Jayapura - Bupati dan Ketua DPR
di Papua menyatakan menolak pelaksanaan peraturan menteri dalam negeri
(Permendagri) 32 tentang hibah dan bantuan sosial (bansos).
.jarrakonline
Penolakan tersebut disampaikan saat
sosialisasi Permendagri 32 yang dilaksanakan Kementrian Dalam Negeri yang
dipimpin Sekda Papua Constan Karma di Jayapura, Senin.
Sekda Papua Constan Karma seusai sosialisasi
kepada wartawan di Jayapura, mengatakan, penolakan itu akan diteruskan secara
tertulis ke Kemendagri, walaupun penolakan itu sendiri sudah didengar langsung
Direktur Anggaran Kemendagri Hambali.
Menurut Karma, penolakan pelaksanaan
Permendagri 32 itu sebagai suatu yang wajar karena keberadaan peraturan
tersebut merupakan kemauan dari KPK yang disampaikan awal 2011 yang lalu,
dimana KPK berharap adanya peraturan atau pedoman yang mengatur tentang bantuan
dan hibah.
Dengan diberlakukannya Permendagri 32, maka
dana taktis yang dimiliki misalnya oleh gubernur tidak bisa lagi keluarkan
secara langsung tanpa mekanisme dan peruntukan yang jelas dan penolakan ini,
kata Sekda Papua Karma, bukan hanya terjadi di Papua tetapi juga dibeberapa
daerah di Indonesia.
Bupati Lani Jaya, Befa Yigibalom mengakui,
peraturan tersebut tidak tepat dilaksanakan di Papua karena kondisi di daerah
ini berbeda dengan daerah lain di Indonesia, apalagi di daerah ini seringkali
terjadi 'perang suku' yang diakhiri dengan perdamaian yang menyerap dana tidak
sedikit dan itu berasal dari bantuan pemda.
Saat pelaksaan itu butuh dana yang tidak
sedikit dan tidak terencana sehingga tidak dianggarkan, kata Bupati Yigibalom, karena
itu pihaknya berharap ada kebijakan khusus untuk Papua.
Sementara itu Kepala Badan Keuangan dan
Pengelolaan Asset Daerah Papua Achmad Hatari secara terpisah mengharapkan, para
pejabat di daerah segera melakukan sosialisasi pelaksanaan peraturan tersebut
karena peraturan itu dibuat untuk dilaksanakan.
"Jangan sampai permendagri 32 tidak
dilaksanakan karena membawa dampak terhadap pejabat tersebut," tegas
Hatari seraya menambahkan, untuk Provinsi Papua sendiri sudah mulai diterapkan
sehingga bantuan yang diberikan hanya sebesar Rp 5 juta, bila lebih maka akan
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ketika ditanya apakah sektor bantuan/hibah
selama ini menjadi sarana terjadinya penyalahgunaan keuangan, Hatari mengakui,
itu bisa saja terjadi misalnya penyalahgunaan bantuan/hibah seperti kasus di
Bojonegaro.**Ant/Sa
0 komentar:
Post a Comment