James Bond (Daniel Craig) dalam SKYFALL (Sumber: http://moviesblog.mtv.com/) |
Raja Ampat, Papua Barat, lokasi
syuting film James Bond berikutnya? Judul artikel ini merupakan
pengandaian saja, tetapi bukan berarti hal itu tidak bisa menjadi
kenyataan. Apabila kita mau dan serius menawarkan Raja Ampat kepada EON
Productions (rumah produksi film-film James Bond) dan Sony Pictures,
sebagai lokasi syuting Bond ke-24, saya yakin mereka pasti sangat
tertarik dan benar-benar akan membuat pengandaian ini menjadi kenyataan.
Berikut ulasan saya:
Salah satu ciri khas film-film James Bond adalah pada setiap filmnya tidak pernah hanya mengambil setting di satu negara saja. Setiap film James Bond selalu ber-setting-kan
di beberapa negara. Hal ini berdasarkan kisah agen MI-6 dengan kode 007
yang selalu memerangi kejahatan lintas negara. Di film terakhirnya, sequel ke-23-nya, Skyfall, setting (syuting) meliputi empat negara, yakni Turki (Istanbul), Inggris (London), Tiongkok (Shanghai dan Makau), dan Skotlandia.
Pertanyaannya: Sampai film James Bond yang ke-23 ini (Skyfall),
setelah berpindah-pindah syutingnya di entah berapa banyak negara,
kenapa Indonesia belum pernah dipilih sebagai salah satu negara tempat
James Bond beraksi? Padahal Indonesia adalah negara kepulauan dengan
pemandangan-pemandangan alamnya yang sangat eksotis dengan beraneka
ragam budaya yang unik.
Thailand saja pernah, yakni di dalam film James Bond yang berjudul The Man with the Golden Gun
(1974), dengan Roger Moore sebagai James Bond. Pentolan penjahatnya
adalah Scaramanga (Christopher Lee) yang diceritakan mempunyai markas
rahasia di sebuah pantai dan kepulauan terpencil. Bond menemukan lokasi
tersebut di akhir cerita. Lokasi itulah yang sekarang sangat terkenal
dengan nama “James Bond Island” (aslinya Ko Tapu atau Nail Island
/ Pulau Paku) dan Pantai Phuket. Film James Bond inilah yang membuat
Pantai Phuket dan “Bond Island” menjadi sangat terkenal dan dikunjungi
jutaan turis setiap tahunnya sampai sekarang.
Berikut adalah gambar-gambar dan cuplikan film The Man with the Golden Gun berkaitan dengan lokasi syutingnya di Thailand itu:
Kenapa Indonesia tidak kunjung dipilih rumah produksi James Bond, EON Production sebagai lokasi syutingnya?
Ternyata, tidak benar Indonesia tidak pernah dilirik untuk dijadikan salah satu lokasi negara atau setting
tempat James Bond beraksi. Ternyata, sampai saat ini, sudah dua kali
Indonesia direncanakan untuk dijadikan salah satu lokasi syuting film
James Bond oleh EON Productions dan Sony Pictures. Sayang sekali
kedua-duanya gagal direalisasikan.
Lebih terasa sayang sekali, bahwa ternyata salah satu film Bond yang batal syuting di Indonesia justru adalah Skyfall ! Seri James Bond yang dipredeksi akan menjadi film Bond terbaik sejak Dr. No(1962), dan juga akan menjadi film Bond yang paling laris sepanjang masa.
Bayangkan saja apabila Skyfall jadi syuting di Indonesia. Tentu
Indonesia akan semakin dikenal oleh dunia internasional melalui film
spionase paling popluer sedunia ini. Tapi, tolong jangan di Bali lagi,
masih banyak daerah lain di Indonesia yang tidak kalah bagusnya, atau
bahkan lebih bagus, tetapi tidak dengan serius diperkenalkan oleh pihak
berkompeten di Indonesia.
Menurut Hindustan Times, awalnya Skyfall
direncanskan akan syuting juga di India, Afrika Selatan, dan Indonesia
(Bali). Tetapi karena anggaran pembuatan film tersebut terbatas. Dengan
alasan penghematan, ketiga negara tersebut dicoret dari daftar lokasi
syuting. Diganti dengan Turki, Tiongkok, dan Skotlandia. Sedangkan
London, Inggris, memang adalah lokasi syuting yang sudah pasti ada di
setiap film Bond, karena markas MI-6 ada di London.
Apa mau dikatakan kalau memang alasannya soal anggaran? Bukankah film
Bond ke-23 memang sempat tertunda pembuatannya karena soal dana?
