Hidup Adalah Sebuah Pilihan
Menyikapi kondisi seperti tersebut diatas maka akan muncul pertanyaan dalam benak kita: mengapa rasa percaya diri begitu penting dalam kehidupan individu. Lalu apakah kurangnya rasa percaya diri dapat diperbaiki sehingga tidak menghambat perkembangan individu dalam menjalankan tugas sehari-hari maupun dalam hubungan interpersonal. Jika memang rasa kurnag percaya diri dapat diperbaiki, langkah-langkah apakah yang harus dilakukan? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan saya jawab dalam artikel ini.
Beberapa ciri atau karakteristik individu yang kurang percaya diri, diantaranya adalah:
Menurut para psikolog, orangtua dan masyarakat seringkali meletakkan standar dan harapan yang kurang realistik terhadap seorang anak atau pun individu. Sikap suka membanding-bandingkan anak, mempergunjingkan kelemahan anak, atau pun membicarakan kelebihan anak lain di depan anak sendiri, tanpa sadar menjatuhkan harga diri anak-anak tersebut. Selain itu, tanpa sadar masyarakat sering menciptakan trend yang dijadikan standar patokan sebuah prestasi atau pun penerimaan sosial. Contoh kasus yang riil pernah terjadi di tanah air, ketika seorang anak bunuh diri gara-gara dirinya tidak diterima masuk di jurusan A1 (IPA), meski dia sudah bersekolah di tempat yang elit; rupanya sang orangtua mengharap anaknya diterima di A1 atau paling tidak A2, agar kelak bisa menjadi dokter. Atau, orangtua yang memaksakan anaknya ikut les ini dan itu, hanya karena anak-anak lainnya pun demikian.
Situasi ini pada akhirnya mendorong anak tumbuh menjadi individu yang tidak bisa menerima kenyataan dirinya, karena di masa lalu (bahkan hingga kini), setiap orang mengharapkan dirinya menjadi seseorang yang bukan dirinya sendiri. Dengan kata lain, memenuhi harapan sosial. Akhirnya, anak tumbuh menjadi individu yang punya pola pikir : bahwa untuk bisa diterima, dihargai, dicintai, dan diakui, harus menyenangkan orang lain dan mengikuti keinginan mereka. Pada saat individu tersebut ditantang untuk menjadi diri sendiri - mereka tidak punya keberanian untuk melakukannya. Rasa percaya dirinya begitu lemah, sementara ketakutannya terlalu besar.
Pola Pikir Negatif
Dalam hidup bermasyarakat, setiap individu mengalami berbagai masalah, kejadian, bertemu orang-orang baru, dsb. Reaksi individu terhadap seseorang atau pun sebuah peristiwa, amat dipengaruhi oleh cara berpikirnya. Individu dengan rasa percaya diri yang lemah, cenderung mempersepsi segala sesuatu dari sisi negatif. Ia tidak menyadari bahwa dari dalam dirinya lah semua negativisme itu berasal. Pola pikir individu yang kurang percaya diri, bercirikan antara lain:
Memupuk Rasa Percaya Diri
Untuk menumbuhkan rasa percaya diri yang proporsional maka individu harus memulainya dari dalam diri sendiri. Hal ini sangat penting mengingat bahwa hanya individu yang bersangkutan yang dapat mengatasi rasa kurang percaya diri yang sedang dialaminya. Beberapa saran berikut mungkin layak menjadi pertimbangkan jika anda sedang mengalami krisis kepercayaan diri.
1. Evaluasi diri
secara obyektif
Belajar menilai diri secara obyektif dan jujur. Susunlah daftar "kekayaan" pribadi, seperti prestasi yang pernah diraih, sifat-sifat positif, potensi diri baik yang sudah diaktualisasikan maupun yang belum, keahlian yang dimiliki, serta kesempatan atau pun sarana yang mendukung kemajuan diri. Sadari semua asset-asset berharga Anda dan temukan asset yang belum dikembangkan. Pelajari kendala yang selama ini menghalangi perkembangan diri Anda, seperti : pola berpikir yang keliru, niat dan motivasi yang lemah, kurangnya disiplin diri, kurangnya ketekunan dan kesabaran, tergantung pada bantuan orang lain, atau pun sebab-sebab eksternal lain. Hasil analisa dan pemetaan terhadap SWOT (Strengths, Weaknesses, Obstacles and Threats) diri, kemudian digunakan untuk membuat dan menerapkan strategi pengembangan diri yang lebih realistik.
2. Beri penghargaan yang jujur terhadap diri
Sadari dan hargailah sekecil apapun keberhasilan dan potensi yang anda miliki. Ingatlah bahwa semua itu didapat melalui proses belajar, berevolusi dan transformasi diri sejak dahulu hingga kini. Mengabaikan/meremehkan satu saja prestasi yang pernah diraih, berarti mengabaikan atau menghilangkan satu jejak yang membantu Anda menemukan jalan yang tepat menuju masa depan. Ketidakmampuan menghargai diri sendiri, mendorong munculnya keinginan yang tidak realistik dan berlebihan; contoh: ingin cepat kaya, ingin cantik, populer, mendapat jabatan penting dengan segala cara. Jika ditelaah lebih lanjut semua itu sebenarnya bersumber dari rasa rendah diri yang kronis, penolakan terhadap diri sendiri, ketidakmampuan menghargai diri sendiri - hingga berusaha mati-matian menutupi keaslian diri.
