dokter untuk membantunya.

Di tengah derasnya gempuran godaan materialisme, segelintir tenaga medis tetap terpanggil mengabdikan diri di Tanah Papua. Mereka rela meninggalkan hiruk-pikuk budaya urban: mal, bioskop, kafe, dan restoran. Rentetan aksi kekerasan di Papua belakangan ini bahkan tidak menyurutkan semangat mereka mengabdi di daerah itu.

Dokter Wayan sudah tiga tahun ini bertugas di Distrik Anggi, pinggiran kota Manokwari. Ia menjadi dokter pegawai tidak tetap yang telah diperpanjang kontraknya berkali-kali.

Selain melayani pasien, Wayan juga kerap mengajar bahasa Inggris kepada anak-anak setempat dan menjadi guru sekolah minggu di gereja setempat.

”Raut muka tulus dan ramah pada orang Pegunungan Arfak membuat saya betah,” kata Wayan.

Lagi pula, di pedalaman seperti itu Wayan tidak perlu keluar uang banyak untuk pulsa atau gaya hidup. Sayuran tinggal dipetik. Beras tinggal beli waktu turun ke kota.

Kalau ia turun ke kota, paling lama hanya sepekan. Itu pun biasanya untuk mengurus administrasi dan keperluan dinas lain. Setelah itu, ia kembali ke Anggi dengan menumpang kendaraan segala medan (gardan rangkap) selama 4-5 jam. Istrinya yang baru datang dari Jawa bulan lalu kini menunggu penugasan ke Distrik Sururey. Perjalanan ke sana masih sekitar satu jam lagi dari Anggi.

Otto Parorrongan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, mengatakan, dedikasi seperti yang ditunjukkan Wayan sudah langka. Umumnya tenaga medis—bahkan yang sudah diangkat menjadi pegawai negeri pun—enggan bertugas di pedalaman karena alasan cuaca dan fasilitas.

Pihaknya cukup terbantu dengan kebijakan Kementerian Kesehatan yang menempatkan dokter pegawai tidak tetap (PTT) tiga kali setahun: April, Juni, dan September. Dalam setahun terakhir, masa tugas itu diperlama dari enam bulan menjadi setahun dan dapat diperpanjang lagi sesuai dengan permintaan.

April lalu, Papua Barat mendapatkan 51 tenaga dokter umum PTT yang disebar ke sembilan kabupaten dan satu kota. Mereka mengisi puskesmas-puskesmas di kota dan pedalaman. Dengan penempatan itu, kini puskesmas yang terisi sudah 90 persen dari total 126 puskesmas di Papua Barat.

Kondisi Provinsi Papua yang jauh lebih dulu berdiri daripada Provinsi Papua Barat tidak lebih baik. Banyak puskesmas tak terisi dokter. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Josef Rinta mengakui hal itu. Sebesar 40 persen dari 314 puskesmas tidak dilengkapi dokter dan di hampir separuh pondok bersalin kampung yang berjumlah 497 tak ada bidan.

Salah satu masalah yang dihadapi adalah masa kontrak dokter PTT di daerah terlalu singkat. Masa kontrak berlaku paling lama setahun. Beruntung masih ada beberapa dokter, seperti Yuyun Simanjuntak, yang setia mengabdikan diri di Puskesmas Assolokobal, Kabupaten Jayawijaya.

Setiap minggu, bersama dengan beberapa perawat dan mantri kesehatan, ia berkeliling ke kampung-kampung memberikan pelayanan kesehatan. Meski harus bersusah payah berjalan kaki menapaki lereng pegunungan di sekitar Lembah Balim, dokter lulusan Universitas Sriwijaya Palembang itu tak surut melangkah.

Di Boven Digoel juga ditemukan dokter yang berdedikasi tulus kepada sesama. Dia adalah Gensya Prangomo Damanik (28) yang telah dua tahun bertugas di daerah perbatasan RI-Papua Niugini itu. Sejak pertama bertugas sebagai dokter PTT di Puskesmas Waropko, pedalaman Boven Digoel, tahun 2010, lulusan Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jakarta itu terpikat oleh Papua.

Meskipun telah ditawari bekerja di unit gawat darurat sebuah rumah sakit swasta di Jakarta, dia tetap memilih Boven Digoel sebagai tempat pengabdian. Di daerah perbatasan RI-Papua Niugini itulah Gensya dan dokter muda seangkatannya, seperti Trinengsih, Ansye, dan Evelyn, menunjukkan kesetiaan mengabdi kepada sesama di tepi hutan belantara. (B JOSIE S HARDIANTO/ NASRULLAH NARA)
(KOMPAS)

Evaluasi Sistem Keamanan Papua

JAKARTA– Pemerintah pusat didesak mengevaluasi sistem keamanan di Papua, karena dengan jumlah aparat keamanan yang signifikan saat ini ternyata tidak memberikan rasa aman kepada warga Papua.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mengatakan, pemerintah harus membangun sistem keamanan yang baru di Papua agar kasus kekerasan dan kerusuhan yang sering kali terjadi tidak terulang kembali.Dia juga meminta agar Komnas HAM bisa membangun sistem proteksi kekerasan, mengingat rasa aman di wilayah itu telah hilang. “Sekarang yang harus dilakukan adalah bagaimana membangun kepercayaan warga Papua terhadap pemerintah pusat.Itu tanggung jawab Polri sebagai lembaga sentralisasi,” kata Haris saat menggelar dialog Forum Kerja LSM Papua dengan Komnas HAM,Imparsial, dan YLBHI,di Jakarta kemarin.

Sekretaris Eksekutif Forum Kerja LSM Papua Septer Manufandu menyatakan, penambahan pasukan personel baik Polri maupun TNI di Papua justru tidak memberikan rasa aman kepada warga Papua,terlebih kasus kerusuhan dan kekerasan tak juga berhenti.“Ketika warga negara merasa tidak aman, cara mengatasinya bukan mengirim pasukan, melainkan mengevaluasi sistem keamanan dan kinerja aparat keamanan,”katanya.

Komisioner Komnas HAM Bidang Mediasi M Ridha Saleh mengatakan, ada perbedaan persepsi dalam melihat kondisi di Papua.Bahkan,di Jakarta tidak ada platform bagaimana menyelesaikan persoalan di Papua.“Jadi,wajar bila banyak yang mengatakan keamanan di Papua jadi komoditas politik. Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) akhirnya jadi program sosial (charity),”katanya. Oleh karena itu, dirinya juga menyetujui bahwa perlu ada evaluasi sistem keamanan di Papua oleh pemerintah pusat.

