Foto: AFP |
NEW YORK - Lembaga pemerhati HAM Human Rights
Watch (HRW) mendesak Pemerintah Indonesia untuk membatalkan dakwaan
makar terhadap lima aktivis Papua yang ditahan pihak kepolisian. HRW
minta agar kelima aktivis itu dibebaskan.
Pengadilan Jayapura, sebelumnya mendakwa kelima pria itu dan menjatuhkan vonis hukuman penjara tiga tahun, setelah keterlibatan mereka dalam Kongres Papua Oktober tahun lalu.
"Jika Pemerintah Indonesia ingin memberikan contoh dari kelima orang ini, mereka harus membebaskan mereka sebagai simbol komitmen dari kebebasan berekspresi," ungkap Deputi Direktur HRW Asia Elaine Pearson dalam keterangan pers yang diterima okezone, Jumat (16/3/2012).
Kelima aktivis ini terlibat dalam pembacaan deklarasi dari Kongres Papua pada 19 Oktober 2011 lalu. Pihak Kepolisian Papua menggunakan kekerasan dalam upayanya membubarkan kongres tersebut. Tiga orang dilaporkan tewas dalam kejadian sementara beberapa lainnya terluka.
"Pengadilan terhadap kelima aktivis tersebut menimbulkan kekhawatiran serius atas proses hukum yang terjadi," jelas kelompok yang berbasis di New York, Amerika Serikat (AS) itu.
Kelompok pemerhati HAM itu juga mendesak agar Pemerintah Indonesia membebaskan tahanan politik dan memberikan akses luas bagi lembaga HAM internasional ke Papua bersama dengan jurnalis asing.
Namun HRW sepertinya sudah melewati batas dengan mendesak Undang-Undang Anti-Kejahatan Indonesia untuk segera diamandemen. Hal ini menurut mereka untuk memberikan jaminan terhadap aksi protes yang dilakukan oleh tiap rakyat Indonesia.
Mereka juga menilai aturan yang ada saat hanya membuat Pemerintah Indonesia menggunakan aturan yang ada untuk menjebloskan para aktivis ke penjara, atas alasan politik.
(faj)
Pengadilan Jayapura, sebelumnya mendakwa kelima pria itu dan menjatuhkan vonis hukuman penjara tiga tahun, setelah keterlibatan mereka dalam Kongres Papua Oktober tahun lalu.
"Jika Pemerintah Indonesia ingin memberikan contoh dari kelima orang ini, mereka harus membebaskan mereka sebagai simbol komitmen dari kebebasan berekspresi," ungkap Deputi Direktur HRW Asia Elaine Pearson dalam keterangan pers yang diterima okezone, Jumat (16/3/2012).
Kelima aktivis ini terlibat dalam pembacaan deklarasi dari Kongres Papua pada 19 Oktober 2011 lalu. Pihak Kepolisian Papua menggunakan kekerasan dalam upayanya membubarkan kongres tersebut. Tiga orang dilaporkan tewas dalam kejadian sementara beberapa lainnya terluka.
"Pengadilan terhadap kelima aktivis tersebut menimbulkan kekhawatiran serius atas proses hukum yang terjadi," jelas kelompok yang berbasis di New York, Amerika Serikat (AS) itu.
Kelompok pemerhati HAM itu juga mendesak agar Pemerintah Indonesia membebaskan tahanan politik dan memberikan akses luas bagi lembaga HAM internasional ke Papua bersama dengan jurnalis asing.
Namun HRW sepertinya sudah melewati batas dengan mendesak Undang-Undang Anti-Kejahatan Indonesia untuk segera diamandemen. Hal ini menurut mereka untuk memberikan jaminan terhadap aksi protes yang dilakukan oleh tiap rakyat Indonesia.
Mereka juga menilai aturan yang ada saat hanya membuat Pemerintah Indonesia menggunakan aturan yang ada untuk menjebloskan para aktivis ke penjara, atas alasan politik.
SUMBER |
0 komentar:
Post a Comment