Seharusnya, Bond 23 sudah dibuat dan dirilis pada 2010. Setelah masalah
dana teratasi barulah Bond 23 ini bisa dibuat dan akhirnya dirilis pada
2012 dengan judul Skyfall itu.
Yang tragis adalah kisah ketika pada 1996, pihak EON Productions dari
London, Inggris, sebagai rumah produksi film-film James Bond sudah memastikan untuk melakukan syuting di Indonesia untuk film Bond ke-18, yakni Tomorrow Never Dies,
yang dibintangi oleh Pierce Brosnan sebagai James Bond, aktris laga
asal Malaysia, Michelle Yeoh sebagai Bond;s Girl bernama Wai Lin, dan
Jonathan Pryce sebagai Elliot Carver, si jahat lawan utama James Bond.
Terpilihnya Indonesia sebagai lokasi syuting Tomorrow Never Dies itu bukan sekadar tambalan, tetapi merupakan setting utamanya.
Akan ada adegan kejar-kejaran James Bond dengan para penjahat di kota
Jakarta, ada adegan James Bond bersama Wai Lin meloncat melorot turun
melalui banner raksasa dari sebuah gedung pencakar langit milik Elliot
Carver, yang sebenarnya adalah Menara Kota BNI, di Jalan Jenderal
Sudirman, Jakarta, dan kawasan Krakatau atau Tana Toraja sebagai markas
si pentolan penjahat (Elliot Carver). Tetapi, kesempatan itu hilang
begitu saja, dikarenakan persoalan birokrasi dan bebalnya pejabat
Indonesia di Departemen Pariwisata di kala itu.
Gagalnya Indonesia sebagai lokasi syuting utama Tomorrow Never Dies
diungkapkan oleh Iman Brotoseno, seorang sutradara dan fotografer bawah
laut di blog-nya. Tulisan tersebut sebetulnya tulisan lama, yakni
ditulis pada 2007. Tetapi saya sendiri baru tahu ketika membacanya di Kompas.com.
Berikut ini, saya salin sebagian artikel di Kompas.com
tersebut. Bacalah dan lihatlah betapa kampungan dan sempitnya wawasan
para birokrat kita di kala itu, sehingga kesempatan emas untuk membuat
Indonesia semakin dikenal dan kesempatan memperoleh devisa yang
jumlahnya sangat besar hilang begitu saja. Tomorrow Never Dies
gagal syuting di Indonesia dikarenakan antara lain, si birokrat pemberi
izin tidak suka dengan film James Bond yang dikatakan sebagai film
tidak masuk akal itu!
Tidak heran, sekarang saja pendapatan devisa Indonesia kalah dari
negara-negara tetangganya yang tidak mempunyai keindahan alam yang
sedemikian banyak dan luar biasa indahnya seperti di Indonesia. Bahkan
Indonesia kalah dari negara mini Singapura yang tidak mempunyai
keindahan alam yang bisa dijual kepada wisatawan asing. Tetapi,
faktanya, pendapatan devisa Indonesia dari sektor pariwisata kalah dari
Singapura.
Berikut artikelyang saya maksudkan itu:
Iman yang juga dikenal sebagai fotografer bawah laut ini
menceritakan, pada medio 1996, dia dihubungi Nigel Goldsack, seorang
teman lama yang bekerja di EON Productions, rumah produksi yang terkenal
sebagai produser resmi film-film James Bond. Di blognya, Iman menulis, “Mereka tertarik untuk membuat film James Bond yang berjudul Tomorrow Never Dies di
Indonesia dengan bintang Kanjeng cah bagus Pierce Brosnan yang jatmika.
Mak jedug saya terhenyak tersandar di kursi. James Bond? Shooting di
Indonesia? Ini bisa menjadi berita hebat. Maka berhubung waktu itu saya
masih bekerja pada orang, maka berita ini saya laporkan kepada boss
pemilik perusahaan.”
Masih dalam tulisan di blognya tersebut, Iman melanjutkan, “Serangkaian
meeting digelar bersama Executive Producer, Michael G Wilson yang
terbang khusus dari London. Hunting lokasi di seluruh pelosok Indonesia.
Direncanakan Kapal Perang Indonesia akan dicat menjadi Her Majesty Ship
-british Navy- yang ngapung di selat sunda dengan latar belakang Gunung
Krakatau. Markas si penjahat bisa di gunung gunung Tana Toraja, atau
sekitar candi-candi Jawa Tengah. Ingat adegan James Bond meluncur
melorot melalui banner dari puncak gedung imperium bisnis si penjahat?