3. Positive thinking
Cobalah memerangi setiap asumsi, prasangka atau persepsi negatif yang muncul dalam benak Anda. Anda bisa katakan pada diri sendiri, bahwa nobodys perfect dan its okay if I made a mistake. Jangan biarkan pikiran negatif berlarut-larut karena tanpa sadar pikiran itu akan terus berakar, bercabang dan berdaun. Semakin besar dan menyebar, makin sulit dikendalikan dan dipotong. Jangan biarkan pikiran negatif menguasai pikiran dan perasaan Anda. Hati-hatilah agar masa depan Anda tidak rusak karena keputusan keliru yang dihasilkan oleh pikiran keliru. Jika pikiran itu muncul, cobalah menuliskannya untuk kemudian di re-view kembali secara logis dan rasional. Pada umumnya, orang lebih bisa melihat bahwa pikiran itu ternyata tidak benar.
4. Gunakan self-affirmation
Untuk memerangi negative thinking, gunakan self-affirmation yaitu berupa kata-kata yang membangkitkan rasa percaya diri. Contohnya:
Berdasarkan pemahaman diri yang obyektif, Anda bisa memprediksi resiko setiap tantangan yang dihadapi. Dengan demikian, Anda tidak perlu menghindari setiap resiko, melainkan lebih menggunakan strategi-strategi untuk menghindari, mencegah atau pun mengatasi resikonya. Contohnya, Anda tidak perlu menyenangkan orang lain untuk menghindari resiko ditolak. Jika Anda ingin mengembangkan diri sendiri (bukan diri seperti yang diharapkan orang lain), pasti ada resiko dan tantangannya. Namun, lebih buruk berdiam diri dan tidak berbuat apa-apa daripada maju bertumbuh dengan mengambil resiko. Ingat: No Risk, No Gain.
6. Belajar mensyukuri dan menikmati rahmat Tuhan
Ada pepatah mengatakan yang mengatakan orang yang paling menderita hidupnya adalah orang yang tidak bisa bersyukur pada Tuhan atas apa yang telah diterimanya dalam hidup. Artinya, individu tersebut tidak pernah berusaha melihat segala sesuatu dari kaca mata positif. Bahkan kehidupan yang dijalaninya selama ini pun tidak dilihat sebagai pemberian dari Tuhan. Akibatnya, ia tidak bisa bersyukur atas semua berkat, kekayaan, kelimpahan, prestasi, pekerjaan, kemampuan, keahlian, uang, keberhasilan, kegagalan, kesulitan serta berbagai pengalaman hidupnya. Ia adalah ibarat orang yang selalu melihat matahari tenggelam, tidak pernah melihat matahari terbit. Hidupnya dipenuhi dengan keluhan, rasa marah, iri hati dan dengki, kecemburuan, kekecewaan, kekesalan, kepahitan dan keputusasaan. Dengan "beban" seperti itu, bagaimana individu itu bisa menikmati hidup dan melihat hal-hal baik yang terjadi dalam hidupnya? Tidak heran jika dirinya dihinggapi rasa kurang percaya diri yang kronis, karena selalu membandingkan dirinya dengan orang-orang yang membuat "cemburu" hatinya. Oleh sebab itu, belajarlah bersyukur atas apapun yang Anda alami dan percayalah bahwa Tuhan pasti menginginkan yang terbaik untuk hidup Anda.
7. Menetapkan tujuan yang realistik
Anda perlu mengevaluasi tujuan-tujuan yang Anda tetapkan selama ini, dalam arti apakah tujuan tersebut sudah realistik atau tidak. Dengan menerapkan tujuan yang lebih realistik, maka akan memudahkan anda dalam mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian anda akan menjadi lebih percaya diri dalam mengambil langkah, tindakan dan keputusan dalam mencapai masa depan, sambil mencegah terjadinya resiko yang tidak diinginkan.
Mungkin masih ada beberapa cara lain yang efektif untuk menumbuhkan rasa percaya diri. Jika anda dapat melakukan beberapa hal serpti yang disarankan di atas, niscaya anada akan terbebas dari krisis kepercayaan diri. Namun demikian satu hal perlu diingat baik-baik adalah jangan sampai anda mengalami over confidence atau rasa percaya diri yang berlebih-lebihan/overdosis. Rasa percaya diri yang overdosis bukanlah menggambar kondisi kejiwaan yang sehat karena hal tersebut merupakan rasa percaya diri yang bersifat semu.