“Warga Papua menginginkan kedamaian,namun di sisi lain jumlah aparat keamanan terus ditambah.Terlebih, stigmasi semakin menguat,” ujar Ridha. Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo mengungkapkan, Polri dan TNI mengembangkan pendekatan kultural untuk menyelesaikan sejumlah masalah terkait keamanan di daerah tersebut.

“Langkahlangkah seperti ini akan terus kita lanjutkan. Operasi yang berkaitan dengan penggalangan mengajak masyarakat untuk tidak melanggar hak, apalagi melakukan langkah-langkah yang bertentangan dengan hak negara,”kata Kapolri seusai rapat terbatas dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di ruang VVIP Bandara Halim Perdanakusumah, kemarin. rarasati syarief/ rahmat sahid/ant

(sindo)

Gugat Kasus HAM, Warga Papua Di Manokwari Turun ke Jalan


Ratusan Mayarakat Papua Barat yang turun ke jalan untuk mendesak pemerintah segera menyelesaikan segala bentuk pelanggaram HAM yang selama ini terjadi di wilayah Tanah Papua, Kamis (28/6/2012).
MANOKWARI - Ratusan masyarakat Papua Barat di Manokwari, Kamis (28/6/2012), turun ke jalan untuk mendesak Pemerintah segera mengusut tuntas kasus demi kasus penembakan, teror dan aksi kekerasan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), yang semakin meningkat di Tanah Papua.  
 
Pengunjuk rasa memulai aksinya dari Kantor Dewan Adat Papua (DAP) wilayah III Mnukwar di Jalan Pahlawan Sanggeng dengan melakukan longmarch di jalan-jalan dalam kota Manokwari, Papua Barat.

Dalam orasinya mereka meminta Pemerintah segera mengusut kasus pelanggaran HAM yang selama ini terjadi di Tanah Papua serta mengusut tuntas kasus penembakan oleh aparat gabungan Polisi dan Desus 88 terhadap Wakil Ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Mako Tabuni, tanggal 14 Juni 2012 lalu.

Massa juga meminta negara harus bertanggungjawab atas semua bentuk kekerasan dan kekejaman militer yang terjadi selama ini di Tanah Papua. Selain berorasi di sepanjang jalan, para pengunjuk rasa juga meneriakan yel yel merdeka, sambil membawa sejumlah spanduk dan pamflet yang berisikan tuntutan untuk segera menarik kembali militer dari Papua, dan hentikan rekayasa pembunuhan dengan dalil orang tidak dikenal.

Unjuk rasa masyarakat Papua Barat ini mendapat pengawalan ketat dari puluhan aparat kepolisian dari Mapolres Manokwari. Akibat unjuk rasa, sejumlah ruas jalan di dalam kota Manokwari mengalami kemacetan, meski demikian suasana kota berjalan normal dan kondusif.