Tadinya direncanakan akan memakai Gedung Kota BNI di Jalan Sudirman. Tak
ketinggalan James Bond mengendarai BMW canggih ciptaan Mr.Q akan kejar
kejaran di seputaran kota tua Jakarta.“
Menurut Iman, jika memang terlaksana, dalam bayangannya, stasiun
televisi swasta Indonesia akan bersaing mendapatkan hak eksklusif
penyiaran The Making of Tomorrow Never Dies selama di Indonesia. “Mata
dunia akan serta-merta mengunjungi Indonesia, tentu saja sektor
pariwisata akan berbunga-bunga. Promosi pariwisata bisa berjalan pararel
dengan media film. Thailand menjadi bertambah ramai setelah syuting
James Bond Man with golden gun. Menara Petronas menjadi populer ketika The Entrapment—Sean Connery dan Chaterine Zeta Jones—shooting di sana.
“Kita tak akan pernah tahu eksotisnya Kepulauan Karibia tanpa melalui film-film yang mengambil setting di sana,” tulis Iman.
“Sayangnya, pemerintah, tepatnya birokrasi di pemerintahan
kita, tak melihat peluang bagus di depan mata mereka. Iman menulis,
“Namun, Indonesia tetap ngindonesiana yang selalu ragu dan nggak mutu
dalam melihat sebuah peluang emas. Gubernur Jakarta tidak pernah
mengeluarkan perizinan untuk memakai ruang publik. Panglima Armada Barat
lebih suka kapal perangnya yang tua karatan bersandar di pelabuhan
Tanjung Priok–karena tidak ada dana operasional–daripada disewakan.
Tentu saja puncaknya, top of the top, sambutan Dirjen Pariwisata waktu
itu Bapak Andi Mapasameng yang menerima audiensi kita. Dengan wajah yang
kurang ramah, yang mungkin kurang tidur karena sibuk bagaimana
meningkatkan kunjungan wisatawan ke Indonesia. Ekspresi wajahnya tetap
datar, walau pihak London telah memaparkan akan menghabiskan biaya
sekitar 70 juta dollar untuk budget produksi di sini. Dari biaya
perizinan, lokasi, setting, peralatan, art department, termasuk
penyerapan tenaga kerja lokal, katering, hotel, crew, figuran sampai
tukang angkut.“
Iman dalam blog—nya mengingat betul ucapan sang dirjen saat
audiensi. “Ujung ujungnya bapak dirjen nyeletuk setelah diterjemahkan— “Saya nggak suka tuh Film James Bond, tidak masuk akal ceritanya!“
“Kita adalah bangsa yang rasional dan selalu mengangkat cerita
film berdasarkan aspek kehidupan nyata. ‘Gombalmukiyo bangsa yang
rasional! Mendadak saya mengkeret. Lemas, dan malu terhadap tamu-tamu.
Bukankah sebagai pengambil keputusan tertinggi di bawah Menteri,
seharusnya beliau lebih ramah, dan kalau perlu kempus dan ndobos.
Sebagai satrio pinilih bidang pariwisata, semestinya beliau sadar bahwa
ini potensi luar biasa corong pariwisata Indonesia,” tulis Iman.
Teman lama Iman, Nigel, hanya berkomentar singkat saat makan malam
perpisahan di Regent Hotel yang sekarang menjadi Four Season. “Your country never change,” ujar Nigel seperti yang ditulis Iman.
Di akhir tulisanya, Iman seperti juga banyak di antara kita yang
sering kali menyesalkan tindakan tak produktif pejabat, menyesali
sembari mengajak merenung pembaca blognya. “Akhirnya mereka kembali
shooting di Thailand dan Kamboja. Sampai sekarang setiap saya menonton
James Bond, saya selalu trenyuh dan teringat kasus ini. Hilang sudah
kesempatan melihat Michelle Yeoh—yang sekarang menjadi duta wisata
Malaysia—secara langsung di sini. Siapa tahu kita bisa lebih dulu
mencuri Michelle Yeoh menjadi duta wisata kita dengan slogannya yang
dahsyat ‘Truly Indonesia’,” tulis Iman kala itu.
*
Sebenarnya, di Indonesia terlalu
banyak pemandangan alam yang eksotis, dengan ragam budaya yang sangat
banyak dan unik pula. Lebih dari layak untuk dipakai sebagai lokasi
syuting film-film kelas dunia, terutama Hollywood.