Rasa percaya diri yang berlebihan pada umumnya tidak bersumber dari potensi diri yang ada, namun lebih didasari oleh tekanan-tekanan yang mungkin datang dari orangtua dan masyarakat (sosial), hingga tanpa sadar melandasi motivasi individu untuk "harus" menjadi orang sukses. Selain itu, persepsi yang keliru pun dapat menimbulkan asumsi yang keliru tentang diri sendiri hingga rasa percaya diri yang begitu besar tidak dilandasi oleh kemampuan yang nyata. Hal ini pun bisa didapat dari lingkungan di mana individu di besarkan, dari teman-teman (peer group) atau dari dirinya sendiri (konsep diri yang tidak sehat). Contohnya, seorang anak yang sejak lahir ditanamkan oleh orangtua, bahwa dirinya adalah spesial, istimewa, pandai, pasti akan menjadi orang sukses, dsb - namun dalam perjalanan waktu anak itu sendiri tidak pernah punya track record of success yang riil dan original (atas dasar usahanya sendiri). Akibatnya, anak tersebut tumbuh menjadi seorang manipulator dan dan otoriter - memperalat, menguasai dan mengendalikan orang lain untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Rasa percaya diri pada individu seperti itu tidaklah didasarkan oleh real competence, tapi lebih pada faktor-faktor pendukung eksternal, seperti kekayaan, jabatan, koneksi, relasi, back up power keluarga, nama besar orangtua, dsb. Jadi, jika semua atribut itu ditanggalkan, maka sang individu tersebut bukan siapa-siapa. (jp)
Jika
hingga detik ini
Anda merasa sudah berusaha kemana-mana, sudah mengerahkan segala daya
upaya
yang paling optimum menurut perasaan Anda, sudah berdo'a dengan redaksi
yang
paling hebat, sudah menghubungi siapa saja yang menurut Anda pantas
dihubungi, dan
ternyata hasilnya masih jauh dari yang Anda inginkan, atau bahkan sama
sekali
tak match, Untuk berdo'a tidak mungkin tidak tetapi alangkah baiknya
Anda mencoba satu hal yang penting untuk dihindari dan ada satu hal yang
perlu untuk dilakukan.
Satu hal yang penting
untuk dihindari adalah membiarkan diri kita larut, hanyut, dan tenggelam ke
dalam kesedihan meratapi nasib yang menurut perasaan kita jauhnya minta ampun
dengan impian kita. Alasan yang perlu kita sederhanakan antara lain bahwa
selain bukan hanya kita seorang saja di dunia ini yang merasakan perasaan demikian,
munculnya "bad-surprise"
dalam nasib kita itu adalah sesuatu yang diizinkan Tuhan untuk ada di muka bumi
ini.
Karena atas izin-Nya,
maka ia ada dan terjadi bukan untuk sebuah kesia-sian belaka, melainkan ada
kegunaan yang bisa dimanfaatkan, meskipun harus diakui bahwa menurut perspektif
manusia, tentulah tidak ada dari kita yang menginginkannya; tidak ada yang
ingin merasakannya; dan tidak ada yang ingin mengalaminya, selain juga tidak
boleh mengharapkannya.
Lantas apa kegunaan itu?
Sampai pada tahap ini, sering sekali kita melupakan satu hal bahwa yang
dipersilahkan untuk memilih kegunaan tertentu itu adalah kita, bukan malah
balik bertanya kepada dunia tentang apa gunanya atau malah memasang sikap
apatis yang menolak untuk menggali kegunaan selain yang sudah kita rasakan.
Penderitaan itu memang membuat manusia menderita, upset, hopeless, distress,
frustasi, dan seterusnya, tetapi soal untuk apa itu akan kita gunakan, adalah
murni pilihan kita.
Semua itu pilihan kita,
mau digunakan untuk menghancurkan diri, atau untuk pembangkit energi. Mau
dijadikan racun, atau dijadikan obat - meski obat seringkali pahit
rasanya. Mau dijadikan bencana atau mau dijadikan lentera - pencerahan
jalan hidup. Semua balik lagi terserah pilihan kita, manusia.
Satu hal lain
lagi yang perlu kita ingat bahwa tentu saja untuk mengusahakan dan mewujudkan
kegunaan positif itu lebih sulit dari pada memilih kegunaan yang negatif. Dunia
ini mengajarkan bahwa untuk mendapatkan hal-hal positif, dibutuhkan inisiatif
sementara untuk mendapatkan hal-hal negatif hanya dibutuhkan pengabaian dan
membiarkan. Tetapi di sisi lain, dunia juga mengajarkan bahwa untuk
berinisiatif, biasanya beban yang ditanggung satu ons tetapi dengan
mengabaikan, beban yang kita tanggung bisa kelak menjadi satu ton.
Defining Moment
Satu dari sekian
kegunaan positif yang sudah dipilih oleh orang-orang positif di dunia ini
adalah menjadikan hal-hal buruk yang tidak diinginkannya sebagai "defining moment".
Artinya, penderitaan yang dialami, entah itu besar atau kecil, dadakan atau
berkepanjangan, dijadikan dorongan yang benar-benar tepat (pil) untuk melakukan
perubahan, perbaikan, audit, dan seterusnya. Bahkan ada yang menjadikannya
sebagai moment untuk menaikkan standar prestasi yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Dalam kaitan dengan
pembahasan kita kali ini, mungkin kita perlu menjadikan kenyataan buruk yang
kita alami sebagai moment untuk meng-audit hal-hal berikut:
1.
Sasaran yang kita tetapkan
Termasuk dalam cakupan
sasaran di sini antara lain: cita-cita, keinginan, tujuan, target, dan
seterusnya. Mengapa sasaran yang perlu diaudit? Jika kita tidak punya sasaran,
ibaratnya seperti orang bingung sedang jalan-jalan. Jika kita punya sasaran
tetapi telalu tinggi menurut ukuran riil kita, kegoncangan akan muncul. Jika
kita turunkan terlalu rendah menurut ukuran riil kita, maka kemandekan
mengancam. Supaya kegoncangan yang kita alami tidak berkepanjangan, maka
sasaran yang sudah kita teorikan di kepala perlu diaudit, entah itu diturunkan
sementara, diperbaiki, diperjelas, dipendekkan, di-spesifik-kan, berdasarkan
keadaan-diri kita pada hari ini. Meskipun ini tidak mengubah kenyataan buruk
sedikit pun, tetapi kegoncangan batin yang kita alami sudah kita datangkan
obatnya.