Sumber :  KOMPAS.com

Papua Merdeka Dalam Kelompok Berbeda

Papua Merdeka Dalam Kelompok Berbeda
 
Hingga saat ini situasi perjuangan dan pergolakan tentang penuntutan kemerdekaan Papua mash terus dan semakin gencar di kumandangkan. Suara-suara dari akar rumput terus menentang penguasa Indonesia untuk segera membiarkan dan keluar dari tanah Papua karena Papua adalah sebuah Negara yang telah terbentuk.
Api perjuangan yang  masih terus menyala ini bukan hanya di dalam negeri Papua saja tetapi semangat dan perjuangan itu ada diseantero belahan dunia dimana ada orang-orang dari Papua tinggal.
Arah perjuangan dari semua kelompok yang ada dan berjuang untuk Papua adalah Papua Merdeka, lepas dari Indonesia, itu ada adalah tujuan utama dari semua gerakan yang ada, namun hingga saat ini masih saja jalan menuju kemerdekaan sepenuhnya itu tidak ada. Yang nampak adalah ambisi organ-organ perjuangan di tiap posisi dan tempatnya masing-masing.
Tentu masih segar  dam ingatan kita bersama pada bulan Oktober 2011 dimana berlangsung suatu pertemuan masyarakat Papua yang selanjutnya dikenal dengan nama Kongres Rakyat Papua III (KRP3). Dari hasil kongres inilah terbentuk suatu Pemerintahan Transisi Negara Federal Papua Barat yang lengkap dengan struktur pemerintahannya. Namun kongres ini dianggap tidak mewakili semua kelompok perjuangan Papua yang ada.
Setelah Presiden Pemerintahan Transisi yang ditangkap bersama ke-empat rekannya, keluar sebuah statemen dari Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang menolak dengan tegas hasil dari Kongres tersebut.
Hingga saat ini menurut pandangan dan pendapat saya seperti yang saya lihat dan ikuti serta pelajari, ada beberapa pandangan tentang Papua Merdeka yang belum se-arah. Artinya tujuan akhir perjuangan Papua, semuanya sama tetapi jalan untuk menuju tujuan kemerdekaan itu yang berbeda.
Perbedaan tujuan ini boleh-boleh saja asalkan kita saling menghargai sesama kelompok perjuangan yan ada. Saling mendukung untuk tujuan akhir yang sama. Untuk lebih cepatnya kita menggapai kemerdekaan itu.
Rakyat sudah muak, rakyat sudah bosan, rakyat sudah lama menantikan. Jangan karena perbedaan pandangan dan organ menjadi penghambat perjuangan Papua merdeka.
Yang paling nyata yang dapat dilihat saat ini adalah beberapa kelompok yang terbagi didalam perjuangan ini; adalah sebagai berikut :
  1. Kelompok Pro Referendum
  2. Kelompok Pro NRFPB
  3. Kelompok Netral
Terkait dengan tiga kelompok yang sudah saya sebutkan diatas, dibawah ini ada sedikit penjelasan mengenai kelompok-kelompok tersebut.
  1. Kelompok Pro Referendum
Untuk kelompok yang Pro Referendum, sangat nyata dalam beberapa aksi yang dilakukan maupun kampanye-kampanye politik yang telah dilakukan, lebih mendesak agar pemerintah Indonesia dan PBB untuk meninjau kembali masalah status politik Papua dan agar segera mengadakan Referendum di Papua. Referendum ini segera digelar dan yang berhak untuk mengambil bagian dalam referendum ini adalah pribumi Papua. Kelompok pro referendum ini dengan jelas sekali menolak hasil Kongres dan pemerintahan Transisi yang telah dibentuk dalam Kongres Rakyat Papua III.  
  1. Kelompok Pro NRFPB
Negara Republik Federal Papua Barat adalah hasil dari Kongres Rakyat Papua III, yang sudah lengkap dengan struktur pemerintahan yakni Presiden dan Perdana Menteri, dengan wilayah federal meliputi tujuh (7) suku besar yang ada di wilayah Papua. Banyak rakyat Papua yang juga mendukung jalannya pemerintahan ini, namun hingga saat ini belum nampak hasil positif yang lebih baik hal ini dikarenakan Presiden dan Perdana Menteri serta ketiga (3) rekannya yang lain masih menjalani penahanan di kepolisian dengan dugaan kasus makar.
  1. Kelompok Netral
Untuk kelompok netral ini dapat dilihat dengan sangat nyata dimana semua organ pergerakan yang ada, hasil-hasil dari semua kelompok perjuangan tetap didukung, intinya mereka yang berada dalam posisi ini lebih melihat ke hasil akhir, lebih melihat ke Papua Merdeka tujuan akhir tersebut. Mereka tidak termasuk dalam kelompok yang menentang ketika ada kelompok lain yang melakukan suatu tindakan justru mereka ini juga akan ambil bagian dalam gerakan-gerakan aksi-aksi massa yang ada. Aksi masa yang berlangsung dan yang akan terus berlanjut.  Tujuan utama Papua merdeka menjadi spirit utama utama untuk ambil bagian didalam perjuangan, ego kelompok tidak dipakai dalam kelompok ini. Kesadaran dan rsa menghargai akan organ perjuangan yang ada dan sedang melakukan aksi sangat tinggi
Dari uraian diatas tentunya kita masing-masing sebagai anak Bangsa Papua wajib untuk mendukung segala bentuk perjuangan yang ada. Kita jangan terprovokasi oleh campur tangan pihak lain dalam memanfaatkan situasi kita. Kita jangan terlena oleh bujukan dan rayuan yang pada akhirnya akan membuat rakyat kita yang semakin berada dalam penantian yang tiada pasti. Kemudian opini kita tentu berbeda dalam memandang sebuah persoalan, opini kita tentu tidak akan dapat menyatu dengan baik jika kita tidak saling menghargai dan mendukung.
Harusnya kita segera menyatu dalam satu ruang, satu kode komando bersama, jalan terbaik mana yang kita ambil. Jalan mana yang lebih cepat, kita jangan lagi terbawa oleh ego perorangan dan ego kelompok yang pada akhirnya membingunkan rakyat untuk mengikut arah yang mana. Apa yang dilakukan oleh kelompok PRO REFERENDUM memiliki dasar sejarah yang kuat, kemudian kelompok yang PRO Negara Federal Papua Barat pun memiliki kaitan dan erat dengan sejarah. Jika keduanya bisa satukan komitmen untuk mengikuti konsep mana yang lebih dahulu, pasti ada kekuatan baru untuk perjuangan Papua Merdeka. Jika kita terus bergerak dalam perpecahan maka lambat laun kita semkain terpecah dan akan semakin membuat simpati rakyat untuk perjuangan Papua berkurang.
Saran dari saya adalah, semua organ dan gerakan yang telah ada agar segera tetap berada pada posisi masing – masing tetapi mengikuti satu komando, silahkan disesuaikan dan semoga ada satu ruang yang dibuka untuk menggelar dan mencari solusi bersama. Keputusan dapat diambil dalam pertemuan bersama antara yang pro Referendum dan yang pro NRFPB. Jangan kita terus membuat rakyat bertanya-tanya, rakyat jadi semakin bingung mana yang harus diikuti.
Oleh karena itu melalui tulisan saya yang tidak begitu lengkap dan belum sempurna ini, mohon maaf jika ada kesalahan kata dan lain sebagainya. Mari kita sama-sama membangun kesadaran kita, semangat papuaisme, semangat papua merdeka yang lebih kuat lagi.
Ingat kekuatan kita ada pada persatuan kita.  
Bukan orang lain yang akan memerdekakan kita tetapi kita sendirilah yan harus bangkit untuk memerdekakan bangsa kita.

Tiga Daerah di Papua Siap Kibarkan Bintang Kejora

 Jayapura (27/6)---Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPN PB-OPM) mengklaim tiga daerah di Papua sudah siap untuk mengibarkan Bendera Bintang Kejora saat hari ulang tahun (HUT) TPN PB-OPM yang jatuh pada 1 Juli 2012 nanti.
 
Koordinator Umum dan Penanggungjawab HUT TPN PB-OPM, Lambert Pekikir mengatakan, pengibaran Bendera Bintang Kejora akan dilakukan selama tiga hari berturut-turut, dari tanggal 1 hingga 3 Juli 2012. Sesuai laporan, sudah ada tiga wilayah besar yang siap.

“Yakni wilayah Wamena mewakili masyarakat pegunungan dan masyarakat Papua di kawasan pegunungan. Sedangkan mewakili masyarakat Papua di pesisir pantai akan dilaksanakan di Yapen Waropen. Sedangkan mewakili masyarakat Papua di daerah lembah dan dataran, akan dilaksanakan di wilayah Mamberamo Tengah dan Kabupaten Keerom,” katanya, Rabu (27/6).

Selain itu, menurut Lambert, TPN PB-OPM juga akan bertanggungjawab jika ada warga sipil yang ditangkap karena mengibarkan Bintang Kejora. “Bahkan kami dengan kekuatan militer yang ada tetap siaga dan siap melayani kalau ada tindakan kekerasan dari TNI-Polri,” katanya.

Kepolisian Daerah Papua berjanji tak akan melakukan pendekatan dengan senjata, jika ada pengibaran Bintang Kejora pada 1 Juli nanti. “Tapi kami akan tetap siaga mengantisipasi agar tak ada pengibaran Bintang Kejora yang selama ini sering dilakukan kelompok warga mengatasnamakan OPM,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua, AKBP Johannes Nugroho Wicaksono, Selasa (26/6). (Jubi/Lev)

Sumber : Jubi

11 Kabupaten Setuju Pemekaran Papua Tengah

 Jayapura – 11 dari 12 kabupaten di wilayah Papua Tengah, telah menyetujui pemekaran propinsi Papua Tengah. Hal ini disampaikan tim pemekaran Papua tengah, ketika menghadap penjabat gubernur Papua, Samsul Rivai di Jayapura kemarin.