Saya sedikit heran dengan berita bahwa sempat ada rencana film James Bond, Sky Fall syuting di Bali. Kenapa mereka memilih Bali lagi? Eat, Pray, Love (2010) dengan bintang utamanya Julia Roberts dan Javier Bardem (si jahat Raoul Silva di Sky Fall)
juga syuting di Bali. Kok, Bali melulu, sih? Itu karena Indonesia
terlalu fokus hanya pada Bali dalam mempromosikan tempat-tempat
wisatanya. Sehingga di luar negeri pun (terutama di Amerika dan Eropa)
banyak yang hanya tahu Bali daripada nama negaranya, Indonesia.
Padahal masih ada lokasi-lokasi
layak syuting film-film Hollywood yang tidak kalah bagusnya dengan di
Bali, bahkan lebih bagus. Sebut saja, kawasan di Kepulauan Raja Ampat,
Papua Barat. Lebih dari layak untuk syuting film-film Hollywood itu,
termasuk film James Bond. Raja Ampat jauh lebih bagus daripada Pantai
Phuket dengan James Bond Island-nya itu.
Lihat Raja Ampat di bawah ini. Bandingkan dengan Bond Island di Phuket, Thailand tersebut di atas:
Atau, film James Bond layak juga kok
syuting di daerah asal saya, Fakfak, Papua Barat, yang juga memiliki
pemandangan-pemandangan alam yang eksotis seperti di bawah ini
(Hehehe…):
Ironisme dan kekonyolan yang terjadi pada gagalnya syuting Tomorrow Never Dies
di Indonesia, semoga tidak terjadi lagi. Seiring dengan semakin
demokratis dan terbukanya wawasan bangsa ini, termasuk para birokratnya.
Di dunia perfilman internasional, Indonesia sudah mulai dikenal lewat film aksi Serbuan Maut (The Raid, Redemption /
2011) yang dibintangi oleh Iko Uwais dan Joe Taslim. Iko Uwais saat ini
sedang syuting film Hollywood yang berjudul Man of Tai Chi bersama
dengan aktor Keanu Reeves (Speed, Trilogy Matrix). Sedangkan Joe Taslim sedang syuting Fast and Furious 6, bersama dengan Dwayne Johnson (The Rock), Vin Diesel, dan Paul Walker.
Sekarang ini ada beberapa film
Hollywood yang syuting di Indonesia. Sayangnya, sampai saat ini rupanya
mental birokrat kita belum juga benar-benar pulih. Akibatnya, kru
film-film Hollywood itu, para aktor, produser, dan sutradara mendapat
pengalaman yang tidak mengenakkan selama syuting di sini. Mulai dari
aparat koruptif, tukang palak sampai dengan berbelit-belitnya birokrasi
perizinan, dan tidak adanya insentif sama sekali buat mereka dari
pemerintah RI.
Bintang film Taylor Kisch (John Carter
- 2012) pernah dipalak (diminta iPhone-nya) oleh petugas imigrasi di
Lombok, NTT, supaya bisa diizinkan masuk. Taylor Kisch datang ke NTT,
salam rangka melakukan syuting film Savages (2012 / sutradara: Oliver Stone) yang beberapa bagian filmnya mengambil lokasi syuting di Pulau Mayo, NTT (bbc.com).
Lain lagi pengalaman Seth Baron, Co-Producer film aksi Java Heat (2013),
sebuah film aksi pertama Hollywood yang seluruh lokasi syutingnya di
Indonesia (Yogyakarta). Bintang utamanya: Kellan Lutz (Twilight Saga: Breaking Dawn 1 & 2), Mickey Rourke (Iron Man 2, The Expendables), disertai bintang-bintang lokal, Ario Bayu, Agung Udijana, dan Verdi Solaiman.
Ketika diwawancarai Majalah Cinemags, menjawab pertanyaan: “Adakah kesulitan syuting di Indonesia?
Seth baron menjawab, “The permit. Itu yang paling berat. Pemerintahnya terkadang menyulitkan karena tahu kami adalah filmmaker
asing meskipun para pemain dan kru orang Indonesia. Kami harus meminta
banyak tanda tangan di departemen ini atau itu. Di sini juga tidak ada tax break untuk para filmmaker. Padahal apa yang kami lakukan adalah bagus karena mengenalkan budaya Indonesia ke luar negeri. We’d like to introduce Indonesia to the world through film.” (Cinemags, November 2012).
Semoga hal-hal demikian, yang bakal
menjadi promosi buruk Indonesia di mata Hollywood, tidak akan terjadi
lagi. Supaya siapa tahu, film James Bond yang ke-24 akan memilih syuting
di Indonesia. Di Raja Ampat, misalnya? ***
Sumber: Kompasiana
Sumber: Kompasiana
0 komentar:
Post a Comment