2. Cara, strategi, kebiasaan yang kita pakai
Hal lain yang perlu
diaudit adalah cara, strategi atau seperangkat kebiasaan yang biasa kita
gunakan selama ini untuk meraih sasaran yang kita inginkan dan ternyata masih
gagal. Menurut hasil renungan Napoleon Hill, kebanyakan kita gagal usahanya
bukan karena kita tidak mampu mewujudkan keberhasilan yang kita inginkan,
melainkan karena kita mempertahankan satu cara yang sudah jelas-jelas gagal di
lapangan.
Bahkan jika dilihat dari
penjelasan firman Tuhan kepada kita semua, mempertahankan cara atau strategi
yang sudah nyata-nyata gagal dan menolak untuk mengais cara lain, termasuk
bukti dari keputusasaan kita terhadap rahmat-Nya, yang dalam bahasa agama
sering disebut sesat atau gelap. Karena itu, yang diperintahkan kepada kita
adalah meyakini adanya pintu lain yang sudah terbuka jika kita mendapati satu
pintu yang tertutup. Sayangnya, terkadang kita terlalu lama memandangi pintu
yang sudah nyata-nyata tertutup sehingga kita gagal menemukan pintu lain yang
sudah terbuka.
Cara, strategi atau
kebiasaan yang perlu diaudit, bukan semata yang dalam bentuk fisik,
melainkan yang lebih penting lagi, adalah cara berpikir, strategi berpikir,
kebiasaan berpikir atau sesuatu yang ada di dalam batin kita. Jim Rohn
berpesan: "Semua yang ada di luar dirimu akan berubah jika kamu mengubah
dirimu". Hal ini karena semua kreasi fisik, entah itu tindakan atau hasil
tindakan, awalnya diciptakan dari dalam batin kita (kreasi mental). Tindakan
yang jitu lahir dari pikiran yang jitu, tindakan yang masih meleset lahir dari
pikiran yang belum pas, kira-kira begitulah.
3. Orang, lingkungan atau jaringan yang kita masuki
Jika dalam bisnis
perumahan ada kata pusaka yaitu: lokasi, lokasi, dan lokasi, maka dalam
meng-audit langkah atau mengubah nasib kita, mungkin kata pusaka itu perlu
diganti menjadi: orang, orang dan orang. Orang, lingkungan dan jaringan yang
kita masuki, memang tidak membuat / mengubah kita menjadi apapun tetapi jika
kita ingin mengubah diri dalam arti yang luas, maka ini perlu mengubah jaringan
orang yang kita kenal, entah dengan cara menambah, mengurangi, memperluas,
memperdalam hubungan, dan lain-lain.
Dengan mengubah
jaringan orang yang kita kenal, maka ini akan menciptakan jalan bagi perubahan
pola berpikir, strategi, kepercayaan, kebiasaan, pengetahuan, metode, dan
seterusnya. Mungkin, saking pentingnya peranan orang itu bagi kita,
sampai-sampai ahli filsafat bisnis Amerika, Jim Rohn, mengatakan: "Jika
buku yang anda baca dan orang yang anda ajak bergaul sama, maka dalam lima
tahun ke depan, kemungkinan besar nasib anda masih sama". Untuk
mengubahnya, sudah pasti membutuhkan modal, tetapi modal di sini tidak mutlak
identik dengan uang yang banyak atau sejumlah modal yang saat ini tidak ada di
tangan kita. Prakteknya sering membuktikan bahwa orang yang perlu masuk dalam
daftar "jaringan" itu sudah disediakan Tuhan di sekeliling kita
tetapi selama ini jarang kita perhatikan, jarang kita bedakan, jarang kita
telaah, dan jarang kita gali.
Menjaga 3K
Menjalani hidup memang berbeda
seribu derajat dengan membahas kehidupan. Dalam membahas kehidupan seperti
dalam tulisan ini, enak saja kita mengganti, mengubah dan meng-audit langkah
sekehendak kita, tetapi dalam menjalani, tentu saja tidak bisa kita meng-audit
dan mengubah sekehendak kita. Hemat saya, ada sedikitnya tiga hal yang perlu
dijaga seiring dengan keputusan kita untuk meng-audit dan memperbaharui
langkah, yaitu:
1. Kebutuhan
Kata orang yang sudah
sering kita dengar, kebutuhan itu tidak mengenal kata nanti, bahkan ampun pun
tidak. Ungkapan lain mengatakan bahwa lebih enak ngomong sama orang yang marah
ketimbang ngomong sama orang yang lapar. Ini semua menunjukkan bahwa kebutuhan
itu tidak bisa diganggu-gugat dan karena itu, agenda apapun yang akan kita
jalankan, hendaknya jangan sampai menganggu aktivitas kita dalam memenuhi
kebutuhan. Atau dengan kata lain, hendaknya kita tetap menjalankan
aktivitas yang sasarannya untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya tidak bisa
diganggu-gugat di tengah-tengah kesibukan kita memikirkan tiga hal yang perlu
diaudit di atas. Jika kebutuhan ini terancam, maka kita semua sudah tahu
akibatnya.