Ketua Tim Pemekaran Provinsi Papua Tengah, AP Youw mengklaim, yang belum setuju dengan pemekaran Papua Tengah, hanya Bupati Biak Numfor. Meski demikian kata dia, ketua DPRD Biak Numfor, sudah setuju.
“Semua Bupati semua sudah setuju, kecuali dua Bupati yang belum Bupati Biak dan Supiori tidak tanda tangan. Supiori sudah, berarti Biak yang belum Ketua DPRD sudah semua Bupati sudah. Bahkan mereka beri mandat kepada saya waktu saya masih aktif jadi Bupati untuk mengurus Papua Tengah. Jadi saya urus barang barang ini waktu saya masih aktif jadi Bupati,” tegas Anselmus
Ketua Tim Pemekaran Provinsi Papua Tengah, AP Youw juga mengatakan, meski Bupati Biak Numfor belum setuju dengan pemekaran Papua tengah, hal itu tidak bakal menghambat perjuangan tim. AP Youw juga mengklaim, seluruh persyaratan telah lengkap, dan kini tim dalam tahap menunggu rekomendasi dari gubernur Papua dan Majelis Rakyat Papua.

Saudara, pemekaran Provinsi Papua Tengah telah diusulkan sejak 2001 lalu. Bahkan, saat itu Pemerintah Pusat telah menyetujui pemekaran Papua Tengah bersamaan dengan propinsi Papua Barat.

Namun propinsi Papua tengah belum terwujud, karena banyaknya penolakan dari sejumlah kabupaten, termasuk dalam hal penentuan ibu kota propinsi Papua tengah itu.(KBR68H)

Benny Giay : "Yang Dilakukan Wartawan di Papua Pernah Dilakukan Wartawan di Afrika Selama Era Apartheid"

"Saya kira pemberitaan media dalam sejarah masyarakat/negara totaliter dan represif memang
mewajibkan para pemilik media untuk tunduk. Mereka, para pengelola media atau wartawan yang menulis berita dari sudut pandang masyarakat yang dikorbankan oleh regim totaliter dan represif dianggap mencari masalah." kata Benny Giay".

Benny Giay (Ketua Kingmi Papua/Foto-jubi)
Jayapura Voice-Baptist, (27/6)---Benny Giay, ketua Sinode Kingmi Papua memandang pemberitaan tentang Papua yang dilakukan jurnalis dan media massa lokal maupun nasional pernah terjadi di Afrika Selatan pada zaman Apartheid.

Pemodal dan penguasa telah mengendalikan pikiran publik secara diskriminatif melalui jurnalis dan media massa. "Saya kira pemberitaan media dalam sejarah masyarakat/negara totaliter dan represif memang
mewajibkan para pemilik media untuk tunduk. Mereka, para pengelola media atau wartawan yang menulis berita dari sudut pandang masyarakat yang dikorbankan oleh regim totaliter dan represif dianggap mencari masalah." kata Benny Giay kepada tabloidjubi.com, Rabu (27/6) di Jakarta via HP.

Di tempat yang sama, Septer Manufandu, sekretaris eksekutif Foker LSM Papua juga mengatakan bahwa media massa dan jurnalis telah berperan dalam menyuburkan stigma bahwa orang Papua adalah separatis dan juga turut mengkonstruksikan opini publik bahwa pelaku teror dan kekerasan belakangan ini adalah orang Papua.

"Pemberitaan media massa dan jurnalis sangat diskriminatif. Ini masalah buat kita orang Papua, karena pemberitaan seperti ini menyuburkan stigma separatis dan membuat masyarakat berpikir bahwa pelaku teror dan kekerasan belakangan ini adalah orang Papua. Padahal polisi tidak mampu membuktikan itu." kata Septer Manufandu kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 26 Juni.

Menurut Benny Giay, situasi seperti ini menunjukkan bahwa pengelola media atau jurnalis dalam konteks ini telah bertindak diskriminatif. Walau demikian, ia juga memahami jika terkadang situasi ini bisa terjadi karena penguasa regim itu punya saham dalam media dimana jurnalis itu bekerja.

"Noam Chomsky punya pandangan tentang budaya ini dimana pemodal atau penguasa mengendalikan pikiran publik ini dengan pesan sepihak yang diskriminatif terhadap kelompok yang dikorbankan. Apa yang dilakukan wartawan di Papua pernah dilakukan wartawan di Afrika selama era apartheid di tahun 1950an atau di Indonesia pada abad 19. Tidak ada yang baru di papua." ujar Benny Giay menegaskan pandangannya ini.

Kebebasan pers di Afrika Selatan memang memiliki sejarah yang terkotak-kotak. Beberapa sektor dari media Afrika Selatan bisa secara terbuka mengkritik sistem apartheid dan pemerintah Partai Nasional tapi mereka terhambat oleh berbagai sensor pemerintah selama bertahun-tahun. Selain itu, tidak banyak wartawan di masa apartheid, yang bisa menarik batas yang jelas antara kebenaran dan kepentingan penguasa. Juga kepentingan tertentu dari perusahaan media tempat mereka bekerja. Pada masa apartheid ini, kontrol terhadap wartawan dan media massa sangat kuat. Pemberitaan media massa didominasi oleh suara dan informasi dari rezim apartheid.

Salah satu contohnya adalah kematian Steve Biko, seorang pemimpin mahasiswa Afrika S elatan yang mendirikan Black Consciousness Movement. Pada 18 Agustus 1977, Biko ditangkap oleh polisi Afrika. Biko ditangkap dengan tuduhan melanggar UU Afrika Selatan, No. 38, 1967 tentang Terorisme. Ia diinterogasi oleh petugas polisi dari Port Elizabeth,diantaranya Harold Snyman dan Gideon Nieuwoudt.

Interogasi itu berlangsung dua puluh dua jam, termasuk penyiksaan dan pemukulan yang mengakibatkan Biko koma. Dia menderita cedera serius di kepalanya saat berada dalam tahanan polisi dan dirantai ke kisi-kisi jendela selama sehari. Media massa Afrika Selatan tidak memberitakan penyiksaan ini -selain memberitakan Biko ditangkap karena melanggar UU Teroris-hingga seorang wartawan dan sekarang pemimpin politik, Helen Zille, bersama dengan Donald Woods, yang juga seorang wartawan dan editor, mengungkap kebenaran di balik kematian Biko.

