JAKARTA: National Papua Solidarity (Napas) meminta Pemerintah Amerika
Serikat (AS) mengintervensi kejahatan kemanusiaan di Papua sebagai
bentuk tanggung jawab pernah terbitnya New York Agreement pada 15
Agustus 1962 yang melahirkan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada
1969.
Koordinator Napas Marthen Goo mengatakan pelanggaran
hak asasi manusia (HAM) di Papua tidak terlepas dari New York Agreement
di mana pemerintah AS ikut terlibat dalam dugaan kejahatan. Menurutnya,
peristiwa pelanggaran HAM dan kejahatan kemanusiaan telah berlangsung
sejak Pepera dilakukan.
"Pemerintah AS diam saja ketika demokrasi diinjak-injak di Papua," kata
Marthen dalam orasinya di depan Kedutaan Besar AS, Jakarta, Rabu
(15/08/2012). "Pemerintah AS harus mengambil peranan aktif untuk
melakukan intervensi kemanusiaan di Papua."
New York Agreement (NYA) pada 15 Agustus 1962 yang memuat tentang Act
of Free Choice kala itu yang akhirnya melahirkan Penentuan Pendapat
Rakyat pada Agustus 1969. Pepera berlangsung secara tidak demokratis
karena berada di bawah todongan senjata dan suap kepada sejumlah kepala
suku yang akhirnya memilih Papua tetap jadi bagian dari Indonesia.
Oleh karena itu, Marthen mengungkapkan pihaknya meminta AS berperan
aktif untuk menyeret para pelaku pelanggaran HAM di Papua serta
mendorong perundingan antara Papua dan Jakarta. Dia menuturkan negara
itu juga diminta melakukan investigasi terhadap perusakan lingkungan dan
pelanggaran HAM oleh Freeport Indonesia.
Dia menuturkan Pemerintah AS dan pemerintah Indonesia sudah terlalu
banyak mengambil keuntungan dari Tanah Air Papua, namun sedikit sekali
kontribusinya kepada bangsa Papua. Napas juga meminta izin untuk
menyampaikan pernyataannya ke dalam gedung Kedubes AS, namun tidak
mendapatkan izin dari kepolisian.(msb)
Sumber: bisnis.com
0 komentar:
Post a Comment