2. Keinginan
Meskipun kebutuhan itu
tidak mengenal ampun dan kata nanti, tetapi jika pikiran ini terlalu kita
fokuskan hanya untuk kebutuhan, hanya apa adanya, tanpa visi, tanpa imajinasi,
tanpa cita-cita, tanpa keinginan, maka Mohamad Ali mengibaratkan seperti
seandainya bumi ini tanpa langit: kering dan gelap. Marylin King, mantan
seorang atlet, menyimpulkan:
"Astronot, atlet
dan eksekutif perusahaan memiliki tiga hal kembar. Mereka punya sesuatu yang
sangat berarti bagi mereka; sesuat yang benar-benar ingin mereka lakukan. Kami
menyebutnya gairah. Mereka memandang tujuan dengan sangat jelas dan mengimajinasikannya
secara ajaib sehingga tampak begitu kuat dan mereka membayangkan dirinya
menapaki langkah-langkah kecil dalam perjalanan menuju tujuan itu. Kami
menyebutnya visi. Akhirnya mereka melakukan sesuatu setiap hari, sesuai
dengan rencana yang akan membawa mereka selangkah lebih dekat ke mimpi mereka.
Kami menyebutnya aksi".
Artinya, selain kita
perlu memprogam aktivitas yang sasarannya kebutuhan, kita pun perlu memprogram
aktivitas yang sasarannya adalah mewujudkan keinginan (visi, cita-cita, dst.)
yang belum terwujud atau beru terwujud sebagian, agar tidak kering dan gelap
(demotivator dan apatis), seperti bagaikan bumi tanpa langit, bagaikan burung
tanpa sayap, bagaikan mobil yang rodanya terpendam lumpur
"kebutuhan".
3.
Kelancaran
Tak cukup sepertinya
jika kita hanya memprogram aktivitas yang kita lakukan hari ini semata untuk
sasaran kebutuhan dan keinginan. Ada satu hal lain yang perlu kita programkan,
yaitu mengatasi masalah-masalah, entah itu tehnis, hubungan, dan lain-lain yang
kedatangannya tidak diundang. Membiarkan masalah, bukan berarti menghilangkan
masalah.Tetapi jika kita mengerahkan seluruh pikiran dan aktivitas kita hanya
untuk mengurusi masalah, maka keinginan dan kebutuhan kita akan yatim, yang
juga masalah.
Jadi, menurut nasehat
Anthony Robbins, gunakan 10% saja untuk memikirkan masalah (what and why),
lalu gunakan sisanya untuk memikirkan pemecahan masalah (how). Tenggelam
dalam memikirkan masalah, justru malah akan membuat kita bermasalah. Nasehat
lain bisa kita dengarkan dari Brian Tracy, seorang konsultan SDM, yang
mengatakan: "Bukan dimana saat ini kita berada; yang menentukan kita,
melainkan ke mana langkah ini akan kita gerakkan". Masalah tidak membuat
kita keman-mana tetapi apa yang akan kita lakukan terhadap masalah itu akan
menentukan di manan nanti kita berada.
Dengan belajar menjalani
tiga hal di atas, minimal kita tidak perlu bertengkar dengan kenyataan yang ada
di hadapan kita, pun juga kita tidak tenggelam di dalam kenyataan itu, serta
tidak terhanyut ke dalam memikirkan masalah siang dan malam. Sekali lagi perlu
kita ingat, ini baru membahas kehidupan, belum masalah menjalani kehidupan.
Selamat menjalankan.
Memupuk Rasa Percaya Diri
Pernahkah anda mengalami krisis kepercayaan diri atau dalam bahasa sehari-hari "tidak pede" dalam menghadapi suatu situasi atau persoalan? Saya yakin hampir setiap orang pernah mengalami krisis kepercayaan diri dalam rentang kehidupannya, sejak masih anak-anak hingga dewasa bahkan sampai usia lanjut. Ruang konseling di website inipun banyak diwarnai dengan pertanyaan seputar kasus-kasus yang berhubungan dengan krisis kepercayaan diri tersebut. Sudah tentu, hilangnya rasa percaya diri menjadi sesuatu yang amat mengganggu, terlebih ketika dihadapkan pada tantangan atau pun situasi baru. Individu sering berkata pada diri sendiri, "dulu saya tidak penakut seperti ini....kenapa sekarang jadi begini ?" ada juga yang berkata: "kok saya tidak seperti dia,...yang selalu percaya diri...rasanya selalu saja ada yang kurang dari diri saya...saya malu menjadi diri saya!"Menyikapi kondisi seperti tersebut diatas maka akan muncul pertanyaan dalam benak kita: mengapa rasa percaya diri begitu penting dalam kehidupan individu. Lalu apakah kurangnya rasa percaya diri dapat diperbaiki sehingga tidak menghambat perkembangan individu dalam menjalankan tugas sehari-hari maupun dalam hubungan interpersonal. Jika memang rasa kurnag percaya diri dapat diperbaiki, langkah-langkah apakah yang harus dilakukan? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan saya jawab dalam artikel ini.
Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri, alias "sakti". Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa - karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri.
Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional, diantaranya adalah :
Kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri, alias "sakti". Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa - karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri.
Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional, diantaranya adalah :
- Percaya akan kompetensi/kemampuan diri, hingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, atau pun rasa hormat orang lain
- Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok
- Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain - berani menjadi diri sendiri
- Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil)
- Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung/mengharapkan bantuan orang lain)
- Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, ornag lain dan situasi di luar dirinya
- Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi.