Steve Biko meninggal tak lama setelah tiba di penjara Pretoria, pada 12 September 1977. Polisi mengklaim kematiannya adalah akibat dari mogok makan yang dia lakukan. Namun otopsi mengungkapkan beberapa memar dan lecet yang akhirnya membuat Biko menyerah pada pendarahan otak dari luka besar di  kepalanya. Hasil otopsi ini kemudian dijadikan sebagai bukti kuat bahwa Biko telah dipukuli
secara brutal oleh para penculiknya.Sumber:Jubi/Victor Mambor)

Hut Tpn-Opm Wilayah Paniai: Optimis Pengibaran Benderah Bintang Kejorah

BENDERA NEGARA REPUBLIK WEST PAPUA
BINTANG KEJORAH
(FOTO: DESAIN TPN-OPM PANIAI)
EDUDA-- Devisi II Makodam Pemka IV Paniai  Pimpinan Jhon M. Yogi,  Optimis akan Memperingati Hari Lahirnya  Tentara Pembebasan Nasional-Organisasi Papua Merdeka (Tpn-Opm), lahir pada  tahun 1971  Patut di rayakan bagi siapun dia orang pribumi Papua dan Luar Papua.
 
Walaupun Kolonialis Indonesia (Tni/Polri) dan Pemerintah Biadat Membongkar Markas Kami (Eduda Pada hari Selasa 13 Desember 2011, sekitar pukul 05.00 Wib  lalu sampai saat ini.  dengan mengunakan Helikopter, angkatan Udara, darat, laut), Kami Tetep Memperingati Hari Hut Tpn-Opm, keadaan apapun karena itu warisan kami tidak ada yang melarangnya Semangat Perjuangan Tetap ada sampai Papua “Merdeka”.
Tepat Pada 1 juli 2012 kami akan Merayakan dengan upacara bendera Pengibaran Bintang Kejorah  sebagai Bendera Negara West Papua, untuk memperingati sebagai hari bunyi  teks Proklamasi lahirnya Tentara Pembebasan Nasional-Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM. Bunyi teks proklamasi kemerdekaan Rakyat Papua  Barat yaitu  “Rakyat Papua  Barat; Sekalian, dari Numbay sampai Merauke,  dari  Sorong sampai Balim Pengunungan Bintang,  dan dari Biak sampai pulau Adi, dengan Berkat dan pertolongan Tuhan kami mendapat kesempatan hari ini. Menyampaikan kepada kami sekalian, berdasarkan keinginan luhur bangsa Papua Barat Bahwa bangsa dan Tanah air yang  merdeka berdaulat penuh. Kiranya Tuhan Menyertai kita dan ini dunia menjadi maklum bahwa ke inginan luhur Bangsa Papua Barat menjadi nyata Victoria : 1 juli 1971 atas nama rakyat dan pemerintah Papua Barat (Presiden Zeth Javet Rumkorem Brig Jendral) “

Perjuangan singkat TPN-OPM yang bermarkas Victoria di sebela timur Papua Barat disanalah Markas Besar (MABES) (OPM-TPNL) didirikan markas besar Victoria pada tanggal 1 juli 1970 di bawah pimpinan Brig Zeth Rumkorem. Hingga sampai saat ini yang ke 41 tahun.

Setelah berbasis di Victoria mereka menyatakan kegiatan kekuatannya di Waris dan Bapak Zeth Almarhum di bacakan bunyi teks proklamasi kemerdekaan Papua Barat yang pertama kali pada tanggal 1 juli 1971 di kota Waris.

Selanjunya  Pembagian wilayah perluasan DEVACTO di Papua Barat Pada Tanggal 28 oktober 1979 di Victoria pembagian wilayah yakni ; 1).       Makodam Pemka I Mamta Jayapura (a. Obet Wali, b. Yan Sewi). 2).       Makodam Pemka II Wamena (a. Matias Wenda, b. Amos Tabuni). 3).       Makodam Pemka III Agimuga Fak-Fak (a. Boni Anaya, B. Kelik Kwalik). 4).       Makodam Pemka IV Wessel Meren Paniai (a. Yulius Goo, b. Tadius Yogi). 5).       Makodam Pemka V Merauke (a. Geraldus Tommi, b. Bernadus Mawen 6).       Makodam Pemka VI Teluk Cenderawasih Biak, serui (a. Paulus Walikar, b. Abnel Maii). 7).       Makodam Pemka VII Manakwari, sorong  (a…………….,b………………….)

Tujuh Komando roda Revolusioner Papua Barat ini mulai berputar tanggal 2 Januari 1980. Sejarah singkat Makodam Pemka IV Wessel Meren Paniai (a. Yulius Goo, b. Tadius Yogi) tiba di pangkalan pada tanggal 22 Oktober tahun 1981 pecalah perang grilya

Paniai Enarotali di bawah pimpinan Mayor kepala staf markus Kabouda Gobay mulai saat itu di kejar-kejar oleh   ABRI NKRI sampai dengan tahun 2000. Dari tahun 2000 sampai dengan 2012 rakyat Papua Barat banyak membentuk komponen dalam negeri maupun luar negeri.

Tawaran-tawaran dari NKRI melalui: Otonomi Khusus, Pemekaran dan UP4B, kami tolak. Kami tahu bahwa, Daratan Pulau Papua adalah milik Kami orang Papua, bukan milik Kolonial Indonesia, mereka datang Papua untuk Membunuh kami dan Merampas kekayaan alam kami. Kami mintah Presiden Sby-Budiono Segerah mengakui kedaulatan Negara West Papua. Karena Kemerdekaan Ialah Hak Segala Bangsa. Kami rakyat Papua dan Tpn-Opm Mengenal Bahwa  atas Nama Bangsa Papua dan Alam Papua telah  Merdeka, Sejak 1 desember 1961 itu sudah sah.

Di keluarkan dari Devisi II Makodam Pemka IV Paniai.
 Merangkap Anggota Dewan Revolusioner
 Papua Barat Malanesia Nation.
PADA TANGGAL : 01 Mei 2012


Jhon M. Yogi
Pimpinan   TPN-OPM
 
 
 
 
 
Sumber: EDUDANEWS
 
 
 

Kampak Papua Minta Jumlah TNI Didata Ulang

Dorus Wakum (Foto: westpapuamedia.info)
Banyaknya personel TNI, resahkan rakyat Papua.
Jakarta - Koordinator Kampak Papua, Dorus Wakum meminta pemerintah untuk mendata jumlah anggota TNI yang ada di Papua.
Pasalnya, jumlah personil TNI yang ada di Papua lebih banyak dari jumlah penduduk asli Papua.

"Kami minta agar didata kembali jumlah TNI, berapa banyak, itu meresahkan masyarakat Papua," kata Dorus saat rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (27/6).

Dorus menambahkan, dengan banyaknya personel TNI di Papua, maka secara otomatis bermunculan batalion-batalion di Papua.

"Tak hanya TNI, di Papua juga banyak polisi, Densus, intel polisi. Masyarakat Papua semakin takut dan mencekam," kata Dorus.

Selain itu, Forum Kerjasama LSM Papua juga mendesak Komisi I DPR RI untuk segera membentuk Panja Papua.

"Kami minta Komisi I segera bentuk Panja Papua dan kami dukung penuh Panja Papua," kata Dorus.

Dikatakannya, Tim Pelaksana dan Pengawas Otonomi Khusus Papua yang diketuai oleh Wakil Ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso dinilai tak berguna dan tak memecahkan masalah yang ada di Papua.

"Tim itu tak berguna. Pak Priyo juga ngak ngerti apa-apa soal Papua. Kita butuh tindakan sekarang," pungkas Dorus.
 (aktual.co)
 

Kontras Saran Bentuk Tim Investigasi Papua

Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyarankan pembentukan tim pemantauan dan investigasi soal Papua. Keberadaan tim ini untuk memberikan kemudahan akses bagi masyarakat sipil.

"Sebenarnya rekomendasi bentuk tim untuk Papua, kita mengusulkan ke Komisi I DPR. Kemarin kita ke Komnas HAM untuk pemantauan dan investigasi Papua selama 1,5 tahun," kata Koordinator Kontras, Haris Azhar di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, (27/6).

Kontras justru menyayangkan penambahan pasukan TNI dan Polri dalam menangani Papua. Hal itu dinilai tak dapat menyelesaikan masalah.

"Kita juga mempertanyakan penambahan jumlah pasukan TNI dan Polri. Kok dampaknya tidak signifikan. Idealnya, dengan ditambah pasukan akan semakin berkurang kekerasannya, tetapi ini tidak," ujar Haris.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin menyatakan pihaknya tetap ingin membentuk Panja Papua. Sebab, Tim Pengawas dan Pelaksanaan Otonomi Khusus Papua yang diketuai oleh Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso hanya membahas otonomi khusus.

Adapun tugas dari Panja itu nantinya adalah untuk mengontrol apa yang sudah dan akan dilakukan pemerintah. Selain itu, Komisi I DPR RI juga akan kembali mengunjungi Papua dalam waktu dekat.

Anggota Komisi I DPR, Lily Chadidjah Wahid mengatakan, untuk mengungkap semua yang terjadi di Papua harus dilakukan langkah informal.

"Perlu disampaikan ke Presiden SBY melalui kadernya (Wakil Ketua Komisi I, Ramadhan Pohan) agar melakukan terobosan informal dalam menuntaskan masalah di Papua. Sebab selama ini, laporan yang diterima Presiden SBY sifatnya formal, suka-suka pembantunya saja memberikan laporan," kata Lily.(Andhini)


 Metrotvnews


Persiwa siap "tempur" hadapi Persisam

Jayapura  - Pelatih Persiwa, Gomes de Olivera, mengatakan, saat ini timnya dalam kondisi siap "tempur" saat menjamu Persisam di Stadion Pendidikan, Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Rabu malam, dalam lanjutan Indonesia Super League (ISL).

"Anak-anak siap tempur demi meraih poin sempurna saat menjamu Persisam nanti malam," kata Gomes ketika dihubungi via telepon seluler dari Jayapura.

Menurut dia, Yesaya Desnam dan kawan-kawan telah berlatih pada pagi tadi dan berkomitmen menyuguhkan permainan menyerang yang cantik dan menawan demi meraih poin sempurna saat menjamu Persisam Putra Samarinda.

Meskipun saat ini tim berjuluk "Badai Pegunungan" itu tengah dililit sejumlah masalah internal.

"Saya dan anak-anak telah berkomitmen untuk memberikan yang terbaik dan ini merupakan pertandingan kandang terakhir kami," katanya.

Ia juga mengatakan, hal lain yang juga mendukung komitmen tersebut, pasukan hijau-hitam tidak ada yang terakumulasi kartu kuning.

"Tidak ada yang akumulasi kartu, dan kami akan memberikan permainan menyerang ala Persiwa kepada Persisam," katanya.

Disinggung terkait gaji pemain dan dirinya sebagai pelatih yang belum dibayar, mantan lelaki berkebangsaan Brasil yang pernah membesut Perseru dan Persebaya itu mengatakan bahwa manajemen Persiwa telah memberikan jawaban yang cukup menyegarkan.

Sehingga hal itu tidak terlalu dipusingkan, dan yang terpenting saat ini adalah bagaimana ia dan anak-anak "Badai Pegunungan" menjaga posisi tiga di klasemen LSI hingga musim kompetisi selesai nanti.

"Iya hal itu (gaji) telah kami bicarakan dengan manajemen. Yang penting saat ini menunjukan sikap dedikasi dan loyalitas kepada tim," katanya.

Saat ini, tim kebanggaan warga Jayawijaya, Persiwa Wamena, berada di urutan tiga klasemen LSI dengan poin 55 dari 30 kali melakoni pertandingan.

Dan pada pertandingan terakhir saat menjamu Mitra Kukar, tim yang bermarkas di Stadion Pendidikan itu meraih kemenangan 3-1.    
(ANTARA News)

Pemkab Biak perketat penjualan minuman keras

Biak  - Pemerintah Kabupaten Biak Numfor, Papua, memperketat pengawasan penjualan dan peredaran minuman keras atau beralkohol dalam upaya mewujudkan situasi keamanan dan ketertiban di masyarakat.

Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Biak Andreas Msen mengatakan wujud nyata pengawasan pemkab terhada peredaran minuman keras dengan membatasi waktu jual untuk kios dan tempat hiburan melalui instruksi Bupati tahun 2012.

"Batas waktu penjualan minuman keras untuk kios atau toko mulai pukul 10.00 pagi hingga pukul 21.00, sedangkan tempat hiburan malam, karaoke dan diskotik mulai pukul 10.00 sampai pukul 24.00 WIT," ujarnya.

Ia mengatakan, untuk mengawasi waktu penjualan minuman keras di lapangan Pemkab Biak melalui dispenda, Satuan Polisi Pamong Praja dan jajaran terkait tetap memonitor pelaksanaan pembatasan minuman keras ini.