Beberapa ciri atau karakteristik individu yang kurang percaya diri, diantaranya adalah:
- Berusaha menunjukkan sikap konformis, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok
- Menyimpan rasa takut/kekhawatiran terhadap penolakan
- Sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan dir) dan memandang rendah kemampuan diri sendiri - namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri sendiri
- Pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif
- Takut gagal, sehingga menghindari segala resiko dan tidak berani memasang target untuk berhasil
- Cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus (karena undervalue diri sendiri)
- Selalu menempatkan/memposisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu
- Mempunyai external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangattergantung pada keadaan dan pengakuan/penerimaan serta bantuan orang lain)
Perkembangan
Rasa Percaya Diri Pola Asuh
Para ahli berkeyakinan bahwa kepercayaan diri bukanlah diperoleh secara instant, melainkan melalui proses yang berlangsung sejak usia dini, dalam kehidupan bersama orangtua. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang, namun faktor pola asuh dan interaksi di usia dini, merupakan faktor yang amat mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri.Sikap orangtua, akan diterima oleh anak sesuai dengan persepsinya pada saat itu. orangtua yang menunjukkan kasih, perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kelekatan emosional yang tulus dengan anak, akan membangkitkan rasa percara diri pada anak tersebut. Anak akan merasa bahwa dirinya berharga dan bernilai di mata orangtuanya. Dan, meskipun ia melakukan kesalahan, dari sikap orangtua anak melihat bahwa dirinya tetaplah dihargai dan dikasihi. Anak dicintai dan dihargai bukan tergantung pada prestasi atau perbuatan baiknya, namun karena eksisitensinya. Di kemudian hari anak tersebut akan tumbuh menjadi individu yang mampu menilai positif dirinya dan mempunyai harapan yang realistik terhadap diri - seperti orangtuanya meletakkan harapan realistik terhadap dirinya.
Lain halnya
dengan orangtua yang kurang memberikan perhatian pada anak, atau suka
mengkritik, sering memarahi anak namun kalau anak berbuat baik tidak pernah
dipuji, tidak pernah puas dengan hasil yang dicapai oleh anak, atau pun seolah
menunjukkan ketidakpercayaan mereka pada kemampuan dan kemandirian anak dengan
sikap overprotective yang makin meningkatkan ketergantungan. Tindakan
overprotective orangtua, menghambat perkembangan kepercayaan diri pada anak
karena anak tidak belajar mengatasi problem dan tantangannya sendiri -
segala sesuatu disediakan dan dibantu orangtua. Anak akan merasa, bahwa dirinya
buruk, lemah, tidak dicintai, tidak dibutuhkan, selalu gagal, tidak pernah
menyenangkan dan membahagiakan orangtua. Anak akan merasa rendah diri di mata
saudara kandungnya yang lain atau di hadapan teman-temannya.Para ahli berkeyakinan bahwa kepercayaan diri bukanlah diperoleh secara instant, melainkan melalui proses yang berlangsung sejak usia dini, dalam kehidupan bersama orangtua. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang, namun faktor pola asuh dan interaksi di usia dini, merupakan faktor yang amat mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri.Sikap orangtua, akan diterima oleh anak sesuai dengan persepsinya pada saat itu. orangtua yang menunjukkan kasih, perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kelekatan emosional yang tulus dengan anak, akan membangkitkan rasa percara diri pada anak tersebut. Anak akan merasa bahwa dirinya berharga dan bernilai di mata orangtuanya. Dan, meskipun ia melakukan kesalahan, dari sikap orangtua anak melihat bahwa dirinya tetaplah dihargai dan dikasihi. Anak dicintai dan dihargai bukan tergantung pada prestasi atau perbuatan baiknya, namun karena eksisitensinya. Di kemudian hari anak tersebut akan tumbuh menjadi individu yang mampu menilai positif dirinya dan mempunyai harapan yang realistik terhadap diri - seperti orangtuanya meletakkan harapan realistik terhadap dirinya.
Menurut para psikolog, orangtua dan masyarakat seringkali meletakkan standar dan harapan yang kurang realistik terhadap seorang anak atau pun individu. Sikap suka membanding-bandingkan anak, mempergunjingkan kelemahan anak, atau pun membicarakan kelebihan anak lain di depan anak sendiri, tanpa sadar menjatuhkan harga diri anak-anak tersebut. Selain itu, tanpa sadar masyarakat sering menciptakan trend yang dijadikan standar patokan sebuah prestasi atau pun penerimaan sosial. Contoh kasus yang riil pernah terjadi di tanah air, ketika seorang anak bunuh diri gara-gara dirinya tidak diterima masuk di jurusan A1 (IPA), meski dia sudah bersekolah di tempat yang elit; rupanya sang orangtua mengharap anaknya diterima di A1 atau paling tidak A2, agar kelak bisa menjadi dokter. Atau, orangtua yang memaksakan anaknya ikut les ini dan itu, hanya karena anak-anak lainnya pun demikian.
Situasi ini pada akhirnya mendorong anak tumbuh menjadi individu yang tidak bisa menerima kenyataan dirinya, karena di masa lalu (bahkan hingga kini), setiap orang mengharapkan dirinya menjadi seseorang yang bukan dirinya sendiri. Dengan kata lain, memenuhi harapan sosial. Akhirnya, anak tumbuh menjadi individu yang punya pola pikir : bahwa untuk bisa diterima, dihargai, dicintai, dan diakui, harus menyenangkan orang lain dan mengikuti keinginan mereka. Pada saat individu tersebut ditantang untuk menjadi diri sendiri - mereka tidak punya keberanian untuk melakukannya. Rasa percaya dirinya begitu lemah, sementara ketakutannya terlalu besar.
Pola Pikir Negatif
Dalam hidup bermasyarakat, setiap individu mengalami berbagai masalah, kejadian, bertemu orang-orang baru, dsb. Reaksi individu terhadap seseorang atau pun sebuah peristiwa, amat dipengaruhi oleh cara berpikirnya. Individu dengan rasa percaya diri yang lemah, cenderung mempersepsi segala sesuatu dari sisi negatif. Ia tidak menyadari bahwa dari dalam dirinya lah semua negativisme itu berasal. Pola pikir individu yang kurang percaya diri, bercirikan antara lain:
- Menekankan keharusan-keharusan pada diri sendiri ("saya harus bisa begini...saya harus bisa begitu"). Ketika gagal, individu tersebut merasa seluruh hidup dan masa depannya hancur.
- Cara berpikir totalitas dan dualisme : "kalau saya sampai gagal, berarti saya memang jelek"
- Pesimistik yang futuristik : satu saja kegagalan kecil, individu tersebut sudah merasa tidak akan berhasil meraih cita-citanya di masa depan. Misalnya, mendapat nilai C pada salah satu mata kuliah, langsung berpikir dirinya tidak akan lulus sarjana.
- Tidak kritis dan selektif terhadap self-criticism : suka mengkritik diri sendiri dan percaya bahwa dirinya memang pantas dikritik.
- Labeling : mudah menyalahkan diri sendiri dan memberikan sebutan-sebutan negatif, seperti "saya memang bodoh"..."saya ditakdirkan untuk jadi orang susah", dsb....
- Sulit menerima pujian atau pun hal-hal positif dari orang lain : ketika orang memuji secara tulus, individu langsung merasa tidak enak dan menolak mentah-mentah pujiannya. Ketika diberi kesempatan dan kepercayaan untuk menerima tugas atau peran yang penting, individu tersebut langsung menolak dengan alasan tidak pantas dan tidak layak untuk menerimanya.
- Suka mengecilkan arti keberhasilan diri sendiri : senang mengingat dan bahkan membesar-besarkan kesalahan yang dibuat, namun mengecilkan keberhasilan yang pernah diraih. Satu kesalahan kecil, membuat individu langsung merasa menjadi orang tidak berguna.
Memupuk Rasa Percaya Diri
Untuk menumbuhkan rasa percaya diri yang proporsional maka individu harus memulainya dari dalam diri sendiri. Hal ini sangat penting mengingat bahwa hanya individu yang bersangkutan yang dapat mengatasi rasa kurang percaya diri yang sedang dialaminya. Beberapa saran berikut mungkin layak menjadi pertimbangkan jika anda sedang mengalami krisis kepercayaan diri.
Belajar menilai diri secara obyektif dan jujur. Susunlah daftar "kekayaan" pribadi, seperti prestasi yang pernah diraih, sifat-sifat positif, potensi diri baik yang sudah diaktualisasikan maupun yang belum, keahlian yang dimiliki, serta kesempatan atau pun sarana yang mendukung kemajuan diri. Sadari semua asset-asset berharga Anda dan temukan asset yang belum dikembangkan. Pelajari kendala yang selama ini menghalangi perkembangan diri Anda, seperti : pola berpikir yang keliru, niat dan motivasi yang lemah, kurangnya disiplin diri, kurangnya ketekunan dan kesabaran, tergantung pada bantuan orang lain, atau pun sebab-sebab eksternal lain. Hasil analisa dan pemetaan terhadap SWOT (Strengths, Weaknesses, Obstacles and Threats) diri, kemudian digunakan untuk membuat dan menerapkan strategi pengembangan diri yang lebih realistik.
2. Beri penghargaan yang jujur terhadap diri
Sadari dan hargailah sekecil apapun keberhasilan dan potensi yang anda miliki. Ingatlah bahwa semua itu didapat melalui proses belajar, berevolusi dan transformasi diri sejak dahulu hingga kini. Mengabaikan/meremehkan satu saja prestasi yang pernah diraih, berarti mengabaikan atau menghilangkan satu jejak yang membantu Anda menemukan jalan yang tepat menuju masa depan. Ketidakmampuan menghargai diri sendiri, mendorong munculnya keinginan yang tidak realistik dan berlebihan; contoh: ingin cepat kaya, ingin cantik, populer, mendapat jabatan penting dengan segala cara. Jika ditelaah lebih lanjut semua itu sebenarnya bersumber dari rasa rendah diri yang kronis, penolakan terhadap diri sendiri, ketidakmampuan menghargai diri sendiri - hingga berusaha mati-matian menutupi keaslian diri.
3. Positive thinking
Cobalah memerangi setiap asumsi, prasangka atau persepsi negatif yang muncul dalam benak Anda. Anda bisa katakan pada diri sendiri, bahwa nobodys perfect dan its okay if I made a mistake. Jangan biarkan pikiran negatif berlarut-larut karena tanpa sadar pikiran itu akan terus berakar, bercabang dan berdaun. Semakin besar dan menyebar, makin sulit dikendalikan dan dipotong. Jangan biarkan pikiran negatif menguasai pikiran dan perasaan Anda. Hati-hatilah agar masa depan Anda tidak rusak karena keputusan keliru yang dihasilkan oleh pikiran keliru. Jika pikiran itu muncul, cobalah menuliskannya untuk kemudian di re-view kembali secara logis dan rasional. Pada umumnya, orang lebih bisa melihat bahwa pikiran itu ternyata tidak benar.