"Sanksi paling ringan berupa teguran sedangkan sanksi terberat bisa berupa hukuman penjara atau pencabutan izin tempat penjualan minuman keras, karena itu instruksi ini harus dipatuhi pedagang maupum pengelola hiburan," katanya.

Ia berharap, dengan pembatasan waktu penjualan minuman keras diharapkan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat dan visi Biak kota jasa yang aman, damai dan kondusif tetap terjaga dan terpelihara sehingga berdampak orang lain datang dan tinggal menginap di Biak.


 (ANTARA News)

London Demo News - Demo & Protest

London Demo News: Indonesian Military and Police are Responsible to murder of West Papuan independence leader Mako Tabuni in Waena 2012
By WPNews
 
Jun 22, 2012, 05:13



















Sumber: infopapua.org


© Copyright by w@tchPAPUA

Pemerintah Diharapkan Fasilitasi Pemetaan Tanah Adat

Jayapura – Seiring munculnya konflik masalah kepemilikan tanah ditengah-tengah masyarakat adat salah satunya klaim kepemilikan tanah adat menurut suku, membuat pemerintah kampung harus selalu bekerja menjaga perdamaian.

Kepala kampung Yansu Agustinus Udam mengatakan, kini konflik di kampung sering terjadi antar suku walaupun skalanya masih kecil, tetapi harus dijaga dengan baik agar konflik tidak meluas.
Sejak dari leluhur masyarakat adat membuat batas-batas tanah dengan berpatokan pada pohon besar atau kali(sungai). “Mereka tahu kalau pohon besar dan kali pasti batas tanah adat, jadi masyarakat sudang mengerti hal itu”, ungkapnya.(23/06/2012).

Kenyataannya kadang-batas tersebut kadang masih menimbulkan konflik. Banyak penyebabnya, antara lain ada suku tertentu yang mengambil hasil hutan seperti kayu pada bukan wilayah adat. Ada juga suku lain yang berkebun bukan pada hak wilayah  adatnya.

Apalagi disaat sekarang ketika tuntutan ekonomi semakin meninggi menyebabkan orang harus berkebun atau mencari kayu-kayu di daerah yang lebih jauh dari tempat biasanya mereka bekerja.Termasuk juga kepentingan pemerintah untuk pengembangan wilayah administrasi pemerintahan.

Menurut tokoh adat Yansu, Isay Samon yang boleh mengambil hasil kebun dan kayu dari tanah adat adalah suku masing-masing dan pihak luar yang memiliki hubungan perkawinan baik dari pihak perempuan dan laki-laki. “Selain itu harus dikenakan sanksi adat”.

Isay juga menjelaskan bila ada masalah tersebut lebih banyak dibicarakan di para-para adat. Selain itu “sebaiknya batas tanah ini harus dibakukan agar terhindar dari konflik,” katanya. Aparat kampung dan tokoh adat setempat berharap pihak pemerintah memfasilitasi pembuatan peta adat batas tanah secara jelas dan benar.
Keinginan ini sudah lama disampaikan agar tidak menjadi konflik diantara masyarakat adat dan juga untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan mengingat pemekaran kampung,distrik dan kabupaten terus terjadi. “Secara administrasipun jadi kebutuhan pemerintah jadi  kalau bisa bantu masyarakat  bikin peta batas tanah,” ungkapnya.(Tim/AIDP).


Sumber: ALDP June 27, 2012


Jangan Lagi Ada Pertumpahan Darah di Papua

JAYAPURA (Selasa, 26/06/2012) - Konflik  yang  terjadi  di Tanah Papua sedapat mungkin  segera  diakhiri   dan  jangan  lagi ada pertumpahan darah rakyat sipil di Papua, khususnya pada Hari TPN/OPM yang diperingati setiap tanggal 1 Juli. Pasalnya, 1 Juli tersebut memiliki potensi konflik akibat pengibaran bendera Bintang Kejora. Apalagi pada saat yang sama juga diperingati Hari Bhayangkara ke-66 Tahun 2012.

“Nyawa  seorang  rakyat  Papua akan mempengaruhi  opini masyarakat  internasional,” ujar Wakil Ketua DPRP Yunus  Wonda, SH ketika dikonfirmasi Bintang  Papua diruang kerjanya, Selasa (26/6).

Politisi Partai Demokrat ini menjelaskan, peringatan Hari TPN/OPM pada setiap tanggal 1 Juli  itu tak akan pernah  terjadi konflik sebagaimana diisukan pihak-pihak yang tak bertanggungjawab yang cenderung menginginkan agar Papua tak aman, serta terus menerus bergolak.

Buktinya, pada 1 Juli tahun sebelumnya ternyata aman dan damai tanpa gejolak. Rakyat Papua tak perlu cemas dan khawatir. “Jadi  sebaiknya tak perlu melakukan hal-hal yang inkonstitusional. Ikuti saja aturan yang ada. Dan lakukan apapun bentuknya kegiatan-kegiatan itu sesuai aturan  yang ada. Jangan menyimpang dari aturan,” katanya.

Oleh karena itu, pihaknya menghimbau agar masyarakat tak perlu mengibarkan bendera Bintang Kejora. Pasalnya, bendera Bintang Kejora adalah simbol adat masyarakat di Papua Barat yang mempunyai makna sakral.  “Jangan  mempermainkan  Bintang  Kejora seperti anak-anak  bermain  layang  layang. Tapi ia mesti dihormati dan dihargai,” tegas dia.

Namun, apabila pada saat itu dari pihak-pihak yang mengibarkan bendera Bintang Kejora tertangkap, maka tak perlu dilakukan tindakan kekerasan seperti tembak di tempat. Tapi seyogyanyalah diberi tindakan persuasif agar yang bersangkutan tak melakukannya di saat mendatang.

“Walaupun ada perbedaan ideologi, tapi kita semua adalah warga negara Indonesia yang harus mendapat perlindungan baik dari aparat maupun pemerintah,” tukasnya.

Di tempat terpisah,  Kabid Humas Polda Papua AKBP Drs Johannes Nugroho Wicaksono menegaskan, apabila ada pihak yang mengibarkan bendera  Bintang Kejora selama tiga hari berturut-turut di seluruh Tanah Papua pada saat Hari TPN/OPM 1 Juli  2012  mendatang,  pihaknya akan menindak-tegas pelakunya sesuai aturan hukum yang berlaku demi keutuhan negara dan bangsa Indonesia.

Sebaliknya, apabila Polri menindak masyarakat sesuai  aturan hukum, maka Polri juga  harus konsekwen bertindak sesuai aturan. Pihaknya juga menghimbau agar masyarakat bersikap arief dan bijaksana. Kalau mengibarkan bendera bukan salah satu negara kemudian dikibarkan  untuk  menghormati  hal-hal yang  diluar ketentuan UU. Pasalnya,  sesuai  UU  yang  berlaku   dan sah di NKRI  adalah  bendera  merah  putih.

“Polri  tetap bersama masyarakat dan  senantiasa mengamankan masyarakat. Masyarakat  tak perlu  khawatir  dan tak perlu ragu- ragu akan keamanan  karena  kita selalu ada untuk masyarakat,” tukasnya.

Karena  itu,  masyarakatpun dihimbau dapat meminimalisir kecemasan dan  ketakutan  dengan mengaktifkan  kembali Pos  Kamling,  baik untuk menjaga lingkungan, menjaga dirinya  sendiri maupun menjaga rumah  serta  tempat tinggalnya masing-masing.



 Bintang Papua 



MAHASISWA PAPUA SURABAYA : MENDESAK PEMERINTAH HENTIKAN PELANGGARAN HAM PAPUA

 NEGARA HARUS BERTANGGUNGJAWAB/DETIK.
SURABAYA --  Ratusan mahasiswa Papua di Surabaya melakukan aksi damai Protes Keras mendesak terhadap  pemerintahan Sby-Budiono  segera mengusut tuntas kasus demi kasus penembakan, teror dan aksi kekerasan Pelanggaran Ham semakin meningkat di Pulau Cendrawasih (Papua). Pelaku utama  Orang Terlati Khusus (OTK) buatan Indonesia  dan  Militer (Tni-Polri).  aksi damai dilakukan pada  Kamis (21/6/2012).

Dalam aksinya, pengunjukrasa memakai pita hitam yang diikat di kepala. tanda bukti "lawan" Mereka juga membawa foto korban kekerasan yang terjadi di Papua selama 2 bulan terakhir (Mei-Juni2012). Kami mengutuk tegas pernyataan pemerintah yang justru membuka ruang dalam pemeliharaan konflik di Papua," kata Weya saat berorasi, di depan patung Gubernur Suryo.

Tambah lagi, banyak lagi saudara kita yang meninggal sia-sia. Segera hentikan aksi kekerasan dan negara harus bertanggungjawab atas semua bentuk kekerasan dan kekejaman militer yang terjadi di Tanah Papua.  Selain itu, mereka juga membawa berbagai poster berisi tuntutan. Diantaranya, "Segera Tarik Kembali Militer Dari Papua, "Hentikan Rekayasa Pembunuhan Dengan Dalil Orang Tidak Dikenal" serta "Papua Zona Darurat".

Pembacaan situasi Mahasiswa Papua Surabaya, Sejak dua bulan terakhir (Mei-Juni 2012) ini saja tercatat berbagai kasus kekerasan berupa penembakan oleh Aparat Militer Indonesia terhadap orang asli Papua yang menelan puluhan korban meninggal dan luka-luka, beberapa kasus penembakan yang di lakukan oleh Aparat Militer Indonesia dalam dua bulan terakhir ini diantaranya : 
 
1). Penembakan yang dilakukan oleh TNI terhadap 1 Orang massa KNPB pada tanggal 1 Mei 2012, ia ditembak setelah ia bersama rekan-rekannya pulang seusai mengikuti aksi demo Hari Anegsasi di Jayapura.

2). Penembakan yang dilakukan oleh Polisi terhadap 5 Warga Papua di Degeuwo Paniai, 4 orang kritis dan 1 meninggal dunia, penembakan terhadap 5 warga Degeuwo ini dilakukan oleh aparat Kepolisiaan untuk melindungi Penambangan ilegal yang ada di sana.


3). Penembakan yang dilakukan oleh TNI dan Polisi terhadap massa Aksi KNPB ketika hendak melakukan Aksi Demo di Jayapura ( Sentani ) pada tanggal 4 juni 2012, dalam kasus ini terdapat 2 orang korban meninggal dunia, belasan lainnya luka – lukan dan puluhan orang lainnya di tahan oleh Polisi.

 
4) Penyerbuan dan penembakan yang dilakukan oleh TNI Batalion 756 Wamena terhadap masyarakat di kampung Honelama, Wamena, Kab, Jayawijaya, Papua pada tanggal 6 juni 2012, dalam kasus penyerbuan dan penembakan yang dilakukan TNI ini terdapa 4 korban orang Dewasa dan 1 orang anak kecil. Selain menembaki warga setempat, TNI pun melakukan pembakaran dan pengerusakan rumah – rumah warga setempat. Selain itu TNI pun melakukan penangkapan dan penahanan terhadap Puluhan warga setempat.

 
5). Penembakan yang dilakukan oleh oknum Polisi terhadap seorang pemuda asli Papua ( Teju Tabuni 17 

 tahun ) di Jayapura pada tanggal 7 Juni 2012. 6). Penembakan yang dilakukan oleh Polisi terhadap warga Papua di Serui, dalam kasus ini terdapat 1 orang meninggal dunia ditembak Polisi, selain itu polisi juga melakukan pembakaran rumah – rumah warga setempat

6). Penembakan oleh Aparat Gabungan Polisi dan Desus 88 terhadap Wakil  Ketua I Komite Nasional Papua Barat  (KNPB) pada tanggal 14 juni 2012.

Selain beberapa kasus diatas, beberapa kasus teror yang sering terjadi diPapua belakangan ini, didalangi oleh Aparat Militer Indonesia yang sengaja ingin Mengkambing Hitamkan Gerakan perlawanan yang dilakukan oleh Rakyat Papua. dari bukti-bukti proyektil peluruh yang diambil dari tubuh korban penembakan sangat jelas menunjukan  pelaku teror di Papua selama ini adalah Militer Indonesia Sendiri,"realita kondisi Papua.

Aksi yang membuat kepadatan lalu lintas di kawasan Basuki Rahmat dan Jalan Tunjungan ini mendapat penjagaan ketat puluhan petugas. Kepadatan ini disebabkan banyaknya massa berjumlah 500-san orang  yang melakukan aksinya dan memakan sebagian lajur jalan. Bahkan polisi sempat melakukan rekayasa lalu lintas dengan membuka tutup Jalan Gubernur Suryo dari Basuki Rahmat.  (Andy'Go) 
 
 (IPMADO-MALANG)
 
 
 
 
Copyright © 2013. RASUDO FM DOGIYAI - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile

Proudly powered by Blogger