4. Gunakan self-affirmation
Untuk memerangi negative thinking, gunakan self-affirmation yaitu berupa kata-kata yang membangkitkan rasa percaya diri. Contohnya:
- Saya pasti bisa !!
- Saya adalah penentu dari hidup saya sendiri. Tidak ada orang yang boleh menentukan hidup saya !
- Saya bisa belajar dari kesalahan ini. Kesalahan ini sungguh menjadi pelajaran yang sangat berharga karena membantu saya memahami tantangan
- Sayalah yang memegang kendali hidup ini
- Saya bangga pada diri sendiri
Berdasarkan pemahaman diri yang obyektif, Anda bisa memprediksi resiko setiap tantangan yang dihadapi. Dengan demikian, Anda tidak perlu menghindari setiap resiko, melainkan lebih menggunakan strategi-strategi untuk menghindari, mencegah atau pun mengatasi resikonya. Contohnya, Anda tidak perlu menyenangkan orang lain untuk menghindari resiko ditolak. Jika Anda ingin mengembangkan diri sendiri (bukan diri seperti yang diharapkan orang lain), pasti ada resiko dan tantangannya. Namun, lebih buruk berdiam diri dan tidak berbuat apa-apa daripada maju bertumbuh dengan mengambil resiko. Ingat: No Risk, No Gain.
6. Belajar mensyukuri dan menikmati rahmat Tuhan
Ada pepatah mengatakan yang mengatakan orang yang paling menderita hidupnya adalah orang yang tidak bisa bersyukur pada Tuhan atas apa yang telah diterimanya dalam hidup. Artinya, individu tersebut tidak pernah berusaha melihat segala sesuatu dari kaca mata positif. Bahkan kehidupan yang dijalaninya selama ini pun tidak dilihat sebagai pemberian dari Tuhan. Akibatnya, ia tidak bisa bersyukur atas semua berkat, kekayaan, kelimpahan, prestasi, pekerjaan, kemampuan, keahlian, uang, keberhasilan, kegagalan, kesulitan serta berbagai pengalaman hidupnya. Ia adalah ibarat orang yang selalu melihat matahari tenggelam, tidak pernah melihat matahari terbit. Hidupnya dipenuhi dengan keluhan, rasa marah, iri hati dan dengki, kecemburuan, kekecewaan, kekesalan, kepahitan dan keputusasaan. Dengan "beban" seperti itu, bagaimana individu itu bisa menikmati hidup dan melihat hal-hal baik yang terjadi dalam hidupnya? Tidak heran jika dirinya dihinggapi rasa kurang percaya diri yang kronis, karena selalu membandingkan dirinya dengan orang-orang yang membuat "cemburu" hatinya. Oleh sebab itu, belajarlah bersyukur atas apapun yang Anda alami dan percayalah bahwa Tuhan pasti menginginkan yang terbaik untuk hidup Anda.
7. Menetapkan tujuan yang realistik
Anda perlu mengevaluasi tujuan-tujuan yang Anda tetapkan selama ini, dalam arti apakah tujuan tersebut sudah realistik atau tidak. Dengan menerapkan tujuan yang lebih realistik, maka akan memudahkan anda dalam mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian anda akan menjadi lebih percaya diri dalam mengambil langkah, tindakan dan keputusan dalam mencapai masa depan, sambil mencegah terjadinya resiko yang tidak diinginkan.
Mungkin masih ada beberapa cara lain yang efektif untuk menumbuhkan rasa percaya diri. Jika anda dapat melakukan beberapa hal serpti yang disarankan di atas, niscaya anada akan terbebas dari krisis kepercayaan diri. Namun demikian satu hal perlu diingat baik-baik adalah jangan sampai anda mengalami over confidence atau rasa percaya diri yang berlebih-lebihan/overdosis. Rasa percaya diri yang overdosis bukanlah menggambar kondisi kejiwaan yang sehat karena hal tersebut merupakan rasa percaya diri yang bersifat semu.
Rasa percaya diri yang berlebihan pada umumnya tidak bersumber dari potensi diri yang ada, namun lebih didasari oleh tekanan-tekanan yang mungkin datang dari orangtua dan masyarakat (sosial), hingga tanpa sadar melandasi motivasi individu untuk "harus" menjadi orang sukses. Selain itu, persepsi yang keliru pun dapat menimbulkan asumsi yang keliru tentang diri sendiri hingga rasa percaya diri yang begitu besar tidak dilandasi oleh kemampuan yang nyata. Hal ini pun bisa didapat dari lingkungan di mana individu di besarkan, dari teman-teman (peer group) atau dari dirinya sendiri (konsep diri yang tidak sehat). Contohnya, seorang anak yang sejak lahir ditanamkan oleh orangtua, bahwa dirinya adalah spesial, istimewa, pandai, pasti akan menjadi orang sukses, dsb - namun dalam perjalanan waktu anak itu sendiri tidak pernah punya track record of success yang riil dan original (atas dasar usahanya sendiri). Akibatnya, anak tersebut tumbuh menjadi seorang manipulator dan dan otoriter - memperalat, menguasai dan mengendalikan orang lain untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Rasa percaya diri pada individu seperti itu tidaklah didasarkan oleh real competence, tapi lebih pada faktor-faktor pendukung eksternal, seperti kekayaan, jabatan, koneksi, relasi, back up power keluarga, nama besar orangtua, dsb. Jadi, jika semua atribut itu ditanggalkan, maka sang individu tersebut bukan siapa-siapa. (jp)
0 komentar:
Post